Tumgik
#CintaDiAntaraTakhta
kurasasaja · 11 days
Text
Silva4d : Cinta di Antara Takhta
Tumblr media
Bab 1: Perjodohan di Balik Mahkota
Di sebuah negeri kecil yang berada di tepi laut Selatan, berdirilah dua kerajaan yang megah dan kaya, yaitu Kerajaan Tirtalaya dan Kerajaan Sabran. Kerajaan Tirtalaya diperintah oleh seorang raja yang bijaksana, Raja Arya, dan putrinya yang jelita, Putri Anindita. Sementara itu, di kerajaan tetangga, Raja Sabran yang perkasa, Raja Indra Wijaya, menginginkan perdamaian dan memperkuat aliansi dengan Tirtalaya.
Untuk menyatukan kedua kerajaan yang bertetangga, Raja Arya dan Raja Indra Wijaya memutuskan untuk menjodohkan Putri Anindita dengan Pangeran Alaric, putra mahkota dari Kerajaan Sabran. Namun, di balik keputusan politik tersebut, hati Putri Anindita dipenuhi kebimbangan. Ia selalu mendambakan cinta sejati, bukan sekadar perjodohan demi tahta.
“Apakah aku akan benar-benar menemukan cinta dalam pernikahan ini?” gumamnya pada suatu malam di balkon istana, matanya menatap bintang-bintang yang berkelip di langit gelap. Angin malam yang lembut meniupkan kecemasan di hatinya, membawanya pada keraguan yang tak terelakkan.
Bab 2: Pertemuan Pertama
Pangeran Alaric tiba di Tirtalaya dengan rombongan megah, diiringi para prajurit dan duta besar kerajaan. Semua mata tertuju padanya saat ia memasuki istana Raja Arya, mengenakan pakaian kebesaran yang menunjukkan statusnya sebagai pewaris takhta. Tampan, gagah, namun penuh ketenangan. Wajahnya tampak tak tertembus emosi, seolah tanggung jawab kerajaan telah membekukan hatinya.
Putri Anindita menatapnya dari jauh, dengan perasaan yang bercampur aduk. "Inikah pria yang akan menjadi suamiku?" tanyanya dalam hati. Tak ada percikan cinta pada pertemuan pertama itu. Mereka berbicara dengan nada formal, mengikuti aturan etiket kerajaan.
Namun, di balik percakapan yang kaku, Alaric memperhatikan kecerdasan dan kelembutan Putri Anindita. Dia menyadari bahwa wanita di hadapannya bukan hanya sekadar pion dalam permainan politik, melainkan seorang pribadi yang berharga, yang layak dicintai.
Bab 3: Perjuangan Hati
Waktu berlalu, dan perjodohan mulai disiapkan dengan segala kemewahannya. Namun di antara persiapan itu, Pangeran Alaric mulai merasakan sesuatu yang asing dalam dirinya. Ketika ia dan Putri Anindita berbicara lebih sering, ia menemukan kenyamanan dalam kehadirannya. Dia menyukai cara putri itu memandang dunia, dengan empati dan kebijaksanaan yang lebih besar daripada sekadar kemegahan istana. Di dalam dirinya, ia mulai menyimpan benih-benih cinta yang tak pernah ia duga akan tumbuh.
Namun, Alaric juga menyadari satu hal: Anindita tidak mencintainya. Bukan karena ia tidak menyukainya, tapi karena hatinya masih tertutup, terkurung dalam ketakutan akan perjodohan yang dipaksakan. Putri Anindita hanya melihatnya sebagai pewaris takhta, sebagai bagian dari tanggung jawab yang harus ia jalani, bukan sebagai pria yang bisa mencintai dan dicintai.
Suatu malam, mereka berjalan berdua di taman istana. Langit dipenuhi bintang, dan suara debur ombak dari kejauhan membawa ketenangan. Alaric memberanikan diri bertanya, "Putri, apakah engkau bahagia dengan perjodohan ini?"
Anindita terdiam sejenak, lalu menjawab dengan lembut, "Aku tidak tahu, Pangeran. Selama ini aku hanya memikirkan kewajiban sebagai anak seorang raja. Cinta, menurutku, adalah sebuah kemewahan yang tidak dapat kuraih."
Pangeran Alaric menatapnya dalam-dalam. "Tapi apakah kau ingin mencintai, Anindita? Apakah hatimu merindukan lebih dari sekadar perjodohan ini?"
Bab 4: Cinta yang Terpilih
Pertanyaan itu mengguncang hati Anindita. Selama bertahun-tahun, ia menganggap bahwa cintanya harus dikorbankan demi kerajaan. Namun kini, di hadapan Alaric, ia mulai melihat sosok lain — bukan sebagai pangeran yang akan menjadi suaminya karena politik, tetapi sebagai pria yang benar-benar menginginkannya untuk alasan yang lebih dalam.
Hari-hari berlalu, dan hati Anindita perlahan-lahan terbuka. Ia mulai melihat Pangeran Alaric dengan pandangan baru. Di balik sikap tenangnya, ada seorang pria yang penuh kasih sayang, yang menghormati impian dan keinginannya. Cinta mulai tumbuh, meski pelan, namun semakin kuat.
Pada suatu malam, saat mereka duduk di tepi danau istana, Anindita akhirnya berkata, "Alaric, aku mulai memahami sesuatu. Cinta tidak harus menjadi sesuatu yang terpisah dari tanggung jawab. Aku pikir, mungkin aku bisa mencintaimu. Bukan karena aku harus, tetapi karena aku ingin."
Alaric tersenyum hangat, pertama kalinya emosi lembut itu muncul di wajahnya yang biasa tegar. "Itu semua yang kuinginkan, Anindita. Bukan hanya takhta yang kita bagi, tapi hati yang sama-sama kita pilih."
Bab 5: Takhta dan Cinta
Pernikahan agung antara Putri Anindita dan Pangeran Alaric berlangsung dengan megah, disaksikan oleh dua kerajaan yang bersatu dalam damai. Di antara para tamu, terlihat senyuman dan kebanggaan, tapi hanya Alaric dan Anindita yang tahu bahwa ikatan mereka lebih dari sekadar politik. Itu adalah cinta yang mereka temukan di antara takhta, sebuah kebahagiaan yang datang karena pilihan hati mereka sendiri.
Mereka memerintah bersama dengan bijaksana, menjaga perdamaian di tanah mereka. Setiap tantangan yang muncul dihadapi dengan kekuatan cinta dan pengertian yang dalam. Meski berada di puncak kekuasaan, mereka tetap saling menggenggam tangan, tahu bahwa di balik segala tanggung jawab mereka, ada hati yang saling mencintai.
Tamat.
1 note · View note