niasafira
niasafira
niasafira
149 posts
orang biasa yang ingin khusnul khotimah, tapi ndak tau gimana caranya, sapa tau lewat tulisannya ia bisa mati bahagia. udah aminin aja
Don't wanna be here? Send us removal request.
niasafira · 6 days ago
Text
Tumblr media
"Nak, memang tidak semuanya harus berbalas..."
Tak semua senandung harus menemui gema, tak semua seruan akan dibalas oleh gaung yang merdu. Ada doa yang terbang tinggi, memecah langit dengan rindu, namun layu sebelum sempat mencapai singgasana-Nya. Ada pinta yang mengalir, lembut seperti sungai, namun tenggelam di pusaran sunyi yang tak berbatas. Tidakkah kau mengerti? Tidak semua yang kita titipkan pada malam, akan sampai pada bintang.
Kita ini, makhluk yang menabur harap seperti petani menebar benih di ladang yang asing. Tapi apakah setiap bibit mesti tumbuh? Tidak semua tanah ramah, tidak semua musim bersahabat. Ada yang jatuh di tanah tandus, diserap oleh hampa, lalu menguap menjadi angin tanpa arah.
Dan bukankah hujan pun tak selalu menjadi berkah? Di tempat yang kering, ia adalah nyawa. Namun, di bumi yang telah basah, ia bisa menjadi beban. Begitu pula doa, ia tak selalu menjelma jawaban. Kadang, ia hanya menjadi riak kecil di lautan takdir, tak cukup kuat untuk mengubah arus.
Tuhan, yang Maha Mendengar, kadang memilih diam, bukan karena lupa, tapi karena tahu. Ia tahu kapan kita perlu dilimpahi, kapan kita mesti belajar kekurangan. Sebab, tidak semua kehilangan adalah celah, dan tidak semua penolakan adalah luka.
Maka, jika pinta kita seperti embun yang terhapus mentari sebelum sempat menyentuh bumi, mungkin bukan karena ia sia-sia, melainkan karena Tuhan sedang menyusun hujan di waktu yang lebih tepat. Jika doa kita seperti burung yang terbang, hilang di cakrawala tanpa arah, mungkin ia sedang mencari sarang yang lebih baik untuk hinggap.
Tidak semua yang tak berbalas adalah penolakan. Kadang, ia adalah cara semesta mengajarkan ikhlas tanpa syarat, dan keyakinan tanpa perhitungan. Sebab, cinta yang tulus pun tak selalu harus diterima. Dan di situlah, manusia belajar bahwa berharap adalah seni mencintai, bahkan ketika jawaban tak pernah datang.
292 notes · View notes
niasafira · 3 months ago
Text
membantu atau tidak
kalau sudah urusan pekerjaan, jenis orang itu hanya ada dua: membantu atau tidak.
ada orang yang baik tapi pekerjaannya nggak beres--atau beres tapi nggak benar. tetap saja orang itu nggak membantu. kenal dengan yang seperti ini?
ada orang pinter banget dan pekerjaannya beres sekaligus benar. tapi cara kerjanya nggak enak, membuat semua orang uring-uringan. tetap saja orang itu nggak membantu. kenal dengan yang seperti ini?
orang yang membantu itu pekerjaannya selalu selesai--dengan benar. hasil pekerjaannya memberikan kebahagiaan bagi orang lain, memudahkan orang lain.
ada orang yang lebih senang selalu tetap pada kontrak kerja. maksudnya, nggak mau melakukan sedikit hal ekstra di luarnya. atau, melakukan yang ada dalam kontrak dengan seadanya. yah, nggak salah sih.
yet going for some extra miles wont hurt. nggak ada salahnya menunjukkan kesungguhan, melakukan yang terbaik, memberi di atas harapan. nggak ada salahnya kita berempati dengan rekan kerja, superordinat/subordinat kita, menolong, membantu.
jadilah seseorang yang dikenang sebagai seseorang yang senang menolong, seseorang yang kehadirannya membantu. barangkali, di hari akhir nanti seseorang yang kamu bantu itu yang menjadi sebabmu masuk surga.
516 notes · View notes
niasafira · 4 months ago
Text
Ini hari kesekian ayah mogok makan. Entah apa yang beliau inginkan. Ibu hingga menangis takut ayah tak ridho melihat apa yang ayah lakukan. Dimasakan tak di sentuh, dibelikan tersinggung, merasa beliau hanya beban. Tak makan seharian. Segala bentuk perhatian seperti tak beliau anggap dan hiraukan.
Mood swing nya kini tak karuan. Bisa dibilang beliau kini menjengkelkan. Ya Allah beri kami kesabaran.
Jika boleh jangan dulu. Mutqinku baru smpai juz 7.
0 notes
niasafira · 5 months ago
Text
Semoga kita ga lupa, kalo kita cuma hamba.
Jangan nyetir takdir sendirian.
Beuratt.
Jangan ya dek, yaaa..
502 notes · View notes
niasafira · 5 months ago
Note
Mbak de, pernah ga kecewa sm ortu? Kalo prnh, gmn cara mengatasinya? Gmn manajemen kecewa versi mbak dea, terutama itu pd ortu?
Jawab pertanyaan kayak gini tuh pekiwuh sih, Non. Bagaimanapun, orang tua saya juga sudah berjasa banget menemani saya sampai saya tumbuh menjadi saya yang sekarang. Jadi mau cerita tentang kekecewaan kok rasanya wkwk.
Mungkin saya dididik di budaya jawa yang lekat banget dengan idiom:
Mikul dhuwur, mendem jeruh. Jadi hal semacam ini sangat sensitif untuk dibicarakan.
Makanya, sebelum kita bicara jauh, kamu perlu memahami bahwa orang tua kamu, kamu, orang tua saya dan saya adalah manusia. Manusia tuh kalo hidup bersama manusia lain dalam jangka waktu lama, pasti pernah saling membahagiakan dan saling mengecewakan juga.
So, saya berpikir bahwa semua orang tua pernah mengecewakan anak dan semua anak pernah mengecewakan orang tua. It's an inevitable hooman thing. Hanya saja, levelnya beda. Ada yang bearable dan bisa diselesaikan sendiri. Ada yang unbearable dan butuh bantuan profesional.
Saya sampai sekarang tidak bisa mengkomunikasikan kekecewaan saya kepada orang tua saya. Saya nggak tega kalau misal beliau harus mendengar hal tersebut dari saya. Di sisi lain, jasa mereka ke saya juga jauh lebih besar dibanding rasa kecewa yang ditinggalkan.
Lantas apakah dengan berpikir demikian, rasa kecewa saya tiba-tiba hilang? Enggak juga. Saya juga manusia yang kalau hatinya terluka, nggak bisa hilang sedetik atau dua detik. Saya berusaha bersabar akan hal itu sampai suatu saat saya bisa memaklumi semuanya. Saya memilih langkah ini karena kekecewaan saya masih bearable ya. Kalo udah parah banget, mungkin butuh penyikapan yang berbeda.
Ada satu kejadian yang membuat saya berpikir bahwa saling mengecewakan adalah hal manusiawi. Suatu malam, temen saya nelfon sambil nangis. Pas saya nanya masalahnya apa, ternyata waktu itu beliau dan anaknya yang masih balita sama-sama tantrum. Dia menyesal sudah membentak anaknya.
Biar kamu bisa bayangin, saat itu temen saya habis pulang kerja. Di kantor ada masalah. Pas sampe rumah, rumah masih berantakan. Sementara anaknya belum tidur dan minta makan. Pas udah dimasakin, anaknya nggak mau makan.
Saya nggak mewajarkan membentak anak. Tapi saya menyadari bahwa parenting itu berat sekali. Teman saya itu orang yang baik dan baiknya bukan pencitraan. Orang yang baik bangetpun ternyata juga tidak bisa menjadi orang tua yang sempurna.
Jadi, saya belajar memaklumi. Mungkin sewaktu saya kecil, orang tua saya sama clueless-nya dengan teman saya saat menjadi orang tua.
Semakin dewasa, sudut pandang saya terhadap orang tua saya jauh berubah. Waktu kecil, saya memandang mereka seperti superman yang kuat banget dan selalu mengayomi anak-anaknya. Pas saya dewasa, saya memandang beliau sebagai manusia pada umumnya. Punya rasa sedih, bahagia, luka batin dst dst. Kadang, luka batin mereka juga membawa pengaruh ke gaya parentingnya. Lantas pada siapa kesalahan ini ditimpakan? Pada kakek nenek kita yang ngasih luka batin ke orang tua kita? Atau bagaimana?
Saya berhenti mencari. Sudah bukan waktunya mikir tentang salahnya ada dimana. Semua orang tua pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi hanya ada sedikit kemungkinan bagi mereka untuk intentionally jahat ke anak-anaknya. Salah itu manusiawi.
Setelah memahami ini, saya pelan-pelan berusaha mencari inner child saya agar saya tidak lagi mendewasa dengan luka. Setelah itu, saya baru memperbaiki hubungan dengan orang tua saya.
Honestly, apa yang terjadi dalam keluarga saya membuat saya takut untuk menikah. Sekarang saya masih takut. Tapi setidaknya, saya sudah berusaha belajar untuk membangun hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitar saya. It takes process. Butuh kesabaran panjang.
Saya merasa usaha untuk menyembuhkan luka inner child itu penting karena saya tidak mau kalau misal kelak saya punya anak, cara saya mendidik anak jadi dipengaruhi oleh luka batin di alam bawah sadar saya.
Contohnya apa?
Misalkan kita jadi anak yang selalu dikekang sama ortu, mungkin kita jadi berpikir bahwa parenting terbaik adalah dengan membebaskan anak dengan sebebas-bebasnya tanpa ada rasa peduli mereka berjalan kemana.
Atau kalau nggak gitu, kita menjebak anak kita ke dalam lingkaran setan: parenting yang mengekang turun-temurun.
Ini cuma contoh :D Bukan masalah personal saya.
Terakhir, tidak ada parenting yang sempurna. Bisa aja yang diterapkan orang tua kita ke kita adalah parenting yang menurut mereka terbaik karena informasi yang tersedia waktu itu ya hanya sebatas itu.
Ada banyak orang tua yang merasa bahwa menyemangati anak dengan membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain adalah hal yang wajar. Tapi pas anaknya dewasa, mereka baru tau bahwa hal tersebut bisa meninggalkan luka. Bagaimanapun, mereka sudah berusaha melakukan yang terbaik.
Kita tidak bisa berpura-pura untuk tidak terluka. Tapi menyerang orang tua kita dengan kesalahan-kesalahan mereka tanpa mengapresiasi kebaikan mereka ya nggak fair juga. Di titik ini, kita perlu banget buat belajar adil ke diri kita dan orang tua kita.
Di masa depan, mungkin aja kita melakukan hal yang sama. Meskipun di sekitar kita ada banyak sekali teori parenting. Maka dari itu, selesai sholat, jangan lupa berdoa kepada Allah.
Kita doakan kebaikan untuk orang tua kita, diri kita sendiri, calon pasangan kita dan anak-anak kita meskipun belum lahir. Mintalah hidayah, agar kalau suatu saat kita saling melukai, kita diberi petunjuk untuk memahami dan saling memaafkan. Jika kelak luka batin kita dan anak-anak kita membawa pada hal-hal yang buruk, semoga Allah memberi kesempatan untuk kembali kepada-Nya.
Hidup pada akhirnya berujung pada kepasrahan. Silahkan overthinking di siang hari atau menjelang tidur, tapi pas sholat, jangan lupa doa :)
133 notes · View notes
niasafira · 6 months ago
Text
Kita tidak pernah tahu seberapa kerasnya usaha orang lain untuk ridha dan mencintai takdirnya.
Maka, semoga Allaah mudahkan lisan kita senantiasa terjaga dari ketidaksengajaan mengusik keridhaannya.
476 notes · View notes
niasafira · 6 months ago
Text
Kadang aku berfikir sebetulnya apa yang belum selesai dengan diriku. Karena sampai sejauh ini, perasaan "merasa tidak pantas atau merasa rendah diri" selalu saja membayangi di antara apa - apa yang telah Allaah karuniakan.
Entah apa karena aku pernah tumbuh dengan ujian keluarga yang cukup berat. Yang saat itu aku dan orang tuaku harus saling terpisah. Untukku yang saat itu belasan tahun. Yang sebetulnya pun kasih sayang orang tuaku selalu memberikan yang terbaik.
Saat itu, aku belasan tahun. Dua puluh tahunan yang lalu.
Saat dimana aku belum mengerti banyak tentang Allaah dan bentuk kebaikan - kebaikan-Nya.
Dan entah luka mana yang belum benar - benar selesai dalam diriku.
Meski saat ini aku memiliki pencapaian yang Allaah karuniakan, tapi tetap saja aku merasa tidak pantas mendapatkannya. Bahkan setelah menyelesaikan buku kedua. Justru aku berhenti, aku seperti tidak punya kekuatan apapun. Seperti aku sebelumnya justru aku memilih bersembunyi, menikmati dunia nyataku dengan suami dan putra kami. Karena mereka lebih dari cukup untukku, karena rasanya aku tidak perlu pencapaian lainnya.
Entah apa ini bentuk betapa kerdilnya aku atau memang luka masalalu membuatku sampai sedemikian merasa cukup untuk diriku sendiri.
Beberapa hari lalu, mendengarkan kajian ustadz nuzul dzikri yang kurang lebih beliau berpesan "bahwa kejadian apapun yang kita alami, semua telah Allaah atur. Dan itu selalu baik. Bahkan bila pun ada trauma, sejatinya trauma itu adalah karena terlalu banyak mengingat manusia. Dan obatnya adalah dengan kembali kepada Allaah."
Maasyaa Allaah laa haula wa laa quwwata illa billaah.
77 notes · View notes
niasafira · 6 months ago
Text
Sebelumnya sama sekali tak pernah terbayangkan, aku dipanggil ibu, bunda, mama, sebelum aku punya anak, bahkan sebelum aku menikah. Padahal dulu mengiranya, masih dipanggil mbak atau kakak meski anak sudah tiga atau lima.. Hahaha realita, sudah diet sana fira.. Setidaknya jika bukan untuk rupa, kesehatanmu itu perlu kau jaga..
1 note · View note
niasafira · 7 months ago
Text
Belum genap 24 jam hari ini, aku sudah 2 kali melihat kematian di depan mata. Jika boleh meminta, tunda itu selama-bisa nya, untuk ibu pun ayah. Jika bisa, jangan ada lagi pemandangan serupa, rumah sakit beserta ke hectic an nya. Cukup sudah sakitnya..
Jika mereka tiada, aku bisa apa? Allahumma thowil umurohuma.
0 notes
niasafira · 7 months ago
Text
Bertukar Peran
Sebagai anak yang selalu merantau, saya bersyukur belakangan bisa banyak menghabiskan waktu di rumah. Dahulu, saya hampir tak pernah menyadari orang tua menua. Sekarang, saya melihat bagaimana peran yang kami jalankan perlahan mulai bertukar.
Tumblr media
Sepanjang hidup, saya melihat ayah sebagai sosok yang selalu mandiri. Terlampau mandiri. Semua ia selesaikan, bahkan permasalahan orang lain. Ia bisa melakukan segalanya dan selalu ada untuk kami semua. Namun, belakangan saya mulai melihat perubahan yang awalnya samar tapi perlahan makin kentara.
Jarang-jarang mulai datang permintaan tolong kecil. Terasa begitu aneh karena dahulu tak pernah terucap kata tolong dari bibirnya. Anak-anaklah yang selalu merepotkan dan membutuhkan bantuan, bukan sebaliknya.
Entah mengapa, saya merasa pilu. Baru kini merasa ayah yang serba bisa mulai menua. Mungkin semua orang memang menghadapi fase ini. Herannya, peralihan kecil ini sangat berdampak bagi saya.
Begitu juga dengan ibu. Makin bergantung pada anak-anak, obat-obat, serta alat-alat lain yang identik dengan konsep sakit dan tua. Ibu yang dulu selalu aktif bersepeda hingga berjam-jam kini melangkah perlahan sembari menahan linu.
Ibu yang senang bepergian dan punya banyak kemauan kini harus berkompromi dengan tubuh dan keterbatasan kondisi. Masih punya banyak harapan dan tujuan, tapi dihalangi oleh sakit yang selalu menghantui. Seandainya saja kami anak-anak bisa membantu mengurangi semua rasa nyeri.
Dengan segala ego orang tua, mereka masih kerap menolak. Tak mau dibantu bila tak benar-benar perlu. Terkadang kami pun kurang tanggap. Tidak tahu bahwa di balik kata 'tidak usah' sebetulnya mereka butuh. Tidak tahu bahwa apa yang bisa kami selesaikan dalam sekejap adalah sesuatu yang sulit bagi mereka. Apalagi jika menyangkut teknologi yang memang kian lama makin memusingkan. Kita saja terkadang ngos-ngosan mengejar ketinggalan dari anak-anak kecil yang digital natives, bagaimana dengan mereka?
Memang hidup selalu penuh dengan perubahan. Di usia kepala tiga ini, saya merasa seperti 'baru lahir' dan harus belajar lagi memahami posisi seorang anak. Mencoba mengerti pergeseran peran dan relasi dengan orang tua. Peka adalah kuncinya. Sisanya akan berjalan baik selama ada kepedulian dan rasa cinta.
Mungkin inilah gelisah yang dirasakan para anak saat melihat orangtuanya merapuh. Selain membantu, hanya doa yang makin sering terucap. Sehat selalu, papa dan mama. Mulai kini, biarkan kami yang mengambil peranmu.
27 notes · View notes
niasafira · 7 months ago
Text
Menyimpan Rencana
Soal rencanamu, tidak semua orang harus tahu. Malah sembunyikan jika perlu.
"Kerana yang membencimu pasti akan menghalangimu, yang memanfaatkanmu pasti akan berusaha untuk menikmatimu, dan yang hasad juga iri padamu akan berusaha mengambilnya darimu"
Seringkali, rencana yang kita sembunyikan akan sampai pada tujuannya. Dan yang kita umbar juga beritahu, seringkali tidak jadi dan berakhir gagal.
Sebaiknya, rencana masa depanmu hanya kamu dan Allah saja yang tahu, selebihnya, tidak perlu.
Simpan rencana dan cerita yang seharusnya disimpan, sampaikan yang seharusnya dan seperlunya untuk disampaikan. Memang, agak sulit untuk menahan bercerita itu, apalagi untuk orang dengan tipe ekstrovet yang tinggi. Tapi, cobalah untuk mengontrol lisan dan keinginan. Ingat, seperlunya dan tidak semua orang harus tahu, ya. Selamat mengendalikan lidah dan menyimpan kisah :')
@jndmmsyhd
473 notes · View notes
niasafira · 9 months ago
Text
Tumblr media
Tentang tahadust bin ni'mah
واما بنعمة ربك فحدّث
Aku lupa, bahwa akar kata dari حدّث yg artinya "mengabarkan" adalah حدث yang artinya "terjadi". Sesuatu yang belum jelas terjadi, meskipun itu sepertinya menggembirakan, baiknya simpan dulu dalam hati. Jangan pernah lagi cerita kesana-sini, jika nantinya tak mau klarifikasi, karena hal2 buruk terjadi. I see, mungkin ini yg orang jawa bilang pamali.
0 notes
niasafira · 9 months ago
Text
Pertemuan dan Perjumpaan
Hidup ini terkadang memaksamu harus bertemu dengan seseorang agar ia memberikanmu pelajaran. Entah pelajaran soal kesabaran, menghargai orang lain, kesetiaan yang diuji, dan pelajaran lainnya dalam bentuk yang nyata.
Tidak ada yang sia-sia dalam sebuah pertemuan dengan orang lain. Sebab ia pasti memberikan bekas dan pelajaran, entah kita suka atau tidak suka, entah baik atau buruknya akhir perjumpaan. Tapi begitulah cara Tuhan mengajarkan kita, seringkali dengan cara yang kita tidak suka.
Sebab semua takdir yang sudah digariskan untuk kita adalah kebaikan sepenuhnya. Andai tak kita jumpai kebaikan itu, maka bersabarlah, sebab kebaikan itu pasti ada. Pasti ada. Selamat belajar dan menemukan pelajaran, untuk kita semuanya.
@jndmmsyhd
383 notes · View notes
niasafira · 9 months ago
Text
Ya Allah aku gapapa banget diginiin. Tapi ibuku? Dia tak layak ya Allah.. Kalaupun ini terjadi karenaku, maka hukum saja aku, bukan ibu atau keluargaku.
0 notes
niasafira · 9 months ago
Text
Refleksi
Tumblr media
Ada banyak waktu luang yang terbuang,
Terbuang untuk menatap layar sosial media yang seakan tak berujung untuk dijelajahi dengan kedua jari,
Melihat kehidupan orang-orang disana, lalu merasa tertinggal banyak langkah ketika melihat ke dalam diri sendiri; seolah tak ada hal yang istimewa untuk disyukuri.
Melihat kemajuan tren make up, fashion, skincare, makanan dan minuman yang cepat silih berganti. Lalu melihat ke dalam diri sendiri; seolah tak ada rasa cukup dan ingin jua mengikuti arus perubahan itu.
Masa kini, ujian tidak selalu bentuk kesukaran dan kegagalan. Label ujian amat transparan sehingga kadang tak sadar diri bahwa melalui sosial media; apa yang kita lihat, apa yang jari kita ketik dan gerakkan—itu adalah ujian keimanan.
Masa kini, waktu yang habis untuk scroll sosmed adalah arus ujian yang amat berat untuk ditinggalkan. Pun tanpa sosmed, seakan hidup ini terasa kosong dan hampa. Naudzubillah. Astagfirullah.
Mengapa begitu sukar untuk mengingatmu Tuhan? Bahkan mengucap satu-dua istigfar dengan penuh kesadaran, begitu besar distraksinya.
Mengapa begitu sukar untuk mengingatmu Tuhan? Bahkan mengagungkan nama-Mu dengan penuh kerendahan, begitu besar distraksinya.
Apakah hatiku sudah begitu pekat dan gelap oleh debu dosa?
Apakah aku sudah begitu jauh tersesat dari tujuanku?
Apakah penyakit cinta dunia ini sudah menggerogoti jiwaku?
Apakah nikmat ibadah sudah ditarik dari kehidupanku?
Gerimis, 27 Mei 2024 20.49 wita
255 notes · View notes
niasafira · 9 months ago
Text
Seringkali, air mata yang turun itu adalah pengganti dari lisan yang tidak berani mengucap, tangan dan kaki yang tidak berani bertindak, dan hati yang mungkin lelah dan ingin tenang. Andai ia turun, biarkan, jangan dipaksa berhenti. Sebab tidak semua orang bisa menangis.
Dan kamu tahu? Tangisan terbaik itu adalah tangisan di tengah kesepian, pada sepertiga malam, mengadukan pada Tuhan soal perlakuan manusia dan dunia yang bercanda, soal hati yang mati dan tak lagi nyaman ibadah.
Selamat menikmati air mata, untuk siapapun yang sedang bergemuruh hati dan jiwanya. Semoga Allah tenangkan dan lapangkan hatinya.
@jndmmsyhd
640 notes · View notes
niasafira · 9 months ago
Text
Kau tahu?
Dulu mimpiku sangat tinggi. Hingga aku pun ngeri sendiri. Akankah aku bisa menaklukan egoku kelak, bilamana mimpi2 itu terlalu tinggi untukmu? Akankah aku bisa menahan diriku untuk samasekali tidak akan merendahkanmu? Menghormatimu dengan segala kepatuhanku? Menekan egoku karena aku terlanjur terbang terlalu jauh?
Tunggu, tentu saja aku berharap kau 'lebih' dalam segala hal dariku. Tapi, takdir? Siapa yang tahu? Maka, niatnya kusiapkan hal ini jauh-jauh.
Selain karena memang realita tak berpihak padaku, memang dengan sengaja kukubur juga dalam2 mimpi2 itu. Alih2 memberi makan egoku sebagai wanita 'yg katanya mau jadi independent women', aku memilih melatihnya puasa. Agar kelak terlatih bila bersamamu.
Awalnya kukira aku baik saja. Tapi ternyata tidak sepenuhnya. Jujur, aku tidak benar2 menantimu datang lebih cepat, tapi ternyata kini aku pun resah. Mimpiku tak jadi nyata, kau pun tak pasti kapan datangnya, bahkan bisa jadi kabar terburuknya kau memang tak pernah ada dalam garis takdirku sejak awal mula. Ada sedikit rasa penyesalan disana. Rasanya seperti tak dapat apa-apa.
Tapi tenang, aku tidak akan menyalahkanmu, karena ini pilihanku.
Kau tahu? Aku selalu berharap kita bertemu dalam versi terbaikku. Tapi semakin kesini, yang ada hanya semakin buruk pribadiku. Ibadahku, kecerdasanku, semangatku, kesehatanku, bentuk fisikku.. Hahaha kau tahu? Bahkan aku tak lagi yakin kalau seseorang yang akan jadi suamiku kelak pasti beruntung memilikiku. Seperti keyakinanku dulu. Rasanya sepertinya versi terbaikku sudah terlewatkan gitu...
6 notes · View notes