#Drama Melayu 2020
Explore tagged Tumblr posts
Text
Interior Chinatown - Charles Yu
I guess my biggest regret upon reading this book is that I considered going into Singapore’s Chinatown Complex Hawker Centre for a snack and decided I didn’t feel like it. I deprived myself of that excellent “Reading Interior Chinatown while literally inside Chinatown” pic!
If I recall correctly, this book landed on my “to-read” after I saw it on a NPR Books “Best of 2020.” That said, what I expected this book to be about was entirely different from what it actually was. And what was it precisely? That’s sort of hard to answer and I feel is what makes this book either terrific and original or gimmicky and preachy.
Roughly, this is the story of Willis Wu, a wannabe movie star who’s stuck as a background player in the role “Generic Asian Man.” He really wants to be a “Kung Fu Guy” or to be recognized as more than Asian in the same way that “Black” and “White” are able to play nuanced characters that transcend their races. Throughout his struggle, he’s stuck in Chinatown where he grew up, living in near-poverty and taking care of his aging parents (also former actors). At some point he starts to break through a little, he meets a woman and gets married, and has a reckoning about what it means to be an Asian American:
“This is it. The root of it all. The real history of yellow people in America. Two hundred years of being perpetual foreigners.”
“What is about an Asian man that makes him so hard to assimilate?... Who gets to be an American? What does an American look like?”
At the same time, this isn’t a straightforward novel: the entire book is printed in “Courier” and large parts of it are designed to look like a screenplay. At times, it was difficult for me to distinguish which parts were what was really happening to Willis and which parts were his fantasy or dreams. Perhaps all of it was--the book was very post-modern in its satirical take on the Asian-American experience, the immigrant story, Asian portrayal in pop-culture, and the entertainment industry as a whole.
It was a very quick read (part of why I decided not to stop in Chinatown that day was that I thought I’d have another opportunity to do so!) and I finished it in little over a day. It was easily readable, and parts--in particular the story of how his parents moved to the US, established their own careers, and fell in love--were quite compelling. I just couldn’t get behind Willis. He was insufferable and became worse once he married a “white-passing” part-Asian woman. And, though the quotes above are moving, the entire sequence in which he comes to terms with his identity--written like the script of a very melodramatic court-room drama--didn’t quite land with me. They were a little too soap-boxy.
What is kind of wild is that this book was released in January 2020. I wonder what the reception would have been like if it had been released only a few months later. Reading now, in the wake of the “Stop Asian Hate” movement, it is a bit surreal in how on the nose the idea of Asians as a perpetual foreigner is.
On the other hand, I have a unique relationship with Asia and Asian culture. Not that I am complaining, but try being white in Asia! I could lay down roots here, become a PR, have kids who serve NS, 说中文 and bercakap Bahasa Melayu, and still always be a foreigner. It’s one thing to say that about Hong Kong which is ~90% Chinese, but Singapore prides itself on its diversity and racial harmony (despite also having a ~70% Chinese majority). It’s not the same of course; local people don’t treat me like a disease vector because I’m from a country that’s recorded 33mil+++ COVID cases, there is some well-deserved baggage from being a British colony, and being “Ang Mo” in Asia (or a laowai, gweilo, take your pick...) is still somewhat desirable in a way. Willis also addresses this:
“I’m guilty of it as anyone... romanticizing white women. Wishing I were a white man. Putting myself into this category... by putting ourselves below everyone, we’re building in a self-defense mechanism.”
And I feel that if you look at the Singapore subreddit, it’s not hard to find some of this “AMDK” sentiment .
But I’ve gone a bit off track. In the end, I thought this book was just OK. I don’t think I’d recommend it. Yet, I’d still be interested in more of what Charles Yu writes. There were some thought-provoking ideas, but it fell flat for me--which may just be because I live in Asia + I am not Asian American, so although I’ve heard similar sentiment from friends and from voices online, it’s not my story and not as poignant to me. Plus, I also hate reading Courier font.
Interior Chinatown by Charles Yu My rating: 3 of 5 stars
#books#just read#book review#interior chinatown#charles yu#literature#stop aapi hate#singapore chinatown#reading#2020 books#2021 reads
1 note
·
View note
Text
Sebuah Ucapan Selamat dan Kilas Balik Sejarah Dibalik #MuthiSapikHalal
"Syafiq ngedeketin gue, tapi gue mikirnya ngga aneh-aneh" gitulah kira-kira awal ceritanya Muthi curhad soal modus-modus Sapik yang mulus banget kek belut HAHAHAHA.
Seperti janji di twitter kemarin w bikin post tumblr sebagai ucapan dan juga mengenang kembali cerita-cerita awal sampe akhirnya jadi #MuthiSapikHalal HAHAHAHAHAHAHA. Post ini dibuat dari sudut pandang orang ketiga yang bisa jadi ngga aktual-aktual banget, tapi yang pasti ini jadi hadiah buat mereka berdua yang bisa dibaca berulang kali sebagai pengingat. Yakin w Muthi bakal geli banget bacanya HAHAHAHAHAHA.
DISCLAIMER: Akan sangat tidak runut, semena-mena dan berantakan. Tapi berusaha supaya tetap uwu biar Muthi bisa nangis sendiri bacanya EHE.
---
Bermula dari kita berdua jadi delegasi buat acara bekraf pas lagi masa-masanya praktika. Jadi lagi ribet-ribet di awal praktika tuh, kita kabur sekejap dan saling curcol dari hati-hati ceritanya (ew). Biasalah ya cewe kalo udah abis bahan cerita, pasti ujung-ujungnya ada cerita romens yang bakal ke spil dikit-dikit. Bilanglah Muthi ini Sapik ngajakin dia buat bikin satu project namanya Sinelayu (Sinema Melayu) dan mereka lagi proses ngegarap satu film pendek. Alus banget kan emang Sapik ngedeketinnya pake profesionalitas kerjak wkwkwkwkwk. Sinelayu memang jadi impian, tapi tentu saja modus pdktnya harus jalan.
Nah terus Muthi cerita di libur semester menuju semester 5, dia sama temennya ada rencana liburan ke Jogja dan itu emang udah di planning dari jauh-jauh hari. Syafiq juga ngide, bilangnya dia juga mau liburan ke Jogja buat ketemu temennya tapi entah kenapa akhirnya Sapik jadi ikut beberapa agenda jalan-jalan Muthi sama temannya. Memang yhaaa usaha aja dulu.
Setelah dari sana Sapik sama Muthi makin terlihat dekat. Memang ngga pacaran dan ada project Sinelayu yang jadi barikadenya, tapi satu kampus udah kaya ngeh kalo mereka ini ada apa-apa... (Apa hayo ada apa). Ini murni pengamatan pribadi ya, w sih ngeliatnya gitu. Mereka mulai jadi lebih sering keliatan berdua dan kita juga wajar-wajar aja.
----
"Sit gue dilamar" itu kalimat Muthi setelah kita ngga ketemu beberapa minggu di bulan Juli taun lalu kalo ngga salah. Doi bilangnya sambil bisik-bisik malu gitu. Ada perasaan biasa sama sedikit syok karena ternyata secepet itu Syafiq ngelamar Muthi. Abis itu langsung lah w ajak nongkrong dulu sekaligus interograsi kronologi lamarannya. Ternyata oh ternyata Bapak Sapik udah menyiapkan rencana lamaran setelah wisuda. Dibuatlah pertemuan kedua keluarga di salah satu restoran di Cikini. Tapi memang dasar Muthi ngga peka dan tidak curiga, dia masih ngga mikir aneh-aneh. Sampai akhirnya ada momen Syafiq ngedeketin Bapaknya Muthi dan nyampein soal niat dia untuk melamar Muthi. BAAAAMMM.
Muthi ngga cerita ke banyak orang karena memang pas wisuda itu Syafiq baru mengutarakan niatnya, jadi masih belum resmi. Akhirnya seminggu setelah lebaran 2019, keluarganya Syafiq datang ke Bengkulu untuk meresmikan lamaran mereka. Tapi ternyata perjalanan supaya bisa ada #MuthiSapikHalal harus memakan waktu yang cukup panjang dengan segala cobaannya.
--
Akhirnya tanggal yang dinantikan Muthi dan Syafiq terjadi juga di hari ini. Jam 8 tadi akad sudah berlangsung dengan khidmat dan lancar. Setelah ada drama, pandemi covid dan hal lainnya yang membuat rencana baik mereka sempat tertunda. Tanggal 14 Agustus 2020 ini ternyata menjadi hari yang baik buat mereka berdua.
Muthi tipe yang susah percaya sama orang, keliatannya aja kaya terbuka tapi sebenernya dia susah banget buat curhat ke orang. Mungkin karena kebiasaan jadi tempat curhat orang ngebuat Muthi kaya gitu.Syafiq tipe yang lempeng banget dan santai, berbanding terbalik sama Muthi yang sangat planner dan runut satu-satu. Tapi ternyata itu yang membuat mereka jadi komplementer satu sama lain.
Pernah ada satu sesi curhat dimana Muthi bilang Syafiq itu beda cara menghadapi dia yang sering banget frustasi sama sesuatu. Tapi Syafiq selalu bilang ke Muthi untuk ngga terlalu diambil pusing dan coba lebih rileks buat ngehadapinnya. Tentu saja tidak mudah sodara-sodara, beberapa kali selisih pendapat, berantem dan ada dimana keduanya saling frustasi. Tapi memang ya rencana Allah itu selalu ajaib, buktinya mereka bisa sampai ke tahap ini.
--
Buat Muthi sama Syafiq, percaya apa ngga W nulis ini sambil nahan-nahan biar ngga nangis. Gampang tersentuh akutuh anaknya HAHAHAHAHAHAHA.
Gue titip kalian berdua semoga bisa saling melengkapi satu sama lain, jadi partner yang saling membangun dan bertumbuh bareng. Sekarang udah ngga masing-masing lagi, jadi coba belajar sharing untuk semua yang kalian rasakan. Mau itu rasa seneng, sedih, frustasi, marah dan apapun yang nantinya akan kalian hadapi gue berharap kalian bisa ngelewatinnya dengan cukup bijak dan tetap tenang. Semoga Syafiq bisa jadi suami yang menjaga kehormatan Muthi, pun Muthi menjadi istri yan menjaga kehormatan Syafiq sambil tetap terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik selalu.
Akan ada banyak perubahan dan penyesuain setelah menikah dan itu lumrah.Namanya manusia pasti akan berubah dan berevolusi sesuai dengan apa yang mereka alami. Sebagai salah satu teman yang melihat gimana kalian berproses, gue seneng banget kalian bisa sampe ada di titik ini. Dari Muthi Gadis Bengkulu perantauan Tanah Sunda yang sangat headstrong bilang ngga mau nikah tapi ternyata luluh juga sama jurus ampuh juragan Bengkalis wkwkwkwk.
Karena pandemi ini gue ngga bisa menyaksikan langsung syahdunya ijab-kabul kalian, tapi ngga putus doa gue supaya selalu dilancarkan perjalanan kalian. From the bottom of my heart, I sincerely wish nothing but the best for both of you. Semoga pernikahannya jadi berkah dan kebaikan untuk Muthi dan Syafiq yah :)
Jakarta, 14 Agustus 2020
5.45 pm
SN
Sampai bertemu di Jakarta kembali! :))
5 notes
·
View notes
Video
instagram
27 September 2020. . Berat sebenarnya hati ni, nak tinggalkan adik-adik FQ ni. . Depa ni, ada sesuatu yang sangat berharga dalam diri mereka. . Setiap dari mereka, ada kisah yang mungkin kita susah nak adapt. Kita banyak tengok drama melayu, tapi kisah diorang lebih real dari drama yang kita tengok kat TV. . Alhamdulillah, terima kasih Allah, selalu bersyukur sebab Allah akan hantarkan team yang dalam dia, ada jiwa jiwa yang tepat untuk handle program. . Kita hanya asbab untuk terima dan dapat sesuatu, Allah lah yang menggerakan segalanya. . Pesanan dekat adik-adik . "Selalulah doa, moga Allah gerakan kami untuk datang lagi" . Depa ni taknak apa apa pun, cuma dalam keadaan dan situasi mereka, apa yang mereka inginkan, hanyalah perhatian dan kasih sayang. Terima kasih adik-adik, sebab beri kakak-kakak dan abang sesuatu yang bermakna dalam helaian kamus kehidupan. . Moga Allah permudahkan segala urusan, panjangkan usia, beri sihat tubuh badan untuk kita bertemu lagi. . — Salam sayang, abang yang merindui hiruk piruk tingkah laku adik-adiknya. . #abuhanifah #alhamdulillah #dakwahituseni #harinidahingatmati #muhasabah #muhasabahdiri #diginomadvibe #diginomad #diginomadtribe #fitrahqaseh #masihadacinta2020 #MAC #MACFQ2020 #mac2020 #masihadacinta (at Larkin, Johor, Malaysia) https://www.instagram.com/p/CFoj4d2HfGv/?igshid=b6ialluhkfpe
#abuhanifah#alhamdulillah#dakwahituseni#harinidahingatmati#muhasabah#muhasabahdiri#diginomadvibe#diginomad#diginomadtribe#fitrahqaseh#masihadacinta2020#mac#macfq2020#mac2020#masihadacinta
1 note
·
View note
Text
Kepala Bergetar 2020
Kepala Bergetar Live Streaming, Kepala Bergetar Terkini Melayu Drama Video, Kepala Bergetar Blogspot Onlinr Tonton Free, Layanon9, layanjer, Layan …
Kepala Bergetar 2020 Watch Online
Drama Melayu 2020
Layanon9
Layanjer
Layan Drama
Myflm4u
Kepala Bergetar 2020
View On WordPress
#Drama Melayu 2020#Kepala Bergetar 2020#Kepala Bergetar 2020 Drama Melayu 2020 Layanon9 Layanjer Layan Drama Myflm4u#Layan Drama#Layanjer#Layanon9#Myflm4u
0 notes
Text
Movie: Main Kahwin Kahwin
Released: 2020
5 stars ⭐⭐⭐⭐⭐
Filem ini dari Malaysia, tapi disiarkan di Singapura masa waktu cuti. Sebenarnya, dah lama tak tengok filem Melayu...bukan apa, asyik tema sama je...kahwin. Samalah macam drama ni, tapi pasal aku nak tengok lakonan Sham Visa...dia kan penyanyi dan banyak orang minat dia lepas Gegar Vaganza...jadi aku kepo lah nak tengok dia haha...okaylah sweet lah tengok lakonan Sham dan Tiz Zaqyah...comel. Aku suka Tiz Zaqyah, aku rasa dia gadis melayu yang comel dan pandai berlakon. Aku suka drama ni...cute.
0 notes
Text
Sang Pewaris 2020 Episod 7 Video Live Tonton Online
Sang Pewaris 2020 Episod 7 Video Live Tonton Online
Sang Pewaris 2020 Episod 7 Video Live Tonton Online, Malay sub Tonton Online, Sang Pewaris 7 (2020) IMDb, Download film Sang Pewaris Ep 7 Tonton Online, Download Demon Sang Pewaris Episod 7, Malay drama 2020 free download, Free Live Streaming Layanon9 Myflm4u, Malay hd format are also available Drama Melayu
View On WordPress
0 notes
Text
Matikan TV Anda
Mungkin sulit untuk menyangkal bila televisi merupakan benda ajaib berbentuk kotak yang bisa menyihir kita untuk terus menatapnya. Menonton TV mungkin sudah menjadi semacam hobi, kebiasaan, bahkan mungkin kewajiban bagi kita yang hidup di abad modern ini. Dan saya berani bertaruh menonton TV mungkin menempati peringkat pertama perbuatan paling tak produktif paling sering dilakukan untuk membuang waktu. 24 jam penuh kita disodori iklan, olahraga, game, reality show, kuis, humor, rohani, gosip, otomotif, talk show, berita, politik, kartun, dokumenter, film, dan sinetron yang tayang di berbagai saluran stasiun. Anda tinggal duduk manis, memegang remote, sambil tiduran di sofa yang empuk, maka itulah cara terbaik pilihan saya untuk bersantai.
Namun sudah lama saya merasa jenuh dengan acara TV yang ditampilkan. Beberapa minggu yang lalu ketika masih dalam suasana libur saya kebetulan bangun agak pagi, sekitar jam 9 (suatu hal yang amat jarang terjadi). Saat itu saya memutuskan menonton TV dan merasa muak melihat acara yang tersaji. Bayangkan; channel 1: gosip, channel 2: musik, channel 3: sinetron dubbing, channel 4: musik, channel 5: gosip lagi, channel 6: gosip untuk ketiga kalinya, 7: berita, 8: gosip (ada apa sih dengan mereka?!), 14: sinetron fantasi, 15: berita. Coba kita bahas satu persatu. Ketika melihat acara gosip, sebenarnya siapa sih yang peduli dengan mereka yang ingin nge-top, ingin masuk TV, membuat sensasi. Herannya lagi orang kita mau saja menonton walaupun mereka melakukan “berbagai hal nggak penting” seperti makan, jalan-jalan, atau pergi ke salon. Belum lagi selalu ada sikap konyol dan pernyataan tolol yang terucap ketika mereka menghadapi suatu konflik. Siapa sih yang peduli dengan mereka? Namun itulah salah satu masalah di negeri kita: mengurusi masalah orang lain walaupun urusan mereka berantakan. Sungguh komunal sekali. Dengan rating yang tinggi, tak heran bila acara gosip tumbuh subur di negeri ini.
Ketika melihat acara musik, ya ampun rasanya lebih baik bila saya melihat Spongebob. Saya bisa mati bosan mendengar lagu dan video clip yang sama yang terus dimainkan sepanjang minggu: selalu itu-itu saja. Ditambah fakta bahwa musik kita dijajah musik melayu, maka cukuplah alasan bagi saya untuk memindah channel yang ternyata jatuh pada acara sinetron. Saudara-saudara pembaca, ini dia acara yang benar-benar membuat saya muak dan tak habis pikir. Mungkin bila saya diberi kesempatan bertanya pada Tuhan, maka inilah saya tanyakan: MENGAPA ADA ORANG YANG MAU MENONTON ACARA TOLOL TERSEBUT???. Sungguh ini merupakan misteri terbesar kedua bagi saya setelah cara bekerjanya waktu. Saya benar-benar sangat amat iri dengan acara di Amerika Serikat yang dibuat dengan amat serius dan terencana seperti Chuck, Galactica, Heroes, X-Files, Prison Break, Alias atau Bionic Woman, sehingga bila seandainya mereka adalah film, maka patutlah masing-masing mendapat minimal nominasi Oscar. Dan yang hebatnya lagi drama tersebut hanyalah semacam “sinetron” di sana. Tak usahlah dibandingkan kompleksitas cerita, setting, pendalaman karakter, tingkat profesionalitas, biayaa produksi atau promosi mereka dibandingkan dengan kita. Setidaknya dari sini saya bisa memahami mengapa kita amat sangat jauh tertinggal dengan Amerika.
Kita bisa melihat sinetron di Indonesia banyak yang merupakan “copy-paste” film barat dengan sedikit penyesuaian. Di Indosiar setiap hari kita sama saja menyaksikan film India lengkap dengan nyanyiannya yang berubah menjadi dangdut, baru-baru ini film Terdampar jelas mengadopsi cerita Lost, film Anjasmara berjudul UFO yang terinspirasi dengan ET, Tinton Super Badminton di TPI yang familier dengan Captain Tsubasa lengkap dengan jurus-jurusnya, Si Entong meniru Doraemon sampai Akademi Anak Super juga di TPI jelas sekali menjiplak film X-Man. Saya menganggap kasus-kasus pencurian budaya, kesenian dan wilayah oleh negara tetangga kita merupakan karma dari perbuatan kita sendiri yang juga mencuri ide-ide film di luar negeri. Sungguh ironis. Fakta ini belum ditambah dengan sinetron malam di SCTV dan RCTI yang herannya bisa laku. Saya pernah mendengar cerita dari teman saya bahwa dulu di klinik kesehatan ia pernah melihat seorang ibu-ibu yang hampir terlambat datang (sistem panggilannya dengan antrean nomor). Ketika diberitahu nomornya telah lewat dengan menyesal ia mengatakan terlambat karena menonton sinetron. Ya ampun, masya Allah, oh my God, apa sih yang menarik dari sinetron itu?!
Setelah muntah sebentar melihat sinetron tadi, acara saya ganti dan kini jatuh pada berita. Nah ini lebih baik. Namun lama-lama melihat debat politik yang tak saya mengerti, kecelakaan, pembunuhan, bayi yang ditinggal orang tuanya, KDRT, kemiskinan, skandal korupsi, demo ricuh dan terorisme lama-lama membuat kepala saya pusing. Saya lalu memejamkan mata saya sejenak, berharap ada antena atau TV kabel yang secara ajaib terpasang dan saya bisa mengganti channel ke tayangan Discovery Channel atau Animal Planet atau Star Sports atau Animax dengan teks bahasa Indonesia.
Bosan, saya matikan TV dan memutuskan tidur lagi.
Bagaimana dengan Anda?
Semarang, 26 Maret 2010 (tulisan ini ternyata masih relevan di tahun 2020)
0 notes
Text
Coretan LovelyIna
Hi Assalamualaikum semua!~~ Saya LovelyIna. As simple as that, LovelyIna.
Saya seorang designer, yang mempunyai minat dalam penulisan. Selain dari itu, salah satu sebabnya saya berada disini adalah kerana minat saya yang amat mendalam kepada muzik K-POP dan juga K-Drama. Saya mula berkecimpung dan hidup dalam dunia minat saya ini sejak tahun 2010.Oh! Dah 10 tahun eh? Tak sangka XD Hahahaha
Saya mula dengan hanya menjadi seorang peminat muzik K-POP dan juga penonton tegar K-Drama dan Taiwan Drama. Ala dulu yang ditayangkan di 8TV. Namun begitu, seperti gadis lain saya juga minat membaca novel sehingga saya terdedah dengan blog fanfiction (fiksyen peminat). Kumpulan pertama yang saya minati adalah SHINee. Saya juga terkenal dengan julukkan ‘Bini Minho’ di Twitter dan Facebook, kerana kegilaan saya pada Choi Minho (Rapper dari SHINee). Pada ketika itu, saya masih dibangku sekolah lagi; Seorang pelajar yang berusaha sehabis baik dalam Peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM).. Struggled 2 tahun, dan kekal dengan tabiat saya itu, saya juga menggunakan duit belanja untuk membeli majalah dan juga beg atau aksesori berkaitan dengan SHINee. Psstt! Rahsia ni; saya dah tak ingat saya letak kat mana semua barang tu HAHAHAHAHA. XD
Okay, kita proceed. Saya akhirnya tamat sekolah.
Setelah mempunyai banyak waktu lapang saya, mula berminat untuk menulis sendiri fanfiction tersebut. Mengunakan nama “Lovely” sebagai nama pena saya pada mulanya kerana saya menginginkan imej yang lemah lembut, tapi malangnya- macam tak jadi pula.. HAHAHAHAHA
Saya mula dengan design juga hanyalah kerana saya suka mencipta poster untuk fanfiction kegemaran saya. Bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Dengan menambah kata “Ina” pada nama saya yang merupakan nama panggilan sebenar saya, LovelyIna kekal sehingga sekarang.
Saya berjumpa dengan Lily (Angelily) dan Shima (Shimmiehh) di satu platform penulisan yang bernama ‘Asianfanfiction.com’ sekitar tahun 2012-2013. Satu malam tu, saya terjumpa satu fanfiction yang kelakar dan comel. Saya suka, saya terus subscribe dan PM Penulis tersebut kerana ingin menyatakan hasrat saya yang mahu menghadiahkan satu poster untuk fanfiction-nya. Turn out! Dia Angelily, atau Lily yang sekarang merupakan salah seorang pengasas bersama Tigasuque.
Itulah detik bagaimana saya boleh kenal dengan Angelily.
Saat perkenalan dengan Shima atau saya senang panggil dengan nama; Shim, pun seakan-akan sama. LovelyIna (pada ketika itu) memang dikenali jenis bergerak solo, dan komen semua fanfiction bahasa melayu yang dia minat dengan sangat panjang (Hhahaha) Dan fanfiction yang bertuah, mesti akan dapat satu poster percuma. Pada mulanya, Saya tak sangka Shima rupanya dibidang yang sama dengan saya, (designing; Kami berdua adalah Graphic designer) bahkan umur kami pun sama. Sejak dari itu, kami pun rapat, dan persahabatan kami semua ini- Hanyalah di atas talian sahaja. Best kan? XD
Sepanjang 10 tahun, Saya menulis dan membuat design dalam masa yang sama. Namun begitu, kepakaran saya lebih kepada design. Mungkin, saya kurang arif dengan tatabahasa. (Gelak lagi *buat perangai) Okay next!
Sekitar tahun 2014-2015, Saya dijemput untuk bekerjasama dengan Angelily dan rakan baiknya sejak kecil, Shah Bakri (yang juga merupakan Penulis Novel remaja di Malaysia) untuk satu projek yang mengangkat nama Angelily dalam dunia penulisan fanfiction bahasa melayu, diterbitkan oleh VL Publication. Lily debut sebagai penulis dengan karya SeoulMate.
Saya amat berbesar hati. Sejujurnya sangat berbangga dapat mengambil bahagian bersama-sama (dengan Shima juga) dalam Team design menyiapkan kulit buku tersebut. Perasaan gembira tak boleh nak digambarkan apabila kami semua berjaya memegang sendiri buku hasil kerja kami.
VL Publication terhenti apabila Shah Bakri mengambil keputusan untuk bersara dari bidang penulisan.
Dan pada tahun ini, Tahun 2020. Lily, saya dan juga Shima berbincang dan mengambil keputusan untuk sama-sama berkerjasama semula, menaikan kembali apa yang kami impikan sejak dari dulu.
Kami mahu menggabungkan elemen muzik dan dunia K-POP dengan dunia penulisan. Menghasilkan karya mengunakan dua dunia ini menjadi satu.
Kepada peminat-peminat K-POP, tak kiralah muzik mahupun K-Drama, tak perlu malu dan segan dengan minat kita. Kita cuba jadikan minat sebagai impian.
Kami mahu impian kami, dikongsikan menjadi impian orang lain jugak!
Oleh kerana itu, kami mencari penulis diluar sana yang mempunyai minat yang sama dengan kami untuk turut serta dalam projek Winter book dari Tigasuque. Mungkin ini saatnya, awak semua debut sebagai penulis jugak! * Tiba-tiba promo projek *
Ingat : “No one can tell your story, so tell it yourself.. No one can write your story, so write it yourself” ☺
This is LovelyIna. Assalamualaikum! ~ Pai paiiii
0 notes
Text
Sandiwara Sepasang Payudara
"Untuk mendukung peran perempuannya itu, 'BK' menggunakan dua buah roti yang dimasukkan ke dalam bajunya. Alhasil, jadilah payudara buatan yang membuat tubuh langsingnya semakin mirip perempuan"
Sebuah folder berisi barisan tulisan ini kutemukan dini hari setelah nyaris sepanjang malam mengutak-atik isi laptop. Aku lupa kapan dan mengapa aku menulis kalimat bertanda petik yang mirip sebuah dialog sedang dilontarkan oleh seorang pencerita ke pada pendengarnya. Kemudian kuingat, inisial BK yang tercetak tebal tak lain adalah sang Founding Father, Bung Karno.
"Aku bersyukur kepada yang maha kuasa, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni"
Ujar Soekarno dalam otobiografi Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat yang dituliskan Cindy Adams. Tak seperti janji sebagian kalangan, ucapan Bung Karno ini bukan isapan jempol belaka, tak hanya manis di bibir saja.
"Dalam masa pengasingan di Ende (Nusa Tenggara Timur, 1934-1938) dan di Bengkulu pada titimangsa (1939-1942), Bung Karno giat melakoni dunia kesenian setelah sebelumnya Soekarno remaja telah terlebih dahulu terlibat dalam beberapa pertunjukan ludruk semasa sekolah di Surabaya. Selama di Ende, Bung Karno dibantu Inggit Ganarsih membentuk kelompok tonil Kelimutu (tonil : teater) beranggotakan 47 pemain dan pekerja belakang layar. Sepajang empat tahun, tak kurang 13 naskah dari buah pikirannya dipentaskan di gedung Imakulata. Demikian juga di Bengkulu, Bung Karno membentuk kolompok tonil Monte Carlo" (Rhien Soemihadiwidjojo : Bung Karno Sang Singa Podium)
"Di kalangan teater, Soekarno menulis naskah nyaris tanpa percakapan. Pada masa itu masyarakat umumnya buta huruf, bahasa yang digunakan pun bahasa melayu Ende. Oleh karena itu naskahnya hanya terdiri dari kerangka cerita, kemudian Soekarno harus mengulang-ulang melatih secara lisan dialog yang akan disampaikan para pemainnya" (Faiza Mardzoeki, penulis naskah : Drama Bung Karno, live youtube, selasa 30/6/2020)
Mengumpulkan dan membaca ulang semua referensi 'negara teater' ala Bung Karno, aku tersadar bahwa keinginan kuat saja tak pernah cukup untuk menghasilkan hal yang 'besar'. Kita mesti belajar, mempertimbangkan dengan matang, menyiapkan pretelannya secara tepat dan tak perlu tergesa-gesa. Bung Karno memahami benar, apa yang ia butuhkan, hal krusial apa yang mesti terlebih dahulu disiapkan. Untuk menjalankan ide dan ambisinya ia mengambil langkah tepat bukan cepat. Laiknya pertunjukan teater yang lahir dari buah pikirannya, ia merawatnya, mengasuhnya, mementingkan kualitasnya bahkan boleh jadi 'menitipkan' sandi-sandi tersembunyi, tak ubahnya kode mesin enigma yang harus disampaikan ke pada penonton (baca : masyarakat Indonesia)
"Bung Karno tak hanya memiliki minat skala besar. Semasa sekolah di Hoogore Burgerschool (HBS) di Surabaya, Soekarno muda sering terpilih memerankan wanita dalam pementasan ludruk karena parasnya tampan bahkan terkesan ayu. Demi totalitas, beliau tak hanya menyumpal dadanya dengan dua potong roti, Soekarno tak lupa memulas pemerah bibir, bedak, lengkap dengan gaun yang dikenakan. Ia menjelma gadis jelita" (Walentina Waluyati De Jonge : Tembak Bung Karno, Rugi 30 Sen)
Sebangak 17 naskah teater yang pernah ditulis Bung Karno selama pengasingan di Ende, boleh jadi terinspirasi dari pengalaman bermain ludruknya semasa remaja. Dalam naskah-naskahnya juga acap menampilkan peran perempuan sebagai tokoh central. Di ending naskah Chungking-Djakarta, muncul tokoh perempuan Tionghoa, kemudian dalam naskah Rainbow ada tokoh bernama Putri Kencana Bulan. Meski pun lagi-lagi semua tokoh perempuan tetap saja diperankan oleh laki-laki. (Pada saat itu, Inggit dan perempuan yang lain mendapatkan tugas di belakang layar untuk melancarkan produksi. Mereka menjahit kostum dan mengurusi tata rias pemain)
Lalu, bagaimana nasib dua potong roti yang turut andil dalam sejarah karier Bung Karno di dunia teater? Meski sudah gepeng karena dijadikan ganjalan dan berbaur aroma tubuhnya setelah disumpal sekian waktu di dalam kostum pementasan, sepasang payudara yang ikut bersandiwara itu dilahapnya habis. Tentu saja! Hehehe😂😆🤣
Noted :
> Foto yang menyertai tulisan ini adalah lukisan karya Ivan, seorang anak autis. Foto yang sama dalam novel berjudul Pasung Jiwa karya Okky Mandasari.
> Tulisan ini tidak berisi secara detail judul naskah atau ulasan isi naskah apatah lagi pementasan yang pernah dilahirkan Bung Karno. Saya berencana membaginya menjadi dua bagian agar fokus tak melebar ke mana-mana. Namun kembali lagi, manusia berencana mood menentukan. Eh hehehe
0 notes
Text
Being “White”: SE Asian Colorism and the ‘campur’ status
March 4, 2020
Location: SMK - - , Semanggol
It’s officially March! Two months have come and gone and I’m feeling much more comfortable in my placement and school. The majority of my time in our bilik guru (staff room) is spent listening to Malay and having to speak in Malay with non-English-teaching teachers. In lengthy conversations, some teachers may reference how surprising it is that I understand Malay so fluently if I was not exposed to it IN Malaysia, despite recognizing my ancestry. They often will say it is still weird or that they feel nervous because they still see me as a foreigner - which I am. On regular occasions, (especially by the male teachers), they call me ‘campur’ or mixed - the connotation as positive or negative I’m still deciphering. I always thought that the nervousness came from the worry of inadequate English proficiency, especially since the past two ETAs at my school knew no Malay. However, it seems that it is the title of ‘American ETA’ and that I present more Caucasian-looking in Asia which ultimately stands at the forefront of my interactions at school. The following piece of writing discussing this comes from a reflection on my first month at school - a monthly requirement by Fulbright.
February Reflection
As we reach a month in placement, I think about a peculiar (on-going) transformation that I recognized through a road trip conversation with my housemate. Growing up in the United States as Asian-Americans, we quickly became cognizant of the different physical features we had compared to the majority Caucasian peers we were surrounded with in school. In my case, I was very self-conscious of my nose, my eyes, and my height through my adolescence - noticeable differences that made me stand out as one of the few Asian-Americans in school. Globally, many Asians look to the West for the standard of beauty - fair-skin, double eye-lids, ���Roman” noses, and height reaching 6 feet. Even within Asia, many Southeast Asians regard the Far East Asians (China, Japan, Korea) as prettier because of their porcelain-like skin and taller stature. While staying in Kuala Lumpur, I slowly began feeling a sense of unremarkableness. While logically that might sound negative, this feeling of undistinguishable characteristics at a first glance was refreshing. I began to notice that people on the street had the same nose as me, the same eyes. My height in Asia is common, where I actually am taller than some other males. This exposure to a new majority of individuals with similar features not only has made me feel more secure in my appearance but has allowed me to be more comfortable looking in the mirror - a big achievement on my end. A sense of pride in the nose I was passed down from my ancestors has grown in me as I notice facial familiarity in the interactions I have daily. Settling into Bagan Serai and our schools, my housemate and I quickly noticed how often we were complimented on how “handsome, good-looking, and husband material” we were. Though we quickly dismissed it initially as just kind words to the “foreign American”, I eventually ventured into seeking why.
In an interaction on Sports Day, I was hanging out with some Form 3 boys. “You’re handsome, sir,” one said. “You think? Then we’re all handsome! I look like you guys,” I replied. “Yes, well uh no. Your skin.” He pointed to his arm to which I slowly nodded with reluctant acceptance and said, “Give me two months,” pointed at the sun and laughed, anxiously trying to bridge the social gap. Though my students find many similarities with me, the lightness of my skin and because of that, the social implications that indicate I’m not orang kampung*, make them look at me the way I did many Caucasians in the United States growing up. Colorism is evident here in a way I haven’t had to think about in the U.S. and yet presents its own dichotomy towards me depending on the individual themself. In my first week, a teacher with a fair complexion remarked, “You must have gotten your face from your father, but your skin color from your mom.” To provide context, I also had spent three days in the sun in Penang right before then. This presumption that I should be more fair-skinned perhaps because I do present more Caucasian features in an Asian majority has made me recognize that we all look for surface level similarities in one another and hold our own values in terms of what is deemed beautiful or attractive. The pieces of my physical appearance that I so desperately sought to feel comfortable in are now automatically validated here and the parts that I had never worried about or really noticed now have become the focus of dissimilarity - namely the (relative) fairness of my skin. During our nightly dinner outing to the hawker stalls near the house, I usually glance over to the TV screen playing a TV3 drama Melayu. Drama Melayu had been one of the ways I grew up listening to Malay and I learned to love the mediocre script writing and over-dramatic acting. In all of those years, I had never truly noticed these actors’ lighter skin tones until I refocused my view to the real life surroundings I was planted in now. As ETAs, we jokingly say that we become instant celebrities in Malaysia because everyone knows who we are and wants a picture with us. At the end of day, we stand under a spotlight that allows us to disrupt the narrative that our physical appearances determine our self-value and outward behavior toward one another. In moving forward, I want to be intentional with how I uplift my students’ self-esteems and while I cannot stop them from comparing themselves to me or that I present desired physical features in this contextual environment, I want them to know that attractiveness is in the eye of the beholder and can also be recognized in the work that we do, the kindness we extend, the effort we show, the passion, determination and motivation that fuels us, and the love that we give.
*This term has been frequently used by teachers in my school and although I can recognize classism in the phrasing, it is clear that students hold this piece of identity close to them and find pride in the upbringing they come from.
On advertisements for beauty products, almost all feature skin-whitening as an added effect and show models with fair skin, some ads even blatantly using Caucasian models for traditional Malay wear. When Americans are flocking to tanning salons and planning multiple beach trips in the summer, most SE Asians are worried about being in the sun for more than five minutes at a time.
It had taken me a long time to accept an identity that was my own and not projected on to me by my school forms, my peers, or the country I necessarily grew up in. Though identifying with much of the social issues of Asian-Americans, colorism was a topic I had few words to reflect or speak on - I mean how could I as a biracial individual with fairer skin. Now being presented in this environment, I observe the subtle ways students treat each other because of their skin color and the way I am treated especially with strangers that I see me as local. Hearing ‘campur’ or mixed growing up always made me feel ‘other’ because I wasn’t within a label that other people had. Being called ‘campur’ here hasn’t quite settled within me yet. Some see it as positive, some still view me as different. However, as these differences overall appear more stark in contrast (due to subtle social cues, dialect barriers, background knowledge, body language, mindset...I digress), being mixed HERE has let me access my physical identity to its full potential. I am just enough Malaysian passing on the street for no one to do a double-take, but I also can feel comfortable when some recognize that I am more than just Asian - a validated balance .
As a side note, I would like to acknowledge that this post may be viewed problematically by some. Yes I believe that we should treat ALL people with respect, that skin color should not matter in the way we interact with one another, but I want to point out that no matter what, our physical appearance (among other things) does have an impact on the opportunities we are given, the way people are treated in my contextual environment, and all humans are conditioned in one way or another to recognize attributes of beauty, universal and nuanced.
0 notes
Photo
Tonton Drama Seindah Tujuh Warna Pelangi Episod 1 Tonton Drama Seindah Tujuh Warna Pelangi Episod 1|ADAKAH anda peminat drama Melayu? Saksikan drama bersiri terbaru yang merupakan adaptasi novel bertajuk 'Seindah Tujuh Warna Pelangi' karya Eman Sufi bakal bersiaran mulai 24 Februari 2020 jam 7:00 malam di slot Akasia TV3. Bakal menampilkan lakonan seperti Aeril Zafrel dan Nabila Razali sebagai teraju utama. Turut dibintangi lakonan Hun Haqeem,
0 notes
Text
Wadidawwwww udah telat 8 hari balikin buku ke perpus, dan janji maen ke Anyer hanyalah janji. Wkkw. Masih otw, catetin poin² dan petuah buya Hamka, yg paling ga seneng adalah udah ngetik panjang di tumblr, eh koneksinya buruk. Tulisan gue jadi ilang seketika. Ngeness :'((((.
.
Buku Merantau ke Deli ini adalah satu²nya karya Buya yg masih orisinil berbahasa Melayu, ya ampun gue bacanya juga serasa lagi di majlis taklim, atau aula besar para santri dengerin petuah kiai, acara talkshow menuju halal, atau pranikah mah lewat dah ama karyanya Buya ini, kalo mau dibandingin dan diraba sih alur ceritanya sangat familiar sama film² drama selingkuh di Indosiar, cuman dalam karya MKD ini tentang ke plin planan seorang laki² bernama Leman asal Minang. Isinya sangat sarkas dan sempat mendapat penolakan dari kaum Minang karena dianggap terlalu memojokkan dan menjatuhkan orang Minang, namun sejatinya penulis adalah orang Minang sejati. Mantep banget sih ini karya Buya Hamka. H. Abdul Malik Karim Amrullah. Novelnya terbit sekitar tahun 1439, dan telah mengalami cetak ulang beberapa kali, buanyakk cuy. Di google udah banyak artikel terkait karya sastra Merantau Ke Deli, dan penelitian skripsi ttg novel satu ini.
Aduh gue sih ga habis pikir, buya ini ulama panutan gue banget. Petuahnya ituloh. Menusuk sampe jantung, petuah kiyai karismatik yg banyak menuangkan karyanya baik dalam bentuk romansa maupun prosa. Ahhh love Buya, sampe terheran² gue apa benar sepicik dan sematre itu gadis Minang, sebab Buya menggambarkan tokoh Mariatun dlm MKD sebagai gadis Minang yg hanya ingin enaknya saja. Sebenrnya ini sarkas banget, bukan hanya utk org Minang melainkan berlaku utk semua umat manusia. Intinya novel ini secara gamblang menceritakan bagaimana adat istiadat lama yg mengungkung dan membentuk stigma negatif sehingga rawan konflik dan rasisme kesukuan.
Wait me, im going to write this novel's review. Actually my opinion and just my opini. *ngomong apa seh vah bahaha.
Serang, 08 Feb 2020
0 notes
Link
Kepala Bergetar 2020 Drama Melayu 2020 Layanon9 Layanjer Layan Drama Myflm4u
0 notes
Text
Pakatan Nasional hanya satu konspirasi...
Pakatan Nasional hanya satu konspirasi....
Aku dah kata PN don't have and won't get the numbers. Memang ada usaha sambil jual nama Tun...tapi peluang kejayaannya tipis. Itupun macaiun bersungguh2 promote sbb sgt2 berharap. Yg geng Teori Konspirasi pun galak join dakyah PEMBANGANG..?? Hahaha...Penin. Baru UMNO dok tgh meeting kononnya nak kerjasama atau tidak dgn Bersatu tup2 smlm GPS "spoilt" the mood. Ye lah...GPS terus terang jer takkan kerjasama dgn BN dan join PN. Byk kali dah aku kata GPS kurang senang dgn BN. Depa takmau tunduk pun even dgn Tun dan sanggup lawan di PRN akan dtg. Dengan PA$?? Hmmm....sokongan atau kerjasama dgn PA$ lagi GPS tak heran.
Ptg ni meeting UMNO bersambung. Jgn plak lepas meeting p umum UMNO menolak "kerjasama" dgn Bersatu? Takkan nak cover malu kot?? Macaiun kata tunggu Mei 2020, Tun akan bentuk "Pakatan Nasional" nak halang DSAI jd PM. Hadoi...nak halang DSAI sampai sanggup bubar satu kerajaan?? Agreement semua dah siap atas meja?? Tapi ada bekas2 pemimpin UMNO kata kena bg jelas dulu perkongsian kuasa? Ish...kdg2 bila baca, rasa tak masuk akal "mcm org menulis sambil hisap bahan terlarang" seperti kata bro Mohd Sharif Mohd Mukhlis Oklah....meh kita layan depa sampai May 2020. Sekali lagi aku kata PN ni akan GAGAL!! They simply don't have the numbers. Trust me..!! Selepas May depa akan kata selepas November 2020 pulak, bila selesai APEC 2020. The point is... the so called "Pakar2 Teori Konspirasi" ni pembohong bersiri dan tukang sensasi belaka. Ia sekadar Psywar yg hanya buatkan penyokong PH jadi celaru. Confused.
Tak percaya? Kita tunggu Nov 2020 jika May tidak berlaku. Tapi ingat ni...dah lama UMPA$ kata PH akan jatuh. Takde apa2 pun, PH masih kerajaan. Dah lama pun, sejak 2018 UMNOPA$ kata Parlimen akan dibubarkan utk PRU15. Dari 2018 tukar ke 2019 skrg dah 2020. Kita tunggu akan bubar atau tidak nanti? Juga dah berkali2 sejak 2018 UMPA$ kata DSAI akan buat VoNC pd Tun. Sampai skrg tak berlaku. So? Nak percaya lagi dgn Konspirasi Pakatan Nasional. Malah Teori Konspirasi tu anggapkan hiburan atau satira politik jer lah. Boleh baca, senyum...tapi jgn ambil serious atau percaya sgt. - Zus Din
Bukan PN yang lahir tapi
Lokman kena tendang...
Seperti yang dijadualkan MT UMNO mengadakan perjumpaannya hari ini. Gembar gembor bahawa UMNO akan sertai Bersatu bersama2 PAS dan beberapa buah perti lain di bawah pimpinan Dr.M akan tubuh Pakatan Nasional(PN) hanya merupakan khabar angin saja rupanya. Sebaliknya Lokman Adam, yang merupakan penyokong tegar Najib Abdul Razak, telah dipecat daripada Umno oleh MT UMNO hari ini. Perkara itu disahkan oleh dua peserta mesyuarat yang diadakan pada petang tadi. Sumber yang menghadiri mesyuarat itu berkata peserta tidak dibenarkan bercakap mengenai pemecatan itu secara terbuka kerana setiausaha parti Annuar Musa mesti memberitahu Lokman tentang perkara itu secara bertulis terlebih dahulu. 1) Kita akan tengok apa yang jadi dalam PRU15, siapa yang khianat PH dan masuk PN akan di tolak rakyat. 2) Siapa yang masuk PN, akan terpaksa carry political baggage rakan-rakan parti masing. Jadi PN terpaksa carry political baggage Zahid hamidi misalnya dan PAS dengan UlarMerc dan bonus diri sendiri 50K 3) Apa yang akan terjadi pada existing case rasuah Zahid? dia dah kena slap 87 pertuduhan dan bukan senang-senang DPP nak tarik balik pertuduhan kalau dah masuk kat dalam mahkamah. Semua benda ada prosidur dia expecially Mahkamah kita, ini bukan Mahkamah Kangaroo zaman Najib. 4) PKR-Pro DSAI, Amanah, DAP mungkin jadi pembangkang, but that is fine; mereka ini hidup berprinsip. Dengan half reform yang dah di capai dalam masa hampir 2 tahun, it is a good improvement dari BN yang menang PRU14 tempoh hari. No GST, SST boleh cover nilat GST, 18% tolls reductions, harga minyak stabil, Elektrik tak naik, Fredom index naik, kes rasuah banyak di siasat. Room for improvement? Yes. Worst than BN? hell no. 5) Even kalau PN jadi, susunan menteri-menteri kabinet akan jadi haywire. Dan bila2 masa sahaja colliation tu boleh ranap sebab mereka tiada moral ground yang stick them in the first place. Hidup akan sentiasa buruk sangka dan tidak tenang sebab tidak qanaah. 6) Itu belum masuk part nak bertanding PRU15, ingat seat bersatu, PAS dan UMNO akan tertumpu pada kerusi yang sama. Bab kerusi ini jangan main2, yang PAS kalah bertanding 10 kali pun dia akan kata kerusi tradisi depa, good luck negotiating with lebai 7) Truth to be told, PN tak cukup nombor, as simple as that. Paling kuat pun separuh dari bersatu, separuh umno, GPS dan PAS. Sebab itu depa hanya buat pre-emptive stike; ala macam pukul-pukul angin tapi buah silat semuanya sumbang.
Lokman Adam pecat dari UMNO...
8) Betul hari itu Tuan Guru Hadi ada berjumpa dengan Tun di rumah Tun; tapi kita sepatutnya have a litte faith. Perempuan kalau sibuk bertandang rumah laki orang bukan perempuan yang baik especially isteri orang ; dan yang jalang adalah perempuan tadi; laki orang tu mungkin menyambut & hormat tetamu. Lagi touche kalau perempuan tersebut dulu bukan main hina laki tersebut, la ni yang kahak laki tadi pun si jalang duk sedut kata vitamin A. 9) DSAI sendiri releks tak bunyi apa, DS Wan Azizah TPM pun tak kata apa. Itu beza orang yang ada Qaanah ( cukup pada apa yang Allah bagi) dan yakin dengan Qada dan Qadar. Selagi depa tak berbunyi, kita nak bising buat apa? Kalau nak jadi kerjaan Pakatan Nasional, tetap akan jadi, tapi hidup bukan takat 3 tahun sahaja. PRU15 nanti kena hadap balik pengkhinatan terhadap rakyat. 10) Tapi yang paling kelakar motto Pakatan Nasional ini ialah hendak menubuhkan kerajaan solid melayu-Islam; sama macam yang di echo oleh mutfi utara. Cuma saya teringat kata-kata seorang sarjana parti agama Zuhdi Jentik yang nak buat kuasa politik melayu Islam sebelum PRU14, dengan dia sekali kena jentik PRU14. 11) Sebenarnya ini adalah kifarah untuk tuan guru hadi yang dulu kata Umno batil, thoghut dan tidak diredhai Allah ialah kerana Umno berjuang berdasarkan bangsa & nasionalisme. Tiba2 yang diperjuang bangsa dan nasionalisme itu di peluk erat setelah di kafirkan. Dan baru walaun nak peluk erat UMNO, terpaksa pula terima Bersatu dan Tun, betulah mereka ini tiada pendirian. 12) Itu belum masuk bab Speaker Dewan dari Amanan dan Timbalan Speaker dari DAP, kalau ada usul nak buat undi percaya agak-agaknya depa lulus kan? Lepas tu kena ingat undi percaya@vote of confidence ini serampang dua mata. Kalau tak cukup nombor sokongan silap2 boleh jadi vote of no confidence dan kes scenario terburuk ialah kena bubar parliman. Ingat Tun M nak bagi ke bubar parlimen sekarang dan riskokan bersatu kalah di semua seat marginal? Menulis tiada asas samalah dengan sembang nak bina apartment 10 tingkat tapi foundation tiada. Pembangkang ini kerja dia hanyalah ingin menimbulkan syakwasangka di kalangan penyokong PH dan tidak lebih dari khabar angin jadi bualan warga maya. - Mohd Mukhlis Mohd Sharif
The truth behind Rosmah's ambulance...
On Wednesday, the disgraced and former self-styled First Lady of Malaysia (Flom), Rosmah Mansor, swooped into the High Court complex five minutes before her trial was to begin. She turned up in a mini-convoy with an ambulance, its lights flashing, occupying a prominent third place in her motorcade. Such drama! The only other person I know who has an ambulance as part of his motorcade is US President Donald Trump. Potus' (President of the United States) ambulance is reserved to treat injuries he might incur in an attack, a car crash or biological event, and is at the rear of the motorcade. Rosmah's ambulance serves another purpose. Whether or not the services of the paramedics are needed, the image of the flashing ambulance is crucial as it helps to convey a message to her supporters and the wider public. It portrays her as a sick woman who has been forced to attend court despite the severity of her illness. In other words, poor Rosmah is the victim of an unjust court. If Rosmah's fondness for singing karaoke is legendary, then play-acting is a close second. Having ignored the suggestions of High Court judge Mohamed Zaini Mazlan to use a wheelchair to ease her discomfort, Rosmah slowly climbed the stairs, unaided, occasionally clinging on to the railings and at times being supported by an aide. Her face was contorted with pain, real or imagined, we will never know. This shuffling image contrasts sharply with previous years' video footage showing her agility on her overseas travels, leading Malaysian delegations, giving talks, officiating at Islamic fashion shows and naturally her favourite pastime, shopping. Whether Rosmah had used a wheelchair, had to seek emergency treatment in her personal ambulance or had to cling to her aides for support is irrelevant.
The ambulance on standby is part of her propaganda machinery. We are meant to see her catching her breath and struggling up the stairs. The images are calculated to shift public opinion, which in Rosmah's case is to gain our sympathy and turn them against the authorities, or the court, or both. It is to reinforce the belief that she is being persecuted. Malaysians mudah lupa (easily forget). They may have not remembered the debacle on Monday when judge Mohamed Zaini was clearly irritated that Rosmah had messed-up the court's schedule. He may have been conscious that the rakyat would turn on the judiciary for being soft on her as both Rosmah and her husband, the disgraced former prime minister Najib Abdul Razak, have previously abused their medical certificates (MCs) to delay their trials. The laundry list of ailments presented on Monday claimed that Rosmah suffered from dodgy knees and dizzy spells. So why didn't she ditch her platform sandals and use flat shoes? If she had truly been ill, she would have ridden in the ambulance. Yesterday, I was warned on social media by pro-Rosmah supporters to back-off and give her a break. Why should I or anyone else? She did not give the rakyat a break. Rosmah is taking the court for a ride, and this not to be dismissed as a minor issue. When her husband was the PM, it was alleged that she wielded more power than him. Today, she still wields power and can manipulate the courts. The judges, lawyers and court official probably have long protracted discussions, wasting time and the rakyat's money, wondering if she will turn up at court or not. Rosmah's absence does not damage her, but the reputation of the judiciary will be further tainted. A father who steals a tin of milk powder to feed his children is held on remand and made to appear in court, to determine his guilt or otherwise. Rosmah twists the judiciary round her pudgy finger. Despite the hundreds of millions of ringgits involved in her corruption, Rosmah is free as a bird to evade court.
The nation needs desperately to overhaul its judicial system and shed its previous image of a two-tiered system of justice, where one law exists for the "haves" and another, for the "have-nots". Getting rid of the previous Umno-Baru regime means that the MACC and police are now overworked, pursuing the corrupt. This would not have happened if Najib had won GE-14. Don't forget that the nation has other issues, like education, the environment and extremism, to correct. So what does Rosmah want? Naturally, she wants our sympathy but more importantly, she wants to buy time. Rosmah (and corrupt Umno-Baru politicians impending court cases) will try to delay their trials and the judgments until GE-15. They will attempt to redeploy their old Umno-Baru tactics and use their new bed-fellow, PAS, to defeat Pakatan Harapan. If the Umno-Baru-PAS-BN coalition returns to power, they will erase all of Najib's and Rosmah's corruption charges and release them from prison if they have been jailed. Many of you are disappointed with Pakatan (who isn't?) and have threatened to vote Umno-Baru/PAS/BN at GE-15. It's not just Rosmah who needs more time. Don't dismiss Rosmah's court delays as a small matter. When she plays hide-and-seek with the courts, the wrong messages are sent out to the electorate and more importantly, to our young. They will think that MCs can be continually abused and that crime does pay. Act in haste at GE-15, and a returning Najib will be merciless. You will regret that you had not weighed your options with more care. Unlike Rosmah, the nation does not have an ambulance trailing it to give it CPR. GE-15 is a heartbeat away! - Mariam Mokhtar
cheers.
Sumber asal: Pakatan Nasional hanya satu konspirasi... Baca selebihnya di Pakatan Nasional hanya satu konspirasi...
0 notes
Text
Mulai 2020, Finas tak benarkan pelakon muda disolek jadi tua bagi jaga hak artis veteran
Pengerusi Perbadanan Kemajuan Filem Nasional Malaysia (FINAS), Datuk Hans Isaac mengeluarkan kenyataan bahawa, mulai Januari 2020, semua stesen penyiaran tidak akan membenarkan pelakon muda disolek sebagai watak orang tua dalam drama dan telefilem terbitan mereka.
Syarat baru itu dikenakan bagi menjaga hak dan kebajikan artis veteran.
Kenyatan yang dikeluarkan oleh Hans Isaac itu diterima baik oleh segelintir netizen yang menganggap kadangkala pelakon yang disolek dengan wajah tua kelihatan pelik dan hampir sebaya dengan watak anak.
Selain itu juga, mereka menyambut baik usaha tersebut dengan menaikkan kembali populariti artis veteran.
Namun begitu, isu ini juga tidak dipersetujui oleh sesetengah pihak. Melalui Twitter Jimiecheng, dia mengatakan industri sekarang tidak lagi seperti dulu. Jika disebut sebagai menjaga ‘periuk nasi’ dia juga mempersoalkan bagaimana sekiranya dia menyatakan Hans Isaac juga tidak boleh memegang sebagai watak seorang Muslim.
"I read some are agreeable to this move and I understand where it's coming from (good place, I guess). But the world doesn't work that way, what more acting. Slippery slope argument: What if I say Hans Isaac cannot play a Muslim character to protect Muslim actors 'periuk nasi'?"
Tambahnya lagi, jika menonton drama Melayu, pelakon muda jarang memegang watak berusia. Malah, dia juga menyedari pelakon veteran kerap muncul dalam kebanyakan drama.
"And if you do watch Malay dramas, there are not too many "old roles" filled by young actors. In fact, I noticed that the same veteran actors are often appearing in multiple dramas because there's so few of them."
Dia juga memberikan cadangan supaya penganjuran acara seperti Festival Filem Malaysia perlu menjemput pemenang filem dari negara serantau dan penonton perlu belajar sesuatu tentang filem yang ditunjukkan dari mereka. Malah, secara tidak langsung dapat membuka peluang pembikin dari luar untuk datang dan menawarkan sesuatu yang menarik.
"Now, this has entered "palatao" territory but I'll say it anyway: FINAS is a govt body created to uplift, nurture and facilitate film industry. If I may suggest, they should start by organizing at least a regional-level quality Malaysian Film Festival in 2020.
"A proper festival where Malaysian movies fill up local cinemas and TV for a few weeks in the run-up to the award ceremony. Where we invite award winning films from the region to be shown for our locals to learn film appreciation. We get internatiol buyers to come and see our offerings."
I read some are agreeable to this move & I understand where it's coming from (good place, I guess). But the world doesn't work that way, what more acting. Slippery slope argument: What if I say Hans Isaac cannot play a Muslim character to protect Muslim actors' "periuk nasi"? https://t.co/CIOjzQL82Z
— jimiecheng (@jimiecheng) November 20, 2019
Michael Ang juga antara selebriti dan pengarah drama tidak bersetuju dengan pengumuman Finas itu kerana menganggap perkara seperti itu tidak masuk akal.
"Katakan watak itu berusia 25-60 tahun, bila wataknya umur 40 tahun lebih, mesti kena make-up kan untuk nampak tua, takkan nak pakai pelakon lain. Tak masuk akal kan?"
Dia juga tidak bersetuju dengan kenyataan yang menyatakan pelakon veteran tiada kerja sedangkan melalui drama yang diarahkannya, ramai pelakon veteran yang masih berlakon. Sebaiknya, ujar Michael Ang melaui IGTV video di Instagram, pelakon veteran ini diberikan keutamaan.
“Banyak je pelakon veteran yang selalu kerja. Tapi faktor kekangan bajet, takde kerja.”
View this post on Instagram
Salam semua. Alang2 tu kenapa tak nak buat rule PELAKON KAYU DILARANG KELUAR TV. PELAKON CANTIK N HANDSOME TAK BOLEH BAWAK WATAK BURUK ATAU OKU! PELAKON 25 TAHUN KEATAS TAK BOLEH MAIN WATAK BUDAK SEKOLAH! Tak rasa ke rule ni mcm control Se seorang pelakon tu punya kebolehan ke? Katakan watak cerita tu kisah seorang perempuan dari umur 28- 60 tahun so waktu 28- 40 pakai pelakon muda bila kisah dia 41-60 pakai pelakon lain? Like seriously la. Apooooooo! BY THE WAY AS A PRODUCER N DIRECTOR I HAVE ALWAYS BAGI RUANG UNTUK PELAKON VETERAN TAPI BILA ADA RULE MCM NI IT IS SO MEMBATASKAN KITA. THIS IS NOT A GOOD WAY TO ADDRESS THE PROBLEM DAH MCM BUKAK PERUIK NASI ORG TAPI TUTUP PERIUK NASI ORG LAIN! This is not a win win situation! Pikir2 kan la! Luv u all n hanya PENDAPAT I SAJA JGN KENA BAN SUDAH!
A post shared by Michael Ang (@michaelang38) on Nov 20, 2019 at 1:17am PST
Sumber: Berita Harian, Jimmie Cheng, Michael Ang
from The Reporter https://ift.tt/2QEGCL6 via IFTTT from Cerita Terkini Sensasi Dan Tepat https://ift.tt/34evB7e via IFTTT
0 notes
Text
0 notes