Text
Nggak boleh marah. Bolehnya pura-pura marah, untuk membalik keadaan.
2 notes
·
View notes
Text
Tulisan : Utang
Utang itu diwariskan, kalau orang tua kita berutang, sekalipun mereka sudah meninggal, utang tetap harus dibayarkan. Siapa yang membayarkan? Kita, sebagai ahli warisnya.
Bahkan, ayat terpanjang yang ada di dalam Al Quran, adalah tentang utang. Betapa besarnya masalah utang hingga mendapat perhatian yang begitu besar dalam Islam.
Bagi kita, selalu ingat-ingat jika kita hendak berutang. Renungkan satu hal ini, apakah kita bisa menjamin bahwa masih ada umur untuk melunasinya?
©kurniawangunadi
321 notes
·
View notes
Text
Bertanya-tanya

Ketika seseorang berbicara tentang suatu hal yang membuat kita marah dan kesal, kita bertanya-tanya mengapa kita menjadi marah dan kesal?
Aaa...ternyata, perkataan orang itu adalah warning error system. Ada yang tidak beres. Ada kekhawatiran yang terpendam, ketakutan yang tidak dikenali. Apakah ini yang namanya Trigger?
Aaa...perkataan orang itu menggali trigger untuk sampai ke permukaan, agar dikenali, disadari dan segera diselesaikan. Supaya suatu hari, ketika orang itu mengulang pembicaraan yang sama, kita tinggal hhahaha hehehe, mohon maap trigger sudah pergi jauh membawa semua rasa marah dan kesal, tidak ada yang tersisa, selain hahaha hehehe.
Eits, lalu kita bertanya-tanya, mengapa orang itu mengulang pembicaraan yang sama? Tidak inovatif sekali, oo atau mungkin dia punya trigger yang masih terpenjara.
- Daily Mind
0 notes
Text
Kenapa belum menikah?
Orang-orang yang punya latarbelakang agama yang lurus dan ketat biasanya merasa berdosa, dan menganggap tabu, ketika membiarkan seseorang diantara mereka melajang, sedangkan umurnya dirasa cukup untuk menikah.
Menikah itu perjanjian seumur hidup, nggak sebulan dua bulan, juga bukan dua orang yang ketika berantem-ngambek-pergi, berantem-pisah, cemburu-pisah. Karena menikahpun bukan urusan cinta doang, itulah kenapa butuh ilmu dan persiapan yang tidak sedikit. Tiap orang beda-beda kesiapannya, dan yang dijadikan tolak ukurpun juga bukan si dia atau si dia yang lain.
Jadi tolong mengertilah bagi yang suqa mendesak seseorang untuk menikah. Barangkali, ada beberapa hal yang mungkin harus dia lakukan terlebih dahulu sebelum memutuskan keputusan besar. Sebab, tidak sedikit yang menyesal karena keputusannya yang terlalu dini, atau tidak sedikit pula yang gagal karena kurangnya persiapan saat sudah menaiki bahtera rumah tangganya.
Pena Imaji
393 notes
·
View notes
Text
Bukan karena kamu mudah menyerah
"Keras kepalalah pada mimpimu, dan menyerahlah pada sesuatu yang kamu tidak tahu tujuannya."
Apa yang membuat kamu mudah menyerah bukan karena kamu tidak memiliki cukup motivasi untuk mencapainya. Bukan karena kamu pemalas, bukan karena kamu payah, dan bukan karena kamu lemah.
Tetapi karena kamu tidak memiliki gambaran jelas tentang tujuanmu. Kamu tidak memiliki hasrat untuk menuntaskannya.
Kejarlah apa dan siapa yang kamu cintai, lalu tinggalkan sesuatu yang membuatmu merasa tidak berharga ketika melakukannya.
Saat kamu berhenti mengupayakan sesuatu yang tidak mungkin kamu capai, saat itu kamu punya kesempatan untuk fokus pada hal kecil yang membawamu lebih dekat dengan mimpimu.
Kamu tidak perlu melakukan segala hal. Tidak perlu menjadi hebat yang disukai semua orang, karena itu sangat mustahil.
Cukup prioritaskan hal-hal yang memang sudah ada dalam daftar tujuanmu.
—ibnufir
705 notes
·
View notes
Text
Menulis untuk menginspirasi orang lain? Ah, kita yang paling tahu aib diri kita. Menulis untuk kewarasan diri. Mengabadikan nasihat yang sering kali paling cocok ditodongkan ke hadap muka diri sendiri, terlebih dahulu.
#diri
633 notes
·
View notes
Text
Kalimat yang ditulis pakai rasa, nggak bisa bohong tulusnya. Kalau nggak pake rasa, hati nurani kita bak berkata, "ihh alay banget si ni orang nulisnya, aa pencitraan nih" tidak selamanya valid memang. Tapi, beberapa ada benarnya, apalagi kalau yang baca feremfuaan.
Aaaelaaa
- Daily Mind
1 note
·
View note
Text
Tidak ada yang percuma dari kebaikan. Meski tidak langsung kita terima balasnya, tidak dilihat orang banyak saat melakukannya, juga peran kita di dalamnya yang tidak diketahui oleh sepasang mata sekalipun.
254 notes
·
View notes
Text
Memegang Kendali atas Diri

Kosongkan sebagian ruang di dalam hatimu untuk diisi orang lain. Namun, jangan seluruhnya. Kamu perlu membuat seseorang merasa berarti, tetapi itu juga berarti memberinya kesempatan untuk membuatmu patah hati.
Berikan izin bagi orang lain untuk memberi saran atas pilihan hidupmu. Namun, pastikan kamu tetap memegang kendali atas diri. Benar bahwa manusia jauh lebih kuat ketika bersama, tetapi pada akhirnya setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan secara pribadi.
Berdoa dengan sungguh-sungguh. Bergaul dengan ciptaan-Nya sebaik-baiknya. Tetapi, jangan pernah lupa untuk berdialog dengan diri sendiri: berembuk, bertanya, menakar, menerka, atau sekadar berkompromi dan mencoba saling memaklumi.
Hidup di dunia cuma sementara, satu kesempatan kecil untuk memberi makna. Jangan sampai dihabiskan untuk meratapi sesal dan luka.
…
Yang Terjadi, Terjadilah … 2 Februari 2020
970 notes
·
View notes
Text
Bahagia
Bahagia itu ada di hati. Ketika kita tak mudah silau dengan pencapaian orang lain, yang menjadi standar bahagia itu sendiri. Ketika kita tak mudah merendahkan orang lain atas ucapan atau perbuatan yang melukai. Adapun yang paling penting, yaitu ketika kita mampu menerima diri meski masih banyak yang harus dibenahi.
Setiap dari kita memiliki kendali atas diri; memangkas sedih, menanam benih untuk terus tumbuh hingga musim silih berganti. Memupuk segala kesalahan dan penyesalan menjadi pelajaran yang berarti, hingga menyianginya dengan keyakinan, bahwa Yang Maha Pengasih takkan meninggalkan kita sendiri.
Setiap dari kita tentu punya cerita masa lalu tersendiri, ini bukan tentang kenangan ataupun luka, melainkan tentang perbaikan diri. Dari proses itulah kita dimampukan untuk menghargai diri sendiri, menjadikan Tuhan sebagai titik percaya yang paling tinggi.
2 Januari 2020 | Pena Imaji
187 notes
·
View notes
Text
Yuk...jadi orang yang mendengarkan dulu sebelum berbusa busa bicara.
- Daily Mind
3 notes
·
View notes
Text
Gak usah kesel gak perlu bete dan dipikir pusing. Hidup tu ya gitu-gitu aja. React to everything "biasa aja". Kita sama orang lain cuma beda sudut pandang aja, beda cara menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Biasa aja, hari-hari ya mesti ada yang bisa bikin bete dan kesel. Biasa aja, biar apa? Biar sehat. Kita hidup itu supaya menyelesaikan misi jadi hamba yang baik, bukan hamba yang apa-apa dibikin rumit. Okaayy..
- Daily Mind
#my writing#inspiration#love#islam#cinta#self reminder#important#quoteoftheday#positivity#motivasi#selflove#selfimprovement#dailymind#dailypedestrian
4 notes
·
View notes
Text
Pause dulu
Jangan buru-buru marah. Kita lebih sering salah kalau lagi marah. Pause dulu. Bicara baik-baik. Berikan pertanyaan terbuka. Beri kesempatan menjelaskan. Perhatikan dengan seksama. Nah, itu baru dewasa. Gak cuma umur aja yang tua.
Ahh elaah
- Daily Mind
#dailymind#reminder#important#my writing#muslim#cerita#islamic quotes#inspirasi#selfremainder#selfimprovent#dailypedestrian
3 notes
·
View notes
Text
Perkataan orang lain, perlakuan mereka terhadap kita boleh jadi menyakitkan. Sakit seperti luka menganga berdarah. Tapi, selama kita tidak mengizinkan mereka melukai kita, dan tidak membiarkan diri tersakiti. Maka perkataan dan perlakuan mereka hanya meninggalkan goresan kecil atau bahkan tidak sama sekali.
- Daily Mind
#selfreminder#positivity#reminder#motivation#important#renungan#quoteoftheday#inspiration#muslim#selfimprovement#dailymind#dailypedestrian
0 notes
Text
Plegmatis: orang-orang lambat
Rasanya baru kemarin saya lulus SMA. Rasanya baru kemarin saya mendaftar kuliah. Rasanya baru kemarin saya menjadi mahasiswa baru. Bahkan saya masih merasa ada jam kuliah nanti siang.
Saya masih bisa merasakan suasana lorong kelas, kaki-kaki mahasiswi menaiki tangga dan saling bercanda.
Saya masih ingat sepasang sahabat perempuan yang sering duduk di lantai luar kelas dengan netbook kecil dekat stopkontak saat pergantian jam kuliah.
Mereka punya banyak perbedaan. Dunia mereka berbeda. Tempat tinggal juga berjauhan. Bukan karena memiliki banyak kesamaan. Ruang dan waktu hanya tak sengaja mempertemukan mereka. Ada ruang kosong yang perlu ditempati. Ada waktu yang perlu diisi. Ada momen yang perlu dirasakan. Ada kenangan yang perlu dipintal.
Beberapa bulan lagi mungkin ruang dan waktu tidak lagi bersahabat dengan mereka. Beberapa bulan lagi mereka akan memiliki tempat mereka masing-masing.
Beberapa bulan lagi itu adalah beberapa bulan yang lalu.
Beberapa bulan yang lalu mereka mendapati masa perpisahan itu. Ruang dan waktu habis. Beberapa bulan yang lalu sebagian besar kawan-kawan akhirnya diwisuda.
Rasanya baru minggu lalu mereka sibuk mengajukan judul dan revisi berulang-ulang. Hari ini undangan demi undangan pernikahan berdatangan. Foto perihal lowongan pekerjaan, pengurusan SKCK dan inovasi-inovasi usaha mengisi lini masa.
Kawan saya ada yang terduduk di pojok kursi kampus. Hikmat merasakan lorong yang kosong. Sesekali melintas mahasiwa baru yang tak dia kenal.
Rasanya baru kemarin kawan-kawannya bergantian masuk ruang dosbing. Saling bercanda untuk menutupi cemas.
Dia ragu mengirim chat ke kawan-kawannya yang sudah lepas dari kampus. Mereka sudah pulang kampung. Menuju asing seperti awal perkuliahan.
Semua orang menjadi tokoh utama di hidup mereka masing-masing. Berjalan di lintasan masing-masing. Di keluarga masing-masing. Tidak ada lagi ikatan dengan kampus. Tidak ada lagi alasan untuk mengirim chat, seperti; "nanti ada kelas? PPT nya sudah jadi? Nanti makan di mana? Ikut seminar yuk."
Dunia yang sangat cepat membuat orang-orang lambat seperti dia dan sebagian kecil orang di luar sana seperti orang asing. Duduk di sudut peron, memperhatikan gerbong demi gerbong menurunkan dan menaikan penumpang. Orang-orang bergantian datang dan pergi. Sementara dia masih sibuk menghayati. Menikmati detik demi detik.
Rasanya semua seperti mimpi dan terlalu berharga karena ada tapi hanya sekedar melintas saja.
Semua orang berlari seperti dikejar usia. Semua orang mencentang list demi list mereka sebagai tanda keberhasilan demi keberhasilan. Mereka tahu hidup mereka hanya singkat, mereka harus buru-buru.
Sementara beberapa orang yang lain berjalan ringan seperti orang liburan di tengah padang rumput hijau. Menyesap dalam-dalam aroma bebukitan. Menikmati senti demi senti langkah kaki. Berjalam sesuka hati, kadang berjalan mundur sembari melihat jalan di belakang.
Tapak kaki yang tertinggal. Tapak kaki kawannya yang bernama A. Tapak kaki kawannya yang bernama B. Yang sekarang sudah jauh di depan. Bebatuan yang sudah terlewati seperti melambaikan tangan, "selamat jalan."
Orang-orang lambat seperti dia ini dan mungkin sebagian kecil orang-orang di luar sana yang saya yakin juga sama seperti dia memang sering tertinggal. Sebab sebagian besar orang-orang berlari seperti kuda yang memakai kacamata. Tak bisa menoleh ke kanan-kiri-belakang. Mereka fokus ke depan. Hanya ke depan. Seperti dikejar usia. Puncak bukit di depan harus segera didapat selagi sempat.
Ya. Tentu saja kadang orang-orang 'lambat' ini cemas dan ketakutan. Takut tertinggal dan tak ada pertolongan. Takut terlalu lama menikmati jalan. Takut terlalu lama menghayati tapak kaki yang tertinggal. Kadang mereka kerap menghibur diri sendiri, "tak apa. Hidup ini bukan perlombaan."
Beberapa yang usianya hampir menyentuh kepala tiga namun belum menghasilkan apa-apa mulai depresi. Kawan-kawan seangkatannya sudah memiliki anak. Sudah memiliki rumah. Sudah mapan. Sudah menempati suatu jabatan. Sementara dirinya sendiri masih belum beranjak dari tempatnya 5 tahun lalu. Masih duduk di peron yang sama.
Dunia berjalan terlau cepat untuknya. Orang-orang hanya butuh rata-rata 25 tahun untuk mengumpulkan mental dan mantap menikah, tapi dia merasa 25 tahun belum cukup. Bahkan dia merasa dia masih muda, masih anak yang baru saja lulus SMA.
Dia mulai bingung, apa yang salah dengan dirinya. Kenapa orang-orang bisa mengikuti irama dan kecepatan laju dunia sementara dia tidak.
Kadang dia tak punya waktu berfikir sebab lingkungan (red.keluarga) lebih dulu mendesak. Siap tak siap dia harus bisa mengikuti kecepatan orang lain. Beberapa orang mulai depresi di posisi tersebut. Dia tak bisa menyalahkan orang lain. Dia hanya bisa menyalahkan hidup dan dirinya sendiri. Akhirnya dia membenci dirinya. Memaki kelambanannnya sendiri.
Jalan di depan sangat kosong. Gerbong sudah habis. Dunia tak punya waktu menunggu orang yang lebih suka duduk-duduk di bawah pohon apel dan hanya melamuni apa yang orang-orang tinggalkan di belakang.
Jargon demi jargon motivator memenuhi telinganya, "kesuksesan hanya bisa diraih oleh mereka yang bekerja keras, cepat dan lincah mengambil celah"
Dia mengutuk dirinya sendiri yang lebih suka beristirahat dan menikmati kedamaian di tempatnya duduk. Kesuksesan seperti ditaruh di depan muka lokomotif yang tak mungkin bisa dikejar.
Apakah orang-orang lambat punya tempat di dunia ini?
Jawaban saya: ADA!
Dari awal penciptaan manusia hingga hari ini, waktu tidak berubah (kecuali beberapa detik saja sesuai perhitungan sains). 24 jam sehari. Semua orang tinggal dalam dunia yang isinya 24 jam sehari. Ada yang sadar waktu berjalan cepat sehingga ia ikut berjalan cepat. Ada yang sadar tapi ia enggan berjalan cepat.
Apakah ia akan tertinggal? Tentu saja. Dia akan tertinggal oleh kawannya yang berjalan cepat. Tapi apakah dia punya tempat? Tentu saja. Dia tetap memiliki tempat.
Yang perlu diingat adalah, tidak ada yang di belakang tidak ada yang di depan. Meskipun dia tertinggal, tapi dia tidak tertinggal di belakang, dia tertinggal di tempat yang lain. Di tempat yang sesuai dengan dirinya. Dia dan kawannya masih ada dalam satu waktu. 24 jam. Tapi berbeda tempat. Tidak di belakang juga tidak di depan. Hanya jalan yang berbeda.
Tak perlu takut dan cemas dunia akan meninggalkan kita, sebab dunia tidak akan kemana-mana. Kita masih akan hidup dengan berjalan cepat atau pun lambat. Usia bukan seperti serigala yang akan memangsa orang-orang yang lambat dan tertinggal. Usia bisa memangsa siapa saja. Yang berjalan lambat atau pun cepat.
Tak perlu takut dan khawatir kesuksesan akan menjauhi kita. Kesuksesan bisa didapat oleh siapa pun. Orang-orang lambat bisa meraih kesuksesannya dengan caranya sendiri. Orang-orang cepat bisa meraih kesuksesannya dengan caranya sendiri dan mungkin lebih cepat. Tapi tak masalah. Yang terpenting bukan kecepatan dalam meraihnya tapi bagaimana cara kita menikmati dan memanfaatkannya.
Tak masalah menjadi orang lambat karena kita tak dilahirkan hanya untuk berlari. Kita bisa duduk. Berbaring. Jalan santai. Tak masalah juga menjadi orang cepat. Mereka memilih berlari semampu mungkin, secepat mungkin lalu baru menikmati istirahat.
Tidak salah menjadi orang lambat. Mereka hanya terkadang kaget saja dengan kecepatan dunia. Kecepatan momen demi momen yang terus berganti. Mereka sangat menyayangi waktu. Mereka enggan membuang waktu seperti sampah yang sekali pakai.
Bedanya dengan orang cepat, orang cepat sangat menghargai waktu dengan cara mengisinya dengan penuh. Seperti gelas kaca kosong yang harus dihargai dengan cara mengisinya dengan susu hingga penuh. Setelah susunya habis, 'orang lambat' yang menyimpan gelasnya. Sementara 'orang cepat' pergi keluar, mengisi gelas lain.
Masing-masing memiliki tempatnya. Tidak ada yang di depan tidak ada yang di belakang.
Ada yang butuh 25 tahun untuk matang. Ada yang butuh 35 tahun dan itu tidak masalah.
Orang-orang lambat, kamu masih berhak hidup dengan baik. Kamu hanya berbeda. Kamu hanya menyayangi waktu sampai-sampai tak tega meninggalkannya.
Tak masalah orang-orang seangkatanmu sudah memenuhi CV mereka sementara kamu masih bingung bagaimana mengisinya.
Tak masalah orang-orang sudah menempati tempat yang umumnya di usia mereka sudah tempati. Tak masalah belum siap. Tak masalah belum berani. Setiap orang punya waktu yang berbeda dalam mengolah hati.
Yang terpenting, kamu menjadi dirimu sendiri. Daripada pura-pura cepat lalu kelelahan dan tersungkur di tengah jalan.

Image from: Jamesaltucher.com
#nulisajadulu
295 notes
·
View notes
Text
"Kita bisa saja punya apasaja dalam jumlah yang banyak. Tapi, banyak tidak selamanya cukup. Begitupula sedikit, tidak selamanya diartikan kurang. Cukup itu soal berkah, berkah datangnya dari sang pemberi rizki, Alloh Subhanahu Wata'ala."
- Daily Mind
#muslim#cerita#selfimprovement#nasehat#sajak#writing#reminder#quoteoftheday#love#dailymind#dailypedestrian#inspirasi#motivasi#selfreminder
4 notes
·
View notes
Text
Realistis Aja
Dunia ga peduli apakah kamu seorang manager yang susah untuk constantly reading articles atau sering ikut meetup karena ngasuh anak di rumah. Atau apakah kamu seorang mahasiswa yang gabisa ke perpustakaan just for the sake of seeking knowledge karena menanggung kehidupan sekian orang adik. Atau apakah kamu seorang wanita karir yang cari nafkah sekaligus urusin rumah sementara suaminya gabut.
Yang dunia pedulikan itu hasil, output, sesuatu yang keliatan. Sorry this is harsh, but empathy-thingy itu kemewahan. You can’t expect the world to listen to your story and menye-menye.
You know what to do in this condition?
Firstly, communicate, talk, pray, to God, “Dear God, this is hard for me. Aku ingin mengeluh, tapi aku tau Engkau sedang melihat bagaimana aku melalui ini. Maka catatlah kesabaranku ini sebagai pahala yang banyak. Jadikan ini keistimewaanku dibanding makhluk-Mu yang lain.”
Secondly, stop caring about what people would think about you. Just do your best to tackle this and that, finish this and that, but shut your inner voices yang bilang, “Wah nanti aku dinilai ga perform”, “Wah nanti aku keliatan bodoh”, etc. Be a bodoamat person selama kamu udah lakuin yang terbaik yang kamu bisa. Biarkan hatimu bertawakkal–”I’ve done my very best, so whatever will be, will be.”
Thirdly, just keep moving forward, don’t look back, you can slow down but don’t stop, because hardship won’t last forever. At some point things will get easier. If not, then you haven’t pass through the storm, maybe you haven’t faced the center of the storm–brace yourself, but after that things will get better. Remember Dory’s song, “Just keep swimming.. Just keep swimming”
Good luck!
Butuh meluapkan kisahmu? Kirim ke https://yasirmukhtar.tumblr.com/submit.
2K notes
·
View notes