Text
“Maybe I’ll see you in another life, if this one wasn’t enough.”
— Florence + the Machine
1K notes
·
View notes
Text
untuk desember, 2020 dan yang lalu-lalu
Hai, apa kabar?
desember, 2020, aku tahu kamu masih ada. Masih begitu nyata dan begitu dekat. Rasanya baru terjadi kemarin. Semua kenangannya masih muncul jelas di kepala. Perasaannya juga masih sama pilunya.
Kamu masih selalu ingat bagaimana kamu merelakan yang berlayar pergi tanpa pernah bertanya. Kamu masih ingat duduk sore hari di belakang rumah, seorang diri, menatap langit dan berusaha cari tenang di tengah badai.
Kamu masih ingat di hari terakhir itu, berbaring menatap langit-langit kamar di kegelapan. Sebungkus mie kadaluarsa yang hampir saja kamu makan kalau tidak kamu cek kemasannya. Telepon dari temanmu di dua kota berbeda. Menunggu apa yang tidak pernah datang lalu terluka. Terbangun di dini hari, membaca pesan dari yang terasa sangat jauh padahal darahnya mengalir di dalam diri, menangis pilu terisak-isak.
Kamu masih ingat di lembaran pertama tahun baru itu. Meyakini semuanya akan berakhir. Atau, berharap. Berharap semuanya bisa berakhir karena rasa sakit berhasil memenangkan kompetisinya.
Semua memori itu masih terasa dekat dan pekat. Terasa nyata. Bahkan setelah dua tahun berlalu. Di sudut kepala, kamu punya lonceng tersendiri yang bisa kamu bunyikan kapan pun kamu mau. Untuk mengingat, untuk merasa, untuk terjebak kembali, selalu, tanpa tahu kapan kamu bisa menerima dan berdamai.
Tapi kamu tahu? Kamu ada di penghujung 2022. Ada begitu banyak yang terjadi, tapi kamu masih di Bumi. Katamu, kalau masih ada di bumi ini, berarti masih ada yang harus diperjuangkan, kan?
Kamu yang di tahun ini melihat dan merasa banyak hal baru. Kakimu berjalan ke tempat-tempat penuh tantangan yang membuat hatimu terasa penuh ketika beranjak pulang.
Banyak hal-hal baik yang terjadi. Di tengah kehampaan dan ketidaksadaran akan kehidupan baru, ada tenang yang masih kamu rasa. Bahkan ada bentuk bahagia yang sudah lama kamu lupakan. Kamu akhirnya melihat apa yang selama ini kamu yakini hanya nyata di layar ponsel.
Tapi semuanya masih campur aduk. Terkadang kamu begitu bersemangat di Kamis sore, menunggu akhir pekan untuk menjelajah dunia baru. Namun begitu tiba waktunya, kamu hanya duduk melamun menatap jendela kuning di kamar. Bertanya-tanya apa yang hilang dan tidak pernah gagal merindukan yang lalu-lalu.
Merindukan rumah.
Dulu kamu bilang, kalau rumah itu bukan hanya bangunan, apalagi orang lain. Tapi diri sendiri. Sejauh apapun pergi, rumah yang ada di dalam diri ini bisa jadi aman dan tenang dibawa kemana saja.
Ada masanya dalam Perjalanan Mencari Rumah; kita sedang tenggelam. Aku benar, kita bisa tenggelam. Dan saat itu kita sedang tenggelam. Enggan kembali mencuat ke permukaan.
Kebanyakan berlalu hanya diisi dengan merindukan apa yang hanya ada di masa lalu.
Kamu masih dalam Perjalanan Mencari Rumah. Kita masih ada di perjalanan ini bersama-sama. Kita masih di Bumi, dan kita masih berlayar, berusaha berkawan dengan ombak. Jika sesekali kamu ingin tenggelam lagi, tidak apa-apa. Di dasar laut mungkin gelap, tapi tidak selalu buruk. Ada tenang dari pilu yang selama ini selalu kamu bawa.
Tapi di tahun yang baru nanti, kita janji tidak izinkan rasa takut untuk menghalangi yang baik-baik, ya?
Akan selalu ada kita untuk kita. Berlayar lagi, Pejuang.
8 notes
·
View notes
Text
Perjalanan Mencari Rumah: 1 Tahun Berlalu
1 tahun berlalu.
Rasanya hanya seperti kilasan-kilasan dari kehidupan yang asing.
Tentu, tentu, ada yang membahagiakan. Tawa yang dibagi di tengah malam. Harapan yang muncul malu-malu. Merasa hidup sesekali saat angin menerpa wajah di sore hari. Menatap dan melihat apa yang ia kira tidak nyata.
Tapi, seperti yang ia bilang, ia tak lagi cari bahagia.
Ia lebih merindukan rasa tenang di semua gelisah kehidupan.
1 tahun berlalu.
Apa kabar rumah?
Apa kabar genangan air di sudut belakang rumah?
Kini ia sudah berada di tengah-tengah laut. Seperti yang ia bilang tempo hari, gelombangnya besar dan ia bisa tenggelam.
Beberapa kali ia tenggelam, namun ia tidak berusaha naik ke permukaan. Mengamati apa yang ada di dasar laut yang gelap.
Bergelut dengan perasaannya, dan pikiran-pikiran yang terus kembali ke masa lalu.
1 tahun berlalu.
Hatinya mungkin sudah usang. Semua perasaan hanya sementara. Tapi kenapa yang pilu bertahan begitu lama?
Benaknya terus mengingat kepingan memori di desember, 2020.
Benaknya terus mengingat kehidupan singkat di sebuah rumah di ujung jalan buntu, hal paling absurd namun rasanya tenang.
Benaknya terus mengingat kamar yang sedemikian rupa ia buat senyaman mungkin, melindunginya dari yang pahit-pahit.
Benaknya tidak akan lupa wajah kawan-kawannya yang begitu teduh, menenangkan, seperti jalan pulang ke rumah.
Benaknya tidak akan lupa, sore hari di halaman belakang rumah. Ada langit kelabu, lagu sendu, cucian yang bergantungan, kursi hijau, tanaman tidak terawat.
Seakan-akan tidak ada hal lain di masa kini yang bisa membantunya menyimpan kepingan memori itu dengan baik di dalam kotak.
1 tahun berlalu.
Ia rindu rumahnya, tapi ia rindu dirinya yang kini semakin jauh berjalan entah ke mana.
Terkadang ia masih menangis di akhir pekan, meratapi yang lalu-lalu. Melihat langit, merasakan deru angin dari jendela kamar berwarna kuning. Pilunya tak kunjung usai.
1 tahun berlalu.
Tapi ia bertahan. Berusaha berkawan dengan gelombang laut yang kadang bisa menenggelamkannya. Atau yang hanya sesekali beriak.
“Satu-satu. Hari demi hari. Pelan-pelan. Apa saja, apa saja yang buat dirimu bertahan. Apa saja, apa saja yang bisa buatmu tenang,” bisiknya setiap pagi.
Perlahan, hatinya sudah jauh lebih terbiasa. Walau masih pilu, namun ia berusaha berkawan dengan segala yang asing di tanah ini.
1 tahun berlalu.
Rumah, rumahnya ada di masa lalu.
Namun ia masih berlayar pelan, berkawan dengan gelombang, menyusuri lautan, mencari cara agar pilu bisa tersimpan rapi tanpa harus menemani setiap saat.
Selamat 1 tahun Perjalanan Mencari Rumah, Pejuang.
0 notes
Text
kepadaku hari buruk mengadu #3
kepadaku pagi mengadu,
tentang mimpi buruk tak masuk akal
pikiran jahat menghantui sampai ke alam bawah sadar
terengah, terhempas
seakan-akan yang buruk menjadi nyata.
kepadaku siang mengadu,
tentang gumpalan tak kasat mata
bersemayam tenang tak terjamah
bertanya-tanya, jalan mana yang harusnya direngkuh
apakah tempat yang dipijak sudah menjadi yang paling baik
kusut pikirannya.
kepadaku sore mengadu,
matanya yang berat
hatinya yang berteriak
tangannya yang menggapai
tidak ada yang mendengar, tidak ada yang tahu
putus asa, keluhnya setiap hari
tak berguna jika tak berbuat
mengalir tiada henti
lalu menggenang di sudut mata
kepadaku malam mengadu,
tiada guna bermimpi
tiada guna berharap
diam dan jadi kecil
menunggu namun tidak tahu apa yang ditunggu
tersedu dalam kubangan pikiran yang pilu.
0 notes
Text
memeluk luka agar ia sembuh #2
aku peluk luka-lukaku dengan erat.
kugenggam ia, kubisiki setiap malam.
“kamu ada, untuk buatku kuat. kamu ada sebagai pengingat bawa sembuh bukan hal yang mustahil.
luka, kamu hadir karena kamu ingin buatku kuat.”
setelah kupeluk ia dengan hangat
dan kujaga dengan cara yang layak,
perlahan ia tahu kapan waktunya untuk berdamai dan pergi.
lukanya sembuh,
aku pun juga.
(untuk desember, 2020)
0 notes
Text
bentuk cinta #1
Hari sudah semakin sore, namun kamu dan aku masih betah duduk di sebuah taman di pusat kota. Aku menghabiskan sisa boba di dasar gelas, sementara kamu meneguk sisa-sisa air mineral.
Menunggu benar-benar diusir petugas keamanan baru mau beranjak.
Matamu menerawang jauh ke pepohonan yang berbaris rapi, bergoyang ke kanan-kiri tertiup angin sore yang menyejukkan, namun juga entah mengapa di saat yang bersamaan terasa menyesakkan.
“Ren, kamu percaya nggak kalau cinta ada banyak bentuknya?”
Ada jeda cukup lama. Kamu tak langsung menjawab. Masih menatapi pepohonan, pikiran tampak berkelana entah ke mana.
“Kamu lagi nyanyi lagu Tulus, ya?”
Aku mendengus. Memang kamu paling pandai mengubah sesuatu yang paling serius menjadi sebuah candaan.
“Kalau ngomongin cinta, kebanyakan orang pasti langsung mikir soal pasangan hidup,”
“Lalu?”
“Bentuk cinta itu banyak, Ren. Cinta ke Tuhan, cinta ke pasangan, cinta ke orangtua, cinta ke sahabat, cinta ke hewan peliharaan, cinta ke benda mati, cinta ke diri sendiri.”
“Setuju.”
“Aku bisa mencintai begitu banyak hal. Aku bisa memberi cinta ke seseorang, ke orangtua, ke hewan peliharaan, ke benda mati. Tapi, Ren, nggak semua orang bisa dapat balasan dari berbagai bentuk cinta itu.
“Mungkin ada orang yang bisa dapat semuanya; punya teman hidup, orangtua yang penyayang, sahabat yang setia, hewan peliharaan yang lucu. Tapi ada juga orang-orang yang hanya bisa dapat cinta dari diri sendiri.”
Kamu meremas botol air mineral yang sudah benar-benar kosong. Pandanganmu kini tak lagi menatapi pepohonan.
“Bentuk cinta ada banyak, kan, Ren? Tapi nggak semua orang bisa dapat berbagai bentuk cinta itu.”
0 notes
Text
selamat ulang tahun, Ayahku.
selamat ulang tahun, Ayahku.
waktu itu hari hujan. ibu, nenek, dan kakak sedang pergi belanja. hanya ada aku yang menangis karena tidak diajak jalan dan Ayahku yang menemani.
mungkin waktu itu Ayahku panik kalau-kalau aku terus menangis mencari ibu. jadi Ayahku memutar otak dan berusaha mengalihkan perhatianku. kami membaca berbagai buku resep hingga bermain kapal-kapalan di selokan rumah.
waktu itu ibu pergi ke luar kota karena ada acara nikahan saudara. aku menangis karena takut ditinggal ibu. aku ingat kakak pergi ke supermarket membeli sup instan favorit, yang kemudian Ayahku masak setiap pagi untuk sarapan. lalu di malam hari ketika listrik mendadak padam, Ayahku mengajak kami bermain di mesjid depan rumah.
selamat ulang tahun, Ayahku.
waktu itu ada pelajaran olahraga di sekolah. aku bilang kepada Ayahku kami semua disuruh berlari, dan aku jadi pelari tercepat di antara murid perempuan lainnya. sejak saat itu, Ayahku selalu bilang kalau aku punya ketahanan fisik yang lumayan dan bisa berlari cepat. mungkin ini jadi alasan Ayahku sempat berkata aku lebih baik kuliah jurusan Pendidikan Olahraga saja.
andai Ayahku tahu, di umur 24 saja anaknya sudah berkawan setia dengan minyak kayu putih, fresh care, salonpas, tolak angin, dan obat maag.
andai Ayahku tahu akhirnya aku kuliah jurusan Akuntansi tapi tetap berjuang keras bekerja sesuai passionnya, penulis.
waktu itu aku pulang sekolah, mungkin terlihat letih dan tidak bersemangat. lalu Ayahku bilang, “Nadya sejak masuk SMP kalau pulang sekolah lesu banget, ya. Nggak semangat kayak dulu.”
andai Ayahku tahu, bagaimana kini wajahku yang rasanya selalu lelah 24/7. bisa bertahan dari hari ke hari saja sudah cukup.
selamat ulang tahun, Ayahku.
waktu itu rumah kebanjiran. air sudah menggenang di pekarangan. di hari itu aku gagal lolos ke SMA favoritku lewat jalur minat dan kemampuan. aku membuangi air banjir di pekarangan sambil berurai air mata dan amarah. lalu Ayahku membantu membuangi air sambil menyemangatiku, “nggak apa-apa. mungkin cocoknya di SMA yang lain.”
Ayahku tahu aku akhirnya tetap berhasil masuk SMA favoritku. Ayahku tahu bagaimana hariku, siapa guruku yang killer, siapa teman-temanku, siapa gebetanku, namun hanya sampai di kelas 2 saja.
selamat ulang tahun, Ayahku.
waktu itu Ayahku dirawat di rumah sakit karena harus operasi. aku datang ke rumah sakit dan bercerita penampilan Mikha Angelo di X Factor. lalu kami mengobrol seperti biasanya.
waktu itu sore hari, sudah hampir senja. mesjid di depan rumah sudah siap-siap hendak sholat Magrib. waktu itu listrik lagi padam. aku di ruang tamu, mendengarkan lagu. sedangkan Ayahku di kamarnya, di tengah kegelapan.
hatiku ngilu membayangkan Ayahku seorang diri di kamarnya.
selamat ulang tahun, Ayahku.
waktu itu aku hendak berangkat sekolah. seperti biasa aku berpamitan. lalu Ayahku bilang “baik-baik ya” untuk yang terakhir kali.
aku pulang sekolah, tapi Ayahku sudah pergi dari rasa sakitnya.
beberapa minggu setelahnya, pamanku bercerita. katanya Ayahku merasa sudah lelah. pamanku yang lain juga bercerita, Ayahku sempat bertanya apakah doa yang dikirimkan untuk orang yang telah tiada bisa sampai pada yang didoakan.
tidak apa-apa. Ayahku kini sudah tidak lelah dan sakit lagi.
kepingan-kepingan kenangan selalu berputar di kepala, belum hilang. dan semoga tidak hilang.
karena hanya dengan mengingat yang lalu-lalu menjadi satu-satunya cara untuk tetap menghidupkan Ayahku di masa kini.
selamat ulang tahun, Ayahku.
1 note
·
View note
Quote
Maybe you don't hate the city; you just miss your old life.
but how can you go back to your past?
0 notes
Text
semua yang dirindukan.
aku rindu rumahku. kamarku. AC yang baru kunikmati 3 bulan. lemari baju yang baru kubeli namun harus ditinggalkan. anak-anak pergi mengaji di TPA dekat rumah. suara azan yang terdengar jelas 5 waktu setiap hari. pergi ke Indomaret usai sholat Magrib untuk beli sosis kanzler. atau beli sate ayam di ruko dekat rumah.
tetanggaku yang baik hatinya. pakde yang satu bulan datang sekali, yang tulus mendoakan ayahku dan menjaga pusaranya. halaman belakang rumah, yang pernah jadi saksi tangisan tersedu-sedu saat seorang diri. cahaya matahari dari pohon mangga. oh iya, mangga. orang-orang asing yang tak ku kenal yang sering meminta mangga dari pohon yang ditanam di pekarangan rumah. duduk di teras rumah sore hari.
tapi aku tidak rindu banjir. kalau aku pulang suatu hari nanti, semoga rumahku tidak lagi kena banjir.
aku rindu sahabatku. kamar yang jadi markas setiap berkumpul, dinginnya bersaing dengan Kutub Utara. bingkisan berisi kue dan makanan enak dan pesan manis, dikirim dari ujung ke ujung. tertawa heboh lalu terdiam saat lampu di luar berkelap-kelip; takut ditegur yang tak kasat mata.
lalu seorang sahabat baik hati yang selalu kupeluk dan kuolok dengan sayang setiap bertemu. sahabat yang gemar berpetualang mencari segelas kopi paling enak. sahabat yang rela menerjang banjir bersama saat sedang tersesat dengan jalan hidup masing-masing. sahabat yang rela jauh-jauh mengarungi jalanan demi bertemu dan terkadang harus pulang cepat karena diminta menjemput sang adik. dan sahabat yang selalu bersama 24/7, yang aku yakin kalau tanding tebak kata dengannya, vincent desta pasti kalah.
lalu ada pula sahabatku yang setia bersama makan ramen, teh, dan dessert enak di salah satu kafe setiap akhir pekan. berakhir ia menjalankan tugasnya menjadi brand ambassador sebuah toko serba ada. yang selalu panik setiap aku beranjak ke bagian buku catatan dengan sampul menggemaskan. sahabat mencari soto lamongan di hari raya saat semua orang berkumpul bersama keluarganya; malam itu kami tertawa pilu bermain kembang api di teras rumahnya.
dan sahabatku yang sedang mengarungi kehidupan di kota besar. mamanya yang baik hati dengan kata-kata menenangkan, masakannya enak sekali. kenangan bernyanyi sekencang-kencangnya, kini tempatnya sudah ditutup. pelukannya hangat dan menenangkan. badai manapun malu mengusik.
aku rindu rumahku. sahabatku. kotaku. diriku.
banyak yang kurindukan cuma ada di masa lalu. banyak yang kurindukan jaraknya begitu jauh, ada yang hanya bisa disentuh dengan doa.
banyak yang kurindukan, tapi aku bisa apa?
0 notes
Text
Perjalanan Mencari Rumah; kita sedang tenggelam.
Rumah bukan lagi rumah, hanya bangunan kosong penuh kenangan.
Lalu meyakini kalau bentuk rumah paling aman adalah diri sendiri.
Berkelana kita; jauh. Ke tempat yang katanya begitu ingin dituju.
“Mimpiku ada di sana,” katamu dulu, begitu semangat. Begitu naif.
Pergi kita; mengarungi lautan luas. Kamu bilang, ombaknya bisa begitu besar.
Terombang-ambing, terhempas, badainya besar. Kita bisa tenggelam.
“Suatu hari, gelombang tak lagi bisa jatuhkan kita, karena kita sudah terbiasa,” katamu waktu itu.
Namun kita masih jauh dari kata terbiasa. Tidak lagi mengenal apapun di tengah lautan luas.
Semuanya asing. Bahkan diri sendiri juga sudah tidak lagi dikenal.
Tidak hangat seperti genangan air di sudut belakang rumah.
Aku benar, kita bisa tenggelam.
Dan sekarang kita sedang tenggelam.
0 notes
Photo
Places We Will Walk
Andenes, Norway by Jessica Pamp
13K notes
·
View notes
Text
Desember, 2020.
Kalau kita belajar tentang luka, ada di bulan Desember, tahun 2020.
Kalau kita belajar tentang sendiri, ada di bulan Desember, tahun 2020.
Kalau kita belajar tentang jatuh, ada di bulan Desember tahun 2020.
Kalau kita belajar tentang hilang harap dan menjauh dari dunia, ada di bulan Desember tahun 2020.
Semua yang sedih-sedih, kita rasakan dan pelajari di Desember, tahun 2020.
Tentang merelakan, melepaskan, mengenal ikhlas, menerima, bertahan, semua yang terasa sulit harus kita pelajari dalam sesaat.
Desember 2020, kita belajar bagaimana cara memeluk diri sendiri lebih erat dari yang sudah-sudah.
Belajar bagaimana cara bertahan ketika sudah tidak ada lagi harap.
Belajar bagaimana cara merelakan yang didekap erat untuk pergi.
Belajar bagaimana cara menerima bahwa pada akhirnya, diri sendiri yang paling mengerti, apapun kondisinya.
Desember 2020, kamu sudah lama berlalu. Tapi rasanya masih sama. Kenangannya terlalu kuat. Hanya butuh 1 detik akan ingatan kala itu, selanjutnya kita pun sudah hanyut di dalamnya.
Desember 2020, kapan kita akan berdamai?
0 notes
Quote
Sometimes when you are too busy surviving, you forget to live.
adulting is hard, isn’t it?
0 notes
Quote
We're now in the same place. Stepping in the same land. In the same time zone. Under the same sky. But why are you still so far away? No, you're even more far away.
20 years, and how long do I have to keep counting?
0 notes
Quote
I am no longer chasing for happiness. I am now longing for inner peace.
and happiness will come when you find your inner peace.
0 notes
Quote
Once you realize there is life after mistakes, you gain a self-confidence that never goes away.
Bob Schieffer (via thoughtkick)
I often thought that after I made a mistake, that’s the end. Like almost everything. This quote came at the right time. A reminder for you, dear self.
28K notes
·
View notes
Quote
I hope you will find yourself this time. It's been too long. I'm afraid that you will lose yourself forever.
please, find yourself. okay?
0 notes