reachtoyou
D
97 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
reachtoyou · 9 months ago
Text
Setiap detik yang kita lalui, adalah sebuah pilihan untuk diri kita di masa depan. Akankah kita menghabiskannya untuk berjuang dalam jalan kebaikan, atau terlena dalam kemaksiatan?
0 notes
reachtoyou · 1 year ago
Text
In Temporary Life: As A Final Year Student (3/3)
— Bagaimana rasanya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi yang dipilih sendiri dengan sadar, meski butuh usaha lebih keras? Aku akan menjawab, tentu bangga dan senang. 
Sedikit kilas balik, menurutku quest menyelesaikan pendidikan tinggi cukup jadi momok tersendiri, karena boleh dibilang ini bukan tujuan awalku dalam mengenyam pendidikan tinggi. Namun lagi-lagi, Allah berikan semua yang terbaik bagi hambaNya, dalam porsi yang tepat. Tak dipungkiri, butuh waktu yang cukup lama bagiku untuk bisa “moveon” dari tujuan sebelumnya ke tujuan yang baru, dengan kampus yang berbeda pula.
Perjalanan dalam mengerjakan tugas akhir pun bukan perkara yang mudah. Sempat demotivasi, cukup tertinggal di belakang, serta beberapa rencana gagal selesai di waktu yang kutentukan. Meski kuakui, banyak pihak-pihak seperti orang tua, dosen pembimbing, sahabat yang menyemangatiku untuk terus maju kedepan menghadapi apa yang sudah kumulai. 
Tugas akhir serasa sesuatu yang mustahil aku selesaikan ketika aku masih menjadi mahasiswa. Namun siapa sangka, kemustahilan ini dapat aku ubah jadi sesuatu yang berhasil terlaksana dengan bantuan Allah subhanahu wa ta’ala. Mulai dari pencarian topik, seminar proposal, mencari data responden, seminar hasil, yudisium, hingga wisuda dapat kulalui dengan baik. Sebuah perjalanan besar selama kurang lebih setahun terakhir demi meraih gelar sarjana.
Dari seluruh perjalanan menjadi sarjana, aku belajar banyak hal yang pengalamannya benar-benar kurasakan sendiri. 
Aku belajar untuk berikhtiar sekuat tenaga sebab Allah akan mampukan sisanya. Aku belajar untuk bersabar dalam menjalani sebuah proses karena semuanya dijalani sedikit demi sedikit, progress demi progress. Aku belajar berserah diri pada Allah, sebab ada ranah yang perlu kita usahakan sebagai manusia dan ada ranah yang mutlak menjadi ketentuan Allah. 
Dengan ini, berakhir sudah perjalananku mengambil hikmah sebagai mahasiswa yang berjuang meraih gelar sarjana. Sampai bertemu di perjalanan lainnya!
—Surabaya, 10 November 2023 / 26 Rabi’ul Akhir 1445H
6 notes · View notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
In Temporary Life: As A Final Year Student (2/3)
Menulis ini di tengah-tengah menyusun rangkaian skripsi yang alhamdulillah sudah setengah jalan. Penelitian sudah menemui titik akhir, meski harus terus ditelaah kembali ketika menyusun laporan. Beberapa kali merasa seperti stuck, alias jalan di tempat, namun sedikit demi sedikit percaya bahwa insyaAllah akan segera menuju garis finish.
Menjadi mahasiswa yang menambah waktu studi sebab perlu menyelesaikan tugas akhir, tak pernah terasa mudah. Tantangan seolah silih berganti, memampukan kerja otak yang rasanya sudah berkarat akibat terlalu lama tak dipakai berpikir. Merasa sudah terlalu terlambat sebab banyak teman-teman telah usai perjuangannya, namun tetap berusaha berlari dan fokus mencapai garis finish.
Berada di posisi ini, rasanya sudah ribuan kali membandingkan pencapaian diri dengan pencapaian orang lain. Sudah banyak teman-teman yang melangkah lebih jauh, baik dengan usia yang setara bahkan lebih muda. Kepercayaan diri serasa semakin tipis, kekhawatiran makin menjadi, sambil terus berpacu dengan waktu yang tak akan berhenti. Bahkan ketika diri tak mempu menyemangati, berusaha selalu mengingat Allah masih menyertai.
Namun perjalanan harus terus berjalan. Selama prosesnya, syukur tak terhingga diberikan dosen pembimbing yang begitu sabar dan baik membimbing serta urusan penelitian yang serasa dilancarkan oleh Allah. Menghadapi kondisi ini juga sebagai ajang untuk mengobati penyakit kronis yang muncul di tahun terakhir sebagai mahasiswa; malas. Mengobati yang satu ini perlu effort lebih dan mindset yang mampu menghargai waktu. Satu hal paling berharga dalam quest ini adalah tentang menghargai waktu; yang tak akan berhenti untukku namun masih bisa mengusahakan untuk bisa berpacu dengannya.
Menjalani tugas akhir ini membuatku semakin mengenal diriku sendiri; kapasitasku sebagai manusia dan mahasiswa, tentang apa-apa yang bisa kuikhtiarkan sebagai manusia, dan apa-apa yang perlu aku terima sebagai ketentuan dari Allah.
Perjalanan baru sampai setengah jalan, sampai bertemu di bagian selanjutnya!
ㅡSurabaya, 28 Februari 2023 / 8 Sya'ban 1444H
6 notes · View notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
In Temporary Life: As Final Year Student (1/3)
In this temporary life, what do you desired the most?
Menulis ini, sudah lebih dari sebulan aku membuka quest sebagai mahasiswa tahun akhir: menjalani seminar proposal.
Penantian panjang setelah berbulan-bulan tak punya semangat, setelah sikap menunda yang kelewat batas, setelah sadar bahwa teman-teman sudah selesai; aku akhirnya mulai berlari setelah hanya menonton dari pinggir.
Membuka quest baru memang menyenangkan. Sejenak memanjatkan syukur pada Allah karena dimampukan hingga tahap ini. Berusaha keras tak membandingkan diri dengan yang lain, meski terseok-seok karena nyatanya memang masih ada celah untuk itu.
Membuka quest artinya menemukan petunjuk dan langkah baru yang juga beriringan dengan tantangan yang akan dihadapi. Begitu pula setelah seminar, akupun menemui petunjuk baru yang juga diiringi tantangan baru.
Memutuskan untuk kembali bergerak ketika sudah lama berhenti tentunya perlu tenaga ekstra. Terlalu lama beristirahat membuatku menyadari bahwa aku terlalu lama menyia-nyiakan kesempatan luang yang ada.
Begitupula ketika melanjutkan susunan proposal yang sudah lama mangkrak. Aku harus kembali menelaah judul yang kuajukan, berdiskusi lagi dengan dosen yang pernah kuhubungi, hingga menyusun lembar-lembar proposal yang hampir berdebu. Bahkan, dosen yang kupilih untuk berdiskusi hampir lupa usulan judul yang kupunya saking lamanya aku istirahat.
Perjuangan terasa semakin berat ketika semakin banyak teman-teman yang sudah melewati fase proposal. Fase mempertanyakan kemampuan diri datang berulang kali tanpa permisi. Selalu ada pikiran untuk berhenti, tapi aku tahu tugas akhirku tak akan selesai kalau hanya dibiarkan.
Butuh waktu lama bagiku mempersiapkan diri, entah fisik maupun mental. Mematangkan apa saja yang belum aku kuasai dari penelitianku sendiri, sambil terus meminta kepada Allah agar dimampukan. Melawan rasa takut dan malas, berharap tak ada lagi kesempatan luang yang aku sia-siakan.
Dan ya, pada akhirnya Allah mampukan aku untuk melewatinya. Gambaran seminar yang menyeramkan seakan lenyap, berganti dengan kelegaan dan kesyukuran tiada henti pada Allah. Karena aku menyadari, tiada siapa lagi yang mampukan aku melewati semua ini jika bukan Allah yang mampukan.
Perjalanan masih panjang, lembaran baru masih terus disambung, hingga menemui cerita akhir quest seorang mahasiswa tahun akhir.
ㅡSurabaya, 29 November 2022 / 5 Jumadil Awal 1444H
1 note · View note
reachtoyou · 2 years ago
Text
It's About Choice
Ketika sedang menghadapi suatu hal yang tidak menyenangkan, kita cenderung lebih mudah terserap energinya dan diproyeksikan ke arah negatif. Setelah aku sadari lagi, ternyata aku tipe yang mudah terpuruk kalo menghadapi masalah. Entah ini berkaitan dengan aku yang mudah memikirkan hal-hal kecil yang agak useless dipikirkan, tapi kalo menemui kondisi yang unbalanced atau nggak ideal pasti cenderung terpuruk. Karena itulah akhirnya jadi lebih mudah memikirkan hal-hal negatif, susah bangkit, dan susah termotivasi.
Keterpurukan yang menurutku bersumber dari aku yang mudah memikirkan hal-hal kecil yang useless, akhirnya aku sadar kalo aku lebih fokus ke hal-hal diluar kontrolku. Contohnya, aku seringkali berpikir terlalu lama tentang suatu hal yang kualami. Seperti ketika aku bekerja sama dengan orang untuk mengerjakan suatu hal, setelah pekerjaan ini selesai pasti aku akan memikirkan hal-hal yang sudah aku alami. Entah tentang reaksi orang tadi atau hal yang tidak aku lakukan dengan baik. Bahkan dulu aku sangat sering memikirkan perasaan orang lain atas hal-hal yang kulakukan. Apakah dia senang, sedih, tersinggung, atau lainnya.
Sayangnya, ini tidak baik untukku. Kecenderungan untuk memikirkan perasaan orang lain yang hal itu ada diluar kendaliku sangat menyusahkan. Aku bahkan nggak pernah tahu jawaban atas pertanyaan dan asumsiku sehingga itu juga menyiksaku. This is what makes my energy drained so much like nothing left for me. Melelahkan secara batin maupun fisik.
Karena akhirnya semakin banyak kejadian-kejadian yang menimpa, yang mungkin karena sikapku yang tidak pernah berubah meskipun ditimpa kejadian yang sama akhirnya aku mikir untuk mengurai masalah yang kualami. Kubagi poin-poin kecilnya dan memahami lebih jelas di setiap poinnya. Terkadang, beberapa hal yang terjadi punya poin-poin kecil yang sama. Sehingga aku sudah punya bekal untuk menghadapi hal lainnya dan berusaha menerapkan apa yang harus kuubah. Walau memang, menjalankannya tidak semudah mengatakannya. Tetapi sedikit banyak cara ini ampuh bagiku. Aku sendiri tipe orang yang lebih mudah fokus di poin-poin kecil, sehingga hal ini memudahkanku.
Mengenai hal yang bisa kukontrol dan tidak bisa kukontrol, akupun menyadari bahwa Islam mengajarkan hal yang sama. Tentang qadha dan qadar. Aku hanya bisa mengontrol apa yang bisa kukontrol, dimana aku punya pilihan didalamnya. Sedangkan tentang hal yang aku tak punya pilihan didalamnya, maka aku hanya perlu menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Dalam sebuah kajian yang kuikuti, yang paling terpenting dalam melihat suatu hal yang kita punya pilihan didalamnya adalah apa tindakan yang kita lakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Katakanlah seseorang ada dalam kondisi dimana ia dalam kondisi sedih atau terpuruk. Maka yang paling penting adalah bukan seberapa menyedihkan kondisi tersebut, tetapi bagaimana ia bersikap dalam menghadapi kondisi yang sedih dan susah itu. Apakah kita akan marah-marah dan nangis nyalahin keadaan atau bersabar dalam menjalani kondisi yang menyedihkan itu?
Mengapa begitu? Karena kita akan diminta pertanggungjawaban atas pilihan yang kita buat. Kita punya kuasa di pilihan itu, maka kita harus tahu bagaimana pilihan yang kita pilih. Setiap pilihan punya opsi baik dan buruk. Pun pilihan yang kita anggap baik dan buruk itu, standar kebaikan baik dan buruknya juga harus kita definisikan. Standar mana yang kita pakai? Standar kebaikan Allah atau standar kebaikan manusia? Dalam menentukan pilihan kita terkait reaksi yang kita tunjukkan terhadap terjadinya suatu hal, Allah pun tak begitu saja melepaskan kita dalam menjalani kehidupan. Allah telah berikan kitabNya, petunjuk bagi umat manusia; Al Qur'an.
Pertanyaannya, apakah kita sudah berusaha menyelami apa saja petunjuk yang Allah berikan untuk kita? Atau kita seenaknya memakai petunjuk lain yang tidak jelas siapa pembuatnya? Padahal petunjuk yang kita gunakan akan terus jadi pedoman kita untuk melakukan sesuatu, maka perlu untuk mengambil sebaik-baik petunjuk agar tahu bagaimana seharusnya pedoman menjalani hidup ini.
ㅡSurabaya, 18 Agustus 2022 / 20 Muharram 1443 H
0 notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
Kendali Hati
Hati, barangkali bagian yang paling rapuh yang dititipkan pada manusia. Hati, yang begitu cepat berubah dan begitu mudah tersakiti. Hati, yang akan lama mati dan jadi rongsokan jika tak lama dijaga dan dirawat.
Hati itu punya kendali darimu, sama seperti tubuh yang dititipkan Allah untukmu. Karena kau yang punya hati itu, maka peganglah erat. Hati itu bisa kau apakan sesuka hatimu. Kau biarkan terus menyala demi kebaikan atau kau biarkan gersang dan gelap tak tersentuh sama sekali oleh kebaikan.
Kau akan mudah terombang-ambing jika hatimu tak mampu kau pegang erat. Dia yang tak punya kendali pada apa yang sebenarnya bisa ia kendalikan, maka berhati-hatilah. Kau akan mudah terperdaya oleh hatimu sendiri, terlalu ikutkan perasaanmu.
Peganglah kendali hatimu, jaga ia baik-baik selama dalam dekapan. Peganglah kendali hatimu, karena tiada siapapun yang mampu melakukannya kecuali dirimu saja. Peganglah kendali hatimu, titipkan pada Dzat Terbaik yang juga menitipkannya padamu.
Surabaya, 30 Juli 2022 / 1 Muharram 1444H
0 notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
new strength gained
i met my friends today, who i probably haven't met for like.. 2 years? pokoknya udah lama banget dan cuman berkomunikasi lewat sosmed aja.
and i felt sooo thankful for them. meskipun ketemu cuma 3 orang dari total buanyak orang, tapi tetep rasa gayeng dan guyonnya itu yaAllah bener-bener nikmat sahabat yang Allah kasih.
supportif banget meskipun diriku masih struggle proposal alias belum maju2 juga. dan sisi extrovertku keluar banget hari ini. and i realize sometimes i need to see people who i familiar the most because that's how i decided to be comfortable dan seneng banget ngomong cas cis cus banyak hal sama mereka.
meskipun sisi introvertku lelah udah ngeluarin banyak energi, tapi alhamdulillah banget ketemu banyak orang hari ini banyak ngasih semangat dan motivasi buat aku yang masih ragu-ragu maju.
bahkan sampe ke titik terlalu nyaman karena fokus utamanya udah ganti.
kayak kata salah satu senior yang aku banyak sharing sama beliau bilang, "kuliah bikin kamu berkembang makanya jangan lama-lama lulusnya" alias emang aku harus cepet lulus gaboleh jadi mahasiswa abadi.
heuheu.
sooo, let's write again next month. in hopeful words and prayer to Allah that i will be moving forward from my next step and closer to graduate.
화이팅! 頑張って! 加油! حَمَاسَة! fighting!
Surabaya, 15 Juli 2022 / 16 Dzulhijjah 1443 H
0 notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
kita nggak pernah tau, rezeki itu datang dari bentuk apa aja. entah dari badan yang sehat, makanan halal dan thayyib, keluarga yang lengkap, bahkan sampai sesederhana dosen pembimbing yang baik banget untuk ngebimbing pelaksanaan tugas akhir kita.
maka, syukuri rezeki yang Allah beri untuk kita. insyaAllah kalau kita pandai bersyukur, Allah akan tambah rezeki itu untuk kita. insyaAllah.
ㅡ Surabaya, 13 Juni 2022
0 notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
Misteri yang Harus Dipersiapkan
Barangkali tak satupun manusia ingin membicarakannya selama mereka masih mencecapi manisnya dunia. Barangkali tak satupun manusia mampu untuk menanggung kesedihan yang dirasakan karena kehilangan orang tercinta. Barangkali tak banyak pula yang mempersiapkannya. Padahal misteri ini adalah misteri yang seharusnya benar-benar dipersiapkan.
Kematian, barangkali adalah kata terakhir yang ingin manusia kenang. Manusia punya berbagai cara untuk menghindarinya, berharap tak pernah ada waktu yang cukup untuk membahasnya. Kematian, erat dengan kehilangan dan kesedihan. Manusia ditinggalkan orang-orang yang mereka cintai untuk kembali kepada Sang Pemilik Abadi. Tangisan dan ratapan melekat erat pada mereka yang ditinggalkan. Kematian, satu kata yang membuat manusia bergidik ngeri membicarakannya.
Memang tak satupun manusia tahu kapan waktu mereka tiba, untuk kembali pada Sang Pencipta. Manusia hanya bisa berikhtiar untuk mempersiapkan dan menguatkan diri untuk menghadapi waktu kematian mereka; entah hari ini, esok, atau kapanpun Allah tetapkan. Kabar baik dan kabar buruk mengenai kematian semuanya ada untukmu. Kabar buruknya bahwa kematian menjadi misteri yang tak terpecahkan. Tetapi kabar baiknya bahwa manusia bisa mempersiapkan kematian selagi mampu.
Sering-seringlah mengingat kematian. Sebagaimana Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam katakan;
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian” (HR. Tirmidzi).
Mengingat kematian bukan berarti kau tak boleh menjalani kehidupanmu di dunia dengan baik. Tetapi ingatlah bahwa kematian adalah hal yang pasti, maka pastikan dirimu punya bekal dalam menghadapinya. Amalan-amalan baik yang bisa kau lakukan, kumpulkan sebanyak yang kau bisa. Karena manusia yang cerdas adalah mereka yang bisa mempersiapkan kematiannya dengan baik.
Sehingga, kau perlu memaknai kematian bukan sebagai hal yang mengerikan. Kau perlu terbiasa dengan kata itu, bukan berlari pergi saat mendengarnya seakan kau bisa menghindari kematian selamanya. Kau perlu terbiasa dengan kematian, karena sesungguhnya hidupmu bukan milikmu. Kau perlu terbiasa dengan kematian; karena semuanya hanya milik Allah, Tuhan yang menciptakanmu dan memeliharamu.
Surabaya, 3 Juni 2022 / 3 Dzulqa'dah 1443
0 notes
reachtoyou · 2 years ago
Text
Ibrah Suatu Kejadian
Ngomongin ibrah, jelas udah banyak ibrah alias hikmah yang kudapat setelah mengalami banyak hal. Ibrah biar mempersiapkan diri dengan baik pas mau ujian, ibrah biar prepare dan ngerjain sesuatu secepat mungkin, ibrah biar tetep rendah hati alias nggak tinggi hati, dan sederet ibrah lain yang pernah kutanamkan dalam otak.
Tak luput dari ibrah juga kejadian hari ini. Sebelum memetik ibrah, hal pertama yang kulakukan selalu mensyukuri kebaikan yang masih bisa kulakukan. Karena hari ini, Allah masih istiqomahkan aku untuk belajar Islam lebih detail dan komprehensif dari sumber yang insyaAllah lurus pemahamannya akan Islam. Kemudian, ku menelaah kejadian yang terjadi sebelum bisa memetik ibrah. Seperti hari ini, aku lupa untuk mengerjakan semua soal ujian dari kajian yang kuikuti. Hanya 5 dari 8 soal yang kuingat untuk dikerjakan. Adanya proses adaptasi, karena bab kajian saat ini memiliki aturan yang berbeda dengan bab sebelumnya. Lalu, ku mengingat bagaimana aku bisa sadar akan lupa yang terjadi. Seperti hari ini pula, aku baru ingat ada 8 soal yang perlu kukerjakan hanya sesaat setelah aku mengumpulkan ujian tersebut. Rasanya lemas dan penyesalan pun perlahan merayapi seluruh tubuhku. Menyesal kenapa aku tak lebih teliti sebelum mengumpulkan ujian. Ibrah pertama yang kupetim adalah lebih teliti dalam mengerjakan dan mengingat kembali aturan yang berlaku.
Hal yang paling membuatku sedih dari semuanya adalah aku baru ingat bahwa sebelum mengerjakan aku tak mengucapkan basmallah, yang selalunya kuucapkan sebelum mengerjakan ujian.
Setelah semua kejadian itu, pada titik inilah aku bisa menentukan sikapku dan memilih apa yang akan kulakukan. Lagi-lagi ibrah kupetik pada saat setelah semua kejadian diatas terjadi. Ditengah rasa lemas dan penyesalan yang masih tertinggal, alih-alih mengambil wudhu dan shalat ternyata aku masih mengadukannya pada manusia. Padahal beberapa hari lalu aku baru saja menyimak kajian Ustadz Oemar Mita agar selalu berkeluh kesah kepada Allah apapun kondisinya. Dan lagi-lagi aku masih terjebak untuk mengadukannya pada manusia. Rasa menyesal dan bersalah kembali menghinggapi karena aku masih mencari manusia untuk berkeluh kesah, bukan langsung kepada Allah. Ibrah lain kembali kupetik agar kedepannya lebih pandai untuk memilih kepada siapa aku berkeluh kesah dan mengutamakan Allah dalam menceritakan keluh kesahku.
Mungkin di lain waktu aku akan menjelaskan mengapa Allah harus menjadi tempat pertama kita bercerita dan berkeluh kesah, meskipun terlihat cerita dan keluh kesah kita hanya menjadi ucapan yang tertelan oleh suara kita sendiri.
Ibrah atau hikmah selalu bisa kita dapatkan dalam kehidupan, dari kejadian paling sederhana hingga paling rumit sekalipun. Karena hidup kita bermakna terus belajar sembari menentukan tujuan hidup kita yang sebenarnya dan yang seharusnya kita raih.
0 notes
reachtoyou · 3 years ago
Text
Pertolongan Allah dan Keterbatasan Manusia
Sadar nggak Allah nolongin kita berkali-kali? 
Pas kamu ditimpa musibah yang kamu pikir udah kayak akhir dunia, Allah tunjukkin jalan keluar dari masalah yang kamu anggap memporak-porandakan hidupmu.
Pas kamu ditimpa ujian yang kamu ngerasa kamu udah nggak kuat lagi ngejalaninnya, Allah ngasih tau kalo kamu emang dipilih melewati ujian ini karena Allah tahu kamu mampu.
Pas kamu lagi ngerasa beban seluruh manusia ada di pundakmu, saat itulah Allah tunjukkan berbagai jalan yang nggak pernah kamu bayangkan bakal kamu dapetin.
Selalunya memang manusia mempertanyakan akhir dari fase yang ia lalui. Dimanapun titik ujian yang sedang ditanggung, pasti selalu menginginkan ujian itu segera berakhir dan tak lagi menghampiri. Karena, penglihatan manusia hanya terbatas. Ia hanya bisa mempertimbangkan dan menghitung beberapa hal yang terhitung dengan inderanya. Hanya beberapa hari kedepan yang bisa dia perkirakan. Hal ini yang bisa selalu jadi pengingat kita kalau manusia memang seterbatas itu dalam melihat segala sesuatu.
Berbeda dengan Allah. PertolonganNya sangat besar, penglihatanNya begitu luas, rencanaNya selalu lebih baik dari apa yang pernah direncanakan manusia.
Biarlah ini selalu jadi pengingatku dan siapapun yang membacanya bahwa meskipun manusia adalah makhluk yang sempurna dalam penciptaan tapi manusia tak ubahnya hanya sebuah ciptaan, yang punya keterbatasan dan tak lebih hebat dari Penciptanya.
���
Surabaya, 2 Mei 2022 / 1 Syawal 1443H
1 note · View note
reachtoyou · 3 years ago
Text
Menempatkan Harapan dengan Tepat
Kalo diturutin sih sebenernya kita juga nggak mau ya berharap sama objek atau tempat yang salah, terutama sama manusia yang nggak bisa ngasih kepastian apa-apa. Tapi ya yang namanya kita sebagai manusia, kesalahannya bisa berulang dan masih terus harus belajar dari kesalahan yang dilakuin. Makanya harus belajar terus biar kesalahannya gak berulang-ulang. Dulu kita juga nggak ngerti kenapa sih gak boleh berharap sama manusia, padahal sah-sah aja. Ternyata oh ternyata, kita emang nggak bakal kuat ngadepin seberapa dahsyat efeknya kalo harapan kita nggak kecapai.
Harapan itu sebetulnya baik, karena akan terus menyalakan semangat yang ada di masing-masing orang. Tapi memang penempatan harapannya harus tepat. Sudut pandangnya pun harus diletakkan secara tepat. Kita perlu memahami kalo hakikatnya yang memunculkan harapan itu kita sendiri; entah karena excited dengan keadaan atau memang percaya diri akan keberhasilan yang sebetulnya juga belum bisa kita pastikan. Harapan ini akan memupuk dan membesar seiring juga bertambahnya kadar kepercayaan diri kita dan sikap kita yang sudah membayangkan keberhasilan atau kabar baik yang akan kita dapat.
Tetapi kita lupa, apakah betul kalo kita berharap sama manusia yang sama-sama makhluk kayak diri kita? Sebetulnya siapa sih yang bisa memastikan datangnya hasil dari harapan kita? Oh, tentu bukan diri kita sendiri. Kita memang bisa melakukan usaha dalam mewujudkan keberhasilan tersebut, yang akhirnya memunculkan rasa harap kita. Setelah itu, keberhasilan atau kegagalan menjadi mutlak di tangan Allah. Kita pun nggak punya kadar pengetahuan yang lebih dari Allah. Entah apakah keberhasilan itu memang membawa kebaikan kepada kita atau kegagalan itu memang membawa keburukan bagi kita. Benar-benar kita nggak akan tahu mau dipikir sampe kapanpun. Karena jelas akal kita terbatas, kemampuan kita mengindera sesuatu juga terbatas. Itu pula yang mengingatkan kita bahwa kita ini cuma ciptaan, lho. Nggak punya kuasa apa-apa, karena kita bukan pencipta.
Maka sebetulnya entah keberhasilan atau kegagalan yang kita dapat dari harapan itu, ada hikmah yang bisa kita ambil di kedua kondisi tersebut. Dengan keberhasilan, mungkin Allah tunjukkan bahwa saat ini kita mendapat kabar gembira. Adapun kegagalan, mungkin Allah tunjukkan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mendapat kabar buruk ini. Sebagai seorang manusia dan muslim, tugas kita adalah percaya sama Allah dan bersikap bersabar serta bersyukur atas kondisi apapun yang kita terima.
Harapan itu perlu ditumbuhkan, apalagi dalam Islam kita juga diperintah untuk berharap (raja') dalam beribadah sehingga kita bersemangat untuk beribadah dan mengharapkan pahala, ridha, dan rahmat dari Allah. Harapan itu boleh ditumbuhkan, tapi memang harus dalam kadar dan sasaran yang tepat.
Ingatlah bahwa harapan kita tak akan selalu terwujud, sehingga ada kalanya kita kecewa.
Berharaplah dengan hati yang ikhlas, agar apapun hasilnya kau akan berlapang dada dan juga ikhlas. Berharaplah dengan niat yang murni, agar harapanmu selalu lurus hanya kepada Allah. Berharaplah kepada Allah karena kau takkan kecewa. Berharaplah kepada Allah dengan mengingat bahwa Allah akan memberikan apa yang terbaik dan apa yang kamu butuhkan. Berharaplah kepada Allah dengan mengingat apapun yang menjadi rezekimu pasti akan menjadi milikmu.
Surabaya, 27 April 2022 / 26 Ramadhan 1443H
0 notes
reachtoyou · 3 years ago
Text
"Allah itu baik banget sama kita. Allah itu gak akan dzalim. Allah nggak akan nanyain nikmat yang nggak dikasih ke kita. Ketika Allah ngasih nikmat ke kita, artinya Allah itu percaya sama kita. Maka pantaskan diri kita untuk menerima & menjaga nikmat itu."
1 note · View note
reachtoyou · 3 years ago
Text
mengakui kekurangan diri bisa menjadi hal paling sulit untuk dilakukan. karena mengakuinya layaknya membeberkan kelemahan diri sendiri pada khalayak ramai. padahal perlu diingat bahwa kita memang manusia lemah dan tiada daya, tak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan Allah yang Maha Kuat.
1 note · View note
reachtoyou · 3 years ago
Text
Tentang Hidup
Hidup ngikutin kata orang lain itu bisa digambarin dengan 2 hal; capek dan nggak ada habisnya. 
Iya, capek. Ngikutin standar manusia yang bahkan gak jelas standarnya kayak apa. Cuman buatan manusia yang mereka bikin buat menuhin hawa nafsunya mereka sendiri. 
Iya, nggak ada habisnya. Misal abis standar A udah tercapai, eh ada standar B yang harus dipenuhin. Gitu terus sampe nggak tahu kapan selesainya. 
Lagian ngapain sih mau ngikutin standar manusia yang jelas-jelas cuman makhluk? Makhluk itu pasti punya salah, nggak sempurna, hukumnya juga nggak akan sesempurna hukum Allah. 
Sedangkan hidup ini harus bener arahnya. Kesempatannya cuma sekali. Kita sebagai yang ngejalanin hidup kita sendiri harus tau sebenernya kita hidup buat apa, tujuan hidup kita ini apa, kita bakal kemana setelah kehidupan ini selesai. 
Dan semua itu udah ada di Al Quran, Allah udah bilang dan ngejelasin semuanya. Kita sebagai manusia yang tinggal di bumiNya harus cari tau kalo nggak tau dan harus berusaha ngejalanin kalo udah tau. Jangan ignorant sama hidupmu sendiri, karena hidup tuh cuma sekelebat mata aja.
0 notes
reachtoyou · 3 years ago
Text
Mahalnya Hidayah
Dulu aku selalu berpikir, kalau hidayah itu akan datang setiap waktu dan setiap orang pasti akan mendapatkannya. Begitu terus pikiranku sampai setelah kuamati orang-orang disekitarku, fenomena-fenomena yang terjadi, serta kisah-kisah dalam Islam dan akhirnya aku tau bahwa hidayah tak datang setiap waktu dan takkan menghampiri seluruh manusia. Hidayah ini perkara yang mahal, yang bahkan tak bisa dibeli atau ditawar dengan apapun.
Allah ciptakan manusia sebagai makhluk yang bisa berpikir dengan sempurnanya akal yang menjadi kelebihan dibanding makhluk lainnya. Begitupula dengan aku yang akhirnya berpikir, kenapa seseorang tak bisa mendapatkan hidayahnya padahal hidayah itu dekat sekali dengannya? Kenapa ia tak kunjung mendapatkan hidayahnya padahal waktunya terasa tepat untuknya?
Baru kusadari bahwa hidayah tak datang setiap waktu karena memang hanya datang disaat tertentu yang memang membuat seseorang merasa ia harus berubah. Ada seseorang yang dapat hidayah ketika ia terkena musibah, ada seseorang yang dapat hidayah ketika ia sudah jenuh pada hidupnya, ada seseorang yang dapat hidayah dalam waktu-waktu terlapangnya. Tak ada yang tau seseorang akan dapat hidayah di waktu yang mana dalam hidupnya.
Hidayah ternyata juga tak dirasakan setiap manusia. Padahal, dulu aku beranggapan bahwa setiap orang pasti akan mendapatkan hidayahnya, entah ia mengejarnya ataupun tidak. Sayangnya, aku baru menyadari bahwa hidayah itu memang akan datang ketika ia dikejar. Kenapa aku bisa beranggapan seperti itu? Karena memang hidayah itu harus dijemput. Kita yang harus mencari dan menemukannya, bukan diam saja menunggu kedatangannya. Tetapi hal ini tak disadari oleh manusia. Mereka beranggapan hidayah belum menghampirinya, hidayah memang belum datang kepadanya. Andai mereka tahu hidayah memang harus mereka jemput, mungkin mereka takkan menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggunya.
Sebagai makhluk yang punya pilihan dalam perkara-perkara yang bisa kita kontrol, maka tentunya kita punya pilihan dalam perihal hidayah ini. Allah tidak serta-merta membuat seseorang ditakdirkan mendapat hidayah atau tidak, karena manusia memang punya pilihan untuk meraihnya; apakah ia akan mengejarnya atau diam saja. Dalam perkara ini, kita harus segera mengubah pemikiran kita. Jangan hanya diam jika memang hidup ini tak karu-karuan, jangan hanya pasrah jika merasa jenuh dengan kehidupan yang fana ini. Karena barangkali memang kita harus menjemput hidayah yang akan mengubah hidupmu.
Barangkali memang hidayah yang kita butuhkan, sebagai lecutan untukmu berikhtiar hidup lebih baik. Barangkali memang hidayah yang kita rindukan, bagi diri yang mendamba kehidupan bahagia dan tentram. Barangkali memang hidayah yang kita harus kejar, agar hidupmu berubah selangkah lebih dekat kepadaNya. Jangan menundanya karena kita tak tahu siapa yang lebih dulu menghampiri; kematian atau kesempatan kita mengejar hidayah. Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang bersemangat mengejar hidayah, dimanapun dan kapanpun berada.
0 notes
reachtoyou · 3 years ago
Text
karena nggak ada yang bisa merubah keadaan seseorang atau sesuatu hal kecuali orang itu yang ingin berubah, maka mau gak mau ia kali ini memang harus memaksa diri buat bergerak meskipun terlihat terlambat dan terlihat sulit.
seperti firman Allah dalam QS. Ar-Ra'd ayat 11,
"... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..."
ia pun tak punya pilihan lain selain bergerak untuk mengubah keadaannya. lagipula, akan lebih menyesal jika keadaan yang memaksa untuk mengubah kan?
1 note · View note