Text



Good Project; sebuah perjalanan yang ditakdirkan untuk berkarya bersama-sama. Terimakasih untuk Mbak Uki, Arsya, Limas, Realita, Kartika, Be el. 💛 Alhamdulillah, Allah izinkan untuk terhubung dengan teman-teman yang sangat baik ini.
5 notes
·
View notes
Text

|Leker.
Seorang siswa membuka bekal makanan dari rumah. Kemudian menawarkan kepada teman-temannya. Nayaka menghampiri saya.
"Us.. (ini)"
"Bawa bekal apa ini?"
"Leker."
"Terimakasih, ya. Siapa ini yang buat?"
"Ayah sama aku, tadi pagi." Dia begitu bangga menceritakan kegiatan pagi bersama ayahnya, mulai bangun pagi sampai akhirnya bersama-sama membuat kue leker.
"Bahan buat leker apa aja, Mas?"
"Tepung, telur, terus yang buat roti itu.. namanya pengembang kue ..."
Saya tersenyum mendengarkan cerita-cerita dia.
Peran orangtua dalam mendidik anak itu sangat besar ya.
Catatan:
Us (Ustadzah) adalah panggilan siswa kepada guru perempuan di sekolah kami. Artinya ibu guru.
Setiap kejadian di sekolah di tahun pertama mengajar itu penuh kejutan.
Yuk ikutan bercerita!
#30haribercerita
#30hbc2001
2 notes
·
View notes
Text
Bahasa Kebatinan
A: “Sudah jadi rapat? Bahas apa?”
B: “Sudah, ya bahas soal yang kemarin dan soal itu”
A: “mmm, soal itu?”
B: “ya itu lah”
A: “Oh yaudah, kalau memang tidak berkenan menceritakan.”
A: “Ini begini, itu begitu, gimana B?”
B: “Begini begitu, hahah”
A: “Ra, B nggak jelas. Gimana menurut mu? Apa iya jawaban begini begitu menyelesaikan?”
Ra: (Tertawa) Gimana ya?
Jadi, aku juga lagi belajar dari A dan B, hehe. Dari awal komunikasi kalian tidak baik. Katanya kalian satu garis koordinasi, tapi nyatanya tidak ada komunikasi. Bagaimana bisa B berharap A supaya bicara dengan jelas, jika diawal B juga menjawab dengan ketidakjelasan?
“ya bahas soal yang kemarin dan soal itu” ; “ya itu lah” ; -- kamu aja sulit menjelaskan, bagaimana denganku yang sebagai pendengar, sungguh sama sekali tak paham maksudnya.
A dan B saling berharap untuk dipahami, padahal bahasa kalian adalah bahasa kebatinan yang hanya dimengerti oleh masing-masing.
Kalau boleh usul kepadamu A, “Berlatih lagi bicara dan berkoordinasi yang baik. Bukankah salah satu kunci keberhasilah dalam organisasi itu komunikasi?”
9 notes
·
View notes
Text
Dinda. (3)
Ini, dindaku. Satu dari sembilan belas, namanya Nn.
Lagi seneng motret kan, Dind! Boleh request, foto-in semut dan bunga matahari dong. :D (Enggak wajib, kalau dapat Kak Ra bahagia, hehe).
Oh ya, hafalannya dijaga dan istiqomah ya. Allah kasih kelebihan itu ke kamu, bersyukur dan tetap rendah hati. Kita ini kan penduduk bumi, sudah sepantasnya membumi bukan melangit. Iya, kan? Iya-in aja :D
6 notes
·
View notes
Text
Mencari Calon Imam.
Pesan bapak bagi ku ibarat perintah yang tidak mengenal kadaluarsa. Nasihat beliau memang berlaku sepanjang masa. Aku tidak keberatan, bukankah kita memang harus bergegas dalam kebaikan?
Oh ya, wejangan dari bapak itu tidak hanya untuk aku saja, “buat kamu juga, dind. Heheh.”
“Shalat itu ya yang tertib, kalau adzan bergegas wudhu, bukan malah tidur lagi atau malah terus-terusan beraktivitas. Dihentikan dulu kerjaannya.”
Dan satu lagi, ‘peraturan’ itu tidak hanya berlaku di rumah. Maka dimanapun kami (aku dan semua adik-adikku) pesan sakti itu terus saja terngiang.
Suatu hari, aku dan sepuluh adikku mengikuti kegiatan peramis (perkemahan rabu kamis) yang diadakan oleh salah satu dinas kabupaten. Ada kejadian yang membuatku terharu sekaligus bersyukur memiliki adik-adik yang manis. Waktu itu menjelang shalat dhuhur. Salah satu dari kami ada yang nyeletuk, “Udah mau dhuhur, Yuk siap-siap shalat.” Akhirnya kami bertujuh menuju tempat shalat yang disediakan panitia. Empat orang lainnya tetap mendirikan tenda karena memang sedang ada libur bulanan.
Kami sudah bersiap memakai mukena. “Kak Ra, ayo jadi imam, kita jamaah.” Aku tersenyum, “Dind, itu ada kakak-kakak panitia yang putra, diajakin sekalian gih.” Adikku mengangguk, kemudian mengajak beberapa panitia shalat sekaligus jadi imam. Satu kali ajakan belum ada yang bergegas. “Kaaak, kakak aja yang jadi imam, mereka lama.” Aku tersenyum lagi, “Ayo diajakin sampai mau.” Kalau aku udah meminta, si adik tidak bisa menolak. Kemudian dia mendekati pintu, tengok kanan kiri, mengajak sekaligus membujuk salah satu panitia untuk jadi imam. Alhamdulillah, ada yang kemudian mau. Bukan hanya satu orang, tiga atau empat orang gitu. Eits, tapi yang jadi imam tetap satu, yang lainnya makmum kok. :D
Kenapa aku tidak mau jadi imam, malah menyarankan mencari si calon imam? Pertama, masih di awal waktu dhuhur; kedua, supaya adikku berani mengajak orang lain shalat tepat waktu, ketiga supaya ‘peserta’ jamaah semakin banyak. :D
Dengan mengajak orang lain berbuat baik, tentunya kita akan merasakan nikmatnya kebaikan bersama-sama. Bukankah ke surga rame-rame itu lebih seru. Hehe. Alhamdulillah, pada waktu shalat-shalat selanjutnya, kakak-kakak panitia putra sudah siap jadi imam (imam shalat lho maksudnya). :D
5 notes
·
View notes
Text
Dinda. (2)
Ini, dindaku. Satu dari sembilan belas, namanya N.
Satu-satunya dinda yang aku panggil Bunda. Kalau kau bertanya kenapa?
Aku harap kau bisa berkenalan dengannya. Dengan begitu kau akan merasakan bagaimana dia bersabar. Bund, berdoa buat ibu. Semoga beliau disana sehat selalu. Kalau ibu pulang ke Indonesia, berkabar ya, Bund. Aku berharap suatu saat diberi kesempatan bertemu beliau, mencium tangannya. Aku yakin beliau perempuan hebat.
Gb: Dinda N & ibunya.
4 notes
·
View notes
Text
“Dibuka, kalau sudah sampai rumah.”
Kalian tau, rezeki itu banyak bentuknya. Kalian teman-temanku itu juga rezeki yang Allah kasih untukku. Baiklah, Januari ini aku ingin cerita kenangan, selain membuat resolusi bolehkah aku berbagi nostalgia?
Ah, harusnya Desember kemarin ya buatnya, biar macam kaleidoskop, heheh. Sudah terlanjur Januari, gapapa ya? Ini adalah ceritaku dan kamu. iya kamu :D
(Catatan: kamu dalam bentuk jamak) :D
Baik, catatan dimulai...
Aku tidak hafal kapan kita pertama kali bertemu, kemudian menyapa, berkenalan, dan akhirnya berteman. Aku memang bukan pengingat yang baik, tapi aku akan terus merawat baik pertemanan kita.
Aku juga sudah lupa kapan tepatnya, menjual benda kecil yang berguna untuk komunikasi. Heheh. Iya, karena suatu hal aku berpisah dengan dia. Sepertinya dia lebih dibutuhkan orang lain, sementara aku membutuhkan dia dalam bentuk lain, uang misalnya. :D Untuk komunikasi, jangan tanya, tanpa dia aku baik-baik, kembali merasakan zaman ibu waktu muda, berkirip pesan melalui tulisan atau secara lisan. Pemberitahuan rapat organisasi bisa pakai kertas memo juga. Untuk kawan pengantar kertas terimakasih ya.
Suatu ketika, aku baru tau, kalau kamu sedikit keberatan saat aku tak pegang benda itu. Katamu, aku jadi sulit dihubungi, atau lebih tepatnya jadi ribet ketemu karena nggak bisa nanya lewat SMS. Harus nanya ke beberapa orang, “Lihat, Ra, enggak?” :D. Untuk kamu terimakasih sudah mencari.
Daaan, sudah September. Sebenarnya sama dengan bulan-bulan yang lain. Tapi bulan ini biasanya kamu akan bertingkah tambah baik, katanya karena bulan ini aku ulang tahun. Kamu tentunya sudah paham aku tidak suka perayaan, sebab ada dua alasan, pertama aku nggak mau nraktir, kedua usiaku nambah banyak tapi sisa jatah kehidupanku berkurang. Tapi aku nya nggak keberatan kalau kamu traktir plus dengan teman-teman yang lain. Itu artinya kamu sedekah banyak. :D
Hari sudah petang, aku berjalan cepat melewati lorong sekolah. Tidak ada yang ku khawatirkan selain ketinggalan angkot. Kenapa? Ya masak iya aku harus pulang jalan kaki dengan jarak yang jauuuh, ditempuh angkot aja setengah jam.
“Ra, kamu kemana aja? Dicariin.” Aku ber-hehe. Kamu melanjutkan, “Ini, dibuka kalau sudah sampai rumah.” Aku tidak ber-hehe lagi, “Apa ini?”. “Jangan banyak nanya, buruan pulang, sudah sore, kalau kehabisan angkot aku tetap tidak mau ngantar, jalan kaki aja.” Kali ini aku tertawa. “Siap, terimakasih.”
Sampailah aku di rumah. Membuka bungkusan kotak. Aku lupa dibungkus pakai koran atau kertas kado atau kalender bekas, yang jelas di taruh dalam kresek hitam. “Masyaallah!” aku terharu. Aku bergegas membungkus kotak itu lagi, beranjak bersih-bersih, kemudian shalat maghrib. “Ya Rabb, terimakasih Engkau pertemukan aku dengan kawan-kawan yang baik.”
Selepas itu, aku buka kembali kotak tadi. Ternyata ada secarik kertas disana.
“Selamat ulang tahun, Ra. Setelah dibuka, dinyalakan, dan segera sms di nomor yang ada dibawah kartu perdana baru mu.”
Aku aktifkan, dan berkabar, “Assalamu’alaikum, terimakasih banyak. Kenapa cuma ada satu no HP? aku kasih tau yang lain bagaimana? Haha.”
Terkejut pula, sms ke satu no, yang balas banyak orang. Banyak ucapan selamat HP baru dan doa doa terbaik untukku. Untungnya tidak ada yang menyebut angka, aku usia berapa tahun ini. Jika ada awas saja haha.
Drdrrrt, satu pesan masuk. “Kenapa lama sekali bukanya? aku kira salah beli HP rusak!”
Terimakasih untuk kamu (dalam bentuk jamak); K, H, A, & N (Bukan Aamir Khan, Salman Khan, atau sharukh khan). Adalah kalian yang menyayangiku dengan cara sendiri. Kalau sudah begini apakah ada cara lain selain bersyukur kepada Allah SWT yang telah menemukan dan menyatukan kami?
Note: Cerita zaman dulu berdasarkan kisah nyata yang sudah diberi bumbu, supaya lebih kaya rasa. Cerita aslinya mah lebih manis, romantis, tapi tidak berbau mistis.
6 notes
·
View notes
Text
Dinda.
Ini, dindaku. Satu dari sembilan belas, namanya K.
Sukses untuk UN tahun depan. Berdoa dan belajar sungguh-sungguh, semoga keberkahan menyertai.
7 notes
·
View notes
Text
Membangun batas.
Boleh jadi kau menyebutnya dengan sekat. Meski berat kau perlu kuat.
Duhai hati kau perlu memeluk erat-erat,
agar sikap mampu tegas, membangun batas dengan lekas, dan sekeliling tak memanas.
Duhai jiwa kau perlu memegang erat-erat,
agar pikiran tak mudah goyah, membangun tanpa resah, dan sekelililing tak gerah.
Selamat berbenah!
6 notes
·
View notes
Text
Melanjutkan perjalanan~
Resolusi itu fana, kerja keras yang abadi. (@miqdadhaqqony.tumblr.com)
8 notes
·
View notes
Note
Tawazun.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum mas, saya mau bertanya. Saat ini saya masih menjadi seorang pelajar dan santri. Setelah saya membaca tulisan dari mas, saya hanya mau mengejar ilmu untuk akhirat. Menurut mas, saya harus mengatakan dan meyakinkan ke orang tua saya atau mas punya solusi yang lain?
Walaykumsalam warrahmatullah wabarakatuh. Kalo gitu saya yang balik bertanya, ilmu akhirat yang ada di pikiran Mas ini yang seperti apa? dan kenapa hanya mengejar itu?Jika berkaca dari figur Rasulullah dan para sahabatnya sekalipun kita mendapati mereka adalah orang orang yang di dunianya dimanfaatkan sebaik baiknya untuk bekal diakhirat, jadi mereka banyak mengambil peran tidak hanya sebagai ahli ibadah, ahli ilmu agama, tapi juga pemimpin masyarakat, komandan perang, saudagar, pemanah unggul, dsb. Sebagai mana sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain, khairunnas anfauhum linnas.
Dari sejarah keemasan islam juga kita belajar bahwa peradaban islam dibangun dengan iman dan taqwa yang kokoh dan penguasaan dalam bidang IPTEK.saya cuplik sedikit dari buku Buya Hamka, Tasauf Modern :“Maksud mereka hendak memerangi hawa – nafsu, dunia dan setan, tetapi kadang – kadang mereka tempuh jalan yang tidak digariskan oleh agama. Terkadang mereka haramkan kepada diri sendiri barang yang dihalalkan Tuhan, bahkan ada yang tidak mau lagi mencari rezeki, menyumpahi harta, membelakangi huru-hara dunia, membenci kerajaan. Sehingga kemudiannya, ketika bala tentara Mongol masuk ke negeri Islam, tidaklah ada senjata yang tajam buat menangkis, sebab orang telah terbagi dan terpecah.
Sebagian menjadi budak harta, yang lebih sayang kepada hartanya dari agamanya. Setengahnya lagi menjadi budak Fiqhi, bertengkar bertegang urat leher, memperkatakan apakah batal wudhu’ kalua sekiranya darah tuma lekat kepada baju. Dan ada pula karam di dalam khalwatnya, dengan pakaian Shufinya, tidak peduli apa – apa, tidak menangkis serangan, karena merasa ‘lezat’ di dalam kesunyian tasaauf itu.
Tasauf yang demikian tidaklah asal dari pelajaran Islam. Zuhud yang melemahkan itu bukanlah bawaan Islam. Semangat Islam ialah semangat berjuang. Semangat berkurban, bekerja, bukan semangat malas, lemah-paruh dan melempem.“
Semoga menjawab :)
62 notes
·
View notes
Text
Bund, Dinda Baik.
Satu panggilan video tidak terjawab.
Aku bergumam, “Nggak biasanya bunda telepon.” Kemudian aku bersegera mengirimkan pesan, meminta maaf tidak mengangkat telepon berikut alasannya dan bertanya ada apa?
Bunda balas dengan senyuman yang aku yakini jika sebenarnya lebih indah dari emot icon yang dikirimnya. Beliau membahas banyak hal, menanyakan kegiatanku selama liburan, dan sedikit bercerita tentangmu. Aku berusaha menjawab dengan santun dan mencoba meyakinkan kalau kau dalam keadaaan baik. Ah, tapi sepertinya beliau terlalu merindukanmu. Meski dalam percakapan, beliau terlihat tidak mengapa terpisah denganmu. Beliau terus mendoakanmu dengan tulus. Aku pun mengamininya.
Ada apa denganmu? Aku bertanya kepada kawanmu, yang ku ketahui baru-baru ini menghubungimu. Dia menyarankan aku menanyakan langsung kepadamu.
Aku beranikan diri menulis pesan untukmu. Menyusun kalimat seperti aku yang ingin mengetahui kabarmu, bukan karena kekhawatiran Bunda terhadapmu.
Mengetik kemudian aku hapus kembali, aku tak ingin melukai. Sebab aku mengerti caramu berkabar kepada Bunda tidak sama sepertiku. Kamu memiliki cara sendiri untuk membahagiakan beliau.
Mengetik kemudian aku hapus kembali, aku tak ingin menggurui. Bukankah kau juga sudah semakin dewasa? Akhirnya aku menemukan kalimat yang menurutku tidak bermasalah jika aku kirimkan kepadamu, “Dinda, orang yang sibuk, huu.”
Ah, benar saja, kau akan membalas pesanku dengan sebuah penjelasan tanpa aku minta. Sepertinya kau membaca kalimat tanya yang tidak aku lontarkan. “Punten, Ra. Dinda, liburan malah sakit, kemarin kehujanan. Tapi sudah ke dokter, kok hehe.” Dan untuk jawaban yang demikian aku hanya bisa membalas “Syukurlah, besok nggak usah hujan-hujan lagi.”
Setelah memastikan kau baik, aku pun segera berkabar kepada beliau, “Bund, Dinda baik-baik. :) ”
Aku belajar dari Bunda, ditengah rasa khawatir dan rindu, beliau tak pernah mengaduh ataupun mengeluh. Beliau malah mendoakan banyak-banyak untuk kebaikan putra-putrinya. Meski kadang kita lupa berkabar, entah bagaimana bunda selalu tepat menerka dan merasa perihal keadaan kita.
Aku belajar darimu, menyembunyikan kabar tidak dari Bunda. Atau lebih tepatnya kau ingin selalu jujur pada Bunda, mengabarkan keadaan yang baik saat kau benar-benar baik. Ah, atau mungkin kau takut bunda khawatir. Entahlah.
Bunda, dinda, terimakasih atas kesempatan mengenal kalian. Setelah ini, Ra ingin segera berkabar kepada ibu.
5 notes
·
View notes
Text
Kapan ke Jogja (lagi)?
Adalah pertanyaan yang beberapa kali aku lontarkan selepas kelulusanmu atau lebih tepatnya setelah resmi kau berpamitan untuk kembali ke kampung halaman. Kemudian entah mengapa, rindu begitu sering datang setelahnya. Aku merindukan kehadiranmu beserta nasihat-nasihat lembut menyentuh jiwa.
Adalah pertanyaan yang mewakili doa-doaku untukmu--semoga Allah SWT segerakan niat baikmu, menggenapkan separuh agama. Entah kenapa kabar baik itu lebih kutunggu daripada berita baik lainnya.
Adalah pertanyaan yang kemarin lusa baru mendapat jawaban, kabar bahagia. Sebuah undangan datang, namamu dan nama seseorang bersanding disana.

Sungguh, aku kehabisan kata untuk menyampaikan kebahagiaan.
“Barakallahu lakuma, wa baraka ‘alaykuma wa jama’a baynakuma fii khayr.”
3 notes
·
View notes
Text
Kuat peka.

Soal mengambil foto, aku memang masih belajar. Dari sekian kali jepretan masih sering kali blur atau salah fokus terhadap objek lain. Ah, tak mengapa, memfoto bagiku hanya hiburan.
Salah dua dari enam syarat menuntut ilmu mulai aku penuhi, yaitu semangat (hirsh) dan petunjuk dan bimbingan guru (irsyadu ustadz).
Depabetta (D): “Ra, motret pakai apa?”
Aku (A): “Pakai camdig, Kak. Sulit fokusnya karena touchscreen-nya sudah tidak berfungsi dengan baik.”
D: “Sebenarnya kalau motret bukan saja faktor kameranya, Ra. Tapi dari pengambilan gambarnya. Coba Ra googling material komposisi dalam fotografi.”
A: “Oke, Kak.”
D: “Coba explore masalah kondisi sosial, Ra.”
A: “Banyak sebenarnya, tapi kadang kesulitan menangkap momen.”
D:”Iya, Ra. Kita harus kuat peka memang dan pas langsung lihat momen, kamera langsung siap.”
A: “Itu sulitnya, Kak.”
D: “Tidak sulit. Selamat mencoba.”
“Kuat peka” bagian yang mudah tapi sulit. Kepekaan terhadap lingkungan sekitar perlu diasah terus. Kuat peka sebenarnya tidak hanya dibutuhkan dalam motret. Kepekaan untuk bergegas berbuat baik misalnya. Bisa jadi momen kebaikan itu ada disekitar, tapi adakah kita dalam momen kebaikan itu?
Aha, kok jadi ngelantur ya. Dikaitkan saja. Hehe
5 notes
·
View notes