Tumgik
natagazine · 3 years
Text
Kelola Food Waste Untuk Cuan
Sampah makanan atau food waste menurut The High Level Panel of Experts (HLPE) pada Food Security and Nutrition 2014 adalah makanan yang layak untuk dikonsumsi oleh manusia namun dibuang atau dibiarkan rusak di tingkat konsumen apapun penyebabnya.
Kepala Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO) pun mengatakan bahwa sampah makanan di Indonesia mencapai 13 juta ton setiap tahunnya. Berdasarkan data ini, Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia dan tanpa disadari, Indonesia menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi yang mengakibatkan krisis iklim. Emisi ini diakibatkan karena sampah makanan akan menghasilkan gas yang akhirnya menambah jumlah emisi gas karbon di atmosfer sehingga memperparah pemanasan global dan mempengaruhi iklim. Belum lagi dengan adanya wabah COVID-19 yang menyebabkan supply shock di seluruh sektor.
Selain tiga food waste tips yang diberikan oleh Bandung Food Smart City yaitu mengambil makanan secukupnya, tidak menyisakan makanan, dan memilah sampah organik dan anorganik, disini saya akan memberikan tips untuk memanfaatkan food waste, khususnya sisa bahan-bahan dapur (kitchen scraps) seperti kulit bawang, kulit sayur, ujung-ujung sayuran, kulit buah, dan sampah organik lainnya.
Ada dua hal sederhana yang dapat di produksi dari sampah dapur organik. Sebelum memutuskan untuk menghasilkan apa, sampah organik harus dipilah lagi menjadi sampah buah atau sampah sayur. Sampah sayur dapat dikelola menjadi kaldu sayuran (vegetable broth) dan sampah buah dapat diproses menjadi eco-enzyme.
Vegetable broth adalah salah satu subtitusi makanan yang biasa digunakan oleh vegetarian. Menurut Jessica Bruso pada livestrong.com (2019), vegetables broth dapat meningkatkan asupan cairan untuk mencegah dehidrasi. Tidak hanya itu, kaldu sayuran mengandung kalori yang rendah sehingga cocok untuk mereka yang sedang kalori defisit. Selain mengurangi food waste, pemanfaatan sampah sayur untuk vegetables broth sangatlah mudah, murah, dan yang terpenting, kaya rasa.
Tumblr media
Untuk menciptakan kaldu yang nikmat, diperlukan sampah sayur yang menghasilkan rasa manis dan gurih dengan perbandingan 1:1. Contohnya kulit wortel, bonggol jagung sebagai penghasil manis lalu kulit bawang dan sampah bayam sebagai penghasil rasa gurih. Pemilihan jenis sayur akan menentukan juga rasa dari kaldu yang dihasilkan
Jika dikalkulasikan, membuat kaldu sayuran dari kitchen scraps dapat menghemat kurang lebih seratus ribu rupiah per liternya. Sudah berkontribusi dalam menjaga lingkungan, cara ini dapat menjaga kestabilan isi dompet juga.
Lanjut beralih ke sampah buah-buahan. Pemanfaatan sampah buah-buahan yang sedang marak belakangan ini adalah eco-enzym yang dikembangkan oleh dr. Rosukon Poompanvong. Berdasarkan sumber Sai Study Group Indonesia, eco-enzyme (EE) adalah cairan hasil fermentasi dari gula merah, sayuran, buah, dan air. Proses fermentasi ini menghasilkan gas ozon (O3). Seperti yang dilansir dari Zero Waste Indonesia, O3 yang dihasilkan akan mengurangi karbondioksida (CO2) di atmosfer sehingga mengurangi efek rumah kaca. Enjim juga mengubah ammonia menjadi nitrat yang baik untuk tanaman dan mengubah CO2 menjadi karbonat (CO3) yang bermanfaat bagi tanaman dan kehidupan di laut. Jika sayuran tidak dapat digunakan untuk membuat vegetable broth karena akan menimbulkan rasa getir, ampas sayur itu jangan dibuang melainkan digunakan untuk menambah bahan pembuatan EE.
EE memiliki manfaat yang sangat banyak seperti sebagai pengganti karbol atau disinfektan, pupuk yang ramah lingkungan, juga lagi-lagi sebagai penjaga kestabilan isi dompet. Manfaatnya yang banyak ini dapat diperoleh dengan pembuatan yang sangat mudah. Seperti gambar dibawah ini.
Tumblr media
Penemuan dr.Rosukon ini bahkan telah dianugrahi penghargaan oleh FAO pada tahun 2003. Bagaimana tidak? EE merupakan pembersih yang 100% natural, bebas bahan kimia, dan mudah terurai, sehingga aman bagi lingkungan.
Bisa dibayangkan jika semua rumah di muka bumi ini menggunakan karbol atau disinfektan berbahan kimia, bagaimanakah besar pencemarannya? Tidak hanya berdampak bagi lingkungan, bahan kimia yang ada didalam karbol atau disinfektan dapat menganggu kesehatan manusia juga. Jika terpapar karbol dalam jangka waktu yang panjang, seringkali membuat mata kita memerah, berair, kulit panas dan gatal, bahkan dapat membuat kulit mengelupas dan sulit bernapas.. Cairan-cairan ini dinilai tidak ramah untuk orang-orang dengan kulit atau indra penciuman yang sensitif. Kembali lagi, wabah virus korona memang menuntut kita untuk lebih aktif dalam membersihkan rumah. Penggunaan karbol dan bahan disinfektan lainnya otomatis bertambah dari biasanya.
Satu liter pembersih lantai dipasaran dijual dengan rentang harga yang bervariasi. Ada yang belasan ribu, ada juga yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu. Jika kita menggunakan produk dengan harga dua puluh ribu perliternya dan perbulannya kita menggunakan dua botol ukuran satu liter, maka dalam sepuluh bulan kita harus mengeluarkan uang sebanyak empat ratus ribu rupiah. Namun, dengan memanfaatkan sampah dapur ini, kita cukup mengeluarkan uang kurang lebih dua belas ribu untuk membeli gula merah dan menghasilkan dua puluh liter cairan EE setelah tiga bulan.
Bisa dikatakan, inilah salah satu wujud dari pepatah yang mengatakan “Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.” Menjaga buminya dilaksanakan, penghematan juga berjalan.
1 note · View note