Text
Lelah dengan sebuah hubungan yang tidak mengenal kata "menghargai"
Aku pernah merasakannya di titik yang hampir sama. Aku bahkan mengerti rasanya yang jauh lebih sakit. Tapi kali ini, aku memilih untuk menyerah mengatasinya. Tenaga seakan melemah begitu saja saat aku harus menghadapi situasi yang sama sebelumnya. Mendadak aku tak menginginkan apapun selain hidup bersusah payah dan menikmatinya sendiri.
Aku dipertemukan dengan orang-orang yang menurutku tidak mengerti adanya hubungan timbal balik dan menghargai. Di keluargaku, seseorang menggunakan perannya sebagai penindas. Sialnya, akulah yang harus rela menjadi korban hal tersebut.
Bekerja keras di dalam keluarga, membuatku harus memiliki "balas budi" untuk pekerjaan tersebut. Siang-Malam aku menghabiskan waktuku untuk menekuninya, bahkan sampai aku harus mengalami beberapa kendala salah satunya kesehatanku sendiri.
Hari di mana aku harus merasakan sekujur tubuhku sakit dan nyaris tidak berdaya. Aku mengeluh dan hanya ibuku yang mengkhawatirkanku. Aku tak punya siapapun selain ibuku, wanitaku, pahlawanku yang merawatku hari itu. Aku merasakan betapa curahan kasih sayangnya menembus semua pertahananku, hingga aku menyadari bahwa beliau sudah menua dan harus merawatku yang bebal ini.
Aku tidak menginginkan apapun selain kehidupan yang layak diperjuangkan untuknya. Aku hanya ingin mulai menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhannya. Hanya itu. Aku mungkin bisa mengubur seluruh mimpiku demi beliau. Tapi dia yang memintaku untuk tetap memperjuangkan mimpi itu, karena satu-satunya cara membahagiakannya adalah dengan menggapai impianku.
Lain di sebuah rumah, penindas yang gemar merendahkan siapapun ternyata tidak juga jera. Aku disebut sebagai manusia yang tidak tahu cara berterima kasih hanya karena aku sakit dan tak membantunya menyelesaikan sesuatu. Aku tidak lagi berpikir harus melakukan itu. Aku memilih untuk menangis dan mengabaikannya kemudian.
Satu manusia lagi yang selalu membuatku pusing , yaitu pria yang mengaku mencintaiku lebih dari apapun, tapi justru lebih sering menggoreskan luka sayatan di kisah kami. Aku memang pemarah, tapi akhirnya aku tahu bahwa pria yang sama jauh lebih pemarah dan tidak menghargai apapun yang keluar dari mulutku.
0 notes
Text
Lagi lagi kamu datang di mimpi, kawan
Aku tidak pernah tahu setelah hampir bertahun-tahun kita tidak berkomunikasi. Aku mulai berdamai dengan kenyataan bahwa aku jauh di bawah untuk menggapaimu yang semakin baik.
Bisa minta kerja samanya untuk tidak lagi muncul di beberapa waktu? Kita sepakat telah berteman tanpa berbincang, telah sepakat itu dari diriku. Aku sudah bertemu dengan kebahagiaanku yang lain. Bisa pergi dan segera membuatku jauh lebih nyaman jika aku tahu kamu sudah berkeluarga, misalnya?
Aku menunggu kabar baik yang membuatku lebih nyaman darimu. Aku hanya tidak ingin menyisakan keraguanku menjalani hidup saat ini setelah semuanya.
Semoga doa-doa baik selalu mengiringi kehidupanmu, kawan. Jangan datang lagi meski orang mengiranya aku yang terlampau merindu. Aku hanya tidak ingin kedatanganmu lagi menjadi guncangan kuat hidupku. Lagipula, aku yakin kamu tidak mempertimbangkan semua itu lagi. Tampaknya sing adalah yang terbaik.
0 notes
Text
Mencoba berdamai dengan semua hal, termasuk masa lalu. Kalau saja aku tidak memulainya, tidak akan ada hal yang bisa dipelajari.
0 notes
Text
PPG DalJab dan Kuliah Online ternyata tidak jauh berbeda, ya.
Sedikit memiliki kesempatan untuk belajar terkait materi PPG. Meskipun bukan kesempatan yang resmi, hanya saja jadi tahu beberapa hal terkait oh sejauh ini ya pengetahuan aplikasi berbagai metode di lapangan ketika mengajar. Kalau di perkuliahan S1 sepertinya dipelajari secara umum dan baru mendengar prinsip ini ketika PPG. Mungkin pengetahuanku aja yang kurang luas, sehingga baru mendengarnya.
Tapi apapun itu, patut disyukuri ada bekal ilmu yang didapat. Meskipun bukan kesempatan milik personal, setidaknya ada hal yang bisa jadi batu loncatan selama mendampingi pihak PPG DalJab.
Terima kasih, Ya Allah...
Karena-Mu aku jadi tahu sejauh apa kemampuanku bisa diasah dan mendapat pengalaman baru di dalamnya. Semoga ke depannya semua persiapan-persiapan yang telah diusahakan bisa berjalan dengan lancar. Aamiin.
0 notes
Text
Jangan pernah jatuh cinta dengan seseorang yang berbeda keyakinan. Tuhan memang satu, hanya saja kemungkinan-kemungkinan untuk menyatukan sepasang yang berbeda tempat ibadah dan harus mengkhianati salah satu Tuhannya adalah.....
kecil.
0 notes
Text
Selamat Bertanggungjawab atas Gelarmu.
Lega namun belum selesai.
Itu yang ada dalam pikiranku saat ini. Setelah acara yudisium kampus hari ini, masih tertambat kebingungan akan pendaftaran wisuda, pengelolaan uang ke depannya, serta "hendak bagaimana" setelah kehidupan kuliah ini selesai. Ada sedikit linglung yang tak berkesudahan saat tahu tanggungjawab yang dibopong amat berat.
Ya, gelar di akhir namku itu, nantinya akan aku pertanggungjawabkan terhadap TUhan YME, orang tua, dan juga harapan-harapan yang pernah aku buat sendiri. Tampaknya memang tidask semudah itu, hanya saja tidak apa bukan jika saat ini aku tengah bingung menghadapi situasinya?
Akankah aku menjadi bagian dari pendidik yang bisa mempertanggungjawabkan gelarnya? atau aku akan berakhir sama seperti pemilik gelar sarjana lainnya yang saat ini juga masih berusaha melayakkan diri untuk bertahan hidup?
Entahlah. Aku merasa hanya diriku dan otak ini saja yang memang linglung.
0 notes
Text
Menjadi Asing hanya karena "Tidak Menjadi"
Setelah berlama-lama, tidak juga berpapasan, rasanya sangat asing begitu dipertemukan di satu tempat. Tidak menyapa, hanya dapat melihat dari ujung ekor mata.
Kita berbahagia dengan versi terbaru kita. Ya, aku tau kita sudah sangat jauh lebih bahagia tanpa menyakiti satu sama lain.
"Kamu tidak menjadi apa yang kamu inginkan bersamaku, dan kita juga tidak menjadi teman akrab lagi"
Sebuah kenyataan yang enggan aku tuliskan mengenai kita. Kamu jauh lebih dulu pergi. Aku hanya tidak ingin terlalu menahanmu. Biarkan seperti ini, berlalu begitu saja.
Aku tidak menganggap persahabatan kita di awal kuliah adalah hilang. Aku tetap menganggapmu sebagai sahabat, yang bisa menjadi kakak bagiku, meskipun kamu sudah menolak untuk menerima kenyataan itu dengan kuat.
Tapi, andai kamu tau sebenarnya, aku merasa kehilangan seorang sahabat yang peduli akan kesedihanku selama di Jogja. Aku selalu menantikan kalimat "Mau pi jalan-jalan dulu ko? biar kepala dingin" atau paling tidak "Hai Nona Jawa, ada bikin apa? mau pi kampus sekalian biar sa jemput?"
Yah, aku kehilangan seorang kakak, kehilangan seorang sahabat, dan tentunya aku kehilanganmu.
Mari kita lupakan pertemuan hari ini yang terasa dingin nan asing tersebut. Tetap bersikap seperti tadi, karena aku tidak ingin meninggalkan Jogja dengan mengungkap kesedihan yang lain.
*dengarkan lagi lagu Ziva yang paling kamu suka. Menggambarkan "kita"*
1 note
·
View note
Text
RASANYA MENYELESAIKAN SKRIPSWEET UNTUK BIMBINGAN
Sedikit lega, namun tak cukup untuk bernapas lancar. Sebab ada banyak kemungkinan yang akan terjadi terhadap kertas-kertas itu. Akan ada banyak pikiran yang melesat; banyak coretan dan tekukan kertas atau acc. Itu saja, tapi merinding untuk dipikirkan.
Sejauh ini keinginan untuk menyerah belum ada, tapi aku merasa lelah. Ingin menangisi biaya-biaya yang akan dikeluarkan kakung dan bulik untuk semua ini. Pasti akan jauh lebih banyak.
Aku tidak sempat menuliskan beberapa nama orang yang berjasa pada proses pengerjaan skripsiku. Hal itu dikarenakan aku tidak terlalu ingin. Ya, cukup ucapan terima kasih dan pengabdian secara real life saja, bukan untuk dikemas dalam kertas.
Entahlah, rasanya kacau. Tidak bisa mendaftar PPG pra-jab tahun ini, tapi setidaknya aku bersyukur banyak kemudahan yang aku dapat. Aku juga tidak merasa iri kepada yang lain. Entah karena Tuhan menanamkan dengan kuat keinginanku untuk menghapus rasa iri kepada sesama, atau memang aku sudah bersikap bodoamat sejak awal. Semua pencapaianku akan aku rangkum di sini. Sedih, senang, susah, bahagia, pasti akan menghiasi timeline ini lagi.
Pagi ini aku sudah bangun lebih pagi. Membuka jendela kamar dan mendengarkan semua lagu Whisnu Santika. Ya, pagi yang sedikit menyegarkan.
0 notes
Text
Tuhan masih mau, tapi kenapa makhluk-Nya justru enggan?
Pagi yang sangat penuh rasa bersyukur meskipun tak ada rupiah sama sekali yang tersisa.
Pagi ini berjalan di bawah teduhnya kampus kebangsaan, dengan santai menemui lembaran putih yang telah menginap hampir dua minggu di meja kebesaran dosen. Yah, rutinitas skripsi seperti inilah, hidupku akhir-akhir ini.
Begitu semua anak-anakku yang empat bundel itu sampai di tangan, ku percepat langkahku dengan riang untuk pulang dan kembali berkutat memperbaiki luka hasil koreksi yang diberikan. Hanya typo penulisan saja, sebenarnya.
Aku langsung berpikir untuk segera melengkapi persyaratan ujian. Seadanya, meskipun tidak ada uang sama sekali. Tapi aku bersyukur usahaku bertahan hidup dan menuntaskan hal ini kian menggebu.
Waktu terus berjalan. Aku sadar jika aku bukan makhluk-Nya yang begitu taat. Aku yakin absennya diriku dalam pertemuan dengan-Nya juga cukup sering. Bahkan aku kembali menyadari bahwa sepertinya DIA mulai enggan untuk aku temui. Dari lima waktu yang ada, tak satupun aku tersipu. Tampaknya Iblis, setan, dan segala bahan bakar neraka tengah memasungku dengan lantang.
Tuhan, tidak sayangkah dirimu pada tubuh renta ini?
Tak inginkah Kau memeluk tubuh ini?
Kadang, aku merasa bersalah dengan adanya diriku sendiri. Tapi aku tahu kenapa Tuhan menciptakan tubuh ini hingga meskipun aku berdoa untuk musnah, hidupku jauh lebih lama dibanding yang lain.
Tuhan, aku ingin pulang dan merintih di sepanjang waktu. Memamerkan bahwa Rahmat-Mu masih menyelimuti diriku.
0 notes
Text
Tuhan, Bisakah aku bersandar terus di pundakmu yang hangat itu? Aku ingin kehangatan hidup yang Engkau janjikan. Terselimuti Rahmat-Mu, dan dipuk-puk penuh cinta oleh Kasih-Mu.
Tuhan,
Apa Kau tidak letih melihatku menangis hampir setiap hari dengan wajah jelek yang penuh ingus di antara bibir dan lubang hidungku?
Kau tidak muak dengan penampilan compang-campingku ketika sudah bersimpuh dan meraung penuh sesak saat bersujud?
Kau masih sudikah menjadi kamera tersembunyi yang merekam semua perkara di dalam dan luar kepalaku?
Tuhan, maafkan aku.
Semua selalu berakhir sama.
Aku hanya bisa berdoa dan meminta semua hal kepadamu. Memaksamu dengan brutal, dan bahkan tak tahu diri saat melakukannya.
Maafkan aku.
Tuhan, masih sudikah?
0 notes
Text
Siklus di Lingkaran yang bisa saja Setan.
Waktu terus dan berjalan tetap. Tak ada yang berubah, barang sejenak.
Satu-satunya yang berubah adalah gejolak hidup. Naik-turun, geser kanan-kiri, maju-mundur, atau bahkan bisa saja dari ketiga itu terus mengikuti arus.
Bertahan di suatu hubungan semacam ini (tak pernah selesai dan berujung), juga lama-lama hanya akan berisi celaan. Manis, tapi repot bukan gayaku dalam menghidupi cinta.
Kepala hampir pecah, tubuh selalu letih, pikiran terus berkecamuk. ini bukan hubungan yang diinginkan khalayak umum. Ini sebuah racun dunia yang menyesatkan.
sama seperti setan, ia akan tetap dan selalu jahat di mata manusia. apapun yang dia lakukan, baik buruk, hitam putih sekalipun akan tetap buruk.
Ya, hubunganku dengan seseorang semacam itu.
Gila.
0 notes
Text
Sembari Menunggu
Di kehidupanku ini, aku hanya diciptakan untuk selalu menunggu.
Menunggu dan menanti.
Menunggu sukses.
Menunggu seseorang.
Menunggu kematian.
Menunggu syafaat selanjutnya.
0 notes
Text
ADA RASA SAKIT YANG TIDAK DIKETAHUI PENYEBABNYA, TAPI SANGAT TERLIHAT AKIBATNYA.
Aku mencintaimu.
Sangat.
Namun aku juga tersakiti dengan sangat.
Ujarku pada penekanan yang lara. Seakan duniaku runtuh seruntuh-runtuhnya.
0 notes
Text
sebagai teman, saya tidak rela!
SEBAGAI TEMAN, SAYA TIDAK RELA!
0 notes