Text
Sakit gigi
Gigi gerahamku tumbuh dan sangat menyakitkan. Letaknya sebelah kanan bawah. Gusiku sedikit luka. Pipiku ikutan bengkak. Rasanya nyeri, perih, otakmu jadi sulit bekerja dan buat kepalamu sedikit pusing. Kau juga akan sulit tidur.
Kenapa terdengar seperti putus cinta?
Ah, aku tetiba mafhum jika sakit gigi dikorelasikan dengan rasa sakitnya.
0 notes
Text
Cinta pertama
Kau pernah mendengar sesuatu tentang cinta pertama?
Aku pernah mengalami dan menurutku, benar kata orang-orang bahwa cinta pertama itu sulit dilupakan. Cinta pertama benar-benar paling mengesankan, karena semua yang kau alami merupakan yang pertama kali untukmu.
Aku merasakan debaranku yang pertama kali,
Aku merasa malu bersama saat dengannya untuk pertama kali,
Aku merasakan gelenyar hangat yang menyenangkan didalam perutku..
Untuk pertama kali.
Apakah cinta pertamamu sulit dilupakan?, hatiku bertanya.
Aku benar-benar mengulum senyum saat menulis ini. Untukku, bukannya sulit, namun cinta pertamaku memang tak akan pernah bisa kulupakan. Ya, aku yakin itu. Aku masih ingat sosoknya yang tegap dan tinggi sedang tersenyum manis kepadaku. Aku mengingat rasa, dimana aku merasa malu saat tak sengaja tanganku bersentuhan dengannya.
Lalu, apakah aku mencintainya?
Nope. People changes and memory remains. Aku jatuh cinta dengannya dulu, namun tidak untuk sekarang. Aku merindukan debaran saat bersamanya dahulu, namun bukan berarti aku tak lagi berdebar untuk kekasihku sekarang. Aku mencintai kenangannya dan aku mencintai saat-saat bersamanya dahulu, namun bukan berarti aku mengkhianati cinta yang aku terima sekarang.
Aku tak menampik, perasaanku yang terluka saat ia beranjak pergi. Cinta pertamaku tak hanya mengajarkanku rasa cinta yang pertama kali. Sakit hati, merupakan sesuatu yang ia ajarkan kepadaku saat dirinya pergi. Dia beranjak ke kota lain, dan aku menangis karenanya.
Aku menangis, karena tak bisa melakukan apa-apa.
Aku menangis, karena aku malu mengatakan bahwa aku kehilangannya.
Aku menangis, karena aku tak sanggup mengungkapkan perasaanku padanya.
Aku bertahan dengan untaian kalimat "semua akan baik-baik saja". Ya, aku memang baik-baik saja, sampai beberapa cinta yang lain datang dan kenangan bersamanya tak pernah beranjak dari dalam dada.
My first love is violent storm, a bit like tornado.
Dia bisa mengobrak-abrik semuanya dan meninggalkan bekas, meninggalkan luka, dan kadang meninggalkan trauma.
Where my first love is a tornado, my lifelong love is more like the wind. Sometimes it storms and sometimes there's no breeze at all. Sometimes i'm cold and need less. Sometimes i'm hot and i want more.
0 notes
Text
Jatuh cinta dan Mawar merah
Aku sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta.
Aku pikir jatuh cinta itu bisa saja jadi jebakan mengerikan. Jatuh cinta adalah desiran hangat pada hatimu saat kau bertemu dengan seseorang yang kau sukai. Jantungmu berdebar kencang saat berada didekatnya, wajahmu terasa memanas karena malu. Bahkan banyak yang bilang kalau saat jatuh cinta maka perutmu seperti penuh dengan kupu-kupu beterbangan. Jatuh cinta memang anugerah kok. Anugerah karena saat jatuh cinta, hari-harimu terasa semakin menyenangkan. Dosenmu yang galak tak akan bisa mengambil alih mood-mu. Temanmu yang menyebalkan dengan mudahnya kau anggap angin lalu. Ya, jatuh cinta adalah anugerah selama kau belum tahu jika gebetanmu ternyata sudah punya pacar. Makanya aku bilang, jatuh cinta bisa saja menjadi jebakan mengerikan. Mengubah hidupmu 180 derajat dan hanya ada dua kemungkinan. Bersambut dan hancur. Cinta yang indah ini bisa saja membunuhmu lho. Ah, pernah dengar dimana ya?
Buatku, jatuh cinta adalah perasaan yang menyenangkan sekaligus penuh tantangan karena aku dengan harap-harap cemas menerka bagaimana perasaan si pria terhadapku. Setelah kupikir, aku sudah berkali-kali jatuh cinta pada pria dan tak pernah bersambut. Haha. Memang sih menyedihkan, namun entah mengapa dulu aku sangat menikmati prosesnya. Rasanya menyenangkan saat aku dan dia masih menjadi teman biasa yang akrab, dan sedikit demi sedikit menjauh karena nampaknya aku tak bisa menahan diri untuk tak mengatakannya. Aku pikir sudah tiga atau empat kali berulang ya?. Setelah kejadian itu, aku benar-benar pasrah dan membiarkan rasaku hilang seiring berjalannya waktu.
Ngomong-ngomong, kenapa kesannya aku nggak laku?. Ehm, sepertinya aku perlu menceritakan sesuatu agar tidak timbang sebelah. Sesungguhnya, aku pernah mendapati seorang laki-laki yang ternyata menyukaiku, dan aku menangis ketakutan. Tak tau diuntung ya? Sudah beruntung ada yang mau sama perawan kumal macam ini. Maafkan aku, tapi sesungguhnya aku sangat merasa bersalah padanya sampai saat ini. Sungguh dia tidak jelek! Aku pikir dia cukup tampan. Hanya saja, caranya mendekatiku membuatku bergidik. Apalagi dia pernah memujiku cantik saat aku menangis. Aku bersembunyi di kelas sampai jam lima sore setelah kejadian itu.
Setelah berulang kali aku merasakan jatuh cinta dan pada akhirnya dibunuh cinta, aku menyimpulkan bahwa jatuh cinta adalah perasaan yang kau dapatkan saat kau ingin memiliki seseorang. Aku tekankan sekali lagi- ingin memiliki. Perlu ku italic? atau aku garis bawahi?. Ehm, jadi begini, menurutku saat kau sudah mendapatkan orang tersebut, berarti kau sudah tak ingin lagi memilikinya. Paham maksudku? Ah, mungkin sama seperti saat kau punya bunga mawar merah, tentu kau cenderung menolak saat kau diberi warna yang sama. Mungkin kelak kau akan meminta mawar yang putih. Saat kau sudah memilikinya, kau tak akan merasakan kembali yang namanya jatuh cinta. Hasrat itu perlahan menghilang.
Saat kau sudah mempunyai pasangan, maka kau akan mengerti bahwa sebuah hubungan indahnya memang hanya di awal saja. Saat masih malu-malu kucing, saat belang masing-masing masih terselimutkan rapi. Ya, yang namanya bangkai kan lama-lama baunya tercium juga. Dulunya sih pakai parfum, lama-lama baju kencan aja tak pernah ganti.
Begitu.
Kamar kos di rumah, 9 Januari 2017
0 notes
Text
2016
Hello, the last day in 2016 :)
“Tahun baru kemana?”, temanku bertanya melalui aplikasi telegram.
In my room. Facing computer like a fool, trying to write my 2017 resolution and end up nothing. Tbh, i thinking and worrying my future a lot. Last year, i'm a real potato girl. Now, i'm still a potato girl. Next year, i'm being a potato girl. Potato is my life!
Tbh, many bad things happen in my 2016. Thank you for everything that had happened in this year. I just hope next year will be better than this. Thank you so much for the pain, lesson, and tears of joy, happiness, and sadness. I know nothing about my resolution but I promise will be better person in next year! I have a plan for next year. Yes! Just one! and i will make it happen in February :))
Desember adalah bulan terakhir dan selalu identik dengan Desember kelabu. Berbeda dengan September, yang identik dengan September ceria. Setidaknya, itu kupelajari dari lagu-lagu yang aku dengarkan. Desember identik dengan natal, salju, dan dingin. Mungkin itu yang membuatnya kelabu, seperti manusia yang menunggu hadiah dari Santa di pinggir perapian. Di Indonesia, Desember identik dengan musim hujan. Hujan identik dengan luruhnya harapan, kesedihan dan perpisahan, namun aku pribadi sangat menyukai hujan.
Aku pribadi menyukai hujan. Hujan adalah berkah dari langit, untuk apa aku membencinya? Pada bulan Desember, biasanya playlist yang terputar dikomputerku adalah lagu-lagu ballad dan hujan akan membuat lagu ballad favoritku terdengar semakin merdu dan syahdu. Aku pikir aku menyukainya.
0 notes
Text
Nenek
Tahun 2012.
Rumah nenek sangat jelek. Luas namun sangat jelek. Aku memaklumi, apa yang aku harapkan dari rumah seorang janda petani berumur 82 tahun? Hanya beberapa ruangan berdinding semen. Sisanya hanya terbuat dari anyaman bambu. Kamar ibuku dahulu sudah penuh dengan debu dan sarang laba-laba. Dibalik pintu kayunya terdapat rambut palsu dengan panjang nyaris satu meter. Rumah nenek gelap bahkan saat siang hari. Suram. Mungkin kebanyakan dosa. Buat tempat judi sih.
Orangtuaku membangun semacam pondok sederhana dua kamar untuk tempat tinggal sementara saat ibu menemani nenek. Nenekku sedang sakit keras, Ibuku sudah tinggal disana hampir satu bulan. Aku benci ibuku tapi aku tak tega meninggalkannya sendirian di rumah mengerikan itu. Aku memutuskan untuk ikut dengannya saat liburan kuliah.
Aku pikir nenek lebih baik mati saja.
Maaf Nek, tapi hal itu benar-benar yang aku pikirkan saat aku melihatmu terbaring di ranjang reyot dengan jarum infus menancap pergelanganmu. Aku iba melihatmu, namun aku lebih iba dengan ibuku yang raut wajahnya semakin lelah dengan tubuh semakin kurus. Aku iba melihatmu nek, iba melihat kau tersiksa dengan penyakit tuamu. Wajahmu menggelap, tulang pipimu terlihat jelas, bibirmu seperti terkikis nyaris tak terlihat, menampakkan deretan gigimu. Satu-satunya organ tubuhmu yang masih terlihat kokoh. Kau selalu merengek minta dipijat, kau selalu takut ditinggal sendiri. Aku mendapatkan bagian menjagamu saat Maghrib sampai malam menjemput, karena hanya saat itulah ibuku bisa mandi setelah seharian mengurusmu dan beristirahat sebentar.
Nek, aku bukanlah anak yang religius. Aku sholat hanya saat ingat. Aku harus berterima kasih padamu, karena berkat Nenek entah ide dari mana aku membacakan surat Yaasin untukmu setiap malam. Kata guru agamaku, surat Yaasin justru dibacakan saat seseorang sedang sakit dengan tujuan Tuhan segera menyembuhkanmu jika memang takdirmu baik, atau melepaskan semua kekhawatirkanmu dengan cara mencabut nyawamu jika waktumu memang sudah tiba. Surat Yaasin tak ada artinya jika dibacakan untuk orang meninggal, katanya.
Namun nampaknya kau mengira aku berharap kau cepat mati ya Nek?
Wajahmu nampak ketakutan, kaki dan tanganmu kau gerakkan menimbulkan suara "bak-buk" diranjang. Iya nek, aku tahu kau masih hidup. Bisakah kau memberikan waktu untuk menyelesaikan membaca surat ini?. Kau meminta pijit untuk mencari perhatian, namun maaf Nek itu tak akan berhasil. Toh aku sudah memijatmu seharian ini. Kau pikir aku tidak ketakutan melihatmu seperti itu? Kamarmu hanya satu-satunya ruang yang menyala. Keadaanmu yang sedang sakit keras membuat suasana semakin menakutkan. Bangku yang aku duduki terasa bergetar.
Ibu, kenapa kau lama? Aku sudah merinding.
Menunggu orang sakit memang melelahkan, dan ini menjadi rutinitasku hampir dua minggu. Aku masih membaca Yaasin setiap maghrib, dan Nenek masih saja ketakutan. Sampai suatu malam aku tertidur di ranjangku. Aku sangat lelah, tidurku nyaman dan aku bermimpi bertemu Nenek yang duduk di depan rumah. Nenek tidak sendiri, dia bersama adiknya. Adiknya yang sudah meninggal.
"Nek?"
Dia hanya tersenyum, kemudian aku merasakan anyir di lidahku. Gigiku lepas dan berdarah banyak. Syok, aku terbangun. Aku melihat wajah ayahku dalam jarak pandang yang dekat. Mungkin dia sedang membangunkanku.
"Nak, nenekmu meninggal"
Aku bergegas menuju kamarnya tempat nenek terbaring. Syukurlah, Nenek nampak tenang di wajahnya. Tangannya bertumpu diatas dadanya. Seperti orang tertidur. Wajahnya tidak mengerikan seperti saat sakit. Aku lega.
Prosesi pemakaman berjalan lancar. Kakak perempuanku menangis tersedu-sedu. Sayup-sayup aku dengar bisikan pelayat. Ibuku terlihat baik-baik saja menerima tamu. Aku pun tak menangis.
"Dia terlihat sangat sedih, mungkin dia anak yang merawatnya sampai meninggal"
Aku tersinggung. Orang-orang memang cenderung berpihak pada orang yang terlihat lemah. Aku masih ingat dengan jelas perempuan itu menolak untuk bergantian menunggu padahal aku sangat ingin istirahat di rumahku sendiri. Inginku cuma satu hari saja. Busuk.
"Mana para penjudi itu? kenapa tak ada yang datang" "Kau tahu? rumahnya kan sering buat tempat judi" "Nak, Nenekmu meninggal, sepupumu saja saat ini sedang membaca Yaasin. Mengapa kau disini? Mau jadi anak durhaka?" "Berpakaianlah yang baik saat sedang membaca ayat suci. Kalau begitu, mana mungkin Tuhan menerima doamu"
Orang gila. Seburuk itukah aku? Kau hanya tak tahu saja para sepupu dan keponakan yang saat ini sedang menangis sedih dan membaca Yaasin adalah manusia sama yang merogoh uang ratusan ribu yang Nenekku simpan dibalik alas tidurnya. Mereka yang menghakimi keluargaku adalah orang yang berkali-kali merebut hak keluargaku, mencurangi warisan bagian Nenek, membuat patok palsu batas pekarangan, memalsukan sertifikat tanah. Bahkan aku menemukan cek palsu yang berbunyi bahwa rumah Nenek dijadikan jaminan untuk uang pinjaman yang hanya satu juta. Oh ayolah, satu juta hanya perkara mudah.Sangat heran mengapa mereka merasa pantas mengaku suci.
Apakah hanya dengan rajin sembahyang seperti mereka surgamu bisa kubeli, Tuhan?
Tuhan, maafkan Aku. Terkadang orang-orang yang seperti ini yang membuatku ragu. Mereka mengaku patuh padamu, namun mengapa semudah itu menyakiti orang lain? Aku sepenuhnya percaya padamu, percaya kehadiranmu Tuhan, percaya kekuatan-Mu, namun mengapa sangat sulit berserah padamu?
Maafkan aku.
0 notes
Video
youtube
The Life of Death.
When the Death fell in love with Life. The doe will teach Death that dying is also part of Life. This is one of the most tender and beautiful portrayal of death and surrender I have ever seen.
1 note
·
View note
Text
Jillian
Orang tuaku selalu bercerita jika aku adalah anak yang penurut, pemalu, dan pendiam. Aku adalah anak yang penurut, bahkan menangis pun tak pernah. Aku tercipta menjadi perempuan yang lebih tangguh ketimbang seumuranku. Aku tak pernah menangis untuk sesuatu yang sering ditangisi teman sebayaku. Aku tak pernah meminta mainan, karena aku yakin tak akan pernah mendapatkannya. Aku selalu diam saat ibuku menjahitkan baju seragamku kebesaran, dengan alasan bisa aku gunakan sampai 3 tahun ke depan - meskipun sebenarnya aku sangat tidak percaya diri dengan baju yang membuatku seperti layangan. Aku terbiasa menyembunyikan rasa kecewaku sedari kecil, karena Ayahku akan marah dan Ibuku pasti tak kalah murka. Keluargaku bukan keluarga yang harmonis. Ayah dan Ibuku sering bertengkar. Keduanya bisa bersikap kasar, Ayahku dengan nada tingginya dan Ibuku yang merusak perabotan rumah tangga. Aku mendengar hal-hal yang buruk sedari aku berumur 3 tahun. Masalahnya biasanya sama, uang, salah paham, saudara. Aku pernah menemukan mereka hampir saling mencekik. Keduanya bisa saling tersenyum manis setelah satu atau dua minggu kemudian. Kau pikir aku percaya? Satu minggu kemudian bahkan aku menemukan mereka saling memegang pisau. Aku bersembunyi di kamar, biasanya menangis, namun aku memastikan tangisanku berhenti saat Ibuku sudah bersiap membawaku ke rumah nenek. Ibu bisa tambah murka. Orang tuaku mengerikan. Ibu pernah menuduhku mengambil uang yang seharusnya aku gunakan membayar buku sekolah. Ayah pernah menjewerku sampai telingaku berdarah, Kakakku pernah ditendang dari teras rumah, dia terjerembab dihalaman bebatuan yang basah karena saat itu sedang hujan deras. Kenangan yang aku bangun dengan mereka bukan sesuatu yang indah, Kami tumbuh menjadi keluarga yang canggung satu sama lain.
Aku tak percaya dengan “keluarga”.
Keadaan di rumah membuatku sangat senang saat sekolah tiba. Setidaknya kepalaku tidak pening mendengarkan pertengkaran konyol di rumah, namun sepertinya pengalamanku di sekolah juga tidak terlalu baik. Aku polos, karena aku tak pernah punya teman sepermainan. Aku tak paham caranya berteman. Orang tuaku selalu mengurungku di rumah untuk belajar. Aku siswa paling muda dan aku sangat naif sehingga siswa lain sangat senang memanfaatkanku. Namun, aku tak pernah menangis saat teman sebangku selalu menukar pensil mekanikku dengan pensil HB murah miliknya yang tumpul. Aku tak pernah menangis saat anak laki-laki nakal itu memukul punggungku dengan kepalan tangannya yang besar. Aku tak pernah menangis saat anak itu mendorong tubuhku yang kecil sampai kepalaku membentur lantai. Aku pikir saat itu aku terlalu naif, karena Ibu guru selalu bilang kejahatan tak perlu dibalas dengan kejahatan juga. Namun, mereka sepertinya punya pendapat yang berbeda soal ini.
Aku berniat menolong, namun mereka memanfaatkanku. Aku berniat memiliki teman, namun berakhir mereka membuatku melakukan hal-hal konyol untuk mereka. Aku tak pernah menangis karena aku menganggap hal itu wajar dalam pertemanan, dan aku tak pernah mengadu karena aku pikir beginilah caranya berteman. Namun, aku tak bisa mengingkari jika sesuatu didalam dadaku sangat sakit saat mereka melakukan itu dan akhirnya aku mendendam. Sampai beberapa tahun kemudian saat aku menginjak kelas 4, dendamku sudah mencapai ubun-ubun. Aku heran anak laki-laki gendut manja itu belum enyah dari sekolahku, padahal dia sangat bodoh. Sikapnya semakin menyebalkan, dominan dan kasar meskipun pada perempuan. Aku selalu menatapnya menusuk saat melihatnya berlarian. Mungkin dia tak tahu. Sampai akhirnya aku berniat mencederainya, aku dengan sengaja menyandungkan kakiku saat dia sedang berlari di lorong sekolah dengan liar. Mirip babi.
Dia terjerembap, kepalanya terbentur, matanya berkaca-kaca. Tukang bully seperti dia memang biasanya hanya anak manja cari perhatian. Tanganku mengepal, namun gemetar. Ini pertama kalinya aku membalas salah satu dari mereka, aku merasa sungguh berdosa. Bagaimana kalau dia mengadu dengan ibunya?. Nasi sudah menjadi bubur dan harga diriku terlalu tinggi untuk meminta maaf dan mundur. Aku memberikannya tatapanku yang seharusnya mengerikan sesaat, lalu beranjak pergi. Aku menjadi orang yang berbeda setelahnya.
Aku sungguh tak percaya anak-anak SD bisa seliar itu, baik perlakuan fisik maupun dalam verbal. Aku pernah diejek miskin karena orang tuaku tak punya mesin pendingin di rumah. Ayahku pernah diejek miskin karena tasku tak pernah ganti sejak kelas 3 SD. Aku pernah diejek karena nenekku menjadikan rumahnya tempat berjudi para pria brengsek tetangganya. Aku pernah diejek karena Kakekku menderita gangguan jiwa. Kalian pikir aku tak bisa kasar? ”Berkacalah sendiri, jika aku miskin kau apa? Sudra? Bahkan ayahmu itu tukang becak” ”Kau pikir aku tak tahu tasmu itu dari mana? bukankah kau mengemis dengan sepupumu itu” “Kau anak bodoh, sekolah saja yang benar, agar Ibumu tak usah capek-capek berdagang di pasar” “Kakekku memang gangguan jiwa, tapi mulutnya tak sebusuk mulutmu yang mengaku waras”
Aku benci dengan keluargaku, namun aku lebih benci orang-orang yang menghina keluargaku. Mereka miskin namun sungguh tak tahu diri. Sejak saat itu mereka menghindariku. Aku tak punya teman. Teman? Aku bahkan tak percaya kata “teman” sungguh ada. Aku tumbuh dengan baik, namun aku masih sulit percaya dengan “orang-orang baik” disekitarku. Aku beberapa kali punya sahabat, tapi mereka menghilang saat ada orang lain yang lebih baik. Aku tak ingin menceritakan problemku karena aku khawatir mereka berakhir menghindariku. Buatku, mereka adalah prioritas dan aku selalu berusaha membuat mereka bahagia dengan harapan mereka tak pernah pergi. Hanya sesederhana itu, namun mereka tak pernah melakukan hal yang sama. Mereka pergi saat azas manfaatku sudah lenyap. Akhirnya, aku sendiri kembali. Aku selalu memberikan yang aku punya dengan harapan mereka akan tetap tinggal. Aku punya rasa takut ditinggalkan, aku punya rasa takut tak wajar saat ditinggal sendirian. Aku merasa trauma dengan hubungan antar manusia. Aku selalu menolak kenyataan saat mereka memberikan perhatiannya pada orang lain. Apakah “tulus” memang benar-benar ada?
Aku bisa melakukan itu semua, mengapa kalian tak bisa melakukan hal yang sama?

0 notes
Text
I pick my poison and it’s you. Nothing could kill me like you do.
2 notes
·
View notes
Text
Adulthood
Why being adult is so hard? I still 22 yet I trying so hard making money to live in this world. Do I need to be rock?
Can I just go back to my child time? 😂
0 notes
Text
Merry-go-Round
Kepalaku terasa berat, aku merasa kepalaku tertarik kebelakang. Mungkin tertarik oleh gaya gravitasi? Entahlah, aku seperti melayang dengan posisi kepala lebih rendah daripada badanku. Kepalaku terus merendah, lebih rendah, lagi, dan...
Aku terbangun, tanganku kananku mati rasa. Jari-jariku sulit digerakan. Nafasku berlarian -mengapa oksigen disini terasa sangat kurang konsentrasinya?. Kelopak mataku berat, rasanya ingin tertidur namun tak bisa, sesuatu dikepalaku berkata ada sesuatu yang tidak beres. Aku menemukan diriku di tempat yang sungguh asing. Gelap, remang-remang dan berbaring dengan alas yang kasar, rasanya seperti berbaring di jalan raya. Apa aku habis mengalami kecelakaan?. Aku mengamati keadaan sekeliling.
Dimana? Aku sungguh penasaran.
Aku berada di sebuah lorong, mungkin. Sebenarnya, terlalu kecil untuk dibilang lorong namun sepertinya tidak cukup besar untuk disebut terowongan. Dinding pembatas pun hanya terlihat samar-samar. Jika penglihatanku tidak cukup baik, mungkin aku bisa bilang kalau aku sebenarnya sudah mati dan sudah terkubur dalam tanah.
Aku tidak menyukai ini. Aku benar-benar sendirian. Aku sudah tak bisa merasakan telapak tanganku sekarang. Aku menyandarkan punggungku pada tembok lembab dibelakangku. Masih terengah-engah, pengap rasanya. Aku mencoba untuk menunggu, sampai akhirnya suara gemuruh? terdengar dari sebelah kananku. Ada cahaya samar -sepertinya ada kendaraan di ujung terowongan sana, dengan otomatis aku melangkah pelan menyongsong cahaya tersebut. Ada mobil mini dan kuda..
Kuda merry-go-round berlarian?
Aku yakin itu bukan “kuda”, karena kuda yang ini berwarna pink bubble gum, dan bercahaya. Mungkin jika dalam keadaan normal, aku akan mengatainya norak. Aku tidak bisa menyebutnya unicorn karena aku tidak melihat ada tanduk didahinya. Sudut-sudut tubuh kuda tersebut tegas, kaku, bahkan ekor berombaknya nyaris tak bergoyang, seperti patung. Oleh karena itu, aku anggap benda aneh itu kuda merry-go-round. Sungguh mengingatkanku pada kuda yang dinaiki Sungmin -ehm, biasku. Apa kau tahu Super Junior?- saat photoshoot tahun 2006. Aku terkikik geli, bisa-bisanya aku mengingat Sungmin di saat-saat seperti ini. Mobilnya.. oh tidak ini sungguh menggelikan, aku yakin itu mobil bom-bom-car. Dalam sekali kedipan mata, terowongan ini lenyap.
Aku berada di taman hiburan.
Taman hiburan suram namun ramai, berlatar langit gelap. Benar-benar gelap, bukan gelap malam, tapi gelap mengerikan. Kau tahu awan mendung yang menggantung berat saat akan hujan besar?. Anehnya, aku tidak tahu apakah ini siang atau malam, atau mungkin pagi. Entahlah. Rasanya aku seperti menghilang sangaaaaaat lama sampai aku sudah tidak paham lagi ini jam berapa dan tanggal berapa. Tadi aku bilang ramai ya? Iya memang ramai, bianglalanya berputar kencang, bom-bom-car menabrak tembok heboh, jangan lupakan kuda-kuda yang sudah berlarian tanpa arah meninggalkan merry-go-round yang kini sudah berputar-putar sendiri dan heboh. Lampu-lampu semua menyala meriah berkedip-kedip cepat bikin sakit mata.
Apakah aku sudah bilang kalau taman hiburan ini tidak ada manusianya?. Hanya aku satu-satunya manusia disini, dan sekarang aku sedang berdiri diatas rel dan melihat kereta Thomas and Friends bergerak pelan mendekatiku. Si Thomas memang dari sananya sudah tersenyum, namun entah kenapa Thomas yang ini sedikit creepy menurutku. Aku tersenyum sekilas. Sudahlah, kepalaku terlanjur pening jadi lebih baik aku memikirkan hal ini santai, semoga ada jalan keluarnya nanti. Lagipula, sedari kecil aku belum pernah naik yang seperti itu. Jadi, aku putuskan saja untuk menunggunya lewat dan ikut naik. Aku hampir saja melangkahkan kaki, saat tali sepatu Hush Puppies-ku terinjak sepatu pasangannya dan membuatku terhuyung ke depan.
Eh, ini kan sepatunya sudah kubuang? kenapa aku bisa pakai sepatu ini? bukankah aku tadi telanjang kaki? Eh, kenapa relnya berubah jadi besar? Mataku membulat ngeri. Aku mendongak. Oh sh-
BRAAAKKK!
Ouch! Kepalaku membentur dinding. Kali ini aku benar-benar terbangun, dengan nafas masih memburu. Keringat dingin muncul diwajahku. Mimpi. Buruk. Sungguh-sungguh buruk, ini terasa sangat nyata namun setidaknya ini hanya mimpi, kecuali tanganku.
Ah, tanganku. Tangan kananku masih kebas. Zhu bergelung disana, kucing kuning gendut dan brengsek itu tidur menindih tanganku. Aku menatapnya jengkel, menarik tanganku dari sana. Aku menghela nafas. Aku bangkit meraih botol mineral dan minum dari sana, lalu memandang kosong ke arah jendela.
PS: Just because my dream in one of those September night (September 24) really creeping me out.
0 notes
Conversation
Kedua
A: Kau pernah mencintai dua orang secara bersamaan?
X: Tidak.
A: Kau percaya? Aku sedang mengalaminya.
X: Apa yang kau maksud adalah seseorang yang sudah mempunyai kekasih namun jatuh cinta dengan orang lain, dan disisi lain tak mau melepaskan yang sudah ada?
A: Ya, sungguh tak bisa mencegahnya. Maaf, namun itu benar-benar diluar kuasaku.
X: Kau tahu? saat kau dihadapkan dua pilihan dalam persoalan cinta, yang ada hanyalah pilihan kedua. Sebab, jika kau sudah sangat yakin dengan pilihan yang pertama, tidak mungkin ada pilihan kedua.
0 notes
Text
Kecil
Christmas Eve 2016
Bolehkah aku bercerita mengenai masa kecilku? Aku pikir, kenangan yang tersimpan dimemoriku bukanlah hal-hal yang menyenangkan. Mungkin kau akan berpikir, untuk apa kenangan buruk itu ditulis jika menyebabkan kau mendendam akan sesuatu atau bahkan seseorang. Bukankah mengingat luka bukanlah suatu hal yang banyak menimbulkan kerugian? Namun, bukan maksudku untuk menyimpan luka, hanya saja aku merasa aku butuh menulis ini untuk -apa ya?- kalau aku bilang untuk mempelajari diriku sendiri apakah kau percaya? Entah kenapa aku merasa aku akan mendewasakan diri dengan menerima diriku sendiri termasuk pengalaman buruknya.
Aku terlahir di tahun anjing, tahun 1994. Aku pikir aku bukanlah anak kecil yang menarik, jika aku bercerita bahwa dulu aku sempat bercita-cita menjadi laki-laki apa akan kau anggap aku kelainan? Orangtuaku sering bercerita bahwa saat umur 3 tahun aku sudah membaca koran dengan kaki diangkat saling bertumpu layaknya orang dewasa. Aku merasa dipermalukan saat cerita itu berulang kali disampaikan ke semua orang. Aku memang anak perempuan tomboy meskipun setiap hari ibuku selalu menguncir dua dengan ikatan yang tinggi. Aku selalu dipakaikan baju bekas kakak-kakakku, karena kakak perempuanku tubuhnya mungil maka aku hanya dipakaikan baju dari kedua kakak laki-lakiku. Ya, aku anak bungsu sehingga aku punya banyak baju. Baju bekas kakakku maksudnya. Hanya satu yang aku banggakan dari masa kecilku, aku pintar. Saat aku bercerita bahwa aku membaca saat umur 3 tahun, aku tidak bohong. Aku mulai SD saat berumur 4 tahun dan selalu menduduki peringkat kedua di kelas. Aku yakin aku bisa menjadi yang pertama jika saja anak orang kaya itu tidak memberikan suntik KB gratis untuk para guru.

Temanku sedikit, mungkin karena aku sudah cuek dan wajahku tergolong judes. Aku memang sudah sulit senyum sedari kecil, tak satupun foto diriku terpampang dengan wajah ceria. Aku bukan anak yang menyenangkan, dan sebisa mungkin aku akan memastikan mereka yang mau dekat denganku untuk tetap selamanya denganku. Oleh karena itu, aku cenderung menuruti semua kemauan mereka. Aku juga merasa aku berkewajiban melindungi teman dekatku yang perempuan, dan berakhir dimanfaatkan mereka sekaligus jadi bahan bully dan dibodohi. Mulai saat itu, aku tidak pernah sekalipun mempercayai orang-orang.
Bagiku semua orang sama saja, selalu berniat meminta lebih saat mereka pernah menerima. Take it for granted. Manusia tidak pernah sepenuhnya tulus, selalu ada tujuan saat mereka mendekati manusia yang lainnya meskipun hanya sesepele "butuh teman". Aku pun begitu. Saat aku kecewa karena mereka tidak bertahan disampingku, saat itu juga aku menyadari, bisa saja karena aku tidak tulus saat berteman dengan mereka. Hal yang menyedihkan, aku terus mengulanginya sampai aku dewasa. Apakah aku masih disebut dewasa kalau begini?
Aku selalu memberikan yang aku punya dengan harapan mereka akan tetap tinggal. Aku punya rasa takut ditinggalkan, aku punya rasa takut tak wajar saat ditinggal sendirian. Aku merasa trauma dengan hubungan antar manusia. Aku selalu menolak kenyataan saat mereka memberikan perhatiannya pada orang lain.
Aku memberikanmu semua, mengapa kau tak bisa sama?
0 notes
Text
Pertama
Aku suka bernyanyi, namun aku tak pernah benar-benar menyanyi di depan umum. Bahkan, saat aku menulis ini aku sedang menyanyikan lagu dari Michael Bolton. Sejak umur 6 tahun, lagu How am I Supposed to Live without You is my favorite one. Aku pikir suaraku tidak terlalu buruk dan aku bisa bernyanyi. Kau tahu? aku bahkan pernah menyanyi saat perpisahan SMP dulu dan berakhir aku tak ingin mengingat kenanganku yang satu itu. Bagiku sungguh memalukan. Aku suka menulis, tapi aku tak pernah benar-benar mempublikasikan tulisanku. I wrote it and deleted it later. So, i think i'm not really confident with my hobby and to be honest this is stupid. Akhir-akhir ini aku sangat merasa bosan dengan rutinitasku. Aku tak pernah mengerti bahwa menjadi orang dewasa bisa seburuk ini. Bekerja, makan, tidur, belanja, dan menabung. Aku seorang perempuan, dan kadang aku menyempatkan belanja untuk mengurangi sedikit penat di kepala. Menghabiskan uang, dan menyesal setelah itu. Aku sempat hobi membaca novel dan membelinya beberapa dan berakhir tak tersentuh dua tiga tahun ini. Aku berniat mem-publish tulisan ini di akun livejournal pertamaku. Hanya sebagai diary, karena akun tumblr-ku sudah ketahuan orang kantor dan aku tak berharap mereka untuk membacanya. Semoga tulisanku ini, menjadi tulisan pertama- yang menjadi awal dari tulisan lain- yang tak akan aku hapus dan bisa menjadi kapsul waktu untuk aku beberapa puluh tahun kemudian. Saksi kedewasaanku yang menerima segala kekuranganku di masa lampau.
0 notes