Membahagiakanmu adalah caraku bahagia Selamat membaca! Semoga bahagia~ :)
Don't wanna be here? Send us removal request.
Photo
[Berbagi Harta Karun] . . Haloo warganet yang budiman~ Jadi ceritanya saya lagi membongkar harta karun saya yang udh lama gak tersentuh, salah satunya buku! 🙃 . Anyone interest with this books? Saya mau kasih hadiah ke kamu nih kalo kamu tertarik dan buku ini bisa lebih bermanfaat. GRATIS. syaratnya satu aja : Dibaca. Nanti2 kalo tbtb ada yg mau saya tanya terkait ekonomi boleh lahh sharing2 hehe.. . . Gambar 1 : Ini buku rekomendasinya anak2 OSN Ekonomi jaman dlu, gatau sekarang kalo blm berubah ya masih rekomen berarti. Kondisinya udh ada beberapa coretan sama stabilo sih tp gak berantakan kok. Masih enak dipandang mata 😅 . Gambar 2 : Ini mungkin lebih ke yang tertarik buat ikut OSN Ekonomi tingkat SMA atau yang lagi jd pengajarnya anak2 OSN. Yang belakang itu rangkuman materinya, yang depan contoh2 soalnya. Level soal OSN jaman sekarang mungkin udh lebih tinggi lagi tingkat kesulitannya, tp saya rasa sih ini masih bisa digunain untuk sekedar penambah wawasan. You know kan kalo mau menang harus going extra miles dr yg lain, dan itu gak saya lakuin dlu soalnya buku itu blm saya lahap abis, makannya kalah tepat selangkah menuju nasional. Hahahahaha 😂 . . Saya seneng banget kalo ada yg tertarik dan bisa bikin dia lebih bermanfaat! Monggo kalo ada teman, saudara, atau siapapun yg kira2 lg butuh buku ini boleh banget di share infonya. Ohiya, kalo jauh, ongkirnya ditanggung yg nerima gpp yaa? Wkwk 😅 Bisa langsung kontak saya aja kalo mau :) Terimakasih! #berbagibuku #bukuekonomi #booklovers #bukugratis #osn #bukuosn #OSNekonomi #hartakarun #merapikanmasalalu #menatamasadepan #hahaha (di Jakarta)
#bukuosn#berbagibuku#merapikanmasalalu#osnekonomi#hartakarun#bukugratis#booklovers#menatamasadepan#osn#hahaha#bukuekonomi
4 notes
·
View notes
Text
Sajak untuk Sarah
Hari ini tepat 3 hari gue pergi dari Malang, tapi berasa udah lama banget. karena 3 hari ini pun full gue banyak ngelewatin banyak hal, terutama peperangan batin. hahaha
tapi Allah selalu punya cara hibur hambaNya. bersamaan dengan banyak tekanan dan kegalauan tentang masa depan yang gue hadepin, banyak juga kejadian-kejadian yang bikin gue terharu dan bersyukur Allah menempatkan gue di lingkungan penuh cinta. masih banyak orang-orang yang sayang sama gue, dan di masa-masa dimana orang selalu merasa bahwa dia sendirian, sekalipun sempet gue merasa begitu, Allah selalu ingetin lagi bahwa banyak orang-orang baik disekitar gue.
Allahhhh.. kok baik banget sih. malu akutuh kadang, masih banyak gak bersyukurnyaa :(
kyak hari ini, tiba-tiba gue dikirimin sajak sama adik kelas gue yang padahal gue berbuat sesuatu dihidup dia aja nggak, tp dia baik banget dan so sweet banget ngirimin sajak, katanya hadiah perpisahan..
Gadis Kecil yang Dewasa
Gadis kecil yang dewasa
Nampak muka memanglah muda
Tapi hati luas bagai sagara
Belajar besar karena cinta
Gadis kecil yang dewasa
Berpikir besar seluas dunia
Walau kaki tak beranjak dari tempatnya
Sepasang mata yang selalu terbukalah,
Yang kian terus berkelana
Gadis kecil yang dewasa
Tawanya mengartikan cerita
Cerita indahnya dunia
Bahagianya ia banyak berkelana
Gadis kecil yang dewasa
Tegas lantang lidah berkata
Lembut pelukan penghangat jiwa
Berjalan lepas ia penuh cita
Hingga senja, ia pulang penuh cinta
Teruntuk : Sarah Dewiyanti
dari : Dinda Achidatul Izza
duh melted akuu.. selain karena sajaknya, alasan terbesarnya adalah ukhuwahnya. sajak ini datang pas disaat gue sedang merasa krisis.
Allah, terimakasih..
dan untuk dinda, jazakillah khairan katsir..
semoga Allah membahagiakan hidupmu dan orang2 yang hidup bersamamu serta memberkahkan langkah2mu..
4 notes
·
View notes
Photo
If you’re thinking of studying psychology, follow this @mypsychology.
10K notes
·
View notes
Photo
For more posts like these, go to @mypsychology
68K notes
·
View notes
Photo
If you’re thinking of studying psychology, follow this @mypsychology.
10K notes
·
View notes
Text
Baca aja dulu. jangan pikir macem2, apalagi berprasangka sama yang ngeshare. wkwk
good nih.
Buat Apa Repot Banget Belajar Sekarang? Kayak Mau Nikah Besok Aja~
Hallo, generasi millenials! Apa kabar quarter life crisis? Semoga tidak menggalaukanmu sedemikian rupa, ya! Eh hmm, memangnya apa sih yang sering jadi sumber kegalauan anak muda zaman now? Apa lagi kalau bukan tentang masa depan? Tentu saja! Salah satunya adalah tentang pasangan hidup: siapa orangnya, bagaimana pertemuannya, kapan menikahnya, dan seterusnya. Tanpa disadari, kegalauan tentang masalah yang (di)besar(-besarkan) ini seringkali mengambil energi yang sangaaaaat besar. Padahal,
jauh dari pada kegalauan-kegalauan receh itu, ada lebih banyak hal yang lebih penting untuk digalaukan, seperti misalnya, “Apakah benar sudah siap menikah? Sudah siap menjadi pasangan? Sudah siap diamanahi Allah keturunan? Sudah siap menjadi orangtua?”
Sayang sekali, kebanyakan yang terjadi seolah seperti orang yang belajar berenang setelah langsung tenggelam ke air dan belajar setelah ujiannya memang ada, padahal semuanya akan lebih baik jika persiapan dan belajar dilakukan sebelum ujian. Begitupun dengan pernikahan dan pengasuhan, dimana kelak perempuan akan menjadi madrasah pertama sedangkan para lelaki akan menjadi kepala sekolahnya. Maka, laki-laki dan perempuan sama-sama perlu memahami persiapan pernikahan dan pengasuhan.
Mampu Menikah Bukan Sekadar Tentang Materi dan Finansial
Kepada para pemuda, Rasulullah berpesan untuk menikah jika memang telah mampu menikah. Tahukah kamu? Yang dimaksud dengan mampu dalam konteks ini bukanlah tentang kemampuan untuk bisa membayar kontrakan, cicilan kendaraan, atau biaya walimah besar-besaran. Bukan itu. Tapi, mampu disini juga berarti kesiapan mengasuh karena pernikahan berarti sebuah gerbang dimana nanti akan ada keturunan-keturunan yang dihasilkan.
Sebuah ayat pengingat dari Allah dalam Al-Qur’an pun telah membahas mengenai pentingnya kesiapan mengasuh ini untuk dipersiapkan, yaitu
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” - Q.S An-Nisa : 9
Nah tuh, hendaklah takut kepada Allah kalau meninggalkan keturunan yang lemah. Memangnya, lemah disini konteksnya apa, sih? Apakah tentang harta yang kurang cukup? Apakah tentang fisiknya yang sering sakit? Bukan, lemah disini adalah lemah dalam menghadapi tantangan zamannya.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Di ayat tersebut kita juga diperintahkan untuk berkata benar, yang ternyata tidak hanya mencakup perkataan, tapi juga perbuatan dan keputusan yang dibuat untuk anak, yang ketiganya haruslah benar. Ini berperan dalam praktik-praktik sederhana. Bagaimana kita bisa mengatakan apa yang benar kepada anak-anak kita sementara kita tidak mengetahui yang benar itu apa?
Mempelajari Ilmu Pra-Nikah Ternyata Belum Tentu Mempelajari Kesiapan Mengasuh
Pernikahan adalah tentang ibadah seumur hidup yang menghabiskan lebih dari setengah usia kita. Pasca menikah, tugas yang paling identik untuk diemban oleh sepasang suami isteri adalah mengasuh anak. Tapi, hal ini seringkali menjadi luput untuk menjadi perhatian anak-anak muda, seolah menikah selesai dengan urusan antarpasangan saja. Ini bukan sekedar asumsi atau cerita, karena data dari statistik pendaftar Parents Prouductive menggambarkan
62% anak muda mempelajari pra nikah, tapi ternyata, jumlah yang belajar dan mempersiapkan pengasuhan jauh lebih sedikit daripada itu, yaitu 21,6% saja.
Kesiapan mengasuh anak-anak muda zaman now ternyata rendah, hal ini didukung juga oleh fakta bahwa pengasuhan ini tidak ada sekolahnya. Tidak ada sekolah menjadi ibu atau ayah, padahal untuk profesi-profesi lain ada sekolahnya, bahkan untuk menjahit pun ada kursusnya. Nah, dengan akses belajar dan akses informasi yang saat ini meluas, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa membenarkan kita untuk menunda-nunda belajar dan mempersiapkan diri.
Belajar bisa dari mana saja, tapi masalahnya, apakah kita mau melakukannya dengan menginvestasikan waktu, tenaga, dan mungkin juga uang kita?
Silahkan ditanyakan kepada masing-masing hati :”)
Memangnya, Apa yang Membuat Kita Perlu Memiliki Kesiapan Mengasuh Sejak Dini? Engga Nanti Aja Kalau Sudah Dekat ke Akad atau Kalau (Istri) Sedang Hamil?
Pertama, karena kita tentu ingin nurut kepada Allah dan menhindarkan diri dari meninggalkan keturunan yang lemah seperti yang telah dibahas dalam Q.S An-Nisa ayat 9 tadi. Berkaitan dengan hal ini, dalam sebuah kesempatan, Ibu Elly Risman pernah menyampaikan,
“Kalau sama Allah aja kamu engga takut, terus kamu mau takut sama siapa?”
Kedua, karena kita kelak akan menga/suh generasi dengan tantangan zaman yang berbeda. Sebagai generasi Y (lahir di rentang tahun antara 1980 – 1994), disadari atau tidak, kita seolah dipaksakan orangtuanya untuk sekolah setinggi-tingginya dan mendapatkan pekerjaan yang bagus, akibatnya generasi Y dapat unggul secara akademik tapi tidak siap menjadi suami/isteri dan orangtua. Padahal, generasi Y ini mengemban amanah yang sangat besar di transisi generasi karena berada di masa peralihan antara 2 generasi yang sangat berbeda. Amanah apakah itu? Amanah mengasuh digital native, yaitu anak-anak yang sudah terpapar teknologi sejak lahir, bahkan sejak di dalam kandungan.
Persepsi masyarakat dalam mengasuh adalah learning by doing. Bahayanya, hal ini justru dekatnya dengan trial and error. Padahal, pengasuhan tidak bisa diulangi lagi dan akan ada banyak penyesalan yang terjadi setelahnya jika gagal. Kalau begitu, apa yang akan terjadi jika kita sebagai generasi Y ini mengasuh anak tanpa persiapan?
Kemungkinan paling mungkin adalah kita akan mengobservasi cara pengasuhan orangtua kita dulu dan dia menggunakannya lagi untuk mengasuh anak-anak kita, padahal zaman sudah berbeda.
Tidak hanya itu, parenting is all about wiring, bahaya kan kalau ada rantai pengasuhan yang salah yang kemudian kita tularkan lagi pada anak-anak kita?
Ketiga, kesalahan pengasuhan akan berakibat pada kondisi BLAST pada anak-anak, yaitu bored-lonely-afraid/angry-stress-tired, sehingga mereka akan rentan terhadap bullying, peer pressure, konten dan value yang tidak baik, sasaran empuk pebisnis pornografi, dan budaya hidup tidak sehat.
Ada sebanyak 87 juta anak Indonesia (yang saat ini berusia 0-19 tahun) yang akan mengisi posisi pemimpin negeri ini di tahun 2045 (di usia emas sebuah negara). Siapakah mereka? Mereka adalah anak-anak kita, yang dilahirkan dari generasi kita. Bayangkan bagaimana jika mereka BLAST? Padahal, generasi yang kelak memimpin negeri ini di 2045 haruslah menjadi generasi yang BEST (Behave-Empathy-Smart-Tough), yaitu yang berbudi pekerti baik, memiliki rasa kasih sayang, punya kecerdasan emosional, cerdas, dan tangguh sejak dari rumah karena di luar banyak sekali tantangan yang dihadapi.
Kalau Begitu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Sekarang?
Pertama, kenali diri sendiri, pahami bahwa setiap orang terlahir unik, berdamailah dengan masa lalu dan terimalah bahwa seluruh kejadian di masa lalu itu adalah bagian dari diri kita, terima kekurangan dan kelebihan, jadilah diri sendiri.
Seseorang yang tidak kenal dirinya sendiri cenderung akan mencari-cari pasangan yang sempurna untuk menutupi kekurangan dirinya. Padahal, seperti yang dikatakan ustadz Salim A Fillah, jangan menikah dengan ekspektasi, tapi menikahlah dengan obsesi, yaitu tidak mencari pasangan yang sempurna tapi kita bertekad kuat untuk menjadikan dan mendidik pasangan kita sempurna di mata Allah. Maka, carilah yang di kepalanya ada ilmu, di hatinya ada takwa, dan di tangan ada kebaikan yang kelak akan kalian lakukan berdua.
Kedua, sadari bahwa kita kelak akan menjadi orangtua. Ketiga, pilihlah calon yang terbaik, karena hak pertama anak adalah dipilihkan ayah/ibu yang terbaik untuk kita (ikhtiar untuk menjadi suami/istri terbaik). Keempat, rumuskan tujuan pengasuhan, yaitu tentang mau jadi apa anak kita, bagaimana akan mengasuhnya, keluarga kita mau jadi apa, pasangan kita mau jadi apa, dan seterusnya.
Ikat Dulu Untamu, Lalu Bertawakkallah
Semua orang terinstall untuk bisa jadi orangtua, memang begitulah fitrahnya. Tapi, jangan kemudian berleha-leha. Ikat untamu dulu, usaha dulu, belajar dulu, bersiap dulu, baru setelahnya tawakkal kepada Allah.
“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zamannya, bukan di zamanmu.” – Ali bin Abi Thalib
_____
Tulisan ini adalah resume materi Parents Prouductive sesi pertama yang diolah kembali agar lebih mudah untuk dicerna. Judul asli materi ini adalah “Menjemput Amanah Baru: Mengasah Asa, Menyemai Generasi” yang disampaikan oleh Ahmad Sa’ad Ibrahim, seorang inisiator NuParents dan edukator Parenting Era Digital.
Sampai bertemu di review-review selanjutnya. Untuk membaca tulisan parenting atau pra-nikah lainnya, klik disini.
791 notes
·
View notes
Text
Hate Speech
youtube
Baru-baru ini kak gita mengeluarkan video project Youtube Creators for changenya yang bahas soal hate speech. dibalik ada beberapa komen yang bilang bahwa tetep aja kalo orang yang nyatanya dia salah (tatoan, waria, style aneh macem awkarin) ya jangan jd seolah-olah didukung karena justru bakal bikin mereka makin bisa membela “kesalahannya”. hehe.. lucu aja sih, emang ada beberapa sisi yang menurut gue itu bisa banget jadi komentar negatif, ya maklum lah namanya manusia, banyak beda pandangannya, banyak khilafnya, tapi gaess sekarang kita lagi bahas soal hate speechnya, dan menurut gue sisi ini dapet banget di videonya kak gita. ntaps.
yang lucu adalah ketika lu semangat banget komentarin orang di media sosial eh pas ketemu lu kicep gitu, wkwk.. mana kata-kata lu yang tadi, coy?
ini mungkin yang bisa bikin media sosial jadi ladang depresi seseorang, dari sisi orang yang banyak dikomentarin karena feedsnya, pun dari sisi orang yang mengomentari. kenapa? ya kalo dari sisi yang dikomentarin jelas banget kan, mereka korban empuk cyber bullying. kalo dari sisi yang mengomentari, itu bisa terjadi justru karena dia punya self esteem yang rendah dan akhirnya dengan mengomentari orang yang sebenernya menurut dia gak salah-salah amat tapi dia iri aja kenapa orang kayak gitu bisa punya followers banyak sedangkan dia nggak itu bisa jadi kepuasaan tersendiri buat dia, atau karena faktor lain yang menurut gue gak akan jauh dari hal-hal pemenuhan kepuasan pribadi seseorang yang nggak tersalurkan dengan baik.
terkait depresi di media sosial, kalian bisa baca artikel ini
***
nah soal hate speech, sebenernya dia gak cuma ada di media sosial tapi didunia nyata pun banyak, cuma karena sekarang kita ada dijaman yang internet itu gampang banget didapetin dan forum-forum media sosial makin menjamur, jadi hate speech paling mudah kita dapetin disana, kamu tinggal cari orang-orang yang “berani beda” atau orang-orang yang komentarin sesuatu dan lagi-lagi agak “berbeda” dari kebanyakan komentar orang biasanya, maka bisa dipastikan kamu bakal nemu hate speech disana. *sotoy banget gue, wkwk*
kadang gue mikir, orang-orang yang sering kena hate speech di media sosial itu punya mental yang kuat banget ya, kalo gue jadi mereka bisa jadi gue gak akan sekuat itu. bayangin aja, men.. lu dihina orang banyak atas sesuatu hal yang bisa jadi maksud lu tuh gak kayak begitu tadinya. aih, berat euy. dihina satu orang aja (untuk sesuatu hal yang emang bukan sepenuhnya salah kita) kadang udah bikin gondok tak terkira.
***
gue punya cerita sih tentang ini, tapi masih didunia nyata aja (karena feeds ig gue emang biasa aja, siapa juga mau komen. wkwk). jadi ditempat kerja gue sekarang, hampir sebagian besar itu isinya perempuan dan beberapa udah ibu-ibu. ya namanya juga daycare, jadi pasti banyak perempuannya disana. buat yang belum tau daycare, jadi itu semacam tempat penitipan anak tapi ada program-programnya gitu loh. nah pas awal-awal masuk, banyak banget yang bilang gue cantik (sumpah ini serius, bukan karena gue kepedean atau ngayal. jd terima dulu aja ya wkwk), dari bocah-bocah TK sampe ibu-ibu dapur bilang gitu dan kadang manggil gue dengan sebutan “ustadzah cantik” (well, disana daycarenya basis islam jadi guru-gurunya dipanggil ustadzah). kadang beberapa ibu-ibu sampe ngeliatin baju gue, kerudung gue, nanya itu bahannya apa lah, beli dimana. jujur aja, gue risih. padahal yang sering mereka komentarin itu baju-baju gue yang belinya di toko-toko secondhand, bukan baju distro apalagi butik. sampe suatu ketika, ada ustadzah yang belom ibu-ibu sih, tapi kayaknya lebih tua beberapa tahun diatas gue, dia manggil berkali-kali dengan sebutan “ustadzah cantik... mba cantik.. mbaa..” ya gue nggak nengok lah, orang nama gue bukan cantik. abis gitu dia bilang “heuh mba cantik-cantik kok sombong banget sih” setelah sadar kalo ternyata dia manggil gue, gue nengok dengan polosnya bilang “ustadzah manggil saya?” terus dia jawab “mboh wes mba, sakit hati saya” lah.. piye toh. :’D
setelah itu sering banget beliau komentarin gue yang kurang enak didenger, bahkan perkara rok, yang mungkin kalo kamu pecinta rok bakal ngerti kenapa kadang kala kita pake rok double, kan biar gak membentuk badan. beliau pernah bilang “mba itu roknya dua gtu ta?” | “iya ustadzah hehe” | “loh kok ane sih?” | “lah ini biar gak membentuk aja ustadzah” | “tetep aja aneh, saya bilangin ya us, GAK PANTES” kemudian dia berlalu. lahhh? makin bingung aja gue. :’D
seringkali juga beliau membesar-besarkan soal gue sombong lah, gue udah bikin sakit hati dia lah, yang padahal gue bingung gue salah apa, toh gue ngobrol sama beliau aja jarang pake banget karena emang kita beda kelas. well, kadang gue anggap itu bercandaan dan seperti biasanya gue, gue tanggepin pake haha hihi aja sambil dibawa asik. tapi kadang kalo lagi emosi gue juga kesel, men. gue jadi mikir apa yang salah dari gue, takut emang gue beneran bikin mba itu sakit hati dan semacamnya. sampe temen gue yang akhirnya denger langsung juga, ikutan kesel sama mbanya. wkwk
***
intinya, hate speech atau komentar-komentar gak menyenangkan yang kalo didunia nyata keliatan juga dari mukanya yang masam itu gak baik sodara-sodara.. mungkin karena itu yaa di haditsnya Rasulullah pernah bilang bahwa menampilkan wajah yang berseri-seri ke orang lain itu bahkan termasuk ibadah. pun menuliskan komentar-komentar baik kalo di media sosial termasuk didalamnya kalo menurut gue. ya karena emang susah, apalagi kalo emang kondisinya diri kita sendiri lagi gak baik (lagi kesel misalnya atau banyak tekanan di lain hal, dkk).
***
yang pasti kalo dari gue, ayoklah atuh kita belajar bijak menanggapi suatu hal, entah itu di dunia nyata atau di dunia maya. kalo dari gue sendiri, gue lagi belajar buat selalu menghindari menulis seseuatu atau mengucapkan sesuatu kalo kondisi gue lagi emosi banget (terutama kalo lagi marah), biasakan istighfar dulu atau minimal kita duduk terus atur napas dulu deh biar bisa berpikir jernih baru abis itu ngomong. dan yang lebih penting, gak semua hal bisa kita komentarin langsung seenak mulut kita berbicara, coba deh kalo lagi pengen komentarin orang, dikomentarin dalam hati dulu, terus pikir apakah itu pantas kita sebutin ke orang itu secara langsung atau nggak. kalo itu permasalahannya adalah soal sikap atau perilaku orang itu yang kurang baik, biasakan juga tabayun atau mencari kejelasan terlebih dahulu baru kita bilangin baik-baik. kan dulu mah Rasulullah juga sesantai dan seasik itu menasehati seseorang. hehe
.
.
ini gue nyambung gak sih ngasih contoh sama kesimpulannya? wkwk yaudahlah yaa intinya begitu.
sekian.
wassalamu’alaikum wr.wb
Malang, 29 September 2017
3 notes
·
View notes
Text
Mengajarkan Ibadah yang Menyenangkan pada Anak
Sebuah Catatan Seminar bersama Bunda Elly Risman, Psikolog
Oleh: Yulinda Ashari Bidang Pemuda ASA Indonesia Divisi Riset dan Kajian
Sebagai orang tua Muslim, kita seharusnya sudah memahami bahwa tugas utama kita dalam pengasuhan anak adalah bagaimana menjadikan anak sebaik-baik hamba yang taat beribadah kepada Allah swt. Konsep ibadah dan keimanan ini harus diajarkan sejak anak masih dini, agar kelak ketika beranjak dewasa mereka sudah terbiasa untuk beribadah tanpa harus disuruh lagi. Metode pengajaran beribadah kepada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Ibadah bagi anak-anak harus dibuat menyenangkan. Mengapa ibadah bagi anak harus menyenangkan? Karena targetnya anak-anak, maka metode harus disesuaikan dengan cara kerja otaknya. Bagian sinaps pada otak anak belum menyatu dengan sempurna sehingga ibadah harus dikemas secara menyenangkan. Orang tua tidak bisa memberikan pengasuhan dengan mengabaikan perkembangan otak anak.
Sebelum mengajarkan ibadah kepada anak, orang tua harus mengingat kembali bahwa hal ini merupakan perintah Allah yang harus diperjuangkan dengan bersungguh-sungguh, karena sejatinya tujuan penciptaan manusia di dunia adalah untuk beribadah dan mengagungkan keesaan Allah swt. Mari kita buka kembali QS. Ad-Dzariyat ayat 56-58, yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Salah satu tanggung jawab orang tua dalam hal beribadah ini adalah bagaimana cara membentuk kebiasaan yang baik serta meninggalkan kenangan yang baik pada anak. Ingatkah dahulu kala mungkin ada yang mendapat “ancaman” jika tidak salat? Barangkali hal itu dapat membentuk kebiasaan yang baik, namun kenangan yang tertinggal di ingatan adalah kenangan yang tidak baik, bukan? Kebiasaan baik dan kenangan yang baik. Ibadah harus dibuat menyenangkan agar anak tidak merasa terbebani, tidak menolak, dan tentu saja agar mereka merasa senang dan bahagia ketika beribadah. Jangan pernah tinggalkan kenangan buruk untuk anak ya Ayah Bunda!
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah berbicara dengan tutur kata yang benar.“ (QS. An-Nisa ayat 9)
Tugas pengasuhan anak apalagi terkait ibadah ini memang bukanlah hal yang mudah. Namun ingatlah bahwa karakter anak apapun yang Allah anugerahkan kepada Ayah Bunda, tidak akan melampaui batas kesanggupan masing-masing orang tua. Selalu ingatlah bahwa anak kita sejatinya bukanlah milik kita. Anak hanyalah titipan Allah yang dapat diambil kapan saja. Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemilik-Nya. Mereka adalah kenikmatan, tantangan, sekaligus ujian, yang kemudian proses pengasuhannya membutuhkan perjuangan berupa pikiran, perasaan, jiwa, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Bayangkan jika kita dititipi anak presiden, mungkinkah kita berani memukul, mencubit, atau berkata kasar padanya? Tentu saja tidak. Lalu bagaimana jika kita dititipi anak langsung oleh Sang Pemilik Kekuasaan? Masih beranikah kita mendidik anak tanpa ilmu dan bersikap sewenang-wenang pada mereka? Kira-kira sudah berapa banyak kita melanggar perintah Allah terkait pengasuhan anak ini?
Didiklah anak karena Allah. Jangan pernah mengharapkan kebaikan dari anak jika orang tua tidak mendidiknya dengan baik. Anak-anak kita bukanlah pilihan kita, mereka adalah takdir pilihan Allah untuk kita. Boleh memasukan anak ke sekolah-sekolah agama, namun bukan berarti kewajiban orang tua dalam mengajarkan agama menjadi gugur begitu saja. Tugas orang tua untuk mengajarkan agama harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memasukan anak ke pesantren. Di akhirat kelak, bukan guru-guru pesantren yang akan ditanya, tapi para orang tua masing-masing. Ayah dan Bunda, sudah siapkah mempertanggungjawabkan tugas pengasuhan ini?
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para orang tua dalam mengajarkan anak beribadah yang menyenangkan, antara lain: 1. Tantangan dari dalam diri sendiri dan pasangan Tantangan utama dalam hal ini adalah terkait bagaimana masalah agama ini ditanamkan pada diri Ayah dan Bunda sendiri. Selalu lihatlah ke dalam diri sendiri sebelum menyalahkan lingkungan. Seberapa pentingkah agama dalam hati dan kehidupan kita? Mungkinkah berharap anak yang salih saat kitapun tidak berusaha menjadi orang tua yang salih? Mungkinkah menginginkan anak yang rajin salat sedangkan Ayah dan Bunda tidak salat? Jadilah teladan yang terbaik bagi anak-anak kita terkait ibadah ini. Pelajarilah ilmu agama lebih banyak. Tumbuhkan kesadaran bahwa tujuan utama mendidik anak adalah menjadikan mereka penyembah Allah. Bagi yang sedang dalam proses pencarian pasangan, sepakatilah di awal pernikahan dengan pasangan untuk bersama-sama mendidik anak menjadi hamba Allah jika telah terlahir ke dunia kelak.
Tahukah Ayah dan Bunda, dalam proses pengasuhan ini, penanggung jawab utamanya ternyata adalah Ayah! Keterlibatan ayah untuk membentuk kebiasaan beribadah anak SANGAT PENTING! Anak yang mendapat keterlibatan pengasuhan ayahnya yang baik akan tumbuh memiliki harga diri yang tinggi, prestasi akademik di atas rata-rata, lebih pandai bergaul, dan saat dewasa akan menjadi pribadi yang senang menghibur orang lain. Maka wahai para ayah, kembalilah! Tugas ayah bukanlah sekadar mencari nafkah, namun juga sebagai penanggung jawab utama pengasuhan anak. Jika ayah terlalu sibuk bekerja—dengan alasan untuk kebahagiaan istri dan anak—maka tanyakanlah kembali pada diri: apa yang sebenarnya sedang ayah kejar? Apa yang ayah sebut dengan kebahagiaan anak dan istri tersebut? Tidak takutkah kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah mengenai hal ini?
2. Mengasuh generasi Alfa • Gen Y lahir pada rentang tahun 1980 – 1994. • Gen Z lahir pada rentang tahun 1994 – 2009. • Gen Alfa lahir pada rentang tahun 2010 – 2025. - Mereka hidup dengan internet (belajar, bikin PR, makan olahraga, tidur). - Semua serba cepat, instan, menantang dan menyenangkan. - Mereka terbiasa multiswitching (melalui gadget). - Mereka memiliki tata nilai yang berbeda. Generasi yang akan kita didik saat ini adalah para Alfa. Jika generasi Alfa ini tidak dididik dengan metode yang tepat sesuai zamannya, maka akan sulit memasuki dunia mereka, bukan? Karenanya, Ayah dan Bunda tidak boleh abai dengan tantangan dan perkembangan zaman ya!
3. Beban pelajaran yang berat • 70% anak masuk SD sebelum usia 7 tahun. • 46% anak di sekolah 6 – 7 jam sehari. • 25% sekolah masih memberi materi pelajaran formal setelah jam 12 siang. • 52% guru di sekolah masih memberikan 1 – 2 PR. • 18% anak mengikuti les mata pelajaran setelah pulang sekolah. • 25% anak mengikuti les 2 -3 hari dalam seminggu. • Standar kelulusan Indonesia tertinggi di dunia. Dengan beban pelajaran yang berat bagi anak, kegiatan beribadah seringkali menjadi tidak diutamakan. Para orang tua mendidik anak mereka menjadi orang yang pintar secara akademik, namun hampa secara keimanan. Tanamkanlah tekad dalam diri, “Anakku harus salih dulu, baru pintar”. Jangan salahkan pula jika kemudian anak menjadi mudah emosi karena terlalu lelah di sekolah. Jangan pernah abaikan perasaan mereka. Hindari menasihati mereka saat emosinya sedang tidak baik. Orang tua juga perlu menyelesaikan emosi dengan dirinya sendiri, jangan sampai emosi kita kemudian berimbas kepada anak dan pasangan. 4. Peer Pressure 5. Ancaman dari agama dan kepercayaan lain 6. Perubahan nilai dari masyarakat kita
Mulai dari mana?
Selesaikanlan urusan dengan diri sendiri dan pasangan terkait urusan ibadah ini. Semua kebiasaan beribadah ini bermula dari Ayah dan Bundanya, jadilah role model yang baik dan idola bagi anak kita sendiri. Orang tua juga perlu mengenali keunikan serta tahapan perkembangan otak anak, sehingga metode yang disampaikan dapat sesuai dan tepat sasaran. Kenalkan ibadah pada anak dengan cara yang menyenangkan. Biarlah jika pada awalnya mereka suka sekali bermain air saat berwudhu hingga bajunya basah dan haruss diganti berkali-kali. Biarlah jika gerakan salatnya masih semaunya, suka menarik-narik sajadah, atau menganggu ayah bundanya saat sedang salat. Jangan dimarahi. Biarkan anak senang dan bahagia terlebih dahulu dengan praktik ibadah ini. Masukan target “bahagia” dalam proses pengasuhan anak. Mendidik anak memang harus disertai kesabaran yang tanpa batas. Tidak apa-apa, didiklah anak dengan cinta karena Allah semata. Jika anak senang beribadah, ia akan mau beribadah, kemudian menjadi bisa beribadah, dan terakhir menjadi terbiasa beribadah tanpa harus disuruh dan merasa dipaksa.
Untuk mengajari anak ibadah yang menyenangkan diperlukan niat baik, kejujuran, keterbukaan, serta kerjasama yang baik dari kedua orang tuanya, tidak bisa hanya salah satunya saja. Setelahnya, kombinasikan semua tekad itu dengan mengenali kepribadian anak, sesuaikan dengan cara kerja otak, bakat, serta seluruh kemampuan anak. Setiap anak kita adalah unik, otak anak baru berhubungan sempurna ketika berusia 7 tahun, sedangkan hubungan anatara sistem limbik dan corteks cerebri di otak baru sempurna pada usia 19-21 tahun. Butuh sekitar 20 tahun bagi orang tua untuk mendidik anak dengan baik, maka bersabar dan bersungguh-sungguhlah, karena Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh. Jangan menuntut anak untuk dewasa sebelum waktunya. Anak perlu menjadi anak untuk dapat menjadi orang dewasa, hilangnya masa kanak-kanak akan mengakibatkan masyarakat yang kekanak-kanakan. Bantulah anak-anak kita untuki mekar sesuai dengan usia dan kemampuan serta keunikannya. Ayah dan Bunda harus membuat kesepakatan dan kerjasama di awal, siapa pengambil keputusan dalam hal A dan B, buat perencanaan-pelaksanaan-evaluasi, buat target per anak, pembagian kerjasama, kontrol, dan selalu bermusyawarah dalam setiap keputusan yang melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Ubah paradigma dan cara pandang kita, bahwa anak bukan saja harus bisa beribadah, namun juga suka beribadah.
Landasan Psikologis Anak
Anak Usia 5 – 8 tahun Ibadah untuk anak usia ini bukanlah suatu kewajiban, tapi perkenalan, latihan, dan pembiasaan. Tidak ada kewajiban syar’i bagi anak untuk beribadah, namun ada kewajiban syar’i bagi orang tua untuk membentuk kebiasaan anak dengan cara yang menyenangkan. Didiklah anak dengan modal, misalnya belikan mukena yang disukai anak, membelikan baju koko baru agar anak rajin ke masjid, dan lain sebagainya. Jangan ragu mengeluarkan modal untuk keperluan beribadah kepada Allah swt. Jangan juga hilang kegembiraan anak usia 5 -8 tahun, masuki dunia anak dengan metode 3B: Bercerita/Berkisah, Bermain, dan Bernyanyi. Landasan Psikologis Anak Usia 5 – 8 tahun: • Mudah dibentuk. • Daya ingat yang kuat. • “Dunianya” terbatas. • Meniru: orang tua/ situasi. • Rasa persaudaraan sedunia.
Landasan Psikologis Anak Usia 9 – 14 tahun: • Otak sudah sempurna berhubungan. • Umumnya: Mukallaf. • Emosi sering kacau. • Tugas sekolah semakin berat (ditambah les). • Banyak aktivitas, termasuk bermain internet dan games. • Peer Pressure yang sangat kuat. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: tanggung jawab seorang yang sudah baligh. - Perlakuan dan komunikasi sebagai teman. - Bisa menjadi pendamping/ pembimbing adik-adiknya. - Diberi tanggung jawab sosial: mengantar makanan untuk berbuka puasa, membayar zakat, dan kerja sosial yang mudah sesuai usia. - Ajari anak untuk berwirausaha/ berdagang.
Landasan Psikologis Anak Usia 15 – 20 tahun: • Prefontal Corteks hampir sempurna berhubungan. • Dewasa muda. • Semakin banyak aktivitas, games dan internet. • Mulai mengenal pacaran dan pergaulan bebas. • Orientasi semakin di luar rumah. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: dewasa muda, ajarkan fiqih pernikahan. - Perlakuan dan komunikasi sebagai sesama orang dewasa. - Bisa menjadi motivator dan pembimbing adik-adiknya. - Jadikan ia penggerak/ koordinator kegiatan anak dan remaja masjid/mushala.
Setelah mengetahui landasan psikologis pada rentang umur anak, maka metode pembiasaan beribadah pada anak dapat disesuaikan dengan perkembangan dan cara kerja otaknya. Ayah dan Bunda harus terus belajar untuk bisa menjelaskan pertanyaan “mengapa?” dari anak, jelaskan apa yang saja yang menjadi perintah dan larangan Allah swt., serta manfaat dan ganjaran dari beribadah. Gunakan pendekatan kognitif secara ringkas serta contoh yang kongkrit pada anak, serta selalu gunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai referensi utama,. Teruslah bersabar dalam mendidik anak karena waktu persiapan setiap anak tidaklah sama, proses pengasuhan harus disesuaikan dengan usia, kemampuan, kondisi fisik, dan karakter anak.
Persiapkanlah diri Ayah dan Bunda untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Gunakanlah kata-kata yang memahami perasaan anak, lebih banyak mendengar aktif, hindari kata-kata yang menghambat komunikasi dengan anak, serta biasakanlah memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Jika saat ini anak kita dimanjakan oleh fasilitas: kamar pribadi, rumah yang luas, gadget, serta wifi dan akses internet yang tidak terbatas, jangan lupa ingatkan anak untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluannya, ingatkan bahwa meski Ayah dan Bunda tidak berada di rumah atau di sekolah, ada Allah yang tetap mengawasi dimanapun mereka berada. Sampaikan tips sukses pada anak yang tidak hanya berupa kemampuan akademik, namun juga berupa salat tepat waktu, sayang pada ibu, puasa Senin dan Kamis, serta mengaji setiap pagi dan sore.
Akhirnya, selamat berjuang! Miliki kekuatan kehendak, bayangkan, dan doakan anak-anak menjadi penyembah Allah yang taat. Semoga Allah karuniakan kita anak-anak yang salih dan salihah.
4K notes
·
View notes
Photo
For more posts like these, go to @mypsychology
25K notes
·
View notes
Photo
For more posts like these, go to @mypsychology
36K notes
·
View notes
Note
dan yang paham dan tidak lupa bahwa saya bukan hanya milik dia, tapi juga milik ibu saya, ayah saya, adik saya, sepupu-sepupu saya, keponakan-keponakan saya, teman-teman saya, mentee-mentee saya, dan yang terpenting saya sepenuhnya milik Allah.
no offense. cuma ngelanjutin. wkwkwkwkwkw
Kak, alasan kakak gak nikah-nikah apa kak? Nyarinya cem mana sih kak?
Alasannya klise, belum nemu jodohnya.Tenang, bukan karena ga pingin nikah kok, tapi emang gagal beberapa kali. Juga bukan karena minta yang sempurna kok, tapi emang kadang yang sononya belum berani.
Carinya yang sama2 mau memperbaiki diri, yang pemikirannya bisa meluruskan pemikiran sy yg keliru, yang tegas dan berani marahin sy kalo sy salah, yang sayang dan melindungi perempuan2 di sekitarnya, yang bertanggung jawab, yang bisa meredam ambisi saya, yang suka sedekah, yang suka bantu orang lain, yang cara memandang value of money nya baik, yang punya mimpi tinggi dan untuk kebaikan, yang tekun dan istiqomah.
Gak susah ternyata cari yang kayak gitu. Masalahnya, yang kayak gitu belum tentu mau ngelamar saya. Hahaha. Kasih tau kalo ada yang lucu gitu yak.
266 notes
·
View notes
Text
Terharu
Kamu benar, Tuhan tidak pernah sekalipun absen mendengarkan doa hambaNya
dulu.. dulu sekali, ketika aku takut untuk melangkah maju dalam dunia sosial (nyata dan maya), aku berdoa pada Tuhan, semoga aku diberikan lingkungan yang baik.
dan lihat sekarang, aku dibuat haru justru saat aku sedang tidak bersyukur. saat aku sedang malas dan merasa penuh isi kepalaku hingga yang tercipta adalah ruang sempit yang semakin membuatku pengap, Tuhan dengan lembutnya menunjukkan mereka...
mereka yang aku kenal dan berada diorbitku, yang ternyata adalah orang-orang super positif dan banyak kontribusi untuk orang-orang sekitarnya, hal-hal sederhana yang bermakna karena mereka, sukses yang diartikan dengan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk siapapun oleh mereka, dan cinta yang tak habis-habisnya dari mereka.
Allah, aku terharu!
terimakasih karena menempatkanku disini, kali ini doaku supaya mereka bahagia dan membahagiakan banyak orang-orang disekitarnya, agar bahagia terus meluas dan semakin dalam diartikan.
semoga kita bertemu di SurgaNya. aamiin :)
Malang, 9 September 2017
0 notes
Quote
Berdoalah semoga Allah tidak membuatmu merasa tidak ada yang dikerjakan, padahal banyak pekerjaan (kecil)mu yang belum selesai
1 note
·
View note
Text
Berdamai
Mau sampai kapan menyalahkan keadaan?
Apa yang kamu dapat dari menyalahkan keadaan?
.
.
setidaknya itu dua pertanyaan yang paling sering muncul dalam benakku akhir-akhir ini.
saat dalam kondisi diragukan, kemudian dengan mudahnya melihat orang-orang pergi dan meninggalkan yang belum selesai dibelakangnya, lantas orang-orang yang tersisa yang harus lagi-lagi berkorban menanggungnya.
saat dalam kondisi sedikit yang hanya bisa dipercaya, sampai lagi-lagi harus ada yang berkorban mengambil dan mengerjakan yang bukan bagiannya.
saat dalam kondisi “ya Allah sebegininya kah?”
.
dan kuputuskan itu berlebihan. kata-kata diatas sangat berlebihan kalau kita buka Q.S Al-Baqarah : 214. ujian kita tidak seberat orang-orang terdahulu. mereka sampai diguncang jiwanya, artinya itu pasti bukan lagi hanya soal diragukan, ditinggalkan, dan keluhan-keluhan receh kita lainnya. mereka mengalami yang lebih dari itu.
lantas apa kita tidak malu?
kita bukan mereka. memang. tp apa salahnya melihat kelebihan dan meniru kebaikan serta kekuatan orang lain? daripada hanya mengutuk kekurangan.
=============================================================
Sore itu, aku bertanya lagi dalam hati,
bagaimana caranya agar bahagia menjalani semua itu meski berkali-kali dihantam masalah?
Allah menjawabnya dengan indah dalam beberapa peristiwa;
Berdamailah dengan keadaan.
Maafkan orang-orang yang membuatmu sakit hati, karena bisa jadi mereka juga sedang ada dikondisi yang terhimpit.
Maafkan. Maafkan, Maafkan.
Lalu jalani semuanya dengan penuh keyakinan.
Semangat!
Malang, 28 Agustus 2017
Aku rasa berat kepalaku bertambah, kenapa dia jadi begitu susah diajak tegak? hahaha
2 notes
·
View notes
Quote
Kalau kata-Mu aku mampu,Tuhan.. baiklah. Bahkan disaat aku merasa aku adalah selemah-lemahnya diri diantara mereka, aku mencoba untuk kuat. Seperti kata-Mu.
(via sarahdewiyanti)
4 notes
·
View notes
Text
Yang Benar Berjuang dan Sabar
Setiap kali takutmu datang lagi Setiap kali asa mu melemah lagi Coba ingat ini, nona..
Orang terkasihku pernah berkata, Bahwa surga diliputi oleh hal-hal yg tidak kita suka* Kemudian Yang Memiliki Hatiku pun mengingatkan, Apakah kita mengira bahwa kita akan masuk surga? Padahal belum nyata diantara kita siapa yg benar-benar berjuang dan siapa yang benar-benar sabar**
Nona, Tunjukkan kalau kamu adalah orang yang benar-benar berjuang itu Tunjukkan kalau kamu adalah orang yang benar-benar bersabar itu
Allah dan RasulNya akan melihatmu dengan bangga disana. :) Insya Allah
*HR Muslim **QS Ali Imran : 142 Dengan bahasa yang disesuaikan
4 notes
·
View notes
Quote
Wahai ibunda, bersabarlah, sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran
Ini perkataan seorang anak kecil kepada ibunya saat ibunya goyah untuk mempertahankan keimanannya ketika sang Raja meminta seluruh orang yg masih memagang tauhid masuk ke parit api.
Barangkali, ini yang namanya romantisme yg menguatkan. Semoga Allah menjadikanku anak yg seperti itu. Semoga Allah banyak melahirkan anak-anak yg seperti itu, termasuk anak kita (nanti). Aamiin
Dikutip dari HR Muslim, 4/2299-2301; dan Ahmad, 6/16-18
(via sarahdewiyanti)
3 notes
·
View notes