self-autism - Tumblr blog

[self-autism]

Jackson swag on. .

[self-autism]

Catatan Sesaat: Si Bapak dan Rempeyek

***

“ Punten~~,”

  Suara itu terdengar di suatu pagi yang cerah, sekitar pukul 07.30.

  Saya yang tengah membuat segelas latte instan pun melongok dari pintu kamar depan, menoleh ke arah pintu keluar rumah. Mencoba mengintip siapakah yang memanggil dari arah pintu depan yang kebetulan dekat berada dengan pintu kamar saat ini.

Seorang bapak, penampilan cukup bersahaja dengan sebuah sepeda motor yang terparkir di belakangnya, yang membuat saya berpikir, ini petugas instansi dari mana kah?

  Melupakan segelas latte yang untungnya si bubuk belum saya campur dengan si air panas dari dispenser. Gelas itu saya letak di sudut meja ruang tamu, sebelum akhirnya melangkah beranjak keluar.

  “ Ya pak?” kalimat pertama yang terucap dariku untuk menyapa si bapak.

  “ Maaf mbak, bisa minta waktunya?”

  Dan sekali lagi saya berpikir, ini petugas dari instansi manakah? Dari PLN, jelas bukan. Karena ini bukan wajah orang yang biasanya. Tapi mungkin saja temannya kan? Atau mungkin petugas RW, yang sedang melakukan pendataan atau sejenisnya. Berbagai tebakan berseliweran di dalam kepala, selama langkah semakin mendekati pintu pagar besi rumah saya.

  Dan kebenaran dari semua tebakan itu--, “ Saya mau jualan rempeyek, mbak,”—akhirnya terjawab oleh perkataan si bapak.

  Oalah, orang mau jualan?

    Agak tidak menyangka juga sebenarnya. Atau mungkin agak menyangkaL (pakai huruf L ini) juga. Karena sebelumnya mata sudah menangkap kotak besar berbahan mirip tupperware tersemat di belakang motornya. Hal yang paling logis tentu menganggap si bapak ini pasti hendak jualan. Tapi tidak, penampilan dan keramahan suara beliau (yang bukan ala sales menurut saya) membuat saya agak sedikit ‘lengah’ mungkin, bahwa beliau bukan seorang yang hendak berjualan.

  Kembali lagi ke cerita. Si bapak pun dengan nada ramahnya dan antusias (yang bukan dalam artian lebay atau berlebihan, namun cukup takarannya untuk merasakan hal itu) mulai menceritakan tentang jualan rempeyeknya. Saya hanya menangkap dua hal saja yaitu; pertama, ia baru saja menjajakannya ke tetangga di sebelah saya dan kedua, rempeyek itu dibuat oleh istri tercinta. Saya bilang tercinta, karena walau yang di sana tidak menyatakan secara eksplisit kata itu, tapi dari caranya menyatakan, “—buatan istri saya,” saya merasa ada nada hangat di sana. Makanya saya menyimpulkan, bahwa beliau memang mencintai istrinya.

  Dan, walau dengan penjelasan seperti itu, tetap saja saya harus melakukan hal yang paling tidak saya sukai tiap kali para penjaja datang ke rumah; menolak membeli. Saya memang cenderung malas membeli dari para penjaja yang datang ke rumah, terlebih memang saya tidak membutuhkannya saat itu. Tapi alasan yang paling utama dalam kasus beliau adalah...

  “ Maaf pak, tapi saya kurang suka rempeyek,”

  Ya, itu.

  Dan mau dibujuk bagaimana pun juga, tetap saja saya tidak bergeming. Karena..., saya memang tidak suka. Kesimpulan akhirnya pun tidak berubah dari penjaja-penjaja lainnya di mana saya tetap tidak akan membeli dan mereka akan berlalu menjajakan barangnya lagi ke tempat selanjutnya.

  Ini mungkin satu dari sekian kasus penolakan yang saya lakukan pada tiap penjaja yang datang ke rumah saya. Tapi yang satu ini meninggalkan ‘sesuatu’ yang cukup membuat saya ingin mencatatnya dalam sebuah bentuk tulisan (di mana saya seharusnya menulis tesis sekarang, haha).

  Kenapa?

  Pertama, nada ramah si bapak yang tidak terasa seperti seorang penjaja. Saya sudah ceritakan sebelumnya, bukan? Bagaimana saya salah menangkap first impression beliau, bahkan tetap mengabaikan fakta apa yang tengah tersemat di belakang sepeda motornya itu. Saya tidak mencap salah menangkap first impression di sini dalam artian negatif tentunya. Karena nada ramah beliau tersebut saya artikan sebagai nada hangat dan (terdengar) optimis. Walau saya sudah menolak pun, tidak ada perubahan pada nada tersebut—yang menjadi dasar saya menyebut bapak itu pasti orang yang optimis menghadapi hidupnya.

  Kedua, saya sudah katakan perihal bahwa bapak tersebut mencintai istrinya? Ya ya, sekali lagi beliau tidak menyebutnya secara eksplisit. Tapi ntahlah, hanya karenamendengar kemudian berubah menjadi merasakan bahwa ia memang tampaknya mencintai istrinya tersebut. Sedikit banyak saya jadi merasa trenyuh tiap si bapak menyebut kata 'istri'nya.

  Ketiga, beliau orang yang... supel dalam berbicara? Saya tidak tahu apakah 'supel' kata yang cukup tepat, tapi untuk menulis kata 'pintar' akan lebih meninggalkan kesan bahwa kemampuannya berbicara hanya sebagai kemampuan penjaja pada umumnya. Jadi, saya menggunakan kata 'supel' untuk meninggalkan kesan lebih santai dan tanpa prasangka apa pun dari cara beliau berbicara. Kenapa saya sebut supel dalam berbicara, karena saat saya mengatakan saya tidak suka rempeyek beliau dengan polos menyatakan, “masa orang Jawa tidak suka rempeyek?” Sontak saya ketawa saat itu sambil mengatakan bahwa saya bukan orang Jawa, melainkan orang Sumatera. Saya masih ingat bagaimana senyum lucu si bapak yang menyatakan bahwa dirinya terkesan 'sok tau'.

  Keempat, saya menikmati perjumpaan dengan beliau. Mengapa? Mungkin karena 3 alasan yang di atas. Dan mungkin juga perihal beliau yang masih berusaha membujuk saya untuk membeli si rempeyek yang mungkin nanti bisa saya berikan pada suami saya (untuk yang satu ini, tentu saja saya hanya tertawa di dalam hati karena...saya belum menikah). Ini hal yang terhitung langka jika saya berjumpa dengan penjaja-penjaja lain kadang yang lebih memelas dan memaksa dalam menjajakan dagangannya. Mungkin, kalau mau secara kasarnya sih, si bapak ini juga bisa dikategorikan memelas ketika sedang menceritakan rempeyeknya ini adalah buatan istrinya dan bisa disebut memaksa juga ketika sedang berusaha membujuk saya agar mau membeli rempeyeknya. Tapi, apa pun itu, saya tetap berpegang pada kesan yang tertinggal dari perjumpaan dengan si bapak. Pagi hari yang cerah terasa lebih cerah saat itu.

  Ketikan ini mungkin bisa terasa naif. Karena pada jaman sekarang, bertemu dengan orang yang ramah dan hangat selalu ditanggapi dengan kewaspadaan tinggi. Hal yang wajar kalau melihat banyak kasus kriminal terjadi dengan menggunakan kedok keramahan tersebut. Saya sendiri pun juga berpikir, respon saya yang positif ini pun jangan-jangan karena saya tengah berlindung di balik pintu pagar rumah saya. Saya sudah lebih dulu merasa aman, hingga saat percakapn terjadi pun pertahanan saya saat menghadapi orang asing cenderung melonggar. Mungkin jika dalam kondisi yang berbeda, di mana tidak ada penghalang antara saya dan beliau, saya juga tidak bisa menjamin apakah saya bisa menikmati perjumpaan dengan beliau sama ketika saya tengah berbicara dari belakang jeruji besi pagar rumah.

  Yah, banyak macam prasangka yang bisa dibuat dan semua itu tergantung pada sudut pandang masing-masing.

  Dalam hal ini, saya lebih memilih hal yang positif saja dari kejadian ini. Sambil mendoakan bahwa si bapak akan menemukan rejeki yang tepat di tempat yang lain.

  Dan kemudian, saya pun akhirnya bisa meneguk segelas latte instannya dan mengetik tulisan ini.

  (dan kemudian lanjut mengetik tesisnya~)

      ***

[self-autism]

Follow Saying images for more great quotes

[self-autism]

One day Papa Tuan will be more famous than Mark

[self-autism]

Fandom when mark debuted: Mark need to stop.

Fandom right now: Mark's dad need to stop.

[self-autism]

3/∞ compilations of Papa Tuan’s best tweets | Follow him here

[self-autism]

......ppfftt--

Not so patient are we

[self-autism]

Lololololll...the heck is this?

Funky papa....I might fall for you rather than your son 

*okay, this is so F! wrong*

4/∞ compilations of Papa Tuan’s best tweets | Follow him here

[self-autism]

Cognitive Behavioural Therapy believes that we often feel anxious, upset or distressed because of certain common errors in our thinking. These are maladaptive ways of looking at life which are automatic – and therefore subconscious. However, if we can stop …...

[self-autism]

Me on my 25th birthday.

I turned 25 this year and I had a bit of a quarter life crisis. I felt like I didn’t know what I was doing and I was looking for advice on how to navigate this crazy adventure that is my 20’s. So for my birthday I asked my family to write a letter to themselves…

[self-autism]

A Drawing A Day (?)

" ...You find time. If you’re passionate about something and if you’ve got a goal then you find time — and in many cases you have to almost kind of create time, " - David Litchfield

source: http://blog.tedx.com/post/55535864905/david-litchfield-is-an-illustrator-but-he-didnt

[self-autism]

yeah nuna, show them who's the boss~

[self-autism]

BWAHAHAHAHAHAA!!!!

oh sorry. i do have faith in you jackson..., really

faith that you will ruin the whole group image 'fabulously'

[self-autism]

2013: Closing Cycles

Source: http://paulocoelhoblog.com/2012/12/27/closing-cycles/

One always has to know when a stage comes to an end. If we insist on staying longer than the necessary time, we lose the happiness and the meaning of the other stages we have to go through.

Did you lose your job? Has a loving relationship come to an end? Did you leave your parents’ house? Gone to live abroad? Has a long-lasting friendship ended all of a sudden? You can spend a long time wondering why this has happened.

You can tell yourself you won’t take another step until you find out why certain things that were so important and so solid in your life have turned into dust, just like that. But such an attitude will be awfully stressing for everyone involved: your parents, your husband or wife, your friends, your children, your sister. Everyone is finishing chapters, turning over new leaves, getting on with life, and they will all feel bad seeing you at a standstill.

Things pass, and the best we can do is to let them really go away.

That is why it is so important (however painful it may be!) to destroy souvenirs, move, give lots of things away to orphanages, sell or donate the books you have at home.

Everything in this visible world is a manifestation of the invisible world, of what is going on in our hearts – and getting rid of certain memories also means making some room for other memories to take their place. Let things go. Release them. Detach yourself from them.

Nobody plays this life with marked cards, so sometimes we win and sometimes we lose. Do not expect anything in return, do not expect your efforts to be appreciated, your genius to be discovered, your love to be understood.

Stop turning on your emotional television to watch the same program over and over again, the one that shows how much you suffered from a certain loss: that is only poisoning you, nothing else.

Nothing is more dangerous than not accepting love relationships that are broken off, work that is promised but there is no starting date, decisions that are always put off waiting for the “ideal moment.”

Before a new chapter is begun, the old one has to be finished: tell yourself that what has passed will never come back. Remember that there was a time when you could live without that thing or that person – nothing is irreplaceable, a habit is not a need. This may sound so obvious, it may even be difficult, but it is very important.

Closing cycles. Not because of pride, incapacity or arrogance, but simply because that no longer fits your life.

Shut the door, change the record, clean the house, shake off the dust.

Stop being who you were, and change into who you are.

[self-autism]

The One That Got Away

By: Mark J. Macapagal

Source: The Manila Times

In your life, you’ll make note of a lot of people. Ones with whom you shared something special and ones who will always mean something. There’s the one you first kissed, the one you first loved, the one you lost your virginity to, the one you put on a pedestal, the one you’re with…and the one that got away.

Who is the one that got away? I guess it’s that person with whom everything was great, everything was perfect, but the timing was just wrong. There was no fault in the person nor flaw in the chemistry, but the cards just didn’t fall the right way, I suppose.

I believe in the fact that ending up with someone, finding a longtime partner that is, does not lie merely in the other person. I can actually argue that an equal part, or maybe even the greater part, has to do with the matter of timing. It has to do with you being ready to settle down and commit to someone in a way that goes beyond the little niceties of giddy romance.

How often have you gone through it without even realizing it? When you’re not ready to commit in that mature manner, it doesn’t matter who you’re with, it just doesn’t work. Small problems become big; inconsequential become deal breakers simply because you’re not ready and it shows. It’s not that you and the person you’re with are no good; it’s just that it’s not yet right, and little things become the flashpoint of that fact.

Then one day you’re ready. You really are. And when this happens you’ll be ready to settle down with someone. He or she may not be the most perfect, they might not be the brightest star of romance to ever have burned in your life, but it’ll work because you’re ready. It’ll work because it’s the right time and you’ll make it work. And it’ll make sense, it really will.

So that day comes when you’re finally making sense of things, and you find yourself to be a different person. Things are different, your approach is different, you finally understand who you are and what you want and you’ve become ready because the time has truly arrived. And mind you, there’s no telling when this day will come. Hopefully, you’re single or be in a long-term relationship, or be married with three kids…it doesn’t matter. All you know is that you have changed. And for some reason, the one that got away, is the first person you think about.

You’ll think about them because you’ll wonder, “What if they were here today?” , “What if we were together now, with me as I am and not as I was?” .The one that got away is– the biggest “What if?” you’ll have in your life.

If you’re married, you’ll just have to accept the fact that the one that got away, got away. Believe me, no matter how fairy tale you think your marriage is, this can happen to the best of us. But hopefully you’re mature enough to realize that you’re already with the one you’re with and this is just another test of your commitment, one which will just strengthen your marriage when you get past it. Sure, you’ll think about him/her every so often, but it’s alright. It’s never nice to live with a “might have been,” but it happens.

Maybe the one that got away is the one who’s already married. In which case it’s the same thing. You just have to accept and know that your memories of that person will probably bring a nice little smile to your lips in the future when you’re old and gray and reminiscing.

But if neither of that is the case, then it’s different. What do you do if it’s not yet too late? Simple –find him or find her. The very existence of a “one that got away” means that you’ll always wonder…what if you got that one? Ask him out to coffee. Ask her out to a movie. It doesn’t matter if you’ve dropped in from out of nowhere. You’d be surprised, you just might be “the one that got away” as well for the person who is your “the one that got away.” You might drop in from out of nowhere and it won’t make a difference. If the timing is finally right, it’ll all just fall into place somehow. It would be a great feeling in the end, to be able to say to someone, “Hey you, you’re the one that almost got away.”

=

[self-autism]

O____O

Leonardo DiCaprio is full of your shit, Academy.

[self-autism]

 MAIN CHARACTER 1 : Ken. MAIN CHARACTER 2 : Ken. STORY LENGTH : One Shot. RATING : Mature. GENRE : Crack. GENRE 2 : Crime

..........what kind of story i get....a self cest? ="=a

There is a VIXX Tumblr blog generator too ^^ Please do check their blog out here!