#Dilalap
Explore tagged Tumblr posts
Text
Dilalap Si Jago Merah, Warga Sidoluhur Ambal Nyaris Ludes Terbakar
KEBUMEN, Kebumen24.com – Sebuah peristiwa kebakaran melanda rumah milik Saring, seorang warga Desa Sidoluhur, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, pada dini hari, Sabtu, 26 Oktober 2024. Kebakaran yang diduga dipicu oleh korsleting pada accu sepeda motor ini memicu kobaran api yang menghanguskan berbagai barang berharga di rumah tersebut. Continue reading Dilalap Si Jago Merah, Warga Sidoluhur…
0 notes
Text
Ini Laporan Lengkap Kebakaran Pasar Masomba Palu
Ini Laporan Lengkap Kebakaran Pasar Masomba Palu
Pasar induk Masomba di Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (30/11/2022) sekitar pukul 21.00 Waktu Indonesia Tengah terbakar. Puluhan kios penjual cakar atau pakaian bekas rata dengan tanah. Tidak kurang lima unit mobil pemadam kebakaran berjibaku memadamkan api yang terlanjur menjalar di sejumlah bangunan semi permanen itu. Lima unit pemadam kebakaran dari Dinas Pemadam…
View On WordPress
0 notes
Text
kita boleh banget merasa spesial—di waktu-waktu tertentu seakan-akan kita adalah pemeran utamanya. semata-mata agar hati tak lagi menjadi si kecil melainkan menjadi yang dibesarkan.
tapi kita juga gak boleh lupa, kalo di waktu-waktu tertentu, kita perlu merasa tidak spesial—seolah-olah kita adalah partikel terkecil dan bukan pusat dunia. semata-mata agar hati tak habis dilalap rasa tinggi melainkan runduk merendah.
32 notes
·
View notes
Text
// barangkali aku jadi gelas yang hangat, kopi yang diminum tergesa-gesa, atau sendok yang bunyinya mengganggu sunyi. jika dia tidak suka kopi karena alasan tertentu, aku jadi kemalasan yang menahannya di tempat tidur atau cahaya dari jendela yang memaksanya membuka mata. aku ingin jadi sesuatu yang dia sentuh pada pagi hari.
barangkali lebih baik dia tidak tahu apa-apa tentang aku. dia semata sering melihatku melintas di depan rumahnya atau duduk membaca di warung kopi kesukaannya. aku udara yang menyesakkan dadanya ketika terhimpit penumpang lain di angkutan umum. aku sesuatu yang belum memiliki nama. aku ingin diam-diam mencintainya seperti benda kecil yang sengaja menjatuhkan diri dan berharap tidak pernah ditemukan.
barangkali lebih baik aku tidak bisa bicara. aku tidak ingin menggunakan kebodohanku memilih kata melukai keindahannya. aku tidak ingin bahasa kehilangan kuasa di hadapan tatapan matanya. cintaku kepadanya melampaui jangkauan kata. aku cuma mampu mengecupkannya dengan mata.
barangkali, pada akhirnya, dia adalah kota yang tidak berhenti dilalap api. dari kejauhan, aku adalah laut yang menenggelamkan diri. \\
—Aan Mansyur.
5 notes
·
View notes
Text
untuk Ibu yang abadi di angka tiga-puluh-dua
09-05-2023
Untuk Ibu yang jauh di atas sana, dan puisi-puisinya yang habis dilalap api amarah; dan tulisan-tulisannya di secarik kertas yang hilang dimakan rayap di bawah bantal bercampur baur dengan rembes air mata; dan sekumpulan manuskrip usang yang sudah terlanjur di-bumi-hanguskan—oleh kegetiran Bapak.
dan buku-buku catatannya yang usang di dalam ingatan, dan segala tenangnya, pun segala rasa yang disimpan dalam diam. Untuk teduhnya yang abadi, untuk kasihnya yang tak kurang, dibawa sampai mati. Untuk segala doa-doa yang dirapal di penghujung hari; semoga wangi tempatmu di sana. Semoga lelap tidur abadimu.
Terima kasih sudah berjuang sampai titik penghabisan. Terima kasih. Meski ringkih, dan membiru, Ibu tetap cantik sampai hembus nafas terakhir.
—
Tahun ke-16 semakin dingin.
Peluknya tidak bisa lagi digambarkan, senyumnya alum memburam, sosoknya makin lama makin hilang; di ingatan, di lisan. Kosong. Hari-hari berjalan cepat, kami hanya sekadar menunggu untuk berkumpul kembali.
Sebab, sumpah demi Tuhan; Saya rindu.
9 notes
·
View notes
Text
Concise News Story Article
November 5th, 2023
republika.co.id
Sebuah Gudang di Perumahan Bumi Indah Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang Habis Dilalap si Jago Merah.
Title
The headline of the news is about a fire incident that burned down a warehouse in Bumi Indah Residence, Pasar Kemis sub-district, Tangerang Regency.
Opening Paragraph
A fire burned down a warehouse in the Bumi Indah residential area which it's a densely populated area on Monday, April 15th, 2023 around 23.00 local time.
Body Paragraph
The initial cause of the fire is currently unknown. When the fire broke out, the owner of the warehouse, Arman (44), saw the fire and it quickly grew because the contents of the warehouse is a flammable materials. Arman immediately contacted the Firefighters Call Center. The owner with the residents tried to extinguish the fire using fire extinguishers but it didn't work and the fire are continuously huge.
Firefighters who received the report immediately tried to extinguish it as quickly as possible when they arrived at the crime scene (TKP). The efforts in extinguish the fire are involves two of firefighters agencies from the district and city, then it also mobilize until five firefighter vehicle.
There was no victims reported in this fire incident. Some material loss has not been estimated and the cause of the fire is being investigated by the Tangerang Police Inavis Division.
Quotation
"Initially around 23.00 WIB there were reports from residents that there was a fire. When we arrived, it was already quite huge, when using a fire extinguisher didn't work either." said Mr. Supriyadi as the residential security officer.
"We just came down from Tangerang City with two firefight vehicles unit and three units from the district" said Mr. Suminta Danru as a chief of Tangerang City firefighters officer.
Summary
Fire incidents that often occur in residential areas are very dangerous. Apart from the risk of material loss, there is also a risk of loss of life. Therefore, the citizens are expected to increase the awareness towards the items that have potential to easily ignite a source of fire.
Firefighters carry out efforts to extinguish the fire at a warehouse in the Bumi Indah Residence, Pasar Kemis sub-district, Tangerang Regency.
3 notes
·
View notes
Text
Tandan-Tandan Berkelindan
"Nggak bisa dinaikin lagi, Pak, harganya?" Dari balik dinding papan tipis kamar tidurku, kudengar suara Bapak hampir putus asa, tawar-menawar dengan Pak Abidin, juragan tanah di kampungku berlangsung alot. "Wah udah nggak bisa, Pak. Ini saja harga tertinggi, lho. Coba aja Bapak tawarkan ke Pak Jati, pasti nggak bakalan mau setinggi saya." Bapak menghela napas, berat. "Tolong beri saya waktu untuk berpikir, ya, Pak." Akhirnya Bapak menyudahi pembicaraan, yang diiringi dengan kepergian Pak Abidin setelahnya.
Aku termangu. Terbayang obrolan antara aku, Emak, dan Bapak beberapa hari yang lalu. Aku mau kuliah, ke pulau seberang yang sistem pendidikannya jauh lebih baik daripada di kampung atau bahkan kota kami. Sementara itu, kami bukan orang berpunya. Untuk transportasi dan lain-lainnya, pasti butuh dana. Meskipun rencananya nanti aku akan mencari beasiswa, atau kerja sambilan, apa sajalah, yang penting halal untuk membantu Emak dan Bapak, tetap saja berat rasanya. Untuk keberangkatan pertamaku, Bapak bertekad untuk menjual sepetak tanah kami.
Sebenarnya, aku kurang setuju. Tanah itu sudah menghidupi keluarga kami bertahun-tahun. Ada banyak kenangan di sana. Saat musim hujan, tanah itu dijadikan sawah. Saat musim kemarau, ladanglah jadinya. Bapak dan Emak terampil sekali mengolahnya.
"Sudahlah, Nak. Kamu sekolah saja yang rajin. Di kampung ini susah untuk mencari kehidupan. Kamu cari ilmu setinggi-tingginya. Jadi orang berguna. Biar Bapak dan Emak yang mikirin biayanya."
Kata-kata Bapak mengiris-iris hatiku. Beberapa tahun belakangan ini, perlahan kulihat sawah dan ladang mulai berkurang. Tanaman padi dengan ikan mina padinya, belut yang kupancing bersama teman-teman, perlahan mulai menghilang, digantikan dengan tanaman dari keluarga palem-paleman, kelapa sawit. Tanah tidak bisa lagi ditanam dengan sistem rotasi tanaman. Wong tanahnya udah jadi keras karena akar-akar sawit. Parit-parit tempat kami memancing ikan sudah tidak berair. Entahlah ke mana perginya hewan-hewan penghuninya. Sekarang yang ada hanyalah kawanan nyamuk. Atau ular.
Aku berpikir keras bagaimana caranya menyelamatkan tanah kami. Jangan sampai dijadikan kebun sawit juga oleh Pak Abidin. Apa yang bisa kulakukan?
***
Aku berada di dunia antah berantah. Pandanganku gelap. Tiba-tiba, ada cahaya yang menyilaukan. Tunggu, dan panas! Oh, tidak, itu api! "Tolong, tolong, selamatkan aku!" Aku berteriak sekencang-kencangnya, tapi yang keluar dari mulutku hanyalah suara lirih. Siapa yang akan mendengarku kalau begini? Aku melihat sekitar. Aku dikelilingi oleh perkebunan sawit. Tandan-tandan yang berkelindan di dahan pohon-pohon di sekitarku mulai dilalap si jago merah. Batangnya, dahannya, daunnya, dan buahnya, semuanya mempercepat jalaran api. Aku megap-megap. "Tolong aku. Tolong." kataku lagi. Kali ini lebih lirih. Suaraku menghilang. Namun, aku yakin, akan ada yang mendengarku.
Tiba-tiba, kulihat ikan-ikan yang dulu kupelihara di petak-petak sawah. Lalu, muncul pula belut, belalang, capung, semuanya tersenyum padaku. Muncul pula padi, lalu jeruk, lalu kakao yang dulu ditanam tetanggaku. Ah, ada pula sayur-mayur, entah apa lagi. Mata dan otakku sudah tidak kuat menangkapnya. Mereka semua berkata,
"Tolong kami, ya! Hanya kamu yang bisa menolong kami."
Bah, apa-apaan pula ini? Jelas-jelas aku sedang terjebak api. Mereka pula yang meminta tolong. Mereka perlahan menghilang. Kobaran api semakin mendekatiku. Aku takut, takut sekali. "Toloooooong!" Aku kembali berteriak sekencang-kencangnya.
"Nak, bangun, Nak. Bangun! Sudah subuh"
Emak mengguncang-guncang tubuhku. Aku perlahan membuka mata. "Mak, bilang sama Bapak, jangan jual tanah kita, Mak. Aku takut, aku takut!" Kataku sembari mengusap keringat. Aku takut dengan mimpiku. Namun, aku lebih takut lagi dengan kenyataan yang akan kuhadapi kalau aku tidak berbuat apa-apa. Aku takut tandan-tandan yang berkelindan itu akan menghabisi teman-temanku; ikan, capung, belalang, sayur, buah, dan masa depan Ibu Bumi.
20230116
Bukan #30HariBercerita
Sumber gambar: unsplash
8 notes
·
View notes
Text
Peristiwa Pohon Jambu
Tidak sampai di situ, penemuan mayat lain kusaksikan tiga bulan setelahnya. Saat aku tengah mengerjakan tugas kuliahku, mungkin sekitar pukul 1 dini hari, tiba-tiba suara ledakkan terdengar dari jauh. Itu jelas membuatku terperanjat kaget. Namun tak terlalu kuhiraukan, lagi pula saat itu aku mengenakan earphone yang menyumbat telinga, menikmati alunan musik kesukaanku.
Barulah saat pagi hari pukul 5, terdengar kabar bahwa terjadi kebakaran di sebuah rumah di kampungku namun di RT yang berbeda. Kalau tidak salah RT 09. Awalnya aku tak ingin pergi ke sana, namun setelah salat subuh ibuku mengajakku untuk melihat TKP, akhirnya aku buru-buru mengenakan kardigan melar yang menggantung di pintu dan berangkat hanya berjalan kaki bersama ibu.
Sampai di tempat kejadian, orang-orang banyak berkerumun. Para petugas pemadam kebakaran hilir mudik berusaha memadamkan si jago merah, namun mereka kesulitan memasuki rumah karena api begitu besar, mereka hanya memberi peringatan jika ada korban yang masih hidup terjebak di dalam rumah itu, namun tidak pernah ada sahutan atau teriakan minta tolong. Kabarnya rumah itu dihuni oleh satu keluarga yang cukup banyak dan sudah 4 jam api belum juga padam, sumber air yang digunakan juga hampir habis.
Syukurlah, tanpa ada yang menyangka hujan turun dengan sangat deras. Begitu deras hingga tak lebih dari setengah jam api padam secara keseluruhan. Rumah yang sudah hangus itu hanya menyisakan dinding-dinding yang ikut menghitam. Saat para petugas keselamatan segera memasuki rumah itu, sekonyong-konyong saat menyusuri ruang yang ada, mereka terkesiap menyaksikan sesuatu di salah satu ruangan rumah yang hangus itu.
Karena aku dan beberapa warga sebelumnya sengaja mendekati rumah itu, aku melihatnya juga, dan orang-orang sama terkejutnya. Tetapi sesuatu terjadi padaku, jantungku berdebar, pikiranku kalang kabut. Aku mengajak ibuku untuk segera kembali ke rumah, namun ia menolak. Jadi kuputuskan pergi sendirian.
Saat di rumah kurasakan keringat dingin mulai bercucuran, namun aku masih bisa berbuat sesuatu. Aku buru-buru masuk ke kamarku bahkan refleks kubanting pintu kamar ketika berniat menutupnya. Kubaringkan tubuhku di ranjang meski tak henti gemetar, perlahan kutenangkan diri sendiri hingga beberapa saat kembali terkendali. Tetapi pikiranku masih melayang. Aku teringat kembali peristiwa itu.
Di rumah yang baru saja dilalap api itu, aku melihat sesuatu yang ditemukan para petugas pemadam. Sama persis seperti yang ada di ingatanku ketika usiaku sembilan tahun, salah satu ingatan janggal setelah aku jatuh dari pohon jambu.
Tumpukkan mayat yang hanya menyisakan tulang belulang dan sedikit daging yang sudah menghitam ditemukan di rumah itu. Entah mengapa bisa seperti itu, maksudku, mayat bertumpuk-tumpuk saat terjadi kebakaran. Apa mungkin mereka melakukan bunuh diri satu keluarga dengan meledakkan seisi rumah dan membiarkan tubuh mereka terbakar dengan menumpuk seperti itu, terdengar tidak masuk akal.
Setelah beberapa hari, terdengar kabar burung bahwa polisi sudah memublikasikan perkara tersebut. Mereka mengatakan bahwa tumpukkan mayat itu adalah satu keluarga penghuni rumah, terdiri dari suami dan istri, ibu mertua, serta lima anak mereka yang paling besar berusia dua puluh dua tahun dan yang paling kecil berusia dua belas.
Mayat-mayat yang langsung dilakukan pemeriksaan oleh ahli forensik tersebut dinyatakan merupakan korban dari pembunuhan terencana. Ada beberapa mayat yang di kedua tangan dan kakinya terikat tali yang hanya terbakar sedikit. Yang lainnya menyisakan abu namun dapat diketahui bahwa itu adalah sesuatu yang sebelumnya mengikat tangan dan kaki mereka juga. Pada mayat laki-laki yang diyakini adalah kepala keluarga di rumah itu terdapat bekas peluru di tengkorak bagian pelipis mata. Mujur, satu selongsong peluru yang tidak mempan terbakar api ditemukan tak jauh dari tempat tumpukan mayat-mayat itu. Untuk pelaku belum diketahui hingga saat ini.
Beberapa warga yang julid meyakini bahwa yang membunuh seluruh anggota keluarga itu adalah si bapak sendiri, atau kepala keluarga di rumah terbakar tersebut. Mereka mengira-ngira mungkin setelah mengikat seluruh orang di rumah dan membunuh mereka entah dengan cara apa, kemudian tubuh mereka di tumpuk. Lalu setelah membakar seisi rumah ia merebahkan diri di antara tumpukan tubuh yang sudah meninggal itu dan menembakkan peluru ke kepalanya sendiri. Sinting! Kenapa warga bisa sampai berpikiran sejauh itu? Tetapi, apa yang dikatakan mereka cukup masuk akal karena posisi mayat lelaki kepala keluarga itu berada di tumpukkan paling atas.
Tak ada yang menjadi terdakwa atas peristiwa tersebut. Meskipun dicap sebagai kejadian pembunuhan terencana, polisi masih belum bisa menemukan siapa kira-kira pelakunya, bahkan sampai berbulan-bulan kemudian.
Setelah dua peristiwa yang selalu berkaitan dengan mayat itu, kondisi lahir maupun batinku berubah seiring waktu. Aku masih merasa ragu lebih ke takut untuk menceritakan pengalamanku itu pada orang keluargaku. Dan, aku mulai cemas berlebihan pada satu hal, jika dua dari ingatan-ingatan itu sudah terjadi, maka ingatan terakhir mungkin akan kutemui dan kembali mengguncang keadaanku.
Setelah bulan demi bulan berganti, aku sampai di ingatan yang terakhir, dan kumohon maafkan aku sebelumnya. Saat itu musim hujan di Bulan November. Aku berjalan berat menyusuri sungai yang berada jauh dari kampungku, jauh di dalam hutan. Bunyi kecipak beralun ketika botku menginjak air menggenang di cekungan tanah. Tanganku berayun lemas, membiarkan benda tajam di tanganku beradu dengan batuan di sungai dan membuatnya berdenting setiap kali keduanya saling bertubrukan.
Ingatan terakhir itu sudah terjadi. Beberapa saat lalu, di dalam sebuah gua gelap tak pernah tersentuh manusia lain, aku melihat cipratan darah di setiap dinding gua, di batu-batu sungai, dan darah lain yang masih menetes di tubuh seorang mayat gadis kecil yang kini mengalir bersamaan dengan aliran sungai. Membuat warna air sungai berubah merah sebagian.
Aku heran di mana seorang pria tak kukenal yang ada dalam ingatanku waktu itu. Aku hanya sendiri di sana, tadinya berdua dengan gadis kecil itu saat masih hidup. Kini dengan isi kepalaku yang rasanya ingin meledak, aku berusaha melanjutkan setiap langkahku agar segera sampai di rumah dan bisa beristirahat. Aku benar-benar lelah saat itu. Tubuhku, juga pikiranku, rasanya aku ingin memukul kepala ini dan menghentikan semua suara-suara di dalamnya.
Untuk sesaat ku hentikan kakiku. Aku duduk di sebuah batu cukup besar dan membersihkan noda-noda darah di pakaianku, kubasuh juga tanganku yang sudah terbalur penuh darah yang bahkan sudah hampir mengering, lengket sekali rasanya. Tak lupa darah yang melekat di golok yang sedari tadi kugenggam. Meskipun aku sudah selesai membersihkan diri, rasanya tubuhku masih kotor, akal budiku masih cemar dan kukira, akan selamanya coreng-moreng, akan selalu begitu.
Aku mengusap air mata yang tiba-tiba menetes tanpa kusuruh. Aku merasakan sebuah rintihan, pekikkan pilu di lubuk sana, penyesalan karena ketidakmampuan bertindak, namun bisikan-bisikan di kepalaku berkata lain, justru merasa puas.
Kutegakkan kembali tubuhku dan menjejakkan kaki dan melangkah keluar dari hutan menuju tujuanku, rumah. Sengaja kutinggalkan golok itu di tengah hutan sebelumnya.
Saat tiba di rumah, ibuku sedang berada di dapur tengah memasak makanan. Dia sempat menanyakan dari mana saja aku seharian tadi, aku hanya berdalih membohonginya. Ibuku tidak mengetahui bahwa aku baru saja pulang bermain-main dengan adik perempuanku. Ibu benar-benar tidak menyadari putri bungsunya itu tidak ada, mungkin karena adikku itu sudah terbiasa pulang sore dari bermain.
Saat hari mulai gelap, barulah seisi rumah mulai cekcok saling menyalahkan karena lalai mengawasi anggota keluarga paling kecil itu. Ibu yang gampang panik menelepon orangtua teman-teman adikku, ayah sudah lama pergi keluar mencari anak kesayangannya itu, kakak laki-lakiku menyusuri kampung dengan sepeda motornya, semuanya berharap dapat menemukan anak hilang tersebut.
Sementara aku, hanya melamun memandang keluar jendela di kamarku. Pura-pura menelepon guru ngaji dan guru sekolah adikku. Ingin sekali kuumumkan bahwa putri bungsu di rumah ini sudah tidak ada. Jika tidak percaya lihat saja ke sungai.
0 notes
Link
1 note
·
View note
Text
Satu Rumah di Desa Tinelo Ayula Dilalap Jago Merah
Hargo.co.id, GORONTALO – Sebuah bangunan rumah di Desa Tinelo Ayula, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, dilalap jago merah, Sabtu (2/11/2024) sekitar pukul 13.00 Wita. Pemilik rumah adalah Indra Dunggio, yang harus rela melihat rumah kediamannya ludes dimakan api. Dari data Polisi, Api bermula ketika pemilik rumah (Indra Dunggio) melihat adanya percikan api di bagian atas meteran…
#Desa Tinelo Ayula#Kabupaten Bone Bolango#Kebakaran#Kecamatan Bulango Selatan#Rumah#Si Jago Merah#Warga
0 notes
Text
Kebakaran di Kafe Uda Bro dan Toko Neo Vape, Kerugian Capai Setengah Miliar
PADANG – Satu kafe Uda Bro dan Toko Neo Vape House di Jalan Siteba RT 003 RW 006, Kelurahan Kampung Olo Kecamatan Nanggalo habis dilalap api, Jumat (1/11) sekitar pukul 14.22 WIB. Satu orang karyawan Kafe Uda Bro, Rendi (19) terpaksa dilarikan ke rumah sakit, karena mengalami luka bakar. Ditaksir kerugian mencapai Rp500 juta. Informasi yang dihimpun, kejadian berawal salah seorang warga melihat…
0 notes
Text
Kebakaran Hebat Landa Gudang Sembako di Parungpanjang
RASIOO.id – Sebuah gudang sembako di Jalan Lingkar Pasar Parungpanjang, Kampung Marga Mekar RT 04/01, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, dilalap api dalam kebakaran hebat pada Sabtu malam, 5 Oktober 2024. Pantauan Rasioo.id di lokasi menunjukkan kepanikan warga dan pedagang yang berada di sekitar gudang yang terbakar. Mereka berusaha menyelamatkan barang dagangan dengan bantuan warga…
0 notes
Text
Gudang Barang Bekas di Pacitan Hangus Terbakar, Pemilik Kaget Tidak Ada Aktivitas yang Menyebabkan Api
Pacitan – Kebakaran melanda sebuah bangunan tua di Lingkungan Gantung, Kelurahan Pacitan, pada Senin (30/9/2024) sore. Gudang barang bekas milik Pipin Liansari yang terbuat dari kayu hangus dilalap si jago merah. Tak hanya itu, bangunan tersebut rata dengan tanah dalam hitungan jam, meski di dalamnya tidak ada aliran listrik ataupun kompor gas. Gudang tersebut digunakan untuk menyimpan…
0 notes
Text
Kebakaran Hanguskan Cafe Bambu di Segobang Akibat Konsleting Listrik
Kondisi Cafe Bambu di Segobang Usai di Kebakaran, Rabu (18/09). Foto : Ganda Banyuwangihits BANYUWANGIHITS.ID – Sebuah cafe berbahan konstruksi bambu yang berada di Desa Segobang, Banyuwangi, hangus dilalap api akibat korsleting listrik, Rabu (18/9) dini hari. Kebakaran yang melahap Café Paglak Petung ini mengakibatkan kerugian materil sekitar 400 juta rupiah. Tim Dinas Kebakaran dan Penyelamatan…
View On WordPress
0 notes
Text
Kebakaran Timpa Sebuah Rumah Di Sarang Halang, Satu Unit Mobit dan Motor Ikut Hangus
TANAH LAUT, inspirasitala.co.id- Peristiwa kebakaran menimpa sebuah rumah di Jalan Ambawang, Kelurahan Sarang Halang, Kecamatan Pelaihari, Tanah Laut pada Senin malam (17/9/24). Akibat kebakaran ini, satu buah rumah, satu unit mobil dan motor milik Ahmad Zainudin hangus dilalap si jago merah. Kasatpol PP dan Damkar Tanah Laut, M. Kusri mengatakan, kebakaran tersebut terjadi sekitar pukul 22.08…
0 notes
Text
Gercep, Nanang Ermanto Bantu Korban Kebakaran di Desa Ruguk Ketapang
LAMSEL, Ketapang – Rumah warga Dusun Taman Harum, Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang, habis terbakar dilalap si jago merah, pada Senin pagi (9/9/2024), sekitar pukul 09.00 WIB. Dari informasi yang dihimpun, rumah milik Nurul (38) habis terbakar menyisakan puing-puing akibat korsleting arus listrik. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut. Mendengar hal itu, Bupati Lampung Selatan H.…
0 notes