miroplasi · 4 years ago
Text
Tumblr media
“Karena pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran. Dan pertemuan kedua akan menyisakan rasa rindu. Dan saya tidak mau merindu.” -Kehormatan dibalik kerudung
Aku membuat dinding pembatas begitu tinggi. Dimana tak ku izinkan seorangpun tau rahasia dibalik semua itu. Tapi kali itu aku kalah. Engkau memang tak menghancurkan dindingku namun meninginggikan dindingmu untuk melihat rahasiaku. Hah, trik yang bagus bukan?
Dan kali ini dan selanjutnya aku tak ingin kalah lagi. Kini aku menyimpannya semua dengan serapi mungkin. Kau tak akan bisa mengalahkanku kembali dengan cara lamamu. Karna kini dinding itu ku beri atap tanpa celah.
Kali ini juga aku akan kembali mendekam di sudut rumah dan tak ada yang bisa menggangguku.
Madiun, 25/11/2020
43 notes · View notes
my--notes · 6 years ago
Text
Pertemuan yang pertama, akan meninggalkan sebuah rasa penasaran. Dan pertemuan kedua, akan meninggalkan rasa rindu. Dan aku, tidak ingin merindu.
Kehormatan dibalik kerudung
1 note · View note
girlbehindpoem · 7 years ago
Text
Tanpa Judul
Sepasang bola mata dibalik bingkai hitam itu memandang ke arah kerumunan orang. Ia duduk sendiri sambil menselonjorkan kakinya. Bias cahaya matahari mengenai wajahnya, hingga sinar kuningnya berpadu dengan kulit sawo matang itu. Kedua tangannya menopang tubuhnya di belakang. Aku yang berada jauh di seberangnya, tak sadar jadi memperhatikan. Ia tersenyum kecil masih tanpa menoleh. Tentu—senyum yang hanya bisa kau lihat apabila kau benar-benar memperhatikan—karena ia hanya menaikkan bibirnya beberapa senti saja. Aku duduk memangku tangan, mengingat kenangan beberapa waktu lalu. Dulu, siapa pun yang duduk sendiri—entah aku atau ia, kami akan saling menghampiri. Mengobrol banyak hal, mendiskusikan berbagai topik, hingga hampir berdebat namun masih sambil diiringi renyah tawa. Sekarang, kami duduk berjauhan—bersebrangan dan saling mengetahui saja terasa sudah cukup. Anggap saja, kami sedang saling bercerita dalam hati masing-masing. Aku tetap merasa sedang ditemani ia dari kejauhan. Jarak memang semakin menjauhkan kami, tapi makna jauh pun tak selalu berarti buruk. Aku menyipitkan mata, rasanya silau sekali. Ah, ternyata sinar itu juga menuju aku yang sedang duduk ‘menemani’ ia. Aku tersenyum senang, seperti semesta sedang menyatukan aku dan ia lewat cahaya matahari yang dipancarkan. Meski melepaskannya adalah hal tersulit, terkadang banyak hal yang tak aku sadari bahwa sebenarnya masih banyak hal yang membuatku tak perlu menoleh ke belakang. Aku sadar, waktu kami telah habis, namun kami berpisah demi takdir kami masing-masing. Tak ada keburukan yang tertinggal, namun kebaikanlah yang perlahan menyusul. Di bawah sinar matahari yang hangatnya menerpa wajahku dan ia, kami tersenyum bersama. Mungkin alasan kami untuk tersenyum juga telah berbeda, namun aku tahu bahwa akan selalu ada jalan untuk kami saling bahagia pada pilihan masing-masing. *** Ia duduk sendirian di pojok selasar masjid. Dari jauh aku melihatnya mengenakan kerudung berwarna merah marun yang seakan mewakilkan jiwanya yang sedang murung. Sesekali tema nya menyapanya dan lalu ia mencoba seceria mungkin. Setelah itu, muram kembali menghampiri wajahnya. Setelah mencuri pandang beberapa detik, aku kembali melihat ke kerumunan. Dulu, aku biasa berjalan bersamanya di kerumunan itu. Terkadang kami melontarkan lelucon yang hanya dimengerti oleh kami, sehingga berujung pada aku dan dia menjadi pusat perhatian karena tertawa sendiri. Ia memangku tangannya. Seperti kesal dengan sesuatu. Jangan ditanya, mataku ini memang ajaib. Sangat pandai untuk berpura-pura tak melihat, padahal aslinya memperhatikan setiap gerakan-gerakan kecil yang dilakukan olehnya. Kami memilih berjarak. Bukan—bukan untuk berjauhan, tapi terlebih untuk menjaga kehormatan diri masing-masing. Perpisahan tak selalu berarti buruk. Masih banyak cita-cita yang perlu kami capai. Biarlah waktu nantinya yang akan menjadi saksi jika kami memang ditakdirkan untuk kembali berdua. Adzan dzuhur menyadarkanku dari lamunan. Waktunya kembali untuk 'berbincang' dengan Yang Maha Kuasa. Aku menoleh, ia sudah tak ada disitu. Sepertinya sudah masuk untuk mengambil air wudhu. Alhamdulillah, ia masih tetap sama.
12 notes · View notes
aviliaarmianii · 8 years ago
Text
Tulisan Tahun Lalu
Waktu dini hari Sebenarnya cuaca cukup baik, meski pada umumnya negeri sakura ini sudah memasuki tirai musim dingin. Tapi, untuk gadis awam berdarah indonesia tentu menjadi titik kewalahan yang menyusahkan. Menggesek-gesekan tangan agar sedikit lebih baikan, pikirku. Waktu dini hari Ibu suzuki, ibu dari anak pemilik perusahan rumahan tempat dimana aku bekerja. Ia mengatakan bahwa prakiraan cuaca cukup buruk. Esok akan turun hujan disertai badai dimulai malam nanti. Ahh, benarkah? Benarkah prakiraan itu baru akan dimulai malam ini? Bukankah hujan dalam artian yang melebihi apapun telah menjamak sejak tiga hari lalu? Kalap, ruyam dan memporakporandakan semua. Semuanya.... Waktu dini hari Masih dalam situasi yang sama. Duduk bersebelahan hanya berbatasan sekat antara dua kursi mobil. Ibu suzuki membicarakan banyak hal, tidak hanya itu. Aku bahkan mendengarkan dua topik sekaligus, radio mini yang terpasang pada mobil ini pun tak mau kalah ikut berpromosi menemani perjalanan kami. Kepalaku tetap mengarahkan gema rasa yang tak kunjung meredam. Mengaitkannya pada langit yang kian keabuan. "Okaasan, kumori ni natte." [Read: bu, mulai mendung." Aku seolah menanggapi apa yg barusan ia katakan soal prakiraan cuaca hari ini. "Aaa, sou da yo." [Read: Ah, iya yaa..] Jawabnya sambil menundukan kepala melihat langit dari kaca depan. Pandangku kini menerawang menembus langit yang keabuan, kulihat burung burung gagak terbang dalam kepayahan, terus bertahan walau ganasnya angin mengkailkan kedua sayap kekarnya. Lagi. Hal itu sungguh masih mengganggu pikiranku. Bagaimana bisa? Tikus-tikus duniawi menebar perangkap dan mempermainkan segalanya. Menjadikannya papan catur dan Mengibarkan bendera yang tidak seharusnya, melabeli jati diri dalam misi membolak balikan arti kekaffahan yang sebenarnya. Bagaimana.. bagaimana bisa, Islam. Menjadi sebuah titik fokus yang dibungkus opini radikal, bringas dan mengerikan. Apakah kalimat yang ditinggikan Rasulullah bahwa Islam adalah Rahmatan lil alamin tidak lagi tertancap dalam benak yang terletak pada dada kiri kita. Bagaimana bisa kefanaan ini menjungkir balikannya lewat aksi dan media yang dengan mudah meracuni asumsi-asumsi berlandasan tipu daya. Muslihat. Waktu dini hari Angka 80km/jam bergerak naik turun, menggambarkan betapa pengemudi disini berjiwa pembalap ala ala mersi yang konon legendaris itu, beberapa percakapan kami berlangsung sewajarnya, meski dengan tetap kepala mengarah ke abunya langit yang beriak padan, aku masih bisa menjawab pertanyaan pertanyaan ibu suzuki yang dibalut penasarannya akan indonesia. tetiba perhatianku kini dirampas radio yang sedari tadi kami acuhkan. Mendadak aku menangkap maksud dan arti dari bahasa yang masih sedikit asing ini. Sarinah. Ya, berita pengeboman dengan cap teroris itu terbang begitu cepat, menggantikan dinding dinding riang yang beratmosfiran lenggang menjadi situasi tenang namun mencekam. Bagaimana tidak? Kain hijau toska yang melingkar lebar di kepala ini seolah merasa dipojokan. TEPAT! Apa yang sedari tadi aku pikirkan kini terkuak. Seolah situasi ini sudah tertebak dalam otak. Islam, keluar dari topik pembahasan dibalik kasus tiga hari lalu. `Tiga Hari Lalu.' daerah ibuko; Jakarta. Indonesia, and thats will be main, Me. Waktu dini hari Mobil bercat hijau keemasan berpacu pada kondisi normal, rodanya berputar sama rata. mungkin saja tebalnya ban hitam itu terluka, bukan. Bukan karena kerikil jalan yang sudah menjadi lawannya ditiap pekan. Namun, ia nanar karena pemberitaan yang mencoreng ajaran insan Agung utusan Ar Rahman, kini hatiku gemetar, geram namun karam. Mengapa. Mengapa aku diam saja? Diam karena melihat raut ibu usia 60 tahunan ini berubah? Tentu saja bukan! Bagaimana, bagaimana jika kelak aku ditanyai pembelaan tentang melencengnya pemahaman di media media itu? Peng-salah kaprahan yang mengatas namakan Islam sebagai biang kerok atas tindakan brutal tidak berkeprimanusiaan yang jauh dari tuntunan Rasulullah sholollahu alaihi wa salam. bagaimana jika kelak Al Hakim menanyakan pembelaanku untuk islam? Diam. Apakah hanya diam saja? Seketika raut kerut ditiap sudut hatiku berdenyut, tenang dan aih, mendamaikan. Aku pikir.... "Islam yang sesungguhnya tidaklah melakukan hal biadab seperti itu." Kalimat itu terlontar begitu saja, kulihat ibu suzuki tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya yang terfokus kedepan. Entah senyum yang harus bagaimana aku mengartikannya. "Jika saja islam, agamaku adalah sekumpulan teroris. Maka aku tidak akan mengenakan kain yang menggelubat dikepalaku setiap aku melangkahkan kaki meninggalkan rumah." "Mengapa?" Kini aku mendapatkan titik fokus ibu suzuki, ia menoleh dan menanyakan apa alasanku mengatakan kalimat yang menarik perhatiannya itu Waktu terus menggiring manusia manusia menumpukan harapannya, harapan uang, harta, kekuasaan, anak dan kehormatan. Semua benar duniawi adanya. Tapi tidak melulu begitu, sungguh, tidak dalam satu bumi ini hanya daratan tandus yang Al Khaliq ciptakan. Tapi pepohonan hijau nan ranum pun Dia amamanahkan. Untuk memberitahu bahwa disatu sisi maka masih ada satu sisi yang menjadi arti lawan kebalikannya, yang haq dan yang bathil Aku tersenyum dan balik memandangnya. "Jika saja islam, agamaku adalah milik para teroris, maka dunia akan menangkapku karena ini. Karena kerudung adalah bukti penganut umat Rasulullah, umat Islam. Islam yang baru saja diberitakan dalam radio itu." "Bahkan, mungkin saat ini aku tidak akan duduk disamping ibu, melainkan duduk terlangkup didalam penjara atau malahan sudah tewas ditembak mati. Karena apa? Karena jika dunia mempercayai islam adalah agama teroris, maka para staff bandara, kantor imigrasi dan pegawai kantor walikota akan melaporkanku saat mengurus izin tinggalku di Negeri matahari terbit." "Disini, untuk waktu tiga tahun yang diberikan pemerintah, aku akan tetap belajar dan mengajari. Mengajari untuk memberi tau, bahwa Islam, agamaku, bukanlah agama para teroris yang telah diberitakan di media media itu. Aku Islam, dan Islam adalah agamaku. Bukan milik para teroris itu." Aku menghembuskan nafas dengan bertasbih syukur diberi kekuatan untuk menjelaskan apa apa yang memang seharusnya aku jelaskan, Allahumma anta robbi, farzuqnal istiqomah.. diakhir penjelasan, kami bertukar senyum, dengan sorot mata yang bagaimana kita saling mengartikannya, kualihkan pandang menuju mentari di ufuk barat, mulai temaram dengan semburat jingga yang keemasan, sedikit karat memang, karena abunya awan menutup sela jalannya, namun kupercaya, sinar sejatinya tetap pada kodrat nya, dan dunia utuh pada porsinya. Bahwa yang sejati, tidak akan terlepas pada orbitnya. Ia berputar mengikuti alur Sang Penulis Semesta Di waktu dini hari, kami masih bersanding dalam dua keyakinan yang berbeda, dengan senyum yang sama lengkungnya.. biarlah, biarlah pengartian itu berleggok seperti ombak laut di seberang jalan, menatap kami di akhir percakapan, berjalan, dan pulang. ~ Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” [Qs. An Nisa’: 29 – 30]
6 notes · View notes
jumatberkah1 · 7 years ago
Text
Wanita Ini Terlihat Cerah Cuma Karna Rajin Menjaga Kehormatan
Wanita Ini Terlihat Cerah Cuma Karna Rajin Menjaga Kehormatan
Bagikan Kebaikan-Mu Kakak goo.gl/p1sv7p – Kondisi masyarakat yang semakin rumit di akhir zaman ini tidak menyurutkan sebagian wanita untuk tetap menjaga kehormatannya. Selain memang sebagai kewajiban yang harus diembannya, menjaga kehormatan ternyata sangat membantu mencerahkan wajah.
Related Search :
suksesi,sukses adalah,sukses unbk,suksesi ekologi,sukses menurut islam,suksesi primer dapat…
View On WordPress
0 notes
santriwati · 4 years ago
Text
Saat Terjadi Masalah Dalam Pernikahan, yang Diakhiri Masalahnya, Bukan Hubungannya
Dalam hubungan pernikahan yang namanya masalah, perbedaan, perselisihan, bahkan pertengkaran pun adalah sesuatu yang wajar. Sebab, memang tidak akan mungkin dua insan yang mempunyai ego, kebiasaan, dan watak berbeda bisa seterusnya selaras dalam satu tujuan.
Jadi kalau pernikahanmu bermasalah maka yang harus kamu akhiri adalah maslahnya, bukan pernikahannya. Sebab mempertahankan suatu hubungan agar selalu baik-baik saja memang sangatlah sulit, butuh yang namanya kesabaran yang banyak dan sering.
Setiap Pernikahan Mempunyai Kadar Masalahnya Masing-Masing, dan Itu Wajar
Kehormatan Dibalik Kerudung via youtube
Ketahuilah, setiap pernikahan mempunyai kadar masalahnya masing-masing, maka bersabarlah bila kamu merasa masalahmu yang terjadi saat ini amatlah berat. Karena bagaimanapun bila kamu mampu bersabar dan terus bersabar, tentu yang tadinya rumit akan menjadi mudah.
Tidak Ada Masalah yang Tidak Bisa Diselesaikan, Bila Kamu Berdua Mampu Untuk Berpangku Tangan Saling Menguatkan
Kehormatan Dibalik Kerudung via youtube
Lagipula tidak ada maslaah yang tidak bisa diselesaikan, bila kamu berdua mampu untuk berpangku tangan saling menguatkan satu sama lain. Oleh karenanya, tetaplah bersama-sama, saling terbuka, dan saling menguatkan dikala masalah yang datang menurutmu amatlah besar.
Sungguh Seberat Apapun Masalah Itu Akan Menjadi Mudah Bila Dua-duanya Memang Niat Menyelesaikan
Kehormatan Dibalik Kerudung via youtube
Karena seberat apapun masalah itu akan menjadi mudah bila dua-duanya antara kamu dan pasanganmu memang niat dan sungguh-sungguh menjadikan pernikahan sumber ridho Allah.
Sebab, kamu ssenantiasa menyadari bahwa pernikahan adalah untuk mencari ridho Allah, mencari cinta Allah, dan mencari kasih sayang Allah maka tentu seberat appaun masalah yang kamu hadapi tidak akan membuatmu merasa letih.
Dan Kalau Pernikahanmu “Membosankan” yang Diubah Adalah Suasananya, Bukan “Pasanganmu” 
Kehormatan Dibalik Kerudung via youtube
Dan ingat, kalau pernikahanmu terasa begitu “membosankan” yang harusnya kamu ubah itu adalah suasananya, rutunitasnya dan aktifitasnya. Bukan “nama pasanganmu” yang kamu ubah.
Karena walau berganti orang pun bila kamu tidak pandai bersabar, tidak pandai saling menguatkan satu sama lain dikala ada masalah, maka tentu kamupun akan berhenti dititik yang sama.
Bijaklah, Menjalani Biduk Rumah Tangga, Jangan Hanya Karena Bosan Lalu “Cerai” Digampangkan
Kehormatan Dibalik Kerudung via youtube
Maka bijaklah kamu dalam menjalani biduk rumah tangga, jangan hanya karena bosan sebab adanya suatu masalah lantas kamu gampangkan kata “cerai”.
Karena walau hal itu adalah sesuatu yang tidak dilarang dalam agama, akan tetapi tindakan yang demikian adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
0 notes
miroplasi · 4 years ago
Text
“Namamu siapa?” Tanya Syahdu.
“Kalau kita saling kenal lalu kita tidak akan bertemu lagi, itu hanya akan menyisakan bayangan.”
“Mengapa kita tidak berusaha untuk mengenal. Lalu berusaha untuk bertemu?”
“Karena pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran. Dan pertemuan kedua akan menyisakan rasa rindu. Dan saya tidak mau merindu.”
“Maksudnya?” hening sejenak.
“Biar takdir yang mempertemukan kita. saya akan mengingat wajah mbak… Kalaupun mbak tidak ingat wajah saya, yang penting saya mengingat nama, SYAHDU.”
(Novel Kehormatan dibalik Kerudung)
Kambuh lagi,
Tenang,
15 notes · View notes