Tumgik
#30dwcjilid36
kikiriana · 2 years
Text
Puasa Pertama Jiya
Jiya sekarang sudah kelas dua sekolah dasar. Tahun ini adalah tahun pertamanya belajar menjalankan puasa Ramadan. Jiya sangat antusias. Hari ini ia bangun sendiri untuk makan sahur tanpa dibangunkan oleh Mama. Jiya juga bertekad kuat untuk menyelesaikan puasanya sebulan penuh tanpa bolong.
Seusai salat Subuh, Jiya diajak oleh teman-teman sekolahnya untuk jalan pagi keliling desa. Jiya tinggal di sebuah desa yang masih hijau dengan sawah dan sungai yang luas. Oleh karena itu, tidak heran jika udaranya pun terasa segar.
Matahari sudah terbit sempurna ketika Jiya tiba di rumah usai kembali dari jalan pagi. Meskipun tidak terlalu jauh, ternyata jalan pagi cukup membuatnya merasa haus. Seperti biasa Jiya meraih gelas di lemari dan mengambil air minum. Namun baru seteguk, Jiya kaget. Ia buru-buru memuntahkan air di mulutnya tetapi terlambat, air itu sudah tertelan.
Mama melihat Jiya menangis.
“Ada apa, Nak? Kenapa kau menangis?” tanya Mama kepada Jiya yang sesenggukan.
“Puasa Jiya batal, Ma. Jiya lupa minum air padahal sedang puasa huhuhu.” Isak tangis Jiya semakin kencang.
Mama tersenyum. “Boleh berhenti menangis dulu? Mama akan beri tahu sesuatu,” ucap Mama menenangkan Jiya.
Jiya mengangguk. “Rasulullah pernah berkata bahwa ‘barang siapa makan karena lupa sementara ia sedang berpuasa, hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum’,” kata Mama.
“Tetapi itu tidak berlaku jika yang dimakan berjumlah banyak. Jiya hanya minum seteguk, ‘kan?” Pertanyaan Mama dijawab anggukan kecil oleh Jiya.
“Nah maka dari itu, Jiya tidak perlu sedih karena masih boleh melanjutkan puasa,” pungkas Mama.
Jiya mengusap air matanya dan tersenyum senang. Ia memeluk Mama sambil mengucapkan terima kasih. Jiya juga senang karena mendapatkan pengetahuan baru di hari pertamanya berpuasa.
“Allah ternyata sangat baik,” batin Jiya.
5 notes · View notes
liza-rastiti · 2 years
Text
Menampak
Tumblr media
#Day28
Pada tulisan sebelumnya, kita telah menyepakati bahwa jernih akan menampakkan karakter asli. Kejernihan identik dengan kekosongan dari pengotor yang mencemari. Kitapun berharap buah madrasah ramadan adalah kembalinya kejernihan diri, baik fisik, akal, maupun hati.
Mengapa sifat asli begitu penting untuk didapatkan kembali? Karena di sinilah letak identitas  kita yang sebenarnya. Kejernihan akan menampakkan orisinalitasnya tanpa tertutupi atau sengaja berpura-pura. Manusia telah terisi oleh sifat-sifat mulia sebagai karakter aslinya atau fitrahnya. Karenanya, kita tercipta sebagai makhluk paling mulia. Dalam nurani kita, ditiupkan ruh Sang Maha Mulia.
Kita diajarkan untuk meminta fatwa pada hati atas berbagai persoalan hidup. Maksudnya, dalam menentukan langkah di antara beberapa pilihan yang telah jelas hukumnya, tanyakan pada hati tentang mana yang lebih utama. Hanya pada hati, kita dapat berkomunikasi pada Sang Maha Mengetahui. Bisa kita bayangkan ketika hati sudah tak lagi bertahan pada kemurnian. Ketika dia telah tertutupi oleh berbagai pengotornya. Maka setiap partikel cahaya yang mencoba memasuki akan terhalang oleh noda yang menutupi. Selanjutnya, fatwa yang diberikan pun tak lagi bersih dari berbagai kepentingan. Suara hati yang selayaknya menjadi barometer kehidupan, tak lagi mampu mengarahkan pada hakikat tujuan. Identitas kepribadian akan semakin samar hingga akhirnya asing dengan dirinya sendiri.
Lantas sebenarnya harus ke mana fatwa itu diarahkan? Seperti ketika kita bertanya mengapa kita diciptakan. Bukankah setiap persoalan hanyalah kepingan mozaik kehidupan? Maka menguak solusinya adalah menyusun keutuhan wajah hidup kita. Jawaban atas setiap persoalan tentu searah dengan tujuan kita dihidupkan.
Ramadan sebagai poros waktu kehidupan, mengembalikan kita pada hakikat tujuan. Madrasah Ramadan dihadirkan untuk membentuk ketaqwaan, yang identik dengan komprehensivitas pengabdian. Di sinilah hakikat penciptaan, di mana keberhasilan hidup ditentukan. Derajat kemuliaan seseorang hanyalah diukur dari nilai ketaqwaan.  
2 notes · View notes
izalkasyep · 2 years
Text
Ruang tunggu
Tembok putih lampu terang menyala
Sofa panjang tiga baris bersusun rata
Suara pelan televisi diatas kepala
Pintu dokter sejak tadi belum terbuka
  Anak kecil lima tahun dipangku ibu
Wajah pucat, lesu menggenggam tisu
Botol minum terbuka berisi susu
Sudah tiga puluh menit setia menunggu
  Kursi roda bergeser pelan dari pintu masuk
Wanita muda duduk diam tertunduk
Baju putih mendorong sedikit terbatuk
Wajah lelah mata merah menahan kantuk
  Anak muda duduk berdampingan
Bercengkrama tak peduli sekitaran
Suara parau tawa riang bersahutan
Riuh terdengar seantero ruangan
  Bapak tua bersandar di ujung sebelah kiri
Mata sembab keriput wajah tak dapat sembunyi
Duduk terdiam tiada yang menemani
Secarik kertas dipegang hati-hati
  Sepasang suami istri duduk bersebelahan
Gawai di tangan sibuk dimainkan
Mata tertuju layar di depan
Tanpa suara, berdua seakan berjauhan
  Aroma obat menyeruak keluar
Pendingin udara ikut berpendar
Tak bisa hilang dalam ruang berputar
Menusuk hidung walau sebentar
  Angka berhitung nyaring terdengar
Urutan satu dimulai terbaca lancar
Perawat depan meja menata kertas lembar demi lembar
Mata berpandangan menanti dengan sabar
  Lelaki tampan berbaju putih berjalan cepat
Lambaian tangan tanda kepada perawat
Panggilan pertama mengambil tempat
Masuk ruangan tanpa terhambat
  Jarum jam biru berputar tanpa henti
Mengiringi hujan rintik sore hari
Satu persatu pasien undur diri
Ruang tunggu kini semakin sepi
0 notes
khairinnas · 2 years
Text
Gering, Bolehkah Tidak Berpuasa?
Momen Ramadhan ini tentu akan selalu muncul pertanyaan-pertanyaan yang membuat kita kadang ragu atau kadang tidak tahu misalnya terkait yang harus dilakukan jika kondisi kita lagi tidak baik-baik saja terutama kondisi fisik bolehkah jika tidak berpuasa di Ramadan.
Pada kajian-kajian Ramadhan sering sekali dibahas terkait mungkin spesifiknya adalah adanya keringanan bagi orang-orang tertentu untuk tidak melakukan puasa Ramadhan. Ada beberapa kelompok orang yang diberikan keringanan atau bahasa dalam agama islam itu rukhsyoh dalam menjalankan ibadah Ramadan. Apakah gering hal yang termasuk di dalam kelompok tersebut.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 185 (potongan ayat)
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَر�� ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya:
Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
Jelas disampaikan oleh Allah,makna dari terjemahan di atas bahwa jika kondisi kita dalam keadaan tidak baik maka kita diberikan keringanan untuk tidak menjalankannya tapi ada syarat yang harus ditunaikan setelah itu.
Gering pada setiap individu tentu berbeda-beda, jika kondisi masih mampu menahan makan dan minum secara fisiknya maka baiknya tetap menjalankan ibadah puasa ramadan tersebut.
Namun jika dikhawatirkan akan menyebabkan kondisi tubuh bertambah parah maka diperbolehkan membatalkan atau tidak menjalankan puasa.
Petunjuk dari Allah adalah nanti ketika kondisi telah membaik,maka wajib mengganti ibadah puasa Ramadan sebanyak kita tidak berpuasa di bulan ramadhan.
Begitu sayangnya Allah kepada para hambanya dengan memberikan rukhsyoh kepada hambanya. Islam benarlah agama kasih sayang. Semoga kita senantiasa menjaga rasa syukur kita kepada Allah dan menjaga ketaatan kita padaNya.
#30dwcjilid36
#day23
#pejuangramadhan
8 notes · View notes
avianysblog · 2 years
Text
Esensi Memandang Hidup
Memandang masalah hidup sepertinya harus dibuat simple, sederhana, tak perlu dibuat ribet, apalagi penuh pertimbangan. Memang perlu dipikirkan dan dicari jalan keluar namun tidak perlu berlebihan. Karena rasa hidup hakekatnya seperti angin, kadang datang sepoi-sepoi kadang kencang bagai badai. Hari ini senang, penuh tawa, esok menangis hingga terasa sesak di dada. Masalah hidup adalah bentuk ujian yang Allah ciptakan
Kehidupan hanyalah perhiasan yang menipu karena mampu menggelincirkan manusia kedalam dosa yang berakibat kalah dalam menghadapi ujian di dunia. Banyak sekali firman Allah didalam Al Quran membicarakan tentang peringatan Allah kepada manusia akan godaan dunia.
Kehidupan dunia diumpamakan seperti air sebagaimana tertulis dalam surat Al Kahfi ayat 45 yang artinya “Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Dari ayat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa, dunia seperti air, ia tidak menetap di suatu tempat, selalu mengalir, demikian pula keadaan dunia akan selalu berubah, termasuk dinamika didalamnya. Dunia itu fana tidak kekal dan tidak mungkin kembali. Sifat air akan rusak jika diam dan tidak mengalir, membuat keruh dan lama kelamaan menjadi kumbangan dan tempat hidup mahluk air. Kehidupan seperti air, dimana ia akan membasahi semua hal yang masuk dan menempel kepadanya. Begitu pula sifat dunia, didalamnya terdapat fitnah dan bencana.
Namun, bagi orang beriman hidup adalah ladang ujian dan cobaan , sebagai sarana untuk menyemai dan menabung bekal hidup diakhirat nanti.
###
So, kesimpulannya adalah cintailah dunia sewajarnya, secukupnya, tidak berlebihan agar mendatangkan manfaat dan menjauhkan diri dari kemudharatan. Aamiin ..InsyaAllah
#30dwcjilid36
#day 13
0 notes
kikiriana · 2 years
Text
Serundeng Ramadan
Ada sebuah tradisi di kampung halamanku yang dilaksanakan menjelang bulan Ramadan, yaitu Megengan. Acara ini biasanya berupa doa bersama dan dilanjutkan dengan makan nasi kondangan dengan berbagai macam isian lauk. Salah satu lauk yang disajikan yaitu serundeng.
Tentu kita sudah tidak asing dengan lauk tersebut. Serundeng terbuat dari kelapa parut yang diberi bumbu kemudian disangrai hingga berwarna kecoklatan. Aku tidak akan membahas resep serundeng di sini tetapi saya ingin mengulas bahan dasarnya yaitu kelapa.
Bahan dasar serundeng mulanya adalah kelapa utuh dengan daging putih, menggambarkan diri kita yang pada fitrahnya ketika terlahir ke dunia dalam keadaan suci dan bersih dari dosa. Seiring bertambahnya usia dan perjalanan hidup yang dilalui, kita pasti pernah melakukan dosa baik disengaja maupun tidak.
Ibarat jika dosa tadi dikumpulkan dalam suatu wadah, niscaya akan penuh wadah tersebut layaknya kelapa yang diparut, tak terhitung. Lantas apa korelasi antara dosa yang sebanyak kelapa parut dengan bulan Ramadan?
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah bersabda bahwa awal bulan Ramadan adalah rahmat, pertengahannya maghfirah, dan akhirnya ‘itqun minannar (pembebasan dari api neraka). Adalah suatu nikmat yang besar ketika kita masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadan. Maka sungguh tidak pantas rasanya ketika melewatkannya begitu saja seperti hari-hari biasa.
Ramadan adalah momentum yang pas untuk memohon pengampunan atas dosa kita yang sebanyak kelapa parut kepada Sang Pemilik Alam Semesta. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan amalan-amalan seperti tadarus Quran, memperbanyak zikir, dan bersedekah. Meskipun pada akhirnya pengampunan dosa tetap bergantung pada rahmat Allah, namun tidak ada salahnya kita berikhtiar dengan hati ikhlas dan suka cita.
Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)
5 notes · View notes
kikiriana · 2 years
Text
Ramadan Saat Aku Dewasa
Bagaimana kalau ada yang bertanya, apa isi Ramadanmu tahun ini?
Jawaban apa yang terlintas? Apakah tahu isi, bakwan, atau kolak pisang?
Jika melayangkan kembali ingatan masa kecil dulu, kegiatan bulan Ramadan kita selalu terpantau dalam sebuah buku. Mulai dari catatan tadarus harian, jadwal salat fardu dan tarawih, hingga waktu membayar zakat semuanya tersusun rapi. Rasa-rasanya tidak sulit untuk mengisi hari dengan berbagai ibadah yang sudah tentu terjamin pahala berlipat ganda.
Tetapi, kenapa sih setelah dewasa rasanya sulit sekali untuk istikamah beribadah saat Ramadan?
Selain dari segi usia yang bertambah, pemikiran pun tentu mengalami perubahan. Saat kecil dulu bulan Ramadan bukanlah sesuatu yang mengkhawatirkan. Justru paling ditunggu karena banyaknya hal yang dianggap menyenangkan akan datang seperti libur sekolah dan dibelikan mukena baru untuk salat tarawih.
Setelah dewasa, hal yang dianggap menyenangkan tadi mengalami pergeseran. Bukan lagi sekadar membeli mukena baru, tetapi lebih ke manajemen diri dan waktu. Terlebih bagi pekerja, penting sekali untuk mengatur agar pekerjaan dan ibadah di bulan Ramadan tetap berjalan beriringan tanpa harus mengganggu salah satunya.
Dari segi godaan, tentu akan berbeda pula porsinya. Kalau dulu sih, godaan hanya sebatas melihat iklan sirup di siang hari. Tetapi sekarang harus melawan beratnya rasa malas. Percayalah, melawan faktor dari dalam diri itu sesungguhnya lebih sulit dari pada melawan faktor dari luar. Maka dari itu, dianjurkan untuk mengosongkan atau membersihkan hati sebelum menjalankan puasa.
Ibarat menguras bak kamar mandi berlumut dan menggantinya dengan air yang jernih. Ramadan adalah momentum yang tepat untuk mengisi ulang hati dengan segala hal yang bersih. Jika persiapan sudah mantap, tentu Ramadan tidak akan menjadi sulit saat kita dewasa. Sesungguhnya orang dewasa itu diberikan kelebihan akal yang lebih sempurna agar senantiasa berpikir.
2 notes · View notes
kikiriana · 2 years
Text
Siapa yang rumahnya sudah mulai kedatangan hamper dari rekan atau saudara?
Berdasarkan pengamatan saya, tradisi mengirim hamper atau parsel ini biasa dilakukan saat perayaan tertentu. Rupanya hal ini juga dilakukan ketika menjelang perayaan Idul Fitri.
Sebagai orang yang besar di desa, kami biasa menyebut hamper dengan bingkisan. Isi bingkisan beragam, mulai dari sembako seperti beras dan gula, baju baru, hingga makanan siap saji seperti biskuit.
Tujuan memberi bingkisan ini yaitu untuk membantu tetangga yang kondisinya kurang mampu. Dengan begitu, semuanya dapat merayakan Idul Fitri dengan suka cita tanpa kekurangan. Selain itu bingkisan juga biasanya diberikan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua.
Seiring perkembangan zaman, hamper atau parsel ini mengalami pergeseran fungsi. Selain untuk membantu orang yang kurang mampu, hamper juga menjadi salah satu media untuk menjalin silaturahmi.
Isinya pun tidak lagi sekedar makanan, akan tetapi bisa berbentuk barang seperti alat salat dan peralatan makan. Biasanya hamper seperti ini dikirimkan untuk kolega atau sahabat jauh. Tak lupa dibubuhi dengan ucapan selamat lebaran kepada penerima hamper.
Ada satu yang menarik perkara mengirim hamper ini. Dahulu penerima tidak wajib membalas hamper kepada pengirim. Namun di sosial media, ternyata saya menemui beberapa penerima yang mengaku resah ketika mendapat kiriman hamper.
Di satu sisi mereka senang, tetapi di sisi lain merasa terbebani karena harus membalas kiriman tersebut meskipun tanpa permintaan pengirim.
3 notes · View notes
kikiriana · 2 years
Text
Hari Ketujuh Belas
Ramadan sudah memasuki hari ketujuh belas. Hanya perasaan saya saja atau waktu yang memang berjalan cepat sekali. Saya tiba-tiba merasa galau. Entah bawaan mood swing akibat sedang menstruasi atau suasana hujan yang mendukung.
Sebelum Ramadan datang, saya selalu memohon agar disampaikan umur untuk menjalaninya. Saya menyusun beberapa rencana yang akan dilakukan di bulan Ramadan. Lantas berjanji dalam hati agar target yang saya tetapkan harus tercapai sehingga membuat Ramadan saya lebih bermakna dari tahun sebelumnya.
Namun, apa yang akhirnya terjadi?
“Saya baru pulang kantor, setelah salat keburu ngantuk.”
“Mau berangkat ke masjid malah hujan deras.”
Lagi-lagi target saya jauh meleset. Jangankan mengkhatamkan Al-Qur’an, salat Tarawih saja bolong-bolong. Kira-kira seperti dialog di atas pembelaan lisan saya. Padahal jauh di dalam hati, saya tahu betul hanya satu alasan sebenarnya yaitu malas.
Saya jadi ingat seseorang pernah berkata bahwa menahan lapar dan haus saat puasa itu mudah, yang sulit adalah meresapi dengan sebenar-benarnya makna Ramadan. Bahwa puasa Ramadan bukan hanya sekedar momen untuk mengosongkan perut, tetapi seharusnya juga menjadi waktu yang tepat untuk meng-upgrade diri.
Sejujurnya saya takut sekali Ramadan tahun ini akan berlalu begitu saja. Sama dengan tahun-tahun sebelumnya tanpa ada kualitas iman yang bertambah dalam diri saya. Saat ini saya masih mencoba untuk melanjutkan rencana saya. Mudah-mudahan Allah masih memberikan umur dan kesempatan untuk menyelesaikannya di hari-hari terakhir bulan Ramadan ini. Aamiin Allahuma Aamiin.
2 notes · View notes
kikiriana · 2 years
Text
Misteri Kebun Pak Abdul (Bagian 1)
Besok adalah hari pertama puasa Ramadan. Saipul beserta teman-temannya Amir, Dendi, dan Mail selalu kebagian jadwal untuk membangunkan sahur keliling kampung. Tentu saja hal ini menjadi salah satu kegiatan yang paling ditunggu oleh mereka.
Kebetulan sekali mereka mendapatkan jadwal paling awal. Malam itu mereka menyiapkan senter dan kentongan. Tak lupa berkalung sarung untuk sedikit menghalau hawa dingin dini hari. Saiful dan teman-temannya berkumpul di masjid pukul dua malam. Selanjutnya mereka akan keliling hingga pukul tiga.
Hari itu mereka juga ditemani oleh dua orang remaja masjid, Kak Indra dan Kak Bayu yang bertugas sebagai penanggung jawab malam itu.
“Kalian sudah siap?” tanya Kak Indra kepada tim Saipul. Mereka berempat mengangguk antusias.
“Sahur … sahur …,” seru mereka bersama-sama.
Dendi dan Mail paling bersemangat karena diperbolehkan untuk memukul kentongan. Saipul dan Kak Indra berjalan paling depan sambil menyalakan senter sebagai penunjuk jalan. Sementara Amir dan Kak Bayu berjalan paling belakang sambil mengarahkan senter ke sekeliling. Satu dua rumah terlihat nyala lampu, tanda sang penghuni sudah bangun.
Setelah cukup lama berjalan, tibalah mereka di area perkebunan milik salah seorang warga. Pak Abdul namanya. Kebun itu luas dan dikelilingi oleh tanaman setinggi satu meter yang berfungsi sebagai pagar hidup. Aneka pohon tumbuh rimbun di kebun itu sehingga membuat cahaya lampu jalan tak mampu menjangkau bagian dalamnya.
“Kau tahu cerita tentang kebun ini, Pul?” bisik Dendi, “kebun ini berhantu,” tambahnya.
“Hus, tidak ada hantu di bulan Ramadan, Den,” sahut Saipul sambil melanjutkan seruan sahurnya.
“Dendi benar tahu, Pul. Kau harus lihat sendiri.” Bersamaan dengan perkataan Mail, sebuah suara terdengar dari dalam kebun.
Srak … srak …
(Bersambung)
2 notes · View notes
kikiriana · 2 years
Text
Puasa Besok atau Lusa?
Ada beberapa hal yang menurut saya lumayan seru untuk dibahas menjelang datangnya bulan Ramadan, khususnya di Indonesia yaitu tentang penentuan awal puasa. Bukan rahasia lagi bahwa Indonesia beberapa kali sempat mengalami perbedaan awal puasa, termasuk pada tahun 2022 ini.
Menurut informasi yang saya peroleh di media daring, hal tersebut disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan. Metode pertama yaitu Hisab. Metode Hisab adalah metode yang menggunakan perhitungan waktu berdasarkan astronomi dengan memperhatikan gerak benda-benda langit, seperti matahari, bulan, dan bumi.
Metode kedua yang digunakan yaitu metode Rukyatul Hilal. Metode ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati hilal atau bulan sabit secara langsung. Indonesia sendiri melakukan pengamatan hilal dari berbagai titik yang tersebar di beberapa daerah.
Indonesia memiliki Kementerian Agama sebagai pengambil keputusan dalam penentuan awal puasa Ramadan. Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat yang disiarkan secara langsung. Selama ini jika diperhatikan, Kementerian Agama menentukan awal puasa Ramadan dengan menggunakan metode kedua. Nantinya hasil rapat itulah yang diikuti oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Nah, hasil perhitungan dengan menggunakan kedua metode tersebut bisa saja mengalami perbedaan. Sehingga sudah tidak asing lagi apabila dalam satu wilayah, ada yang memulai puasa dengan hari berbeda. Jika diamati, hal tersebut rupanya masih menjadi topik hangat bagi masyarakat. Terbukti ketika melihat pada aplikasi Twitter, tagar #Ramadan menjadi tren pembahasan nomor satu. Isinya tidak jauh dari perdebatan tentang metode mana yang paling benar dan tepat.
Namun hal ini tentunya tidak boleh sampai mengurangi esensi untuk berpuasa. Saya yakin meskipun ada perbedaan tersebut, pada dasarnya kita semua bersuka cita menyambut Ramadan. Lalu daripada sibuk berdebat mana yang benar, lebih baik kita persiapkan hati dan fisik untuk menyambut bulan yang penuh rahmat dengan mengisi pundi-pundi amal ibadah. Semoga Allah mudahkan dan ringankan hati kita.
Selamat menjalankan ibadah puasa!
3 notes · View notes
liza-rastiti · 2 years
Text
Merajut Husnul Khotimah
Tumblr media
#Day30
Penutup cerita yang terbaik tersusun oleh setiap bagian cerita yang berakhir dengan sebaik-baiknya. Maka merajut husnul khotimah adalah menutup setiap bagian kehidupan dengan akhir yang terbaik. Bila setiap bagian cerita ditutup oleh akhir yang terbaik, maka setiap cerita berikutnya tentulah lebih baik daripada sebelumnya. Karenanya, perjalanan hidup seorang husnul khotimah bukan hanya berpindah dari satu bagian ke bagian yang lain, melainkan juga mendaki dari titik terendah hingga mencapai puncak. Akhir perjalanan adalah ketika sampai pada derajat tertinggi, puncak kebaikan sebagai penutup yang terbaik.
Sejak awal Bulan Ramadan kita telah banyak berbicara dengan alur yang cukup sederhana. Kita awali pembicaraan ini dengan menyadari hakikat penyambutan Ramadan hingga mengakhiri dengan menyepakati pentingnya resolusi pascaramadan. Tulisan kali ini hanya ingin memberi gambaran bahwa apa yang kita renungkan sejauh ini hanyalah pilinan kecil dari apa yang sedang kita rajut bersama. Setiap manusia tentu mendamba akhir hidup yang bahagia. Setiap kita tentu menginginkan pulang pada keabadian yang penuh suka cita. Kita hanya bisa sampai ke sana dengan melewati sebuah pintu bernama husnul khatimah. Itulah yang sedang kita rajut dengan mengupayakan setiap akhir bagian kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Akhir bagian tulisan ini bertepatan dengan akhir bulan kemuliaan, Ramadan. Maka jadikanlah hari ini adalah hari terbaik di antara 30 hari yang telah kita lewati. Malam ini adalah malam terindah dalam syahdu dan khusyu’nya bermunajat. Lebaran tahun ini adalah lebaran paling berpesan diantara semua lebaran sebelumnya. Jangan lupa untuk terus berdoa agar Allah menerima segala amal ibadah kita, taqobbalallahu minna wa minkum. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang kembali (suci) dan mendapat kemenangan, sebagai arti dari ungkapan minal aidin wal faizin. Teruslah berdoa agar Allah pertemukan kita pada Ramadan berikutnya, bersama orang-orang tercinta. Sematkan harapan tentang keberhasilan resolusi yang kita rencanakan, sehingga tampaklah siapa diri kita ketika bertemu ramadan berikutnya.
1 note · View note
liza-rastiti · 2 years
Text
Indah
Tumblr media
#Day29
Setelah tertampaknya benih-benih karakter mulia, tugas selanjutnya adalah memastikan terpenuhinya asupan sesuai kebutuhan. Fitrah kemuliaan adalah titipan agar senantiasa dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Bekal berharga yang Allah karuniakan untuk mencapai puncak mulia sebagai manusia. Dinamika kehidupan membuka peluang untuk menjadikannya terkotori, tersakiti, atau bahkan mati. Karenanya, kita bertanggung jawab mengupayakan agar setiap aktivititas tidak berdampak negatif pada fitrah ini. Sebaliknya, tugas kita adalah menjadikan jatuh bangun kehidupan sebagai peluang untuk mewujudkan nilai-nilai fitrah sebagai karakter indah kepribadian.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama. kaidah ini telah masif menjadi acuan pada berbagai aktivitas kebaikan. Mungkin kita sadar bahwa adanya kesempatan untuk berbagi kebermanfaatan, seringkali beriringan dengan terbukanya peluang untuk saling menyakitkan. Setiap interaksi dengan orang lain adalah kesempatan untuk saling meringankan beban. Namun, tidak dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat pula kemungkinan untuk saling mengecewakan atau bahkan menyakitkan. Di sinilah medan perjuangan yang paling menantang. Mempertahankan diri kita tetap dalam kemuliaanya, baik secara batin maupun kasat mata.
Segenap langkah kehidupan adalah tangga untuk mencapai puncak kemuliaan. Di puncak itulah akhir kisah yang kita harapkan, yang bernama husnul khotimah (sebaik-baik penutup). Maka setiap langkah perjalanan adalah kesempatan untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai kebaikkan. Ada berbagai kesempitan untuk melatih karakter sabar. Mungkin terdapat beragam kehawatiran yang menguatkan keterampilan berserah atau tawakkal. Beberapa “luka sayatan” untuk menguatkan sifat memaafkan. Keberhasilan menjadikan setiap bagian cerita  sebagai sarana menguatkan karakter mulia tentu akan membawa kita pada puncak keindahannya.
Ramadan tercipta sebagai bulan yang penuh kemuliaan. Karena di dalamnya, sarat akan kesempatan untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai mulia. Kesempatan berpuasa membangun karakter sederhana. Kesungguhan untuk berbagi menguatkan saling menyayangi. Kegigihan bermunajat dalam dzikir dan salat, memudarkan ego yang merasa lebih kuat. Kemenangan hakiki bagi mereka yang telah berhasil menjalani bulan ini. Ungkapan selamat atas tercapaikan kemenangan ini sering kali kita ucapkan dengan kalimat minal aidin wal faizin, yang berarti semoga kita termasuk orang-orang yang kembali (suci) dan mendapat kemenangan (hakiki).
0 notes
kikiriana · 2 years
Text
Nulis Lagi, Nulis Terus
Ada berbagai kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi bulan Ramadan. Baik yang bernilai ibadah maupun bersifat amal kebaikan. Seperti umat lainnya yang menyambut Ramadan dengan berbagai agenda, saya juga tidak ingin ketinggalan. Saya putuskan untuk bergabung kembali di 30DWC Jilid 36.
Kebetulan event menulis yang sedang saya ikuti ini mengangkat tema spesial yaitu Pejuang Ramadan. Jadi fighter atau sebutan bagi peserta event wajib menulis segala hal yang berkaitan dengan Ramadan selama 30 hari penuh.
Selain menarik tentu saja tema Ramadan sangat luas. Ada berbagai hal yang bisa diulas secara mendetail. Terus terang tidak ada persiapan ide khusus untuk 30 hari itu. Tetapi saya bertekad untuk mencoba menulis non fiksi. Ya, meskipun tidak 30 hari penuh, sih.
Menjadi tantangan tersendiri membuat tulisan yang keluar dari zona nyaman. Apalagi untuk bahasan Ramadan tentu tidak jauh dari hal yang berkaitan dengan keagamaan. Kehati-hatian dalam menyampaikan tulisan tentu harus sangat diperhatikan.
Mau tidak mau, suka tidak suka, riset harus lebih mendalam. Selain itu, olah rasa dan kepekaan terhadap sekitar juga tidak kalah penting karena seringkali ide timbul dari hal-hal yang dianggap sepele di sekitar kita. Terakhir, melakukan diskusi dengan sesama fighter juga terbukti mampu menajamkan isi tulisan yang dibuat.
Saya sempat mengulas kembali beberapa tulisan yang sudah dibuat. Meskipun secara isi masih perlu lebih banyak nutrisi, saya cukup lega ketika beberapa bisa diterima dan sampai pesannya kepada pembaca. Mengingat tulisan-tulisan itu dibuat dengan bumbu kekhawatiran akan menggurui serta kesalahan informasi.
Terlebih setelah mendengar cerita dari fighter lain tentang kendala yang sama. Ternyata itu wajar saja. Sudah seharusnya penulis merasa memiliki tanggung jawab terhadap isi tulisannya. Tetapi jika memang tulisan tersebut mengandung kebaikan yang ingin dibagikan, mengapa harus takut?
Satu hal yang saya yakini, menulis hal baik di bulan yang baik dengan niat baik pula tentulah tidak ada ruginya. Syukur-syukur bisa menambah isi tangki amal dan ibadah kita sampai penuh.
1 note · View note
kikiriana · 2 years
Text
Kosongkan Hati, Menyambut Bulan Suci
Seharusnya tulisan ini terbit ketika awal Ramadan. Tetapi tidak apa, tidak ada kata terlambat untuk menebarkan kebaikan. Hari ini lagi-lagi dihadapkan dengan tulisan bertema. Ketika mendengar kata ‘Kosong’ yang didaulat menjadi tema hari ini, saya terpikirkan beberapa ide. Salah satunya yaitu hubungan antara kekosongan dan bulan Ramadan.
Semua umat muslim tahu bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang penuh rahmat. Umat muslim di berbagai belahan dunia sudah barang tentu menantinya dengan sukacita. Ada pula berbagai perayaan atau tradisi khas daerah setempat yang digelar dalam rangka penyambutan bulan penuh berkah ini.
Namun sepertinya ada satu yang luput di antara gegap gempita tradisi sambut Ramadan, yaitu persiapan pribadi. Sudah dikatakan sebelumnya bahwa Ramadan adalah bulan yang istimewa. Lantas apakah kita hanya akan menyambutnya dengan biasa saja? Tentu kita tidak ingin jika bulan Ramadan hanya dilewatkan dengan sekadar mengosongkan perut.
Persiapan dari dalam diri sudah seharusnya menjadi prioritas utama. Hal ini bisa dimulai dari mengosongkan hati dari segala hal yang buruk. Bermaafan dengan sesama bisa menjadi salah satu jalannya. Meskipun hal ini bukan hanya perlu dilakukan saat menjelang Ramadan saja. Tetapi bisa menjadi langkah awal untuk membersihkan hati menyambut bulan suci.
Menjalankan puasa Ramadan dengan hati yang bersih tentu akan lebih nikmat. Jika demikian, maka insya Allah ibadah lainnya akan terasa mudah dan ringan pula untuk dijalankan.
0 notes
liza-rastiti · 2 years
Text
Jadi, Selanjutnya?
#Day26
Selama 25 hari ini, kita telah berbicara tentang banyak makna. Di hari pertama, kita memahami bahwa diantara variasi cara menyambut ramadan ada satu sisi yang sama. Setiap kita punya kesalahan yang ingin dipudarkan. Lalu kita memaknai lebih dalam tentang kesalahan dengan berbagai perspektifnya. Kemudian kita mendambakan keindahan pada sempurna memaafkan sebagai cara untuk kembali pada kebeningan hati.
Pada sepuluh hari kedua, kita banyak memaknai aktivitas ibadah fisik, mulai dari dzikir, shalat, sedekah, dan puasa. Kita berharap rangkaian ibadah tersebut bukan hanya sibuk dalam aspek lahiriyah, melainkan juga selaras dengan kesadaran dan ketundukan batin.
Pada hari ke-21 sampai 25, kita mengingati tentang hakikat eksistensi di dunia ini. Kita juga telah mengambil acuan dari para panutan dalam memaknai hal ini. Kitapun berupaya melihat dunia dari perspektif yang sesuai, agar mampu menjalani hidup dengan cukup piawai. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana langkah konkretnya?
Pada banyak kesempatan, kita telah memahami bahwa ramadan adalah momen penyucian jiwa dan pembentukan taqwa. Sepuluh hari pertama telah kita isi dengan refleksi terkait penyucian jiwa. Lalu sepuluh hari kedua adalah memaknai nilai-nilai pada beberapa bentuk ketaqwaan. Selanjutnya, sepuluh hari terakhir adalah waktu untuk menyampurnakan dengan tekad perubahan.  
Azamkan dalam diri untuk mengamalkan rangkaian nilai yang telah kita sepakati selama 25 hari ini. Nyatakan dalam poin-poin perjanjian atau resolusi agar dapat dievaluasi. Sempurnakan dengan sanksi dan apresiasi sebagai upaya penegasan bahwa hidup bukan hanya sebuah permainan. Kita sedang mempertaruhkan keabadian ketika menjalani peran dalam kefanaan.  
0 notes