Tumgik
lumiereennoir · 2 years
Text
Perihal manusia baik
Ingin sedikit bercerita tentang malam dimana harga diriku diinjak, pikiran ku direndahkan, dikelumat, dan diruntuhkan dengan cara paling mudah yang tidak pernah aku sangka. Dalangnya adalah Tuhan, aku yakin.
Malam itu aku berdiskusi dengan diri bahwa orang baik yang selalu menang itu hanya ada di film, buku, atau dongeng. Di dunia nyata, yang menang adalah orang jahat yang cerdik dan curang. Dengan begitu, lebih mudah jadi orang jahat daripada orang baik yang lemah dan selalu disakiti, setidaknya, jadi orang jahat itu menyakiti sebelum disakiti.
Diskusi berlanjut dengan seorang sahabat, tentang lebih baik jadi laki-laki jahat yang mempermainkan wanita, daripada jadi laki-laki baik yang selalu disakiti dengan kemampuan mengikhlaskan yang sangat baik.
Dan sampai di kesimpulan bahwa masing-masing dari kita musti jadi laki-laki dan manusia jahat agar tidak diinjak dan disakiti lagi.
Malam itu terpaksa pulang jalan kaki karena satu dua hal. Di tengah perjalanan yang cukup membosankan, datang manusia bernama Maulana, kurus, dekil, seperti manusia baik yang lemah. Dengan senyumnya yang membosankan, dia menawarkan untuk memboncengiku sampai ke rumah. Aku tanya rumah nya dimana, dia cuma jawab, "masih searah kok" Padahal dia tidak tau rumahku dimana. Cukup kebingungan, aku tetap duduk diatas jok motor bututnya itu, sepertinya roda nya agak bengkok karena saking bututnya. Dia cuma anak seumur smk yang tinggal kelas hingga masih duduk di bangku smp. Masih sekolah sembari bekerja.
Sampai dirumah, aku sadar, bahwa Tuhan baru saja menghancurkan argumen ku perihal orang baik dan orang jahat. Hanya dengan mengirimkan Maulana yang datang dari antah berantah untuk mengantar dan menghilangkan perjalanan yang membosankan. Aku yakin setiap manusia punya masalahnya sendiri, punya sakit hatinya sendiri, hingga setiap manusia punya hak untuk menjadi egois. Tapi Maulana adalah pengecualian. Dengan segilintir masalah hidupnya yang dia ceritakan dan asumsi ku bahwa hidupnya sulit, dia menolak untuk egois, menolak untuk mengekspresikan sakit hatinya dengan menjadi acuh. Dia menolak semua argumen ku dengan secuil kebaikan yang dia tunjukan.
Di malam itu, dia adalah pemenang nya. Aku yakin hidupnya akan penuh perjuangan yang sulit, tapi dia akan selalu jadi pemenang nya karena orang sekitarnya yang telah menyicipi sikap nya, akan membuat dia menjadi tokoh utama yang selalu menang hanya dengan menjadi orang baik.
Dengan begitu, segala ilmu yang telah aku telan jadi tak berarti, segala kemampuan berpikir ku jadi tak ada arti. Aku jadi mengerti betul tentang makna menjadi manusia baik, tentang pemenang sesungguhnya dari permainan dunia yang dibuat oleh Tuhan.
Sungguh, aku merasa sangat rendah bila bertemu lagi dengan Maulana. Dia tidak tahu bahwa orang yang dia antar adalah manusia egois yang selalu terjebak di dalam pikirannya sendiri, dan selalu mendapatkan kesimpulan yang keliru tentang dunia.
Sungguh, aku akan belajar banyak dari peristiwa ini. Berharap untuk membalas di lain hari karena dia memberikan pelajaran yang paling berarti. Setidaknya, aku balas kebaikan simpel ini ke orang lain dan aku masukkan dia ke dalam cerita besar dalam hidupku.
1 note · View note