• We’re shining on our own way ✨• Spread loves, get inspired, and inspire others❣️
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
12 notes
·
View notes
Note
Assalamu'alaikum, ka fara.. Mau tanya, gmn sih cara nya agar kita ga overthinking mulu? Terus gmn agar kita punya komitmen yang kuat, ga kebawa arus gitu?
Waalaikumsalam wr wb.
Overthinkingnya dalam hal kecil atau hal besar? Lebih ke memikirkan tentang orang atau ide? Kalau overthinking ke hal besar seperti ide jangka panjang dan visi hidup, itu hal yang bagus banget malah menurutku.
Semalam Ayahku ngajak diskusi, ada 3 jenis manusia. 1) Manusia kebanyakan. Mereka memikirkan tentang 'orang' setiap harinya. Ini alasan kenapa akun gosip laku keras. 2) Manusia rata-rata. Mereka banyak memikirkan tentang 'peristiwa'. Ini alasan kenapa berita sangat digemari. 3) Manusia di atas rata-rata. Mereka tidak memikirkan tentang orang ataupun peristiwa, tapi ide besar.
Nah ketika kita sampai di tahap ketiga, maka overthinking sering-sering ya gapapa.😀
Di buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat-nya Mark Manson dijelaskan bahwa manusia yang memiliki visi besar akan lebih bodo amat sama hal-hal kecil yang remeh. Yang pada intinya adalah, ketika kita ingin beranjak dari overthinking pada hal kecil ke hal yang besar, maka kita perlu memilah prioritas hal yang perlu kita pikirkan dalam hidup. Inilah versi bodo amatnya Mark Manson.
Dan ketika kita sudah bisa tidak terlalu overthinking pada hal-hal kecil, maka disitulah dengan sendirinya kita akan kuat dan tidak terbawa arus.
Ilustrasinya, setiap kita diajak teman main misalnya. Tapi saat yang bersamaan kita tau bahwa banyak banget hal penting prioritas yang belum kelar, mayoritas waktu dan pikiran kita juga harus diarahkan ke ide besar. Maka, dengan otomatis kita akan menolak halus ajakan main tersebut.
Disinilah pada akhirnya mindset yang kita bentuk melahirkan prinsip kuat, tentunya akan tidak sering overthinking pada hal kecil lagi. 😇
Semoga menjawab.
141 notes
·
View notes
Text
Dibalik Menunda Marah
Jadi, ceritanya sore tadi Shabira sedang menuang air dari botol besar ke dua gelas yang lebih kecil. Tapi nggak berhenti sampai situ, dia nuang lagi airnya ke meja. Tumpah-tumpah sampai lantai. Semua basah.
"Itu pelnya diambil kak. Asal nanti bertanggungjawab, Mama nggak papa."
Shabira makin asyik menuang air. Wow.
Aku, yang emosinya sedang stabil meski Jogja lagi panas-panasnya, diam mengamati. Aku nunggu, kira-kira apa yang ada di pikiran Shabira saat ini. Karena dari tadi dia emang kaya lagi nguji kesabaran. Jadi aku putuskan untuk menang dari ujian ini😂
"Kak, kenapa dituang?" Tanyaku. Akhirnya bertanya haha.
"Dek Gam menuang kopi hingga membasahi meja..." Jawab Shabira.
Dek Gam itu nama salah satu tokoh di buku yang suka dia baca. Di buku itu memang diceritakan kalau Dek Gam nggak sengaja menumpahkan kopi yang dibikinkan ibunya. Kopinya membanjiri meja.
"Oh gitu..." dalam hati aku langsung bersyukur nggak kelepasan marah duluan. Meski sepele menurut kita sebagai orang dewasa, tapi ini capaian yang lumayan besar buat anak-anak.
Kenapa?
Pertama, Shabira berhasil mengingat jalan cerita. Kedua, dia sedang berlatih bermain peran (jadi Dek Gam)! Ketiga, dia sedang berusaha merangkai potongan cerita lewat adegan yang sedang dia perankan. Keempat, dia berusaha menceritakan kembali buku yang dia baca. Wow! Hal-hal tersebut bagiku penting karena itu artinya anak sedang berusaha memahami bacaan. Nggak cuma sekedar baca, tapi memaknai. Satu level di atas baca.
Selain itu, Shabira merasa dihargai, didengarkan, dan dipahami.
Dia lagi belajar. Aku nggak mau menghentikan stimulusnya dan kesempatan emas ini.
Lalu ayah datang,
"Kakak, kok tuang-tuang air? Bahaya! Nggak kaya gitu, ah." Kata Ayah agak gusar.
"Itu Yah, Kakak lagi jadi Dek Gam yang nuang kopi..." Jawabku buru-buru. Aku takut Ayah kelepasan kesal padahal aku sedang membiarkan Shabira menikmati kegiatannya.
Untung Ayah lekas mengerti--atau pasrah saja sama kode dari tatapanku yang artinya, nggak papa, biarin aja, masih bisa aku handle--, atau mungkin malah keduanya. Hahaha
Ayah membiarkan kami, beliau masih berdiri di tempatnya sambil memegang gelas. Seperti menunggu kira-kira mauku dan Shabira apa.
"Habis numpahin air terus Mak gimana kak reaksinya ke Dek Gam?" Kataku sambil berkacak pinggang.
"Mak marah."
"Ayo dibereskan! Kata Mak marah." Aku berpura-pura jadi Mak.
"Terus sama Dek Gam dipel lantainya." Sambung Shabira.
"Setelah itu Mak memandikan Dek Gam supaya nggak lengket, ya?"
"Iya supaya bersih..." kata Shabira.
Kesempatan! Sekalian bikin dia mau mandi tanpa drama hahaha.
Akhirnya aku menggiring Shabira mandi seperti Mak yang mandikan Dek Gam. Bedanya ini Shabira mandi sendiri wkwkwk.
Apa jadinya kalau aku nggak mendengar dia dulu? Apa jadinya kalau aku malah marah-marah? Ternyata seringkali kita perlu melihat dari sudut pandang anak sebelum benar-benar melepaskan emosi 'marah' itu...
Dibalik tingkah ajaibnya, anak selalu punya alasan.
Apa jadinya kalau Ayah nggak percaya sama aku, sama kami? Apa jadinya kalau ayah ketinggalan jauuuh sekali pemahamannya terkait menghadapi anak usia dini?
Ayah dan Ibu, suami dan istri. Satu tim. Komunikasi dan berbagi peran itu membawa banyaaaak sekali dampak positif di keluarga. Ayah posisinya emang nggak bisa sesering ibu ada di samping anak, menghargai Ibu yang menerapkan SOP dan aturan khusus dalam berbagai aspek parenting rasanya melegakan. Beberapa kali dapat curhatan juga, yang malah sering menjadikan anak bingung karena ortu tidak konsisten adalah ayah yang tiba-tiba 'ngacau' kesepakatan yang udah mati-matian dibuat ibu selama di rumah hahahaha.
Lucu ya parenting itu. Naluri, pengetahuan, insting, perasaan, dan logika...beda kasus beda takaran. Sebagai orangtua dari hari ke hari belajar untuk lebih peka meramu, mana yang harus dipakai, berapa takarannya, berapa dosisnya, mana yang lebih penting, dan semuanya harus diputuskan dengan cepat. Wkwkwkwkk.
Aku bersyukur tadi nggak marah. Aku bisa belajar banyak hal. Terima kasih sabar, kamu memang selalu menang dan membawa maslahat.
974 notes
·
View notes
Text
Ummi,
Hari ini, 25 tahun yang lalu, mungkin jantungmu sedang berdebar. Mengelus dengan lembut perut mu yang membesar, seraya berharap dan berbisik ingin segera bertemu denganku.
Namun akhirnya Allah mengizinkan kita bertemu satu hari setelahnya, meski begitu, hari itu kau tetap penuh rasa syukur. Kau bergairah. Kau sangat begitu bahagia.
Aku kemudian diletakkan di dadamu. Seketika tangisan ku terhenti, usai mendengar detak jantungmu yang selalu kudengar dalam heningnya rahim mu.
Engkau menatapku dengan dalam. Membelai ku dengan penuh kasih sayang. Sesekali meneteskan air mata dan kemudian menerbangkan doa-doa Kau lupa sudah rasa sakit yang mempertaruhkan nyawamu itu.
Sejak itu, hadir ku begitu mengubah segalanya. Hidupmu tidak selalu manis seperti yang terlihat di media. Namun juga seringkali terasa pahit seperti kopi tanpa gula.
Disaat sejawatmu sedang bebas menertawakan fananya dunia, kau harus disibukkan dengan popokku yang basah. Pikiranmu karut, oleh bahasa ku yang entah apa maksudnya.
Kau bahkan tak pernah bisa membasuh dirimu dengan lama. Kau berulangkali harus terjaga pada dini hari yang dingin, agar ingin ku dan butuh ku terpenuhi semuanya.
Sesekali kau meresah. Menyalahkan diri untuk tumbuh kembang ku yang banyak orang bilang salah. Mengutuki dirimu sebagai ibu tak berguna. Serta meragukan dirimu dan bertanya-tanya, apakah dirimu sudah menjadi ibu yang baik untukku.
Hatimu kacau. Atas cibir akan lekuk tubuhmu yang tak lagi menawan. Namun kau tetap sama, mengamini sejenak gelisahmu, lantas kemudian melepaskan, memaafkan & membiarkannya hanyut bersama doa baikmu.
Disaat raga-raga begitu khusyuk membunuh lelah, kau mengambil jeda guna melangitkan doa, mengemis padanyaNya agar kau tak pernah merasa payah. Meski suara mu sudah begitu parau, kau tak lelah memelukku dalam doa.
Hari-hari mu begitu bising dengan tangis dan pekikku. Namun katamu, senyum & tawaku sudah cukup meneduhkan mu.
Ummi..
Aku tak butuh dunia, karena bagiku, kau adalah duniaku. Ya. Kau semesta. Tempat teraman dan ternyaman yang pernah ada. Jika aku punya kesempatan untuk mengulang hidupku, aku akan tetap memilih ummi sebagai ibuku.
Terima kasih, mi.
Terima kasih untuk segalanya.
Terima kasih untuk cinta yang tak terhingga.
Terima kasih atas segala nasihat untuk tetap teguh dalam takwa. Terima kasih menjadi pengingat untuk tak berputus asa dalam berdoa, berupaya, dan berserah.
Terima kasih telah mengajarkanku untuk tidak terbang saat dipuji, dan tidak tumbang saat dicaci.
Ummi satu-satunya orang yang paling terluka saat diriku patah. Lalu dengan sepenuh cinta membentangkan lengan guna aku bersandar & menumpahkan air mata.
terima kasih, mi..
terima kasih sudah selalu bangga meski mampu ku hanya berdoa. Terima kasih senantiasa mengiringi setiap posisi dan menemani setiap ambisiku dalam doamu.
Untuk seluruh upaya meredam ego guna bahagiaku semata, untuk selalu mengubur mimpi-mimpimu guna mewujudkan mimpiku semata, terima kasih.
Darimu aku belajar, untuk hanya memberi, tanpa mengharapkan kembali. Untuk setia merawat, tanpa perlu banyak berdebat.
Semoga aku bisa menjadi ibu seperti dirimu. Ibu penuh cinta yang mampu menyembuhkan segala luka. Pemilik hati yang luas, dan mental yang kuat.
Selamat hari Ibu, ummi.
Dari anakmu, yang akan selalu menjadi anak-anak. Menginginkan peluk, guna berteduh dari dunia yang begitu sesak.
0 notes
Text
Menjadi orang tua adalah amanah bagi setiap pasangan suami-istri. Mendidiknya sesuai fitrah adalah ladang pahala bagi kedua orang tuanya. Namun, masih banyak pasangan suami-istri yang tidak "sadar" ketika menjadi orang tua. Yuk, simak cara untuk menjadi orang tua secara sadar.
#parentingbydesign #menjadiorangtuasecarasadar #islamicparenting @freepik
219 notes
·
View notes
Text
Self awareness & Intelectual curiousity
Masih tentang CUPYTS: Cinta Untuk Perempuan Yang Tidak Sempurna by Najeela Shihab sebagai host dengan Maudy Ayunda dan Gita Savitri sebagai partner diskusi. Topiknya adalah “Kepinteran” dan Kepintaran. Kurang lebih diskusinya seperti ini:
Mba najeela : istilah kepinteran ini, kalian melihat orang yang pinter itu gimana?
Gita : menurutku, perempuan yang pinter itu yang paham worth-nya dia, dia yang punya self-concious, dia yang mengenal dirinya sendiri, dan yang cerdas yang tau kapan mesti memprioritaskan dirinya.
Maudy : aku juga setuju, self-awareness itu penting untuk mengenal diri sendiri. Nambahin juga, kepintaran itu adalah keinginan untuk mengembangkan dirinya, to have that growth mindset.
Lalu part lain mengenai relationship,
Mba najeela : dalam love-relationship pernah diputusin cowok gara-gara kepinteran enggak?
Maudy : aku cukup sering sih dapet kalimat “mungkin lu kepinteran kali, jadinya intimidating” meskipun secara prinsip itu kurang tepat ya. Tapi, sebagai seseorang yang mendengar mindset itu dari kecil, ya takut juga. Kalau kita mikir bahwa perempuan yang kepinteran itu sulit dapet jodoh, berarti kita berasumsi bahwa pasangan yang baik adalah yang memilki hierarchy dalam intellegence, and that’s not the value. Justru partnership yang baik adalah komunikasi yang baik, visi-misi yang sama, alignment, dll.
Gita : kalau aku, dari awal prinsipku adalah gak ada hierarchy soal intelektual, yang dipertemukan dengan suami yang melihat masculinity itu bukan yang memandang perempuan inferior (perempuan gak boleh lebih pinter, gak boleh terlalu independen, yang bisa ngebuat pria loose his purpose to be superior, “lalu saya buat apa?”). Dia melihat dirinya sebagai human being.
Lalu membahas kriteria pasangan Maudy Ayunda (dan mungkin perempuan diluar sana),
Mba nejeela: kalau mau jadi pacarnya maudy, mesti lebih pinter dari kamu enggak?
Maudy : siapa yang lebih pinter itu sulit banget buat di-compare, are we talking about IQ? kapabilitas berpikir secara logis? atau skill lain? justru aku lebih nyari orang yang punya self-awareness dan intelectual curiousity yang tinggi.
Dan kalimat Mba najeela yang menarik adalah:
The best relationship is actually makes you smarter, wherever you start. If you are in good relationship, you push each other to be better, to learn together. If you are a good couple, then you will be smarter cause of your interaction each other.
29 Agustus 2020
883 notes
·
View notes
Text
Sebelum Genap.
“Ujung dari langkah yang kita buat untuk mencari adalah penerimaan.” - Iidmhd
… karena akan selalu ada yang lebih baik tetapi yang menerima apa adanya kamu; tidak selalu ada.
Menilik postingan instastory Masgun kemarin seputar “Apa sih yang kamu ingin tanyakan kepada calon pada saat proses pranikah yang mungkin sungkan ditanyakan tetapi penting?“ dan seperti biasa respon dari ask me tersebut memberikan banyak sekali pencerahan.
Berikut beberapa hal-hal yang perlu ditanyakan menurut followers Masgun beserta tanggapannya:
Visi hidup dan rencana setelah menikah? (Make sure. Jangan sampai tidak ditanyakan)
Apa yang dilakukan jikalau marah? Pernah sampai mengekspresikan dengan kekerasan fisik? (Sifat temperamental, mudah marah, dsb perlu divalidasi di lingkungan dan pertemanan dia selama ini. Bagaimana dia jika ada masalah, dsb. Teman-teman terdekat di lingkarannya yang paling melihatnya. Potensi KDRT-nya besar jika kamu tidak bisa mengenali dan mencari data valid soal ini)
Bersediakah setelah menikah tinggal dekat dan atau bersama orang tua saya? (Ini cukup sensitif, tidak mudah bagi seorang menantu untuk beradaptasi tinggal serumah dengan mertua. Jika calonmu mengatakan bersedia, menjadi wajib bagimu untuk membantu dan membuatnya nyaman di rumah orang tuamu. Jika tidak bersedia, tidak perlu memaksa. Cari yang lain)
Orang tua berbeda ormas, bagaimana? (Termasuk berbeda soal lainnya, contoh: beda organisasi keislaman, beda budaya, beda cara pandang soal sesuatu. Ada keluarga-keluarga yang menganggap hal-hal seperti itu sebagai syarat mutlak. Ada juga keluarga yang terbuka terhadap perbedaan seperti itu. Jika tidak bisa diterima oleh keluargamu. Tidak perlu memaksakan. Menikah urusannya panjang, kalian tidak hanya hidup berdua)
Sex life. Banyak sekali kasus tiba-tiba suami didiagnosis HIV positif kemudian yang terkena imbas adalah keluarga. (Ini bisa jadi pertanyaan tabu tetapi penting. Ada yang menjadikannya hal penting, contoh: keperawanan atau keperjakaan, ada juga yang tidak. Jadi, jika sex life ini penting bagimu. Tanyakan. Lebih berat menanggung risikonya daripada beratnya bertanya)
Saya ingin bekerja walaupun sudah menikah. Bagaimana? Boleh? (Ini menjadi case di kalangan perempuan, ingin bekerja setelah menikah. Jika itu penting bagimu, tanyakan. Tidak sevisi. Cukup sampai di sini. Cari yang lain. Karena itu juga akan melihat soal mindset. Perkara nanti kamu ketika menikah akhirnya memilih menjadi ibu rumah tangga, itu juga keputusan sadarmu. Bukan karena disuruh dan terpaksa)
Uang yang kamu dapatkan dari mana saja? Uangnya mengalir ke mana saja? (Ini penting sekali, serupiah pun jangan sampai lolos. Karena ini untuk menjaga harta yang ada dalam keluarga itu benar-benar halal dan berkah. Sekaligus untuk menghitung zakatnya. Jika sudah sampai haul/nisabnya)
Jika saya ternyata tidak kunjung memberikan keturunan, apakah akan menikah lagi atau akan bersabar? (Ini juga pertanyaan sejenis, contoh: laki-laki atau perempuan tidak subur karena kondisi atau sakit tertentu sehingga tidak memungkinkan memiliki anak dalam pernikahan. Hal seperti ini, harusnya tidak hanya ditanyakan kepada pasangan tetapi bagaimana pendapat kedua orang tuanya. Karena bisa jadi ybs tidak mempermasalahkan tetapi tidak dengan orang tuanya)
Pernah HS (having sex) atau tidak? (Hal-hal seperti ini, mungkin ada yang terbuka dan ada yang tidak. Karena bisa jadi jika batal proses pra pernikahannya, kamu jadi tahu rahasianya. Jadi, sepakati sejak awal bahwa di proses pranikah akan terbuka. Karena bagimu ini penting, jika dia tidak bersedia. Ya sudah lebih baik berhenti sebelum lebih jauh sampai kamu mengetahui rahasianya, kecuali dia memang bersedia secara pribadi ingin mengatakannya di awal bahkan sebelum proses lebih dalam. Karena dia memiliki pandangan bahwa itu adalah pintu masuknya. Kita belajar bahwa aib yang Allah tutupi jangan sampai dibuka kembali jika ybs sudah bertobat. Jika kamu merasa perkara HS ini penting, make sure bahwa dia memiliki pandangan yang sama bahwa hal tersebut penting untuk diketahui sebelum menikah. Nanti berlanjut ke persoalan kesehatan reproduksi)
Gaji Pasangan. Ingin sekali menanyakan tetapi bingung memulainya. (Tinggal tanya, gajimu berapa dan bagaimana mengalokasikannya selama ini? Lalu rencana ke depan dengan pendapatan tersebut setelah berumah tangga. Jangan pertaruhkan hal-hal yang besar untuk perkara-perkara ketakutan-ketakutan yang kecil. Pernikahan itu hal yang sangat besar, bertanya dalam proses itu hal yang masih sangat kecil risikonya dibanding dengan menjalani pernikahan itu sendiri)
Apakah keluargamu memiliki utang? Apa saja janji-janjimu terhadap orang tuamu? (Insightfull, apa saja janji-janjimu kepada orang tua? Jawabannya akan sangat penting buat jadi pertanyaan ke diri sendiri, apakah saya bersedia membantu mewujudkan janji-janji tersebut atau tidak?)
Jika saya memiliki prinsip menghindari utang riba tetapi kamu justru kerja di bagian pencari nasabah, lalu bagaimana? (Ini prinsip-prinsip bermuamalah. Ini juga bisa direfleksikan ke hal-hal serupa yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dalam menjalankan agama. Jika bagimu penting dan tidak ada toleransi. Seharusnya tidak ada ruang untuknya. Jika masih ada ruang, berarti itu dorongan hawa nafsu)
Kesehatan. Minta tes kesehatan sebelum nikah terutama tes HIV. (Medcheck. Jika kamu meminta dia medcheck, kamu juga harus. Jika ini penting bagimu, lakukanlah. Hal ini lebih banyak manfaatnya untuk kehidupan pernikahan ke depan. Jika kemudian hasilnya diketahui ada penyakit bawaan di diri calon. Kamu harus siap untuk mengambil keputusan. Jangan menikah karena kasihan, sungkan dan takut omongan orang)
Utang atau tanggungan keluarga saya masih ada. Kamu siap menerima atau tidak? (Saya menekankan kepada teman-teman jika tahu kondisi keluarga soal utang, dsb lebih baik dikomunikasikan. Sebab, utang itu diwariskan. Ekstremnya, jika orang tua tiba-tiba meninggal dan masih ada utang maka anak-anaknya lah yang harus melunasi utangnya. Apalagi jika kondisimu saat ini masih bekerja dan berjuang melunasi utang orang tua)
Pola asuh anak. Apakah nanti akan terlibat dalam pengasuhan atau fokus bekerja? Seperti apa pola asuhnya? (Pandangan soal pola pengasuhan ini juga penting. Jangan sampai ‘kecele’. Cek tidak hanya ke dia tetapi juga keluarganya. Jangan sampai kamu pro-vaks dan baru tahu setelah menikah jika pasanganmu itu anti-vaks. Bisa perang dingin di dalam keluarga. Dan pola-pola pengasuhan lainnya)
Nanti kerjanya bagaimana? Apa masih berbeda kota juga? Karena saya juga berat melepas karir saya sekarang. (Jika pada masa perkenalan sudah tahu career path-nya berbeda dan teguh terhadap keinginan masing-masing. Memang lebih baik tidak usah dilanjutkan. Karena itu adalah misi, caramu menjalankan visi besar yang mungkin kamu sendiri tidak bisa menjelaskannya dengan baik. Apalagi jika pekerjaan tersebut memiliki urgensi besar untuk tetap kamu miliki seperti karena kamu harus membantu keluarga, dsb)
Siap dengan Mama saya yang selalu mengukur segalanya dari uang? (Kita mungkin bisa menerimanya, tetapi tidak bisa menerima orang tuanya atau juga sebaliknya. Dia bisa menerima kita dan orang tua kita tetapi kita sendiri tidak yakin apakah nanti hubungan antar keluarga (orang tua x orang tua) bisa baik. Jika ini penting untuk ditanyakan, tanyakan. Jika ini penting untuk dikatakan, katakan. Karena bisa jadi rumah tangga itu oleng bukan karena kitanya tidak siap menikah dsb tetapi karena intervensi orang-orang terdekat kita sendiri)
Izin poligami karena kerja di luar kota. Saya jawab silakan tetapi bukan dengan saya. (Saya tidak kontra dengan poligami, karena itu ada dalam agama yang saya imani. Yang jelas S&K-nya berlaku. Jika kamu merasa tidak bisa memenuhi S&K-nya tersebut, tidak usah diambil)
Kenapa kamu mudah sekali berutang (uang) demi mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan? (Watak atau kebiasaan bisa ditanyakan. Apalagi jika hal tersebut adalah sesuatu yang tidak se-value dengan diri sendiri. Jika masih tetap tidak menemukan jalan tengah, berbeda pandangan yang artinya sama juga dengan berbeda value. Pernikahanmu jauh lebih berharga daripada orang tersebut)
Jika saya ada masalah dengan Ibunya bagaimana cara dia mendamaikan kami? (Insightfull, bagaimana cara calon mengatasi masalah-masalah yang akan timbul antara kita dengan orang tuanya?)
“Pernikahan itu hal yang sangat besar, bertanya dalam proses itu hal yang masih sangat kecil risikonya dibanding dengan menjalani pernikahan itu sendiri.”
… karena lebih baik gagal dalam proses ketimbang gagal setelah menjalani pernikahan.
“Membangun visi dan misi keluarga itu berangkat dari memilih pasangan hidup.” - Istri Masgun
Lebih utama jadilah sebaik-baiknya dirimu; sebelum mencari atau ditemukan.
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Libatkan Allah Subhanahu Wata’ala selalu di dalam prosesnya. Lalu niatkan menikah karena ibadah.
“Jika dulu niatnya menikah karena terlanjur suka, suruhan orang tua, faktor umur, ekonomi, keadaan dan situasi, semua ini harus diubah niatnya. Diubah niatnya memang karena ibadah. Ingin mengerjakan karena perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya. Dan betul-betul jika diniatkan ibadah, semua kejenuhan, perasaan-perasaan yang terbebani karena adanya karakter pasangan, beban-beban kewajiban seperti nafkah bagi laki-laki, melayani ekstra dari perempuan ke suaminya, ini akan jadi ringan.” - Ust. Khalid Basalamah.
Sehingga pernikahanmu senantiasa dilimpahkan keberkahan dan menjadi keluarga sehidup sesurga. Aamiin.
4K notes
·
View notes
Text
Ada banyak hal terjadi dalam hidup kita yang boleh jadi kita sangat benci. Tapi lagi-lagi, Tuhan selalu punya maksud baik di balik setiap misteri.
Yang perlu kita yakini, apa yg terjadi dalam hidup ini adalah ketetapan terbaik dari Illahi. Tinggal bagaimana kita perlu pandai menyikapi.
Begitu juga Ramadhan tahun ini. Mungkin banyak dari kita dicanggungkan dengan berbagai kondisi. Seperti ibadah-ibadah yang mungkin terpaksa harus dijalankan sendiri. Atau pertemuan-pertemuan yang terpaksa ditiadakan karena kita harus menyepi.
Tapi semoga hal itu tidak pernah sekalipun menyurutkan semangat kita untuk tetap beramalan tinggi. Percayalah, jika kita tetap selalu berpangku pada Ilahi, sejatinya kita tidak benar-benar sepi.
Selamat menyambut Ramadhan & menjalankan ibadah puasa dengan penuh suka cita di tengah kehebohan pandemi. Semoga puasa kita dimudahkan & dituntaskan sampai akhir Ramadhan nanti. Terakhir, mohon dimaafkan lahir & batin untuk segala khilaf kami 🙏🏻😊💕
#liamerenung
0 notes
Text
“Sebab, yang menjaga Qur'an, hidupnya akan dijaga oleh Allah. Dan yang selalu mencukupkan waktu untuk Qur’an. Hidupnya akan dicukupkan oleh Allah.”
—
Dalam Buku Pondok-pondok Lentera
moga segera selesaiiiiii buku satu iniiiii. aamiin.
616 notes
·
View notes
Text
Hari ini masak ini aja. Simple.
Tahu isi sayur & tuna, ayam saus tiram, dan salad sayur yang gak sempat difoto.
Tahu isinya resep by kak Seriyawati Tokubetsuna Okurimono makasih banyak kaak resepnyaa. Wuenaaaakk 🤤
Alhamdulillah nikmat banget.
Segini ludes seketika padahal cuman berdua, nyisa 3 tahu isi karena perut udah full alhamdulillah.
Suami bolak balik nambah & sangat menikmati meski awalnya bawel banget nyerocos komplen karena aku masak gorengan 🤣🙏🏻
Beliau sampai nakut2in bilang nanti badanku bengkak karena makan masakan yang pake banyak minyak & berakhir dengan kalimat “kamu masih mau lihat cucu kan? Jadi jaga kesehatan, kurangin minyak, garam, gula, cabe, dll” 🙃🙃🙃
Padahal inget banget terakhir makan & masak masakan yg butuh minyak banyak sekitar 3 minggu yang lalu kalau gak salah 🙃😪
24 tahun aku terbiasa dengan minyak, garam, gula, micin, dkk-nya, dan skrg harus ngilangin itu dalam waktu cepat, ya jadi baper wkwk.
Jadi.. Maafkan aku ya suami yang harus sesekali nyuekin bawelan dirimu 😅🙏🏻
Wes semoga ku bisa selalu sabar & lebih baik lagi dalam mengontrol hawa nafsu ku makan2 yg berminyak, garam, gula, pedas, dll 😊😇
0 notes
Text
Berkaca pada Perempuan Jepang yang Kuat
Pagi ini anginnya super kencang.
Mungkin ada pengaruhnya dengan angin topan yg bakal datang weekend ini. Mungkin ya.
Ngegoes sepeda jadi berasa banget.
Napasnya jadi terengah2 😰
Sesak banget jadinya.
Terlebih anginnya dingin karena udah masuk musim gugur. Beku deh tangan eim.
Gimana musim dingin kali ya 🤣
Padahal setiap hari udah naik sepeda.
Masih belum terbiasa juga sepertinya.
Atau harus latihan atur napas ya? 🤔
Kebiasaan di Indonesia kemana2 naik motor/mobil. Apalagi setelah ojek online ada. Udah mana murah, tinggal klik, babangnya datang, duduk manis deh sampe tujuan.
Jadinya kebawa manja 😅
Jadinya kesabarannya keuji.
Sabar sabar, gak boleh ngeluh, semangat, dikit lagi sampe, Allahuakbar... Di benakku 😥
Sampai di stasiun, ketemu sama ibu2 naik sepeda. Bukan cuman itu, ibu2 ini ngebonceng anak. Bukan cuman satu. Tapi 2 anak. Satunya sekitar usia batita. Satunya sekitarnya usia balita. Seketika itu langsung malu sama diri 😳😔
Perempuan2 disini strong2 banget.
Mau hujan ringan, panas, angin kencang pun diterjang. Mau bawaannya banyak, bawa belanjaan berat, bawa anak, ya tetep goes.
Mangkanya gak heran, cakep2 betisnya pada kekar. Emang kebiasaan dari kecil kemana2 naik sepeda sih ya ���
Jadi ya, kalau mereka aja bisa.
Lia pun mestinya juga harus bisa.
Lama2 juga kebiasa. Bismillah. Semangat! 💪🏻🥰
#liacurhat
#menyemangatidiri
2 notes
·
View notes
Text
Meracau tentang Perempuan dan Hobbynya
Bismillaah
Hobby. Setiap perempuan sebaiknya memiliki hobby, hobby yang sesuai dengan fitrahnya tentu. Keahlian yang membuatnya mampu menyempurnakan perannya sebagaimana ia diperuntukkan untuk bumi ini. Khalifatul fil ardh.
Saya ingat dengan tulisan salah seorang Bapak 4 orang anak, yang mana juga adalah teman SMP saya. Dia membuat tulisan panjang di postingan FB nya, yang berintikan pokoknya istrinya harus berkerja!. Tolong jangan salah tangkap dulu, berkerja di sini bukan berarti berkerja banting tulang seperti layaknya tulang punggung keluarga. Bukan!. Berkerja disini bukan tentang masuk-keluar kantor atau pakai blezer dan span atau bukan juga tentang berapa rupiah yang dihasilkan. Berkerja yang dimaksud teman saya adalah memiliki kesibukkan yang bermanfaat, walaupun hanya di rumah. Kesibukkan bermanfaat diluar tugas negara ya :).
Teman saya menyinggung tentang fenomena buibu yang senang sekali menyoroti dunia orang lain. Membawa apa-apa yang ada didalam kehidupan orang lain menjadi bagian dari masalah hidupnya. Jadinya apa? Iyap betul, ngebanding-bandingin. Entah itu ngebanding-bandingin yang berujung kufur nikmat atau malah kebalikannya, sombong. Astaghfirullaah :”. Ini buibu negara ini tidakkah ada kesibukkan lain, sehingga meluangkan banyak waktunya untuk mengurusi kehidupan orang lain =,=”.
“KERJA itu tentang TUGAS SUAMI memberikan Dunia (tujuan) yang lebih besar pada istri, sehingga muncul masalah yang lebih layak diselesaikan. Jangan heran jika anda menemukan istri yang sibuk menggosipkan Istri tetangga, anak tetangga, harta tetangga, pembantu tetangga sampai ayam tetangga, karena memang itulah Dunia nya, Dunia yang disediakan oleh suaminya.”
Pada kesempatan lain, Allaah Ta’alaa menakdirkan saya untuk membaca postingan Ibu IJ, seorang Dosen sekaligus Psikolog. Ibu IJ menceritakan tentang beberapa kasus klien yang sedang ia tangani. Ada seorang perempuan, sebut namanya Ibu A, datang dengan luka lebam di sekujur tubuhnya. KDRT yang diterima Ibu A ini bukanlah kasusnya yang pertama, pun semakin hari kelakuan dan karakter suami si Ibu A ini tidak juga menunjukkan perubahan atau tabiat yang baik.
Ibu A tetap enggan berpisah dari suaminya, bukan karena besarnya cinta yang menyembuhkan semua lukanya, bukan. Tidak tahu akan kemana dan bagaimana caranya untuk membesarkan dan membayar biaya sekolah anak-anaknya lah yang menjadi alasan kuatnya untuk mengesampingkan rasa sakit setiap suaminya memukul. “Bagaimana nanti keluarga kami, dia yang selama ini mencari nafkah?”. Sedih :(
Peran sebagai khalifatul fil ardh tidak ditugaskan Nya hanya kepada para perempuan yang belum menikah saja, dan dihentikkan saat ia menjadi istri dan seorang ibu. Amanah itu akan tetap teremban kepada seluruh manusia, baik yang sudah menikah atau belum, yang sudah beranak atau belum. Semuanya sama, diembankan sampai usai jatah usia kita di dunia.
Mengharuskan istri berkerja dan mempunyai dunia yang lebih besar daripada wajan dan ember cucian adalah salah satu tanggung jawab seorang suami -kata Bapak 4 orang anak, teman SMP saya yang tadi-. Bukan untuk mencari uang atau menggantikan tanggung jawabnya di rumah, bukan. Bukan juga mondar-mandir kantor atau rapat jika Pak Suami tidak setuju akan hal itu. Tapi kerja yang membuka wawasannya dan mencegahnya menjadi air keruh yang tidak mengalir. Berkerja yang menjaganya untuk tetap menjadi air jernih yang senantiasa menjadi penawar dahaga suami dan penguat sendi-sendi anak-anaknya di rumah.
“Berilah istri dunia yang lebih besar dari ember dan wajan dapur. Berilah dia Tujuan, kemudian sediakan ‘kerjanya’, bisa lewat menulis, mendesign busana muslimah, jualan online, mengajar, atau apapun tergantung dunia yang pak suami sediakan dan izinkan ke istri. Sesekali berilah istri ruang untuk berinteraksi dengan dunia luar untuk menambah wawasan dan pergaulan, misal pengajian, pelatihan dll. Dengan begitu istri tidak akan kudet. Tidak akan lagi terpikir hal-hal sepele dan remeh temeh karena ada hal yang lebih besar untuk dipikirkan dan dikerjakannya.”
Maka setiap wanita harus membekali diri dengan ilmu dan keterampilan mumpuni sesuai dengan kefitrahaannya. Bukan, bukan karena kita khawatir akan ketetapan Nya akan rizki dan takdir kita di masa depan, bukan. Karena peran peradaban, siap tidak siap, suka tidak suka menuntut andil kita di dalamnya. Lebih dari itu, karena sesungguhnya kita butuh, sebagai bekal untuk menunaikan amanah penciptaan manusia di atas muka bumi ini.
—
Sebagai seorang perempuan yang belum menikah memang sotoy bangat menulis ini xP. Tapi justru, ditengah kekhawatiran saya tentang bagaimana saya menjalani kehidupan setelah menikah nanti? Apa saja yang bisa saya lakukan untuk tetap bisa sehat dan waras dengan segala rutinitas yang akan saya jalani nanti, supaya bisa menjalankan peran peradaban saya?. Iya saya gelisah, khawatir makanya meracau sotoy begini xP.
—
“Mbak punya hobby gak?” “Punya dulu, bikin rajutan gitu tapi sekarang gak lagi, saya fokus melayani suami dan anak-anak”
Jadi, dunianya adalah suaminya. Bagaimana kira-kira jika dunia dan pusat hidupnya berpaling? Seperti apa rasanya?.
-Ibu IJ-
138 notes
·
View notes
Text
Rumah
Pada akhirnya yang kau butuhkan dari pasangan bukanlah yang sepemikiran, sepaham, ataupun yang memiliki ketertarikan yang sama. Bukan itu.
Tetapi ia yang dapat meredakan lelahmu, penatmu dan mampu melihat hal-hal yang kau anggap rumit menjadi lebih sederhana. Hingga ketika duniamu terasa begitu riuh dan menyesak, tidak ada alasan lagi selain pulang.
Sebab tidak ada lagi kesenangan yang menenangkan, kecuali rumah. Maka mereka yang mencari kesenangannya di luar, ialah yang tidak menemukan kenyamanan di rumahnya sendiri.
Dan rumah itu; semestinya kau
—ibnufir
2K notes
·
View notes
Text
Kadang kita lupa, bahwa Allah Maha Melihat.
Dua hari yang lalu, sekitar jam 2 siang, tiba-tiba suami pulang ke rumah. Tumben-tumbenan.
Pas ditanya, rupanya karena suami kebetulan ada kerjaan di dekat rumah. Jadilah suami mampir. Nengokin Lia yang lagi gak enak badan. Sekalian ngisi ulang air minum.
Setelah selesai isi ulang, suami langsung pamit berangkat lagi. Seketika Lia langsung bilang:
Lia: “Eh? Cepet amat. Cuman numpang isi ulang air minum aja.”
Suami: “Iya. Ini kan masih jam kantor. Sebenernya ini juga kan gak boleh, tapi karena kamu lagi gak enak badan sekalian di samperin mumpung ada kerjaan deket rumah.”
Lia: “Yaudah atuh kamu istirahat sebentar aja sini, paling ngertilah orang kantor”
Suami: “Gak boleh. Ini juga sebenernya aku deg-degan karena masih jam ngantor. Aku pun gak izin apa-apa.”
Lia: “Kan gak ada yang tau ahaha.”
Suami: “Iya memang gak ada yang tau, tapi Allah kan ngelihat. Udah ya aku pamit. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Kemudian pergi dengan senyum dan kecupan 😘
Jeger.. Jleb! 🔪💔
Seketika itu rasanya super malu.
Ketampar sejadi-jadinya.
Memang kalau urusan kerjaan, Lia pribadi gak pernah mangkir dari kerjaan. Karena memang kebetulan kerjaan Lia dulu bukan yang office hour. Selesai ngajar + ngoreksi tugas akhir mahasiswa, ya pulang.
Tapi dulu sesering itu gak ngingetin temen yang mangkir dari kerjaannya cuman buat ketemu Lia buat main. Hanya sebatas nanya basa basi ngantor atau enggak.
“Lu gak ngantor?”
“Gampang lah nanti buat alasan.”
“Lu gak ngantor?”
“Selow bos gue baik.”
Dsb.
Bahkan..
Sering banget banyak yang bilang:
“Li ketemuannya di Mall A aja ya. Biar jauh dari kantor.”
“Li janjian di Mall B aja ya. Biar gak ketemu orang kantor.”
Waktu kuliah, waktu organisasi, Lia pernah curi-curi kesempatan. Memalsukan alasan hanya untuk kesenangan. Astaghfirullahalazim 😭😭😭
Kadang memang kita suka menyepelekan hal-hal basic kayak gini yaa. Kita sering lalai tanggung jawab. Kita sering lupa bahwa Allah Maha Melihat.
Yaa Allah..
Ampuni hamba 😭😭😭
0 notes
Text
2 hal yang harus selalu diingat:
- Ingat Allah
- Ingat kematian
2 hal yang harus selalu dilupakan:
- Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain
- Keburukan yang orang lain lakukan ke kita
- Halal Bihalal KMI Nagoya 23/06/2019 -
1 note
·
View note
Text
10 hari terakhir Ramadhan.
Bentar lagi lebaran.
Gak kerasa ya. Lalu bertanya-tanya pada diri bagaimana amalan-amalan selama bulan Ramadhan?
Anw, 10 hari terakhir Ramadhan, biasanya udah selesai urusan perstudyan. Pulang ke Bontang. Di jemput di bandara sama Umi abi. Kumpul-kumpul bareng.
Kayak Fildzah Adani & Abdullah Shafiyuddin ini. Huaaaaa udah mulai hawa-hawa sedih gabisa ngumpul-ngumpul bareng lebaran.
Biasanya mulai belanja belinji bareng.
Bikin ketupat. Opor ayam. Ikut takbiran keliling di malam tarawih terakhir. Bagi-bagi THR. Halal bihalal. Ikut open house. Makan kue putri salju sampe mabok. Dll.
Sekarang gimana yaaa...
Pasti beda. Pasti.
Bukan hanya karena udah ganti status.
Tapi lebih karena suasana lebarannya.
Gak bisa lagi denger takbiran berkumandang dari masjid-masjid. Dll. Mungkin sepi ya. Mungkin.
Belum lebaran tapi udah mewek ini.
Mungkin efek lagi dapet.
Iya, hari ini pada ngumpul di Bontang.
Sementara Lia disini gegulingan gegara sembelingan. Eh apa deh namanya? Sembilengan? Sembilangen? Ya gitu deh nyeri haid intinya 😅
Makin sedih. 10 hari terakhir malah dapet.
Niat mau i’tikaf. Udah izin suami dan udah di oke in. Eh qadarullah harus meraih pahala lewat jalur lain. Mudah-mudahan bisa ketemu dengan Ramadhan selanjutnya dan lailatul qadar.
Huhu selamat kumpul-kumpul.
Selamat makan banyak & enak-enaaaak.
Mohon maaf lahir batin yaahhhh.
Semoga next time bisa ikut kumpul-kumpul lagi 😭😭😭😭😭❤️❤️❤️❤️❤️
0 notes
Text
Di usia muslim suami yang baru 2 tahun, bisa full puasa di negeri ini benar-benar sesuatu yang sangat luar biasa. Menakjubkan. Super bangga :’)
Banyak dengar dari kawan, bahwa japanese mualaf sangat kepayahan menjalankan puasa.
Pun suami juga cerita, kalau tahun lalu, saat mencoba puasa, rasanya gak karuan. Lemas. Kacau balau. Seperti kehilangan nyawa katanya.
Jangankan mualaf, Lia yang biasa puasa dengan segudang aktivitas aja, puasa di Jepang dengan kondisi aktivitas yang 2x lebih berat dengan waktu puasa dari jam 03:00-19:00 juga kepayahan.
Maka dari awal pun Lia gak ekspektasi beliau bisa puasa full. Terlebih, jauh hari sebelum bulan Ramadhan, boss beliau dengan tegas memperingatkan;
“terserah ya Anda mau jadi muslim. Terserah mau puasa. Tapi jangan sampe kerjaan jadi berantakan! Saya gak mau gara-gara puasa Anda jadi gak fokus dengan kerjaan. Saya mau Anda tetap memprioritaskan pekerjaan!!”
Ini jujur, membuat suami semakin khawatir menjalankan puasa.
Jadilah Lia pikir, yasudah.
Latihan dulu. Setidaknya seperti tahun lalu.
Puasa setengah hari. Seperti anak kecil.
Mengingat umur keislaman beliau yang masih sangat muda. Dan dengan aktivitas kerja beliau yang luar biasa berat. (Tau kan yaa gimana orang Jepang dalam bekerja. Suami pun biasanya berangkat jam 8 pagi, jam 11an malam baru di rumah 🥺)
Tapi tetap, Lia bujuk dengan hati & penuh cinta agar beliau mencoba untuk puasa penuh. Tapi lagi-lagi, tanpa ekspektasi lebih. Siapa tau kuat. Kalau gak kuat, yasudah gapapa. Latihan. Pelan-pelan.
Seperti yang kutau, bahwa tidak ada paksaan dalam berislam. Yang penting menjalankan dengan ikhlas, dengan nyaman, karena Allah ta’ala. Kitanya, ya jangan patah semangat mendoakan, jangan patah semangat memberikan contoh yang baik sesuai ajaran Islam.
Dan...
Alhamdulillah, masya Allah.
Memasuki hari ke 4 ini beliau sukses menjalankan puasa seharian.
Yaa Allah..
Ia bahkan jauh lebih hebat dari ekspektasi ku :’)
Ini sekaligus menjadi pelajaran untuk kita.
Agar tak kalah semangat menjalankan puasa dari beliau yang mualaf dengan aktivitas yang berat tanpa ada tidur siang & dengan waktu puasa kurang lebih 16 jam.
Semoga Istiqomah sampai akhir ya Han..
Aku bangga banget sama kamu.
I love you ❤️
1 note
·
View note