Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Rumit
Kupikir,
Manusia ditakdirkan untuk terus mencari
Sekaligus diberi akal
Manusia mencari apa yang mereka inginkan
Akal menemani untuk memberi jalan keluar
Tetapi kadang
Akal justru memperumit proses pencarian
Bukan begitu?
0 notes
Text
Lie
I've lied
"If you wanna go, just go"
I lied
I can't let you go
I won't lose you now
But I can't pretend
It hurts me
That you still miss her, really hurts me
I think I'm going to be crazy?
What I have to do?
Promised to never go anymore
Now afraid I won't be able to make it
Being scared of losing you again
But I can't bear the pain
I’m sorry,
I’ll go, yet here I stay
For awhile until the time
Until you point out
This is my ending or the start
0 notes
Text
Akhir Januari
Semalam diare, setiap satu jam sekali terbangun. Pukul 1, 2, 3. Salah makan? Masuk angin?
Bangun pagi dengan kepala pusing. Inginku tidak masuk kerja, tapi tabungan liburku bakal terpotong. Ogah. Aku punya rencana lain yang lebih bagus daripada tidur dan tidak berdaya. Sendiri pula.
Kalau sakit begini aku akan membual, oh alangkah bahagianya jika punya tempat mengeluh 24 jam penuh. Sebelum kamu komentar, aku mau bilang: selain Tuhan dan orang tua. Juga saudara, serta teman. Paham?
“Aku sakit” seolah minta perhatian. Memang itu tujuannya. Aku sakit, aku minta perhatianmu. Tidak banyak, mendengar keluhanku saja cukup.
Aku pembual, jangan percaya. Mungkin sehari, seminggu, sebulan kemudian aku tidak akan berpikiran seperti itu.
0 notes
Text
First Weekend in Bali
Woa sudah seminggu sejak aku menapakkan kaki di Bali! Sabtu, 6 Januari 2018, setelah menangis bombay malam-malam sebelumnya, pagi itu tekadku telah bulat. Berangkat ke bandara pukul 06:10 padahal jadwal terbang 08:15 (ya kenapa lagi kalau bukan gara-gara Ayahku nggak mau grusah grusuh di bandara). Hujan menemani kami sebelum benar-benar pergi, seolah Jogja juga sedih berpisah denganku. Layaknya film AADC, nggak mau kalah sama Rangga dong, aku juga disusul sama 'Cinta'ku ke bandara. Menerobos hujan dia rela lakukan demi aku (halah) siapa lagi kalau bukan my only one Nte Krishna. Dia nggak bawa apa-apa, selain kabar gembira diterima kerja di Jakarta! Ah, sungguh selalu ada suka setelah duka. Pukul 08:15 tepat kami boarding dan terbang pukul 08:37. Iya, aku amatin jam betul-betul, saking nervousnya. Singkat cerita, tibalah kami (aku dan Ayahku) di Bali pukul 10:40 WITA. Aku mau ngaku sesuatu, aku belum pernah ke Bali sebelumnya. Sama sekali belum, hehehe. Norak dong aku liat penampakan Bali dari dalem mobil. Aku pikir ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama. I LOVE THIS CITY ALREADY EH. Nggak ada yang namanya gedung-gedung tinggi. Aku bisa menikmati langit sepuas yang aku mau. Ke pantai pun deket, cuma 10 menitan. Udaranya tidak sepanas yang aku bayangkan, 11 12 lah sama Jogja. Orang-orangnya apalagi, they are the kindest. Cowok-cowoknya? Hehehe jangan ditanya pokoknya ok lah #ups. Senin, 8 Januari 2018, the very first day. Pukul 09:45 ke kantor (kami sebut studio) jalan kaki, karena jarak kost-studio cuma 100 meter. Namanya anak baru ya, canggung malu-malu kucing itu biasa. Kenalan sama mbak ini, mas itu, dijelasin lebih jauh tentang tempat kerjaku, dikenalin podio itu apa, ya pokoknya melakukan hal-hal yang umumnya dilakuin anak baru. Hari ketiga keempat, aku mulai bisa sedikit rileks, nggak kaku kayak sebelumnya. Mulai berani ngobrolin ini itu (topik drama korea is a must). Kalian harus tahu! Bosku ini jago masak. Mungkin karena kasian sama aku yang baru saja menjajaki kehidupan anak kost, atau emang murni mau bikin welcoming dinner secara tersirat, kamis dan jumat kemarin aku dimasakin dinner dong! Lumayaan, bisa ngirit uang makan. Masakannya enak deh nggak bohong. Setiap hari gitu kek, hahaha. Kerjaanku di kost? Kalau nggak masak nasi, telor, mie, ngosek kamar mandi, ya video call-an sama ponakan dan Encu. Kemudian tibalah weekend pertamaku di Bali. Ekspektasi: jalan-jalan keliling Denpasar-Kuta. Realita: di kosan doang, glundang glundung, nyuci baju segambreng, masak sayur pun failed keasinan, tapi tetep dimakan sih. Begitulah kehidupan baruku seminggu pertama ini. Oh iya, aku mungkin nggak akan secara detail cerita tentang rekan-rekan kerjaku di sini dengan alasan privasi. Mungkin aku bakal banyak cerita tentang diriku aja, ya karena aku masih senarsis itu hahaha.
0 notes
Note
Selamat atas pekerjaanmu mid! Jangan lupa tetap konsisten nulis ya, i'm one of your biggest fan!
Loi, is that you?
0 notes
Text
New Year New Job New Me
Akhirnya, post yang ditunggu-tunggu semua orang! Heheu (nggak bohong, beberapa orang tanya kelanjutan post sebelumnya). Aku akan menceritakan tentang pekerjaanku yang seenggaknya bakal aku jalani selama 3 bulan ke depan (masih probation, semoga lanjut yaa, doain dong!). Seperti yang udah aku ceritakan sebelumnya, karena sudah terlalu lelah mencari kesempatan kerja lewat linkedin, jobstreet, dan bejibun situs loker lainnya, iseng-isenglah aku cari lowongan kerja di instagram. Aneh? Takut itu penipuan? Nggak meyakinkan? Siapa bilang! Harus pinter-pinternya kita aja buat milih. Ya meskipun saat aku coba memasukkan beberapa hashtag lowongan-kerja-related, scrolling beberapa akun loker, kebanyakan yang dicari adalah lulusan SMA/SMK yang kalian tau lah ya jenis pekerjaannya apa. Suatu waktu, aku teringat akan obrolanku sama Encu tentang kerja di luar Jogja, dan luar Jakarta. Pilihan kita waktu itu Surabaya, Bali, dan Bandung. Aku cari info lowongan di ketiga tempat itu, masih lewat instagram. Aku telusuri berbagai macam hashtag "kerjadisurabaya" "lowongankerjabandung" "workinbali". Coba tebak mana yang paling manjur? Work-in-Bali. Heheheu. Aku nemu iklan lowongan Digital Marketing Wizard yang di-post oleh @/ketemuproject. Namanya kok unik, kepo dong cari di google, nemu website mereka, dan jengjengjeeeng reaksi pertamaku saat itu adalah: INI AKU BANGET SIH. Bisa kalian kepo sendiri ke instagram mereka, website mereka, dan mungkin kalian akan setuju denganku. Singkat cerita mereka adalah sebuah social enterprise di bidang seni visual (lukis, fotografi), dengan mengadakan beberapa program workshop, pameran seni, diskusi bersama seniman, dan ada juga program residency yang sepenangkapanku untuk menampung sekaligus membantu seniman asing yang punya project di Bali agar bisa melebur dengan masyarakat. Kalau nggak sotoy lho ya, besok aku tanyain lagi deh. Balik lagi ke topik, akhirnya karena aku merasa pekerjaan ini bakal menyenangkan karena sesuai dengan hobi dan interest-ku, bismillah aku apply tanpa ada rasa harap-harap cemas karena aku sudah lelah berharap terlalu tinggi. Baru sekitar dua minggu setelahnya, aku mendapatkan tawaran interview via skype. Enggak interview juga sih, mereka bilang "we are interested to know you better". Dan bener, di skype pun kita cuma ngobrol sana-sini, mereka tanya beberapa keterlibatanku di organisasi sosial yang aku cantumin di CV, mereka menjelaskan Ketemu Project itu seperti apa, dan kita malah bahas soal kondisi seni di Bali. Sungguh interview yang menyenangkan. Seminggu setelah interview Skype, aku dikontak lagi untuk menyantumkan 2 referees yang bisa mereka hubungi. Aku kasih kontak Encu, sebagai koor mikat Komako kesayangan akuh, dan kontak Inmas, sebagai koor humas kesayangan akuh juga di UKM Peduli Difabel. Seminggu berikutnya, aku diterima! Gimana ya, rasanya campur aduk: seneng iya, excited iya, nervous iya, sedih juga. Ini untuk pertama kalinya aku merantau. Di satu sisi aku seneng akhirnya bisa hidup mandiri, berusaha survive sendiri, tapi di sisi lain juga sedih bakal jauh dari keluarga, dan teman-teman (meskipun mereka selalu bilang: kan Bali masih di Indonesia). Hari pertama kerja besok tanggal 8 Januari 2018 (wow aku baru sadar ternyata angka cantik 8118). Tinggal menghitung hari menuju lembaran hidupku yang baru. Aku benar-benar naik satu level kehidupan, bukan cuma sebagai pekerja tapi juga sebagai manusia yang independent. Siap nggak siap harus siap. Semangat!
2 notes
·
View notes
Text
Bye, Jakarta
Sudah tiga bulan aku merasakan bagaimana hidup di Jakarta. Sejak dilucuti status mahasiswanya, sampai di penghujung tahun 2017 ini. Berlebihan jika ku bilang kehidupanku di sana berfluktuasi, ups and downs, karena nyatanya ya datar-datar saja. Sedikit down pernah, up jarang sekali. Sekarang ini, lulusan mana sih yang tidak ingin mengadu nasib di Jakarta? Ladang uang, ladang kemakmuran, katanya. Pada mulanya aku pun begitu. Bertolak dari angka kesejahteraan yang dimiliki kakakku, aku memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Sambil menyelam minum air, mencari kerja sambil mengurus keponakan. Bulan pertama, aku sedang asik-asiknya bermain dengan keponakan, lamar kerja sana-sini dengan pikiran "nothing to lose" lah ya yang penting ngelamar dulu yang banyak. Aku juga masih sempat ambil bagian jadi volunteer LO di acara bergengsi tapi pelitnya bukan main, IdeaF*st. Bulan kedua, pikiranku mulai kalut. Dari sekian banyak pekerjaan yang aku lamar, belum ada satu pun yang menghubungiku. Aku mulai dibayangi oleh pertanyaan-pertanyaan "gimana, udah dapet kerja?" "sebenarnya kamu mau kerja di mana? Jadi apa?" dan serentetan lainnya. Aku jadi ikut mempertanyakan kembali ke diriku sendiri, apa sih yang kamu kejar sebenarnya? Adakah jawabannya di Jakarta? Aku mengeluarkan semua uneg-uneg itu kepada teman dekatku. Dia pun, meski sudah dapat kerja, merasakan hal yang sama. Kami saling bertukar gagasan, dengan konklusi akhir "Yuk, move to another city. Cari kerja di sini, sini, sini." Karena sepertinya Jakarta bukan tempat terbaikku. Selain karena tidak kunjung dapat kabar baik, aku juga merasa "penuh" di sana. Rasanya seperti mau meledak melihat kemacetan, pressure kerjaan kakakku dan kakak ipar, minimnya hiburan dan wisata alam. Rasanya seluruh energiku terkuras habis oleh aura negatif di Jakarta, meskipun seharian aku tidak ke mana-mana. I just didn't belong in Jakarta. Tidak ada kebahagiaan yang bisa aku dapatkan dari kota itu. Memang, kekayaan materi bisa diperoleh dengan mudah, tapi kekayaan batin tidak. Dengan mantap aku mencari lowongan kerja di kota lain. Entah namanya jodoh atau apa, suatu saat aku iseng mencarinya di instagram. Setelah ditelusuri lebih jauh, aku yakin ini pekerjaan yang aku mau, yang aku suka. Dengan kebaikan Tuhan dan semesta, seluruh rangkaian interview berjalan dengan lancar, dan singkat cerita akhirnya aku punya pekerjaan! (Cerita tentang bagaimana aku mendapatkan pekerjaanku, di mana itu, bidang apa itu, akan aku ceritakan di post selanjutnya) Bulan ketiga, dengan segenap keteguhan hati, aku meyakinkan orang-orang terdekatku bahwa aku akan mengejar kebahagiaanku di sana. Pada akhirnya, restu terlimpahi. Selamat tinggal Jakarta. Terima kasih atas pelajaran hidup yang kau ajarkan. Benar kata orang, Jakarta keras! Hanya orang-orang yang mau menjadi keras yang dapat menaklukkanmu, namun aku tidak akan sanggup seperti itu.
0 notes
Text
Woman of The Year
Di hari perempuan berdaya ini, aku ingin menceritakan seorang wanita yang sangat hebat. Dia dengan sukarela dan ikhlas melepaskan sesuatu miliknya yang sangat berharga, dan tidak banyak orang yang sanggup seperti itu. Pada bulan November 2016 silam, dia mulai mengalami gangguan penglihatan di bola mata kanannya. Katanya ada bulatan hitam kecil yang menutupi pandangan, namun masalah itu dikesampingkannya demi rasa sukacita menyambut cucu pertamanya lahir. Dibiarkannya gangguan itu hingga makin lama makin melebar. Sungguh miris, begitu cucunya lahir, dia jatuh sakit, disebabkan oleh kelainan tersebut. Pusing, kepala serasa mau pecah, mual, dan pandangan semakin kabur. Selama satu minggu dia bersikukuh bahwa itu hanya migrain biasa, yang bisa sembuh dengan beristirahat cukup. Apa daya dia terbaring lemah di tempat tidur selama dua minggu, tidak mampu bangun. Akhirnya, dia pergi menemui dokter spesialis mata untuk mengkonsultasikan kondisi mata dan sakit kepalanya. Ternyata, penyakit tersebut akan membahayakan saraf-saraf di sekitar mata dan otak, jika tidak langsung ditindaklanjuti secara medis. Biaya pengobatan yang sangat mahal membuat dia sedikit ragu untuk melanjutkannya, kecuali dengan membuat asuransi kesehatan. Setelah berkontemplasi beberapa hari, akhirnya setujulah dia dan keluarganya untuk membuat asuransi tersebut. Sialnya, butuh proses yang tidak singkat untuk bisa menggunakan asuransi itu, sehingga pengobatannya lagi-lagi tertunda. Suatu saat di bulan Januari 2017, dokter menyatakan bahwa kondisi gangguan itu sudah membahayakan sarafnya, sehingga dia harus segera dirawat inap. Singkat cerita, setelah masuk UGD lalu dipindahkan ke bangsal, dan opname selama 2 minggu, perubahan yang terjadi hanyalah sakit kepalanya yang berangsur-angsur hilang. Penglihatannya? Padam total. Bola mata kanannya merah, dipenuhi oleh darah. Dokter tidak bisa menemukan penyebab pastinya, dan hanya bisa melumpuhkan gangguan tersebut agar tidak lagi membahayakan saraf dan otak. Kontrol rutin 3 minggu sekali pun dokter hanya memberikan obat tetes untuk mencegah mata kembali memerah. Dia sudah pasrah ikhlas atas milikNya yang telah diambil kembali, dan bersyukur masih dapat melihat dengan mata kirinya. Dia tidak gusar meskipun hanya punya satu mata, itu sebabnya keluarganya pun tidak akan pernah malu memiliki seorang anak, kakak, istri, dan Ibu yang sedemikian hebatnya.
0 notes
Text
You've Worked Hard
I've cried so much today. Kupikir, satu tahun belakangan ini, berita mengenai orang-orang yang bunuh diri karena depresi selalu membuatku emosional sejadi-jadinya. Aku mulai merasakan hal itu saat mengetahui tentang kematian Chester Bennington, lalu kini Kim Jonghyun. Kematian mereka menyesakkan dadaku. Sungguh, serasa aku bisa merasakan bagaimana jika aku menjadi mereka. Serasa aku paham betul, beban apa yang terus membelenggu mereka selama hidupnya. Aku tahu sangatlah tidak mudah bagi mereka untuk meyakinkan diri sendiri bahwa mereka kuat. Sungguh, aku tahu seberapa hancurnya kepercayaan diri mereka atas hidup yang mereka jalani. I can relate, I can feel it. Aku menangis bukan karena aku sangat mengidolakan mereka. Aku menangis atas beban berat yang mereka tanggung. Aku menangis bersama perjuangan dan usaha mereka yang telah luruh. Menangisi penderitaan yang selalu menghantui hidup mereka. Aku menangis karena rasanya aku tahu bagaimana ada di posisi mereka. Hari ini aku hanya bisa menangis dan terus menangis. Untuk orang-orang yang sedang, ataupun telah berjuang melawan depresi yang perlahan menggerogotinya.
0 notes
Note
Mid posting gambarmu dong
Tumblr aku khususkan buat tulisan aja, untuk gambar biasanya aku post di instagram (belum ada gambar baru sih). Silakan cek https://www.instagram.com/mida.th/
0 notes
Text
Finally this tumblr is baaack! Entah kenapa seminggu lalu tumblr nggak bisa kebuka, that 404 not found error lah. Waktu itu langsung melapor, tapi baru ngeh siang ini udah bisa dibuka lagi. Mari menulis kembali!
1 note
·
View note
Text
Menjadi Ibu
Tiga bulan terakhir kuhabiskan dengan mengasuh keponakan. So, practically I’m his second mother & his playmate, for 7 to 5 during weekdays. Bisa dibilang hingga saat ini, I know him (a lil bit) better than his mom. Aku tahu ketika dia menangis tiba-tiba, yang harus dilakukan adalah bersegera cek jari tangan atau kaki dengan kemungkinan dia terjepit sesuatu. Ketika dia bermain dalam diam, tandanya sudah mengantuk. Ketika dia berdiri berpegangan sesuatu dalam waktu yang lama, berarti dia sedang buang air besar. Ketika dia lagi makan dan tiba-tiba tutup mulut tidak mau disuap, tandanya dia haus ingin minum atau mules ingin BAB. Ketika dia tidur siang yang biasanya berdurasi 1,5-2 jam, setelah satu jam tidur dia akan sedikit rewel minta di-pukpuk atau sekadar ditemani. Ketika bangun tidur batuk-batuk tidak berhenti, dudukkan dan bawa ke tempat yang gampang dibersihkan, karena tandanya dia mau muntah. Dan masih banyak lagi.
Mengasuh bayi itu susah, serius, apalagi menjadi Ibu. Harus punya nyawa lebih dari 9, dan harus punya kesabaran tingkat dewa. Selama mengurus keponakan, aku banyak bertanya dalam hati, apalagi setelah melihat bagaimana kakakku menjadi Ibu (yang banyak luput di sana sini, why). Aku memikirkan bagaimana ketika kelak aku menjadi Ibu, apakah mampu? Sanggup? Yakin? Kalau cuma main bareng, ganti popok, atau menidurkan, sih, gampang. Yang susah itu kalau bayi sakit, rewel serba salah. Susah menjaga emosi agar tidak melampiaskannya ke bayi. Gimana nggak emosi, bayi muntah, digantiin bajunya, terus muntah lagi, harus ganti bajunya lagi. Gimana nggak emosi, kalau bayi nangis jerit-jerit, digendong nggak mau, didudukin nggak mau, dikasih susu nggak mau, semua-semua nggak mau. Jadi Ibu memang sesusah itu.
Jadi, akankah aku siap suatu saat nanti? Bagaimana jika tidak?
0 notes
Quote
Kind of missing our silly-messy conversations, when 8 of us talked about different things randomly, then laughed happily.
3 notes
·
View notes
Text
Aku Kamu Kami
Tumbuh bersama, dengan rasa ingin maupun tak ingin. Awalnya tak sengaja, terpaksa, hingga terbiasa. Aku, kamu menjadi kami, melawan stereotip yang mereka punya. Kami berbeda, juga sama.
Orang bertanya padaku, apa artinya kalian? Aku yakin, arti kami tidak terdefinisi. Tidak dalam kamus bahasa apa pun, tidak dalam bermacam-macam ensikopledia. Sekali lagi, kami punya arti tidak terdefinisi.
Meski aku pernah terjatuh, dan kamu hampir menyerah. Meski aku sering marah, dan kamu selalu lelah. Meski aku dan kamu terpisah, kami akan terus bersinar cerah. Meski aku di mana dan kamu di mana, kami akan selalu ada, saling menjaga.
Aku rindu kamu.
Aku rindu kami.
0 notes
Quote
Menangislah, laki-laki juga boleh menangis. Menjerit, meronta, mengaduh, lakukan saja.
2 notes
·
View notes
Text
Bukan Demikian
Menurutmu, ada yang aneh tidak dari kalimat "Selalu lihat ke bawah dan bersyukurlah, masih banyak orang yang tidak seberuntung kamu". Menurutku, sangat aneh. Kupikir, bersyukur bukan demikian caranya, dengan menganggap orang lain berada di bawah kita. Dengan merasa kita berada di tempat yang lebih layak daripada orang lain. Dengan merasa derajat kita lebih tinggi daripada orang lain. Bukan begitu. Karena setiap orang punya keberkahan hidup masing-masing.
1 note
·
View note
Text
Dear Me
Dear diriku di hari esok, Apakah kamu bisa berjanji padaku, setiap bangun pagi, keluar lah sejenak untuk menghirup udara yang masih segar. Itu untuk pengingat, supaya kamu selalu bersyukur masih diberi waktu sekian menit untuk menikmati dunia ini. Diriku di hari esok, berjanjilah untuk tidak malas. Kerja! Berkarya! Usaha! Jika semua itu kamu lakukan, niscaya mimpimu tidak akan terkhianati. Diriku di hari esok, janganlah kau bermuram durja mengingat kesalahan yang aku lakukan satu dua hari lalu. Lepaskan pikiran itu, kamu bisa memperbaikinya hari ini dan esok seterusnya. Diriku di hari esok, jangan lupa tanamkan dalam hatimu bahwa kamu harus lebih baik dari pada hari kemarin. Jangan lupa untuk terus berbuat kebaikan selama satu hari penuh. Diriku di hari esok, walaupun kamu telah jauh melangkah ke depan, ingatlah aku. Supaya kamu tahu, kamu telah menjadi diriku yang jauh lebih baik daripada aku yang sekarang.
0 notes