#5cc7
Explore tagged Tumblr posts
poskotakita · 2 years ago
Text
Tumblr media
Menua Bersama
Di samping tanah merah yang basah oleh sisa hujan semalam, Ia duduk bergeming. Telah kembali pada muasal separuh jiwanya. Duka yang terpancar dari wajahnya masih dapat samar terbaca. Segala sedih dan sepi Ia telan seiring waktu berjalan. Tiga tahun sudah status janda anak satu melekat pada dirinya.
"Aku dapat lamaran lagi," katanya sembari menaburkan bunga di atas pusara. "Aku tidak perlu berpikir dua kali untuk menolaknya. Lagi pula kenapa mereka lebih mengkhawatirkan masa depanku daripada aku sendiri?" lanjutnya.
Kombinasi keras kepala, setia dan mandiri membuatnya bertahan menghadapi setiap lamaran yang ada. Sudah terhitung tiga pria berbeda mendatangi ayahnya. Meminta izin untuk meminangnya. Keluarganya sungguh terbuka membuka pintu. Tetapi, mereka hanya singgah di depan pagar. Tak ada kesempatan mengetuk pintu hatinya.
Masa itu ia telan selama lima tahun kepergian suaminya. Hingga tak satu pun orang terdekatnya berani mengenalkan lelaki yang bermaksud menjadikannya istri.
"Aku datang membawa kejutan untukmu. Maaf, baru sekarang," katanya sembari mengusap nisan yang masih terawat selama tiga puluh tahun. Tangannya yang telah berkeriput mengandeng tangan mungil yang masih halus.
"Cucumu datang," bisiknya. "Cucu perempuan yang sama cantiknya dengan putri kita."
Tangan mungil itu ikut mengusap nisan dan menaburkan bunga di atas pusara. "Kay, kita berdoa untuk Opa," ajaknya pada si kecil yang baru menginjak empat tahun tapi sudah fasih membaca doa-doa.
"Opa, Kay akan temani Oma setiap berkunjung ke sini. Ya, kan Oma?" ujar si kecil selesai berdoa. Terpancar antusias dalam kedua bola matanya yang hitam jernih.
"Pasti. Besok kita ajak Bunda dan Ayah juga," imbuhnya disambut anggukan si kecil. Mereka berdua saling bercerita. Tidak berdua, tetapi bertiga. Menembus dimensi ruang, mereka bercengkerama.
Aku tidak pernah lupa pada janjiku menua bersamamu, meski engkau berpulang lebih dulu. Aku begitu yakin padamu sejak pertama berjumpa. Dan saat kau memilihku, telah kutetapkan engkau sebagai pemilik kunci hatiku. Selamanya.
17 notes · View notes
walidahchoirun · 2 years ago
Text
Aku Menikahinya karena Terpaksa
Tumblr media
Aku dilahirkan dari seorang ibu dan memiliki ayah hanya dari cerita nenekku, bagaimana nenek menggambarkan sosok ibu dan ayah sebagai sosok yang tak di hormati di masyarakat, karena tabiat mereka yang kurang baik. Marah, kesal, dan ingin teriak. Ingin mencerca semua orang yang memandangku dengan sinis, aku tahu aku seorang yatim piatu tapi tolong hargai aku sebagai manusia normal. Aku bersyukur dirawat oleh nenek hingga aku menjadi gadis tanggung 20 tahun tamatan SMA.  
Pada suatu sore aku jalan – jalan di taman kota karena ingin menghirup aroma tanah setelah hujan, rasanya sangat menenangkan.
“Halooo dek, sendirian aja. Mas boleh ikut duduk?”
Kalimat sapaannya mengagetkanku “ee haa-loo mass, ya silahkan”
Sosok laki – laki yang mengembus rokok ini mengingatkanku pada sosok ayah di foto yang dipajang nenek di rumah. Dia mengajakku kenalan, dan mulai banyak bercerita dari masalah keluarga hingga pendidikannya di universitas yang belum bisa ditamatkan walau sudah semester 9. Tutur katanya sopan, aku mulai memperhatikan bola mata dan senyumannya ketika dia bercerita.
Pertemuan kami berlanjut setiap minggunya di taman kota saat sore hari, hingga suatu ketika dia memberiku setangkai bunga mawar merah, kemudian dia mengajakku ke kosannya. Sebelumnya aku tak pernah merasakan perasaan sebahagia ini ketika diberi perhatian yang lebih. Hingga akhirnya kami melakukan hubungan terlarang di dalam kosnya, dia mulai membuka bajuku hingga menjamah setiap lekukan tubuhku, kami melakukannya dengan suka rela dengan alasan melepaskan kesedihan atas hidup yang sial ini, kami melakukannya disetiap pertemuan pada hari kamis.
Pada bulan berikutnya aku merasa cepat lelah, dan pusing, nenekku sering memberiku obat pereda. Pagi harinya badanku mual – mual hebat dan rasanya berkuang – kunang, Baru kusadari aku terlambat datang bulan sudah 4 bulan, “Apakah aku?” bibirku tercekat untuk mengucapkan kata selanjutnya. Lekas aku pergi ke apotek untuk membeli test-pack. Hasilnya menunjukkan garis dua. 
Perasaanku terguncang, bola mataku panas menahan air mata, bagaimana masa depanku nanti. Keesokan harinya aku dan mas bertemu menceritakan semuanya. Dia siap menikahiku dengan uang dari kedua orangtuanya.
Dua bulan berikutnya, kami sah menjadi pasangan suami – isteri, awalnya hubungan kami manis namun 5 bulan setelah tabungan kami menipis tabiatnya berubah menjadi pemarah, sering menyalahkanku atas kegagalan yang dialaminya, sering pulang larut malam dan minum miras.Kerjaanya hanya ongkang – ongkang di rumah.
“Aku menyesal atas semua perbuatanku, aku ingin pergi dari rumah ini dan kembali pada nenek” konflik dalam diri ini tak ada habisnya. Aku harus menjalani ini atas resiko dari perbuatan keji di masa lalu.
@langitlangit.yk @careerclass @bentangpustaka-blog
3 notes · View notes
fernandaventurini · 2 years ago
Text
Saling Mengerti
Tumblr media
[flashfiction#2]
Jalanan terasa lenggang di malam hari, pukul 23.50 WIB tepatnya. Aku bersama suamiku sedang perjalanan pulang dari rumah orang tuaku di Malang ke rumah kami di Surakarta. Kami berangkat dari sana setelah shalat isya. Ya, kami masih berdua tapi ada calon bayi yang menemani di dalam perutku. Ini hamil pertamaku dan aku merindukan ayah ibuku. Oleh karena itu, aku mengajak suami untuk liburan ke Malang.
"Mas, kamu capai?" Tanyaku memecah keheningan.
"Tidak dek, kamu istirahat saja.. Aku tadi sudah tidur sebentar di rumah ibuk sebelum berangkat" jawabnya sambil memegang tangan kananku.
"Aku ingin menemanimu. Biar kamu tenang, aku juga tenang. Kalau kamu capai bilang ya mas, kita berhenti dulu" berusaha menatapnya yang sedang menyetir.
"Baiklah kalau inginnya begitu. Jangan capai-capai" katanya tetap melihat ke arah depan.
"siap komandan" jawabku sambil nyengir.
Aku menatapnya dengan seksama, Dia adalah orang yang dititipkan Tuhan untuk membersamaiku, sosok orang yang sangat baik dan penuh kasih sayang. Sudah tiga tahun ini kita menikah, setelah penantian panjang akhirnya kami dikaruniai anak di dalam rahimku.
Tentu tak selalu bahagia, aku sudah berharap akan memiliki momongan setelah menikah, tapi Tuhan berkehendak lain. Baik sangkaku, mungkin Dia ingin aku menghabiskan waktu berdua terlebih dahulu, bakti pada suami, dan belajar terlebih dulu bagaimana ketika punya anak kelak.
Berdoa tak pernah lupa, suamiku selalu mengingatkan akan terus positif thinking ke Allah, percaya akan kebaikan-kebaikan yang Dia berikan kepada kami, seperti bapak Ibuk dan Ayah Ibu yang selalu support kami, rejeki yang lancar, lingkungan kerja suami yang good vibes, tetangga yang saling membantu, dan teman-temanku yang selalu menyemangati di saat aku merasa sendiri.
Saat aku sedang marah, biasanya aku diam. Tapi entah mengapa seperti bisa membaca pikiranku, suamiku selalu menjahili dan menggoda. Tak jadilah aku marah ke dia. Aku sayang dia ya Allah. Jagalah kami, ridhailah kami. Engkau sebaik-baik Pelindung di muka bumi ini.
"hai, dek. Jangan melamun" ah, dia merusak momenku untuk takjub pada Kuasa-Nya.
"Apa sih mas." Aku tersipu malu dan memalingkan pandangan ke jendela
"Aku sayang kamu." Aku melihatnya lagi dan spontanitas aku berkata demikian
"hlo.. kok tiba-tiba?" Dia kebingungan, tapi aku hanya diam saja sambil senyum sendiri.
2 notes · View notes
shifaturrahmah · 2 years ago
Text
Mamak
Angin sore itu seakan membungkam semua suara di sekitarnya. Sunyi, membelai helai rambut tipis Mamak. Perempuan tua berusia delapan puluh dua yang hidup di atas kursi roda. Aku hanya mampu terdiam memandangi perempuan itu. Tatapan kosongnya jauh memandang ke arah yang tidak aku tau. Tak beda denganku. Aku memperhatikannya dari balik pintu belakang dengan handuk terselempang, sebelum hendak mengelap tubuh kurusnya di kamar mandi bersumur yang letaknya terpisah dari rumah utama. Entah kenapa, kuputuskan hentikan langkah tanpa aba-aba, sibuk menata segala isi pikiran dan hati yang terurai tiba-tiba. Mamak. Sosok sepuh yang sudah setahun ini aku tinggal bersamanya, juga merawatnya. Kusebut ia ibu mertua, satu-satunya orang tua suamiku yang tersisa. Meski ia tak selalu ingat aku ini siapa. Aku memandanginya, mendapati rasa sesak itu kembali memenuhi dada. Rasa lelah dan jengah itu datang lagi. Kuijinkan sejenak mengambil alih kendali hati yang belakangan ini tak bisa diajak kompromi. Tuhan aku lelah menjalani ini, tapi siapa lagi yang akan merawat ibu dari suamiku ini? Semua saudara perempuannya telah dibawa pergi jauh dari desa. Tapi akulah yang justru rela melewati samudra untuk menjalani takdir mereka. Rela kukubur semua mimpiku untuk hidup mendampingi suamiku, tapi hidup macam apa sebenarnya yang sedang aku jalani saat ini? --- Suara tikus di loteng seketika mengembalikan semua kesadaranku. "Cukup Ragil, mertuamu adalah ibumu. Bukankah ini baktimu sebagai seorang istri dan menantu?" Sisi lain hatiku tiba-tiba menyadarkanku. Kutarik nafas berat ini kuat-kuat, kehembuskan melalui mulut sambil mengucap istighfar memohon ampun atas pikiran liarku. Sepersekian menit kemudian, kusambut Mamak dengan senyum simpul meski mataku terlanjur bengkak menahan tangis. Kuusap wajahnya seakan akulah yang paling memahaminya. "Ini baktiku, ini orang tuaku. Ada ridho Allah yang dititipkan padamu." Kutatap mamak lekat-lekat, dan rasa damai itu menyeruak hangat. --- Namaku Ragil. Seperti arti namaku, aku adakah anak terakhir kesayangan ibuku. "Nduk, nanti kalau kamu sudah ikut suamimu. Jangan lupa, harus bisa redam ego. Anak ibu satu ini paling manja, sukane ngalem." Ibuk masih terus mengelus kepalaku sambil bercerita. "Kalau sudah jadi istri, kamu yang harus nurut dan melayani suamimu. Ndak boleh manja minta dijadikan ratu." "Iya buk.. Meskipun Ragil anak bontotnya Ibuk, tapi Ragil udah gede lho Buk. Ibuk nggak perlu khawatir ya. Ragil bisa jaga diri, eh salah, membawa diri." Aku menutup pembelaan diriku dengan tawa. Tidak benar-benar tau apa yang akan terjadi pada diriku setelahnya. "Nanti, kalau kamu ketemu masalah, kok berat nahan emosi, pengen ngedumel sama suami atau anak. Inget pesan ibuk, ada Allah disana, ada ridho Allah yang tersembunyi disana. Kejar itu, ya. Insyaallah anak Ibuk jadi istri sholihah bidadari surga." --- Ibu, aku rindu. Rasanya ingin pulang meski sebentar. Aku tak tahan dengan kebisuan dalam diriku, aku butuh teman bicara di tengah sunyinya hari-hari dalam petak rumah yang katanya juga menjadi rumahku. --- Suara motor Honda Astrea terdengar memasuki halaman depan. Suara yang selalu kutunggu tiap petang menjelang. Suamiku pulang. "Dek, Mamak dimana? Mamak sudah makan?"
4 notes · View notes
truegreys · 2 years ago
Photo
Tumblr media
Desas-desus—a flash fiction
Aroma desinfektan menyengat dari ember yang kubawa ke instalasi farmasi rumah sakit terbesar di kotaku. Ini hari pertamaku menjadi pramukator. Kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum meski senyumku tersembunyi di balik masker. Aku tak begitu peduli, tapi kesan pertama bagiku haruslah baik, atau setidaknya tidak buruk.
“Tau, gak? Anaknya direktur RS mau dijodohin sama putrinya komisaris gedung sebelah.”
Sayup-sayup kudengar selantun gunjingan dari petugas yang sedang sarapan di dekatku. Mau tidak mau, kudengar cerita mereka sambil kuhapus noda tapak sepatu yang berbekas di lantai.
“Hah? Bukanya dia deket sama Si Itu?”
“Nah, iya. Katanya, itulah yang jadi latar belakang sampai akhirnya keluarganya ngejodohin sama orang lain.”
“Tapi, kamu tau, kan, kalau Si Itu udah berkeluarga?”
“Ya, taulah. Rahasia umum.”
“Main gila, dia. Berhubungan sama orang yang emang single aja ribet, apalagi berhubungan sama orang yang udah berkeluarga. Makinlah ribet hidup dia.”
“Orang tuanya udah gak tau harus usaha gimana lagi biar ngejauhin anaknya sama Si Itu. Akhirnya, dia disuruh nikah sama siapa aja, asalkan dia gak sama Si Itu.”
“Kok, tau banget, sih?”
“Info dari orang dalem.” Mereka lalu menyuap sarapan yang harus mereka habiskan dalam waktu kurang lebih lima belas menit.
Ingin sekali kugeleng-gelengkan kepala mendengarnya—kutahan, tentu saja, agar tak terlihat bahwa aku mengupinh. Kupikir semua mudah bagi orang kaya, tapi ternyata dari segala lapis status sosial, permasalahan keluarga tetap menjadi hal yang rumit. Kuperas kain pel, lalu kukibaskan selembar kardus lebar agar lantai yang kupel segera kering. Di seberang sana, kulihat sepasang dokter bergandengan tangan. Orang-orang sekitar mereka terlihat menatap sinis. Tak sadar, bibirku malah tersenyum. Kukagumi mereka-mereka yang memilih dan menghadapi desas-desus buruk tanpa gentar.
#5CC #5CC7 #dioramacareerclass #bentangpustaka https://www.instagram.com/p/CpvC_lGvWuE/?igshid=NGJjMDIxMWI=
5 notes · View notes
faizaalbi · 2 years ago
Text
Jangan sekarang.
Dan ternyata benar dugaanku. Terbentuk lagi janin didalam rahimku. Ini adalah yang ke-6. Melihat adanya dua garis yang tertera, aku menghela napas. Aku keluar dari kamar mandi dan langsung menghampirinya.
"Mas, aku capek. Anak-anak masih kecil. Rutinitasku setiap hari gini-gini aja ngurusin anak. Sekarang  anak-anak udah mulai mandiri, tapi ini bakal mulai lagi yang baru.", ucapku sambil menunjukkan hasil tes kehamilanku.
Dia langsung mendekat dan memelukku lembut.
"Say, maaf ya. Saya tau ini bakal berat buat kita. Saya tau kamu kangen kerja di luar. Tapi saya tetep seneng banget. Kita dapet anugerah lagi, rezeki kita."
Tak terdengar jawaban dariku, dia melepas pelukannya dan menatap wajahku. Aku menghindar dari tatapan matanya. Sudut mulutku masih turun cemberut dan masih ada kerutan di keningku.
Melihat wajahku, dia melanjutkan.
"Kita ga tau anak mana yang bakal nganterin kita ke surga."
Astaghfirullah. Ya Allah maafkan hamba. Hamba tidak bersyukur atas anugerah yang Engkau berikan.
"Masih ada banyak pasangan yang berjuang untuk dapetin buah hatinya. Kita Alhamdulillah udah dikasih lima bidadari mungil", ujarnya.
Manusia memang selalu melupakan nikmat-Nya.
"Saya janji saya akan jadi support system yang lebih baik lagi", ujarnya sambil menggenggam erat tanganku.
Aku menganggukkan kepalaku dan memeluknya.
5 notes · View notes
fatiha-ghina-albi · 2 years ago
Text
Pernikahan adalah memberi ruang kepercayaan
3 kali panggilan tidak terjawab kulihat layar handphone diatas kasur sepulang bekerja.
Nomornya tidak kukenal dengan cepat aku mengabaikannya dan bergegas kekamar mandi membersihkan anggota tubuhku.
"Assalamualaikum shawa" ini mas fahmi. Teman sekelas kamu di program Toefl saat dikampung inggris. Maaf ya aku tiba-tiba chat kamu. Mas mau ngabarin kalau sekarang mas lagi dikota kamu. Sedang dapat amanah di kantor cabang disini. "
Kulihat ada pesan masuk dan sepintas terlihat ada nama mas fahmi, entah kenapa perasaan ku tiba-tiba girang, tapi malu mengakuinya.
"Pesan dari siapa sayang" tanya Bang bisma padaku.
" oh ini si citra kawan adek ngirim video lucu digrub arisan"
Kurapikan mimik wajahku agar mengesankan kalau aku tidak membohonginya.
Hanya berbalas anggukkan khasnya. Tapi kuyakin dia mempercayai alasanku tadi.
Saat kupastikan dia sudah tertidur. Akupun bergegas pindah keruang keluarga, dengan segaja aku hidupkan televisi dengan serial komedi yang biasa kami tonton berdua agar tidak menimbulkan curiga.
Pukul 23.45 kulihat 1 panggilan kembali tidak terjawab.
Dan pesan dari mas fahmi yang membuatku merasa khawatir jika suamiku membacanya.
"Kamu lagi sibuk ya shawa? Besok ada waktu ketemu gak? Kebetulan besok aku ada meeting di sekitar cafe kampus tempat kamu bekerja."
Hampir satu jam kami berbalas pesan tanpa sadar aku terlelap tidak tahu lagi kondisiku saat itu. Dan saat aku terbangun posisiku sudah berada di dalam kamar dengan kondisi yang sudah terselimuti dengan baik. Yang pertama aku cari adalah handphone ternyata sedang dalam kondisi di cas "ah bagaimana ini kalau bang bisma memeriksa wa ku" batinku cemas.
Segera aku hapus nomor mas fahmi dari kontakku. Aku tidak mau menukarkan kesetiaannya hanya dengan masa lalu yang sudah menjadi abu dalam ingatanku.
4 notes · View notes
ariekdimas · 2 years ago
Text
Aku Rindu Keluargaku
Tumblr media
Pagi ini gerbang kebun binatang kembali dibuka untuk pengunjung. Hari yang menyenangkan bagi penduduk kebun binatang untuk menyambut pengunjung yang berekreasi, melihat beraneka satwa disana. Namun, tidak bagi Gilang si Gajah.
Gilang, adalah satu-satunya Gajah Sumatera di kebun binatang tersebut. Di tengah hari yang cerah itu ia melihat tawa bahagia anak kecil yang sedang digandeng oleh kedua orang tuanya. Gilang kemudian merenung dalam sedih.
“Melihat kebersamaan keluarga itu.. Aku jadi rindu, teringat akan keluargaku dulu.” kata Gilang.
Saat masih kecil dulu kehidupan Gilang sangatlah Bahagia. Gilang terlahir sebagai seekor gajah liar, Ia dan keluarganya tinggal bersama dengan tentram di Taman Nasional Way Kambas, Lampung.
Kemanapun ia berpergian, Gilang selalu berjalan bersama keluarga dan kelompoknya. Ia kerap menggandeng ekor Sang Ibu dengan belalainya agar tidak terlepas dari kelompok.
Gilang paling senang bermain air di kubangan bersama kakaknya apalagi setika sedang menyebrangi sungai. Ketika musim hujan tiba pun, Gilang tidak pernah merasa kedinginan karena selalu berlindung dibalik kehangatan tubuh Ibu, Ayah, Kakak, Paman, dan Bibinya.
Namun kebahagiaan itu sebentar lagi akan sirna dalam seketika. Kala itu, Gilang telat kembali ke keluarganya karena terlalu asyik bermain di kubangan air. Lalu ketika Gilang hendak kembali tiba-tiba suasana sekitar jadi hening..
“Dor!! Dor!! Dorr!!” *terdengar suara letupan kencang disertai suara kepakan sayap burung- burung yang berterbangan.
Gilang kaget dan bingung! Ia pun berlari menuju arah keluarganya berada. Tak disangka yang ditemuinya adalah kawanan pemburu dengan senapan api panjang di tangan mereka. 
Beruntung Gilang dapat segera bersembunyi dibalik semak-semak di dekatnya.
Dari balik semak-semak Gilang melihat semua keluarganya, sudah tergeletak di atas tanah bersimbah darah.
Dalam keadaan sekarat, Sang Ibu masih sempat melihat ke arah Gilang dan mengisyaratkan Gilang untuk lari sejauh mungkin.
Dengan perasaan sangat sedih, Gilang, si anak gajah yang kini tanpa keluarga itu berlari sejauh yang ia bisa, tanpa tahu kemana ia pergi . Hingga ia sampai ke sebuah ladang di daerah Way Bungur, Lampung dalam keadaan kelelahan dan lapar. Beruntung disana ia berjumpa dengan petugas Jagawana.
Sampai akhirnya ia dibawa untuk dirawat ke Kebun Binatang di daerah Pulau Jawa. Hingga ia tumbuh besar sampai saat ini.
Sambil menatap kearah langit, di dalam kandangnya yang kecil di kebun Binatang. Ia meneteskan air mata dan berucap:
“Tuhan, Aku rindu..”
“Andai keluargaku ada bersamaku lagi saat ini, karena aku kesepian disini”
4 notes · View notes
chocohazel · 2 years ago
Text
Cerpen: Lebaran Kelima
"Mas, kalau kita lebaran disini aja gimana?"
Tahun ini akan menjadi lebaran kelima kami sebagai pasangan suami istri. Dan hingga tahun ini rumah tangga kami belum dihiasi dengan tangisan bayi. Kami telah mengupayakan kehadirannya lewat banyak cara. Tapi hingga hari ini harus kukatakan bahwa cara-cara yang sulit dan melelahkan itu belum juga mengantarkan kami menuju hasil yang diharapkan. Dokter bilang tidak ada yang salah, hanya saja belum saatnya kami menjadi orang tua. Kami hanya perlu tetap sabar dan berdoa.
Di tengah candaan makan malam, istriku membuka obrolan sulit itu. Matanya berkaca-kaca, suaranya lemah bergetar. Pasti sulit baginya untuk bicara. Aku mengunyah makananku lebih pelan. Lalu menatap matanya sembari mencari jawaban apa yang tidak akan membuatku menambah dalam luka hatinya.
Momen lebaran adalah momen dimana basa-basi tentang ini akan lebih sering terdengar. Siapapun seolah merasa berhak bertanya dengan berbagai pertanyaan intimidatif yang mereka punya. Biasanya kami bisa menanggapi pertanyaan tentang ini dengan santai. Beberapa kali kami menjawab sopan minta didoakan agar segera. Beberapa kali juga kami mencoba pura-pura semangat menyimak ketika mendengar nasihat panjang yang tidak pernah kami minta. Di akhir tanya, mereka kerap menutup dengan doa semoga lebaran tahun depan kami sudah bertiga. Hal itu terjadi di setiap tahunnya dan kini sudah hampir tahun kelima.
Aku tahu bahwa istriku pasti merasa lebih muak dan tersiksa. Sering kudengar orang-orang seakan menyalahkannya. Dia yang terlalu sibuk lah, dia yang kurang berolahraga, dia yang pilih-pilih menu makanan hingga segala asumsi keliru lain yang menyudutkannya. Seolah dia adalah tokoh antagonis dalam malangnya cerita. Padahal kuyakin dibandingkan semua orang yang bertanya, dia adalah yang paling ingin segera. Dia adalah yang paling berhak menemukan jawabannya.
"Boleh, tapi kita kan gak bisa masak ketupat", jawabku mencoba merubah genre percakapan. Upayaku berhasil. Dia mengusap air mata sembari tertawa. Cantik. Seperti dia biasanya.
Nak hadirlah segera. Ibumu paling cantik saat sedang bahagia.
5 notes · View notes
nydaafsari · 2 years ago
Text
Berbicara, Tapi Tidak Didengar
“Mas, terima kasih ya sudah temani aku ngobrol hari ini”, ucapku dengan nada yang kubuat semanis mungkin. Dia tersenyum, teduh. Senyuman itu yang membuatku jatuh cinta pertama kali dengan suamiku.
Aku ingin lebih sering mengucapkan kalimat itu, kalau bisa setiap hari. Aku senang berbincang, teramat menyukainya. Ini bakatku dari kecil, ceriwis. Masih ingat betul kalau sewaktu aku masih SD, Ibu selalu menanyaiku sepulang sekolah. Maka aku akan bercerita hari itu aku bermain apa, belajar apa saja, dan kejengkelanku jika aku bertengkar dengan teman. Ibu selalu sabar mendengarkan, tidak peduli aku sedang senang atau sedih, responnya sama. Senyum teduhnya yang aku selalu nantikan, menenangkan. Dan pelukan hangat di akhir percakapan. Oh satu lagi, aku selalu menanti Ibu mengucapkan bahwa aku berhak merasa jengkel dan aku boleh mempertanyakan banyak hal yang ada di sekelilingku.
Rasanya, itu sulit sekali kudapatkan dari suamiku. Kami sudah menjalin hubungan tiga tahun terakhir. Semakin hari, di saat semakin sibuk aktivitasnya, aku sulit menemukan waktu berbincang dengannya. Aku sudah berusaha untuk mengajaknya berbincang, seperti yang Ibu lakukan sewaktu aku masih kecil. Membicarakan sepanjang hari itu, harinya dan hariku. Kadang dia merespon dengan baik tapi kebanyakan responnya selalu irit, seperti aku tidak didengar. Tapi entah mengapa aku selalu bisa memberikan toleransi kepadanya. 
Suatu ketika, di usia pernikahan kami yang jalan dua tahun, di meja makan sepulang kerja, aku bertanya. Tampaknya moodnya sedang baik, dia melemparkan senyum teduhnya sepulang kerja.
“Mas, sebenernya, apa ya yang kita cari dalam hidup? Pergi kemana kita setelah mati?”.
(hening).
Aku yang awalnya sibuk memandang isi piringku, aku perlahan melirik ke arahnya. Kudapati dia sedang asyik mengetik, tidak meresponku.
‘Apa suaraku terlalu kecil ya?’, batinku.
“Mas…”, kupanggil kedua kalinya.
(tetap hening).
Dia menghela napas panjang, panjang sekali, tak pernah kudapati helaan napas seperti itu. Lalu terucaplah kalimat yang membuatku sakit, sekaligus sedih.
“Kamu bisa nggak sih nggak ngobrolin hal yang gak penting begini? Capek dengerinnya. Gak habis pikir aku tu sama pikiranmu yang rumit”, ujarnya sambil tetap mengetik, tanpa menolehku.
Deg, aku terdiam. Inilah patah hatiku yang pertama. Aku merasa tidak diterima dengan baik.
-----------
Di sini, di ruang makan, tempat kita biasa berbincang, aku kembali mengingat peristiwa itu. Semakin diingat, semakin banyak rentetan peristiwa yang mengingatkanku kepada perlakuan Ibu dan suamiku. Aku teramat bingung harus bagaimana. Aku butuh menuangkan isi pikiranku dan tak tahu kepada siapa aku bisa mendapatkan titik terang dari kondisiku. Setahun terakhir rasanya semakin berat dan aku merasa sendirian. 
Aku terdiam cukup lama, hingga memutuskan untuk berhenti bercerita kepada suamiku. Kutelan seorang diri.
0 notes
nqamariah · 2 years ago
Text
[TUGAS]
“Pak, kenapa yang lebih sering diajak belanja ini itu aku padahal kan ada Adel. Malu pak, kan aku udah SMA. Kalau dilihat teman gimana?”
“Yaa gapapa toh, emang yang belanja kebutuhan itu hanya perempuan?”
“Kan emang biasanya perempuan toh pak, mereka yang masak jadi mereka yang tahu butuhnya apa aja”.
“Yaa nggak gitu konsepnya Bayu. Kehidupan bersama keluarga itu yaa tidak semua satu urusan jadi tanggung jawab satu pihak. Kayak misal urusan bersih² rumah hanya jadi tanggung jawab perempuan, yaa tidak begitu. Dulu waktu awal² bareng ibumu, justru bapak yang lebih sering masak. Habisnya ibumu belum pintar masak. Kalau di dapur suka bikin kacau malahan.”
“HAAH, seriusan pak?”
“Iyaa serius. Makanya kamu harus ingat semua urusan rumah itu jadi tanggung jawab bersama. Jadi, sekarang kalau ada yang bisa kamu kerjain sendiri ya kerjain sendiri sama jangan lupa bantu ibu dan jangan keseringan suruh Adel kerja ini itu. Siap good boy?”
“Siap, komandan. Eh, tapi yang tadi bapak bilang itu seriusan? Dulu ibu gak bisa masak.”
“Serius, tapi jangan bilang ibumu yaa nanti bapak dimarahin. Eh, tapi sekarang sudah beda cerita, ibumu sudah setara dengan chef hotel bintang lima kan masakannya”
“Setuju sih pak, tapi aku penasaran gimana masakan ibu dulu.”
“Huuss, gak usah dibayangin” _______________________________ Bapak dan anak itu pun berlalu sambil bercerita tentang berbagai hal yang perlu diketahui remaja tersebut.
0 notes
tiranipsdr · 2 years ago
Text
Perempuan Berharga
Tumblr media
Aku bergegas menuju tempat parkir. Waktu menunjukkan pukul 17.30 WIB. Sudah sangat terlambat sebenarnya. Kakak sulungku mengadakan acara syukuran khitanan anaknya dirumah orangtua kami, acara dimulai satu setengah jam yang lalu.
Fani-istriku dan anak-anak juga berada disana. Kami memang tinggal dirumah orangtuaku, sebab aku bungsu dan kakak-kakak ikut bersama suaminya diluar kota. Acara ini dimanfaatkan bapak dan ibu sebagai momen kumpul keluarga besar. Benar-benar keluarga besar, 4 keluarga kakak ditambah keluarga ku sendiri.
Sebenarnya aku sudah mengajukan cuti untuk hari ini, namun tiba-tiba ada rapat kantor yang harus kuhadiri. Atasanku berat mengizinkanku libur. "Kamu ini gimana sih Wahyu, ada acara keluarga besar kok masih kerja" begitu protes kak Sisi-kakak ketigaku tadi pagi sebelum aku berangkat ke kantor. Aku sudah menjelaskannya pada kakak tertuaku, namun ia pun tampak tidak senang. "Sayang aku berangkat ya", aku pamit pada istri dan anak-anak serta semua yang ada.
"Oke mas, hati-hati dijalan bekalnya jangan lupa dimakan ya" sahutnya setelah menyalami tanganku. Sejak tadi pagi dia sudah sibuk di dapur. Menyiapkan segala kebutuhan sarapan pagi keluarga, cuci piring, dan bersih-bersih rumah.
Fani perempuan tulus. Tidak hanya parasnya yang cantik, tapi juga hatinya. Aku beruntung mempersunting wanita sebaik Fani. Ia tidak pernah mengeluh. Namun disaat-saat seperti ini, aku justru kesal dengan Fani yang seperti itu. Saat ia sedang sibuk, keluarga yang lain justru sedang bercengkrama diruang tengah. Seolah tidak ada yang peduli dengan Fani.
20 menit kemudian aku sampai dirumah. Tamu sudah pulang. Hanya tersisa segelintir saja. Akan tetapi aku belum melihat wajah istriku diantara kerumunan keluarga diruang tamu. "Fani mana kak?" tanyaku pada kak Ira. "Ada tuh dibelakang" jawabnya. "Sejak tadi pagi Fani di dapur?" batinku meraung. Darahku naik ke ubun-ubun. Kulangkahkan kakiku cepat menuju dapur.
Dan benar. Fani meski berpenampilan rapih dengan seragam khas keluarga dan makeup yang masih menempel, memakai celemek, berkeringat dengan piring-piring kotor disekitarnya. Aku marah. Kuhampiri Fani lalu kulepaskan piring yang sedang ia pegang, kubersihkan tangannya dengan air hingga bersih. Ia kaget. "Lho mas udah pulang ya, kok aku gak denger" ujarnya sambil terheran-heran.
Aku hanya diam sambil memegang tangannya menuju keluarga yang sedang berkumpul. "Kenapa hanya Fani yang sibuk didapur dengan semua pekerjaan sedangkan yang lain hanya duduk-duduk bercanda tawa?", suaraku memenuhi ruangan.
Semua kaget dengan apa yang kukatakan termasuk istriku. Dia berusaha menyuruhku diam dan menarik tangannya dari peganganku. "Aku menghargai Fani sebagai istriku, bukan asisten rumah tangga. Dirumahnya, Fani juga seorang anak perempuan berharga. Aku bersusah payah mendapatkan restu bapak ibu Fani untuk menikahinya, menjadikan ia istriku. Tanpa dukungan dari Fani, aku tidak akan bisa sampai pada titik ini. Jadi aku mohon, semua orang dalam keluargaku juga menghargainya. Aku tidak terima kalau ia diperlakukan seperti ini". Nafasku memburu, aku sudah tak tahan lagi. Ini bukan yang pertama kali, bahkan hampir setiap acara keluarga.
Fani hanya menangis. Kubawa ia keluar beserta anak-anakku. Malam ini aku ingin menginap diluar. Terimakasih banyak Fani sudah menjadi anak perempuan, istri, menantu dan ibu yang baik. Maafkan aku belum dapat memberikan keluarga dan rumah yang nyaman untuk kau tinggali.
0 notes
prhndini · 2 years ago
Text
Flash Fiction: Rumah Tangga Senior
Tepat pukul 08.45, sebuah pesawat internasional tujuan Qatar lepas landas dari bandara Soekarno Hatta.
"Alhamdulillah, akhirnya Fikar berangkat juga ya, Buk" Seorang pria dengan rambut yang setengahnya berwarna putih memandangi papan informasi keberangkatan maskapai.
"Iya, Pak, alhamdulilah.. semoga kehidupannya semakin berkah disana. Yaa.. walaupun Ibuk kira tahun ini akan melepas Fikar untuk menikah, ternyata malah melepas Fikar kerja di luar negri" Ibu tersenyum sambil menyeka air mata yang menggenang di sudut matanya.
"Masih muda Fikar itu buk, baru 30 kan umurnya?"
"32 pak tahun ini"
"Gak apa-apa, Bapak tahu Fikar itu sudah mapan dan siap. Tinggal menunggu yang pas aja"
"Iyaya pak, siapa tahu ya, nanti pas pulang bawa jodoh dari Qatar?"
"Hehehe bener buk. Apa ibuk masih kurang sudah punya 6 cucu dari mas mbak nya Fikar?"
"Hahaha ya nggak pak.." Tawa ibu menanggapi pertanyaan suaminya.
"Yasudah, ayo buk, kita pulang"
"Ayo, pak. Omong-omong nanti kita sampai rumah tinggal berdua lagi yaa pak"
"Iya, kembali ke zaman pengantin baru 30 tahun-an yang lalu buk"
"Hahahaha. Gimana pak, perasaannya?"
"Selama bapak sama ibuk. Bapak boleh pakai dapurnya ibuk buat hobi bapak masak-masak sambil ibuk nonton sinetron, sudah cukup buk!"
Senyum bapak dan ibu merekah menghiasi wajah mereka.
instagram
0 notes
roqfahshere · 2 years ago
Text
Memori Indah
Tumblr media
"Tapi Dea ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan ayah dulu," ucap Dea kepada Tante Ani.
Dea tahu desakan untuk segera menikah yang selalu Tante Ani katakan adalah bentuk perhatiannya kepada Dea.
Ia tidak tega melihat Dea masih melajang di umur 28 tahun, di saat temannya yang lain sudah menikah dan memiliki anak.
Dari lubuk hati yang terdalam, sebenarnya Dea juga ingin menikah. Namun, belum untuk saat ini.
Dea ingin menabung sebanyak-banyaknya memori indah bersama ayahnya dulu. Seperti menemani ayah menonton pertandingan sepak bola melalui TV tabung, berjalan kaki mengelilingi danau tepi kota dan memasakkan makan malam untuk sang ayah setiap hari.
Dea ingin membalas kenangan manis yang ayah lakukan untuknya ketika kecil dulu. Walaupun sebenarnya Dea tahu ayahnya sudah tidak mengingat satu pun lagi dari kenangan manis itu. Bahkan ayah sendiri lupa nama Dea.
“Mbak, bisa carikan pertandingan bola di TV?”, tiba-tiba ayah menyela obrolan Dea dan Tante Ani sambil menyodorkan remote TV. “Oke bentar, Yah. Oh iya, ini ada Tante Ani ke rumah. Kemarin Tante Ani juga ke sini nganterin sate. Ayah inget?” ���Oh Ani? Hmm sepertinya saya tidak ingat.”
Bukan karena ayah tidak ingin mengingat Tante Ani juga. Namun saat ini, ayah lupa ingatan akibat mengalami gangguan otak setelah kecelakaan beruntun di tol Cikupa dua tahun lalu.
Dea dan Ani pun saling berpandangan. "Bentar ya Tante, Dea mau nyariin bola di TV dulu. Ga tau ada apa engga nih sebenernya." "Oh iya, monggo De," sahut Tante Ani sambil tersenyum haru melihat ketulusan hati Dea untuk ayahnya.
14 Maret 2023
Sumber foto: Pinterest
0 notes
inesyafr-blog · 2 years ago
Text
PERNIKAHAN DAN KELUARGA : “ADAKAH RUMAH UNTUKKU?”
“Sira, aku pulang duluan ya, kamu masih mau di kantor?” ucap Tasya teman satu ruangan Sira.
“15 menit lagi aku balik, ini lagi beres-beres file. Dikit lagi kelar. See you tomorrow ya.”
“Oke, jangan lupa atur liburan buat weekend, kerja mulu deh, jangan ampe tipes lho”
“Haha,iya lah demi cuan dunia” Sira,tertawa kecil dengan maksud menyembunyikan lelah nya.”
Umur-umur nikah ya. Umur harusnya aku punya temen ngobrol yang serius. Gak Cuma sekedar basa-basi gak jelas. Duh, siap gak sih aku? Bisa ga sih ? Yang terdengar dari lamunan sira hanya denting jam dinding. Tak ada satupun orang disana kecuali dirinya.
Sambil merapikan tumpukan kertas di meja nya, Sira berfikir keras, apa aku main dating apps aja ya? Duh, mana bisa aku ngobrol sama orang asing”.
*dering telfon*
Raa, huaawloo, aku abis praktek nih, udah gaada pasien, makan yuk, laper”
“Ih, apasih berisik tau. Salam dulu kek, Tan”
“Aduh, Ra, kaya baru kenalan kemarin sore, kamu kan udah denger suara khas Kintan yang merdu melingking selama 13 tahun. Dah ah, gausah bete, ayok makan nasgor pedes perempatan ya. Kamu dimana?”
“Iya iya, aku masih dikantor, mau turun ke lobby” ketemu disana ya, awas ngaret”
“ oke.see you my sister ulalaa”
“Ra, kenapa sih, diaduk mulu tuh nasi, keburu anyep lho”
“aku bisa nikah ga ya, Tan? Bisa sama cowok baik-baik yang ga kasar ga ya? Yang bisa nerima keluarga aku yang ruwet kaya benang kusut itu”
“HAHAHA, mikir nikah juga nih akhirnya? Ya bisa lah Ra. Asal lho mau berbenah dulu”
“Ha,apa yang harus dibenahin? Aku kan anak baik-baik, gaji oke. Aku lumayan ga buluk-buluk amat deh”
“Bukan itu Saira Luna Aditya, luka masa kecilmu, ketakutanmu, kamu harus bisa maafin semua hal-hal buruk yang udah terjadi. Apapun yang menurut lho buruk, harus dilepasin. Bisa kok. Aku bakal temenin proses mu.”
Caranya gimana? Aku harus ngapain? Aku takut ketemu cowok yang kasar suka nyakitin kaya bapak”
“Besok dateng ya ke ruang praktek aku, sore aja jam 3. Uda kelar ngantor kan”
“Ha? Ngapain ke ruang praktek kamu, Tan?”
“HAHOHAHO, kamu lupa kalo temen mu yang ceria ini psikolog handal? Aku bisa handle kamu kalo kamu mau, tapi bayarannya dobel ya.”
“Haha, abis, ga keliatan handalnya, yang keliatan doyan makannya.”
“Haha, kebangetan deh kamu, Ra. Gak ada muji-muji dikit kek ama sahabat sendiri”
 --Cerita dan Tokoh adalah fiktif—
-- HEAR YOURSELF-FLASH FICTION--
#5CC7 
#5CC
#bentangpustaka
#flashfiction 
#DioramaCareerClass
@langitlangit.yk
@bentangpustaka
@careerclas_id
1 note · View note
rhandayani22 · 2 years ago
Text
Pengecut
Jika kau membutuhkan sesuatu yang begitu berarti di dalam hidupmu layaknya matahari dan rembulan yang menerangi di setiap inci bumi ini, apalah artinya aku badai yang menghancurkan segalanya. Segala yang menjadi warna-warni di hidupmu, harapanku dan harapanmu.
Jika aku bisa menjelaskannya sedari awal, kau tak akan sekecewa ini padaku.
Mereka berbondong-bondong kebahagiaan, tapi aku? Inikah yang harus selalu aku syukuri atas apa yang telah di berikan kepadaku. Aku yang lemah dalam mengambil keputusan besar.
Jika kau bertanya apa hal terindah yang ingin ku miliki saat ini? Ya, aku ingin kamu. Bukan hanya saat ini tapi untuk selamanya, bersamaku. Menggenggam tanganku.
Hujan yang turun di Minggu sore itu benar-benar mencipta pelangi di hatiku. Dan aku sadar bahwa pelangi itu tidaklah abadi, ia akan hilang dalam beberapa saat kemudian.
“Kau tahu apa yang sangat aku suka dari hujan kali ini?”
“Apa?” jawabnya singkat.
“Sebelumnya aku tidak suka hujan, namun saat ini aku suka hujan, tenang, damai, dan meneduhkan, ntah karena hujannya atau karena saat ini aku sedang bersamamu”
Kulihat ia tersenyum mendengar ucapanku. Aku tidak menggombal, aku hanya mengungapkan apa yang aku rasakan. Ya sebelumnya aku tidak suka hujan, namun kali ini sedikit berbeda, saat bersamanya.
Aku teringat kejadian yang membuat hubunganku dengannya menjadi semakin sangat berjarak seperti sekarang ini.
Mas kalau kamu mau serius denganku tolong buktikan ya. Dan kamu harus tahu mas, mungkin ini hal yang penting sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Orang tuaku tidak mengizinkanku menikah dengan seseorang yang berbeda pulau dengan tempat tinggalku. Dan aku tahu, kamu adalah seorang perantau.
Ketika mendengar pernyataannya seperti itu, aku menjadi takut. Karena orang tuaku juga tidak mengizinkanku menikah dengan orang yang jauh. Aku adalah anak laki-laki satu-satunya dan mereka memintaku untuk kembali ke rumah jika kelak aku menikah. Namun, aku begitu pengecut tidak berani bilang padanya tentang kebenaran ini. Rasa takut kehilangannya mengalahkan kejujuranku. Hingga akhirnya, ayahku di kampung sakit dan ibu memintaku untuk pulang ke rumah dan tidak usah kembali ke perantauan lagi, katanya aku diminta melanjutkan usaha ayahku saja. Aku resign dari pekerjaanku dan kembali ke kampung halamanku. Aku hanya pamit pulang kepadanya dan belum kuceritakan semua padanya.
Dua minggu selama di kampung hati dan pikiranku selalu tidak tenang, hingga akhirnya aku memutuskan menceritakan padanya lewat telepon.
Baik, Mas, terima kasih atas segalanya dan kenyataan yang kau sembunyikan padaku selama ini. Kudengar isak tangis dari jawabannya.
Telepon terputus.
Aku mencoba mengirim pesan padanya, tetapi hanya centang satu, pertanda jika nomorku diblokir olehnya.
Aku sungguh menyesal, mengapa diri ini begitu pengecut. Hati ini sesak namun ini adalah kesalahanku. Kuharap dia mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik daripada diriku ini, yang lebih bisa melindunginya dan menjaganya.
1 note · View note