Mencintai hujan meski tak suka kehujanan || ig: @laraspn
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Harusnya gambar yang aku abadikan dan kunarasikan adalah perihal Kota Semarang. Barangkali bangunan lawang sewu yang misterius atau Kota Lama yang sejak kemarin kubicarakan. Tetapi takdir berkata lain, ada satu dua hal yang membuat kami urung ke Semarang. Dengan berat hati maka kami berdua membatalkan tiket kereta api yang bahkan sudah dipesan jauh hari.
Maka, potret lain yang akhirnya terunggah adalah perihal tumpukan buku dan kehidupan di dalamnya. Melihat buku berwarna-warni sepanjang hari rasanya tak pernah membosankan, lalu sore ini berbeda. Malam minggu yang identik dengan kencan nyatanya tak melulu soal mall, bioskop, atau tempat hiburan lain. Pasang-pasangan beberapa kali melintas, berdiskusi tentang buku apa yang menarik, tentang cerita yang lebih bagus, dan tentang pemikiran fantastis. Lalu keduanya memilih buku yang berbeda.
"nanti kamu baca terus review ya, ntar gantian" mungkin kurang lebih percakapannya.
Romantis? Sepertinya lebih tepat disebut progresif. Saling melengkapi satu sama lain dengan hal berbeda.
Tentang toko buku dan book-date, besok kita juga ya. Aku siap keliling mencari judul buku yang sedang ramai dibicarakan, atau mungkin mencari buku dengan harga terendah, maklum tanggal tua hehe.
Togamas Affandi, Yogyakarta 23 Maret 2019
4 notes
·
View notes
Text
Mempuisikan
Namamu ialah puisi yang kerap kali terngiang di antara sunyi senyap malamku
Sedang hadirmu sebatas bayangan yang lenyap ditelan redup dan remang
Aku berpuisi agar mampu menyandingkan diksi kamu-aku dalam garis linier
Sebab bersebelahan denganmu di luar kata-kata ialah fana meski selalu kunantikan
Aku ialah bumantara dan kau ialah mayapada. Jauh terbentang, jauh
Dan hanya lewat kata tanpa rangka yang mampu mendekatkan ribuan kilometer langit dan bumi dalam bait puisi
Membingkaimu dalam puisi tak melulu perihal sedih sedu sedan, barangkali aku menuliskan menjadi pelarian
Bahwa menyebutkan namamu dalam kosakata lain adalah hal yang menyenangkan
-Selamat hari puisi sedunia, semoga aku kamu tak sebatas dalam kutipan rima-
Yogyakarta, 21 Maret 2019
–LPN
4 notes
·
View notes
Text
Inginku saat ini hanya satu. Diijinkan menjadikan fotomu sebagai wallpaper di ponselku, boleh?
0 notes
Text
Kemarin aku menyimak suatu podcast, ada kutipan yang menarik:
"...Jangan jatuh cinta, sebab jatuh biasanya adalah hal yang tak disengaja. Aku memilih untuk cinta tanpa jatuh, sebab aku ingin mencintaimu dengan sengaja..."
Lantas apakah benar jika cinta dan perasaan adalah satu dua hal yang patut untuk disengaja? Kupikir semesta senantiasa menyiapkan segala rencana, bukan sebab kebetulan semata. Esok pagi mungkin aku bertemu, lalu bisa saja aku tiba-tiba cinta di petang hari yang tak tentu. Entahlah.
Jika memilih sengaja untuk mencinta, apakah tak lagi cinta juga disengaja? Kupikir kita adalah makhluk aneh yang terlalu rumit. Aku tak butuh alasan untuk memberi cinta, hingga tak perlu sebab pula untuk melupakan. Tak ada definisi yang mengartikan dengan makna yang jelas, cinta itu abstrak.
-memulai kembali untuk menuliskan keluh kesah tanpa arah di sini setelah beberapa waktu ditutup akses oleh pemerintah-
3 notes
·
View notes
Text
Sepasang Kita yang Terabaikan
Rasanya aku hendak bertransformasi menjadi tumpukan tanah terjal di lereng pegunungan. Biar kau peluk aku dengan tatapan mesramu. Menggapai tiap sudut dan celah bebatuan yang tak pasti. Atau ijinkan aku menjadi kabut pagi yang menyambut hadirmu di puncak-puncak tertinggi yang kau sukai. Menghembuskan diri menyapa wajahmu yang tak pernah bosan untuk kupandang –meski satu pandang saja tak pernah kita lakukan.
Kau terlalu cinta dengan barisan gunung yang hendak kau taklukan, hingga aku kesulitan untuk menaklukan puncakmu. Aku pun berharap kuat untuk mengikuti jejak kakimu di tanah-tanah nun jauh di sana, sayang, aku hanya mampu merekam jejakmu lewat benda persegi panjang yang kugenggam.
Kukatakan "hai" pada suatu waktu, menyusun berbagai rupa tanya yang kukira akan bertemu jawab. "Mengapa kau begitu mencintai gunung?" kataku waktu itu, tak pernah ada jawab yang terlontar sebab tanya itu hanya mampu singgah dan berhenti di pikiranku. Belum kutemukan waktu yang tepat hingga semuanya berakhir terlambat. Tak ada lagi percakapan di dini hari hingga subuh dan pagi menjelang kau menjemput tidur dan aku beraktivitas. Lucu. Aku adalah anak siang dan kau anak malam yang menghabiskan waktu di laboratorium yang jelas saja tak pernah kupahami. Ketika kau menjelma menjadi manusia normal yang hidup di siang hari, kau mendaki. Tidak pernah ada waktu untuk mampu memendekkan jarak yang membentang. Katamu suatu hari, kau sedang mengejar target mimpimu hingga lupa istirahat –bahkan lupa dengan kehadiranku. Tak pernah ada "kita" selama waktu berselang.
Kepadamu yang tengah berjuang di tugas akhir, semoga lekas berakhir. Mimpimu untuk menaklukkan puncak-puncak gunung mesti kau gapai pula. Dan harapku untuk lebih banyak waktu bersamamu semoga lekas terwujud.
21 notes
·
View notes
Text
Sebuah Catatan
Ingatlah bahwa satu hari masih terdiri atas 24 jam dan satu minggu terdiri dari 7 hari. Jangan pernah menyia-nyiakan yang tak perlu disia-siakan. Tidak boleh mager dan ingatlah masih ada banyak hal yang harus dan bisa dilakukan.
Cukup. Tidak perlu lagi menyibukkan diri dengan urusan kepanitiaan yang akhirnya terlalu memforsir diri. Setahun kemarin sudah cukup rasanya. Aku harus memaksa untuk berhenti.
Produktiflah. Terlalu sibuk bukan berarti produktif, jika iti tak menghasilkan apapun bukankah itu sia-sia? Ingat kembali cita-citamu! Mimpimu!
Semoga kali ini saya dapat menepati catatan ini.
Dari saya yang mencoba untuk bisa pulang gasik dan mengurangi gabut di kampus–kecuali nugas.
7 notes
·
View notes
Text
Jika besok kau bertanya contoh tidak memanusiakan manusia dan hilangnya rasa kemanusiaan, barangkali aku sudah menemukan jawabannya. Itu ada di dekatmu
0 notes
Text
Perasaan Hari Ini: Terharu
Hari ini, lebih tepatnya sore ini, terharu banget. Ketika kenyataan melebihi ekspektasi, ketika ada yang meremehkan kemudian bisa dipatahkan, ketika hal yang mengkhawatirkan menghantui selama seminggu kemarin bisa digantikan dengan hal yang melegakan.
Ada pelajaran yang bisa dipetik, ada banyak pihak yang mendukungmu secara tidak langsung, kamu tidak sendirian. Optimis dan jangan lupa berdoa, omongan orang yang jelek harus jadi pelecut biar lebih baik. Kerja sama itu penting pol rek, oh iya, juga jangan sepaneng dan terlalu banyak sambat. Nyatanya masih banyak orang lain yang lebih kesusahan tapi dia tetap bisa berdiri tanpa mengeluh ke sana-sini. Ada banyak pelajaran dari berbagai kebetulan dan keterpaksaan, Allah memberikan sesuatu yang dibutuhkan, bukan diinginkan :')
Rasanya sepanjang sore tadi pengen peluk orang satu-satu. Apalagi menilik dari yang sebelumnya, berasa sedang mati suri kemarin-kemarin itu. Masih ada 2 serial yang harus dilakukan lagi, semoga bisa semakin terharu dan bahagia.
Oh iya, ada satu hal lagi yang bikin bahagia.
"Ada satu manusya yang singgah sebentar dari kejauhan buat lihat diskusinya"
Setelah mengamati banyak orang yang hadir tadi, ada satu pertanyaan. Apakah orang yang memiliki minat yang sama pada suatu bidang itu mukanya mirip? Wkwk absurd!
Ya semoga di serial #2 dan #3 antusiasmenya meningkat dan lebih banyak yang hadir. Semoga manusya satu itu juga bisa ikut, nggak cuma numpang lewat doang hehe. Semoga saya bisa menge-love-love-kan jari sepanjang hari lagi.....
3 notes
·
View notes
Text
Sebenarnya ini berawal dari imajinasi dan khayalan di tengah kegabutan. Ini perihal barang dan seseorang. Rasanya lucu aja kalo besok pas nikah maharnya barang kesukaan calon suami wkwk.
"Saya terima nikahnya X dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu rak buku koleksi selama kuliah dibayar tunai"
Atau
"Saya terima nikahnya X dengan mas kawin medali emas kejuaraan atletik porsenigama dibayar tunai" (hah kok porsenigama wkwkwk)
Kemudian khayalan ini semakin menjalar ke mana-mana kemudian disadarkan akan kenyataan –bahwa sudah malam dan harus tidur, besok balik Jogja lagi.
1 note
·
View note
Text
Random thought again
Awalnya siang tadi kumpul litbang terus ngomongin jumlah sks dan ipk. Terus tiba-tiba kepikiran sama manusia-manusia yang dulu kusebut ambis. Dulu kesel banget ketika ada yang ngeluh kalo ip nya turun padahal tetep cumlaude, ngeluh kalau nilainya turun padahal turun 0.1, ya meski aku juga mementingkan nilai tapi nggak suka aja kalau ada yang ngumbar tentang hal itu.
Terus satu hal muncul di pikiranku. Kenapa aku kok bisa kesel ya sama mereka, kenapa ya mereka seolah-olah pamer dengan dalih sedih. Setelah itu mikir lagi, mungkin aja di balik semuanya ada usaha besar yang seringkali kita nggak tau. Justru malah kita menilai langsung dari bagian akhirnya. Mungkin di balik ngeluhnya turunnya nilai 0.1 itu ada pengorbanan baca jurnal setiap hari yang dibarengi sampe nggak tidur cukup. Mungkin di balik turunnya ip padahal tetep cumlaude itu ada komitmen tertentu yang udah disepakati baik itu sama diri sendiri, orang tua, atau pemberi beasiswa. Kita nggak tau proses tapi langsung melabeli bagian akhir itu, harusnya aku mikir hal bagus aja ya kan, jangan malah negative thinking kalo seolah-olah mereka pamer huhuhu.
Iya emang penting banget buat selalu berprasangka baik meski entah sebenarnya yang kita beri prasangka itu benar-benar baik atau enggak. Kan dengan berprasangka sama dengan berdoa dan berharap biar benar-benar baik hehe
1 note
·
View note
Text
Untuk pertama kalinya berat banget buat balik ke Jogja, bahkan dulu waktu pertama kali kuliah nggak seberat ini. Tiap minggu pulang ke rumah dan bolak-balik Jogja rasanya biasa aja. Tapi hari ini entah kenapa masih ingin berlama-lama di rumah. Alay banget sampe nangis dua kali sebelum berangkat, sampe kos eh nangis lagi, ini ngetik juga sambil nangis pula, di jalan pas motoran juga nangis tapi gara-gara mata kelilipan sampe berhenti di pinggir jalan wkwk. Bingung aja kenapa kok jadi se-sensitif ini. Tiba-tiba ngerasa kalo ada amanah besar dari bapak ibu yang ku emban sejauh ini ke Jogja, padahal udah tahun kedua kuliah tapi bener-bener baru kerasa sekarang. Tiba-tiba kepikiran kalo aku banyak ngabisin duit tapi belum bisa ngasih apa-apa. Tiba-tiba mikir kalo kemarin-kemarin kuliah masih ngambang dan malah mengalihkan diri ke kepanitiaan, organisasi, luntang-luntung sana-sini, buang-buang waktu. Tiba-tiba kepikiran omongan ibu dan merasa selama kuliah ini justru nggak seproduktif pas SMA.
Rasanya mau pulang lagi, mungkin juga efek homesick akibat liburan berkepanjangan kemarin, jadinya jiwanya masih di rumah. Belum juga sehari di Jogja tapi segera berharap biar cepet-cepet hari Jumat biar bisa pulang. Padahal minggu kemarin nggak sampe kayak gini :( ah why sedih banget...
Niatnya mau nulis ini habis maghrib tadi, tapi baru kesampean pas tengah malam. Emang ya tengah malam selalu pas buat mikir sana-sini. Ya lebih baik sekarang aku tidur daripada nangis nggak berhenti besok juga kelas pagi.
1 note
·
View note
Text
Random - midnight-thought
Bukankah sudah berulang kali kukatakan bahwa jangan pernah berharap sepenuhnya pada manusia. Taruh saja harapmu pada yang punya kuasa, tapi seringkali kau lupa. Masih saja kau gantungkan pengharapan pada makhluk yang sama saja berharap. Juga jangan pernah ada secuil iri di hatimu, itu meracunimu. Iri yang tertanam justru membuatmu tidak bersyukur. Semuanya sudah diatur dengan kadar yang pas, yang kau miliki belum tentu dimiliki yang lain, pun sebaliknya yang mereka miliki bisa saja tidak baik untuk juga kau miliki.
1 note
·
View note
Text
Kala itu ada tanya, aku memberi jawab
Bahwa tak ada alasan bagi seseorang untuk meletakkan hati
Kali ini aku yang memberi tanya
Apakah ada yang mengambil hati kembali, yang pernah diletakkan, itu tanpa ada alasan?
Jika ada, bolehkah aku bergabung dalam kelompok itu?
2 notes
·
View notes
Text
Maafkan aku yang meminjam namamu untuk kuperbincangkan dengan Tuhanku
Linimassa line
2 notes
·
View notes
Text
Rasanya aku ingin mundur saja, mengakhiri apa yang selama ini diperjuangkan. Nyatanya aku tidak banyak tau, masih sebatas permukaan yang amat sedikit untuk dapat dikatakan sebagai 'mengenal'. Kukira waktu itu, bertemu dengan sesosok manusia itu adalah suatu kebetulan yang nantinya akan menemukan suatu makna. Banyak kebetulan yang berakhir dengan banyak hal yang tidak disangka. Empat tahun pertahananku yang melewati batas idealis bahkan bisa diruntuhkan. Kemudian kubangun lagi imajinasi baru yang ternyata lebih idealis, lebih dari setahun hingga kini. Tapi nyatanya untuk mempertahankannya aku belum banyak memiliki kapasitas. Aku masih tertinggal jauuuuuh di belakangmu. Sepertinya sulit mengejar hingga paling tidak aku selangkah di belakangmu. Pemikiran berbeda, sudut pandang berbeda, mungkin juga prinsip yang berbeda. Katanya kalau berbeda itu saling melengkapi, tapi kali ini aku tidak setuju. Perbedaan akan banyak hal ini menciptakan sekat.
Ya rasanya akan lebih baik aku meruntuhkan kembali bangunan imajinasi idealisku, mundur sepertinya adalah pilihan yang tepat.
Absurd malam-malam, 4 Januari 2017
–l.p.n
2 notes
·
View notes
Text
Jika Kau Pulang
Saat nanti kau kembali Tengoklah tulisan tulisanku, Bacalah halaman puisi puisi itu, Pahamilah apa yang tak mampu kukatakan lewat bibir ini Tentangmu, tentang kita yang barangkali kau baru mengetahuinya.
Jika nanti kau merasa hilang, Resapilah makna yang kulantangkan lewat kata. Biarkan bait baitnya memelukmu, Menghangatkan suasanamu serta isi kepalamu Sebab seberapapun kecewanya diriku, Kau tetap alasan utamaku untuk menulis semua hal-hal yang kudapat saat bersamamu.
Jika kau butuh menghilangkan sedihmu Jangan sungkan, temuilah ruang-ruang kenangan kita Yang bersembunyi di balik kata-kata Sebab di sana kau menjadi orang nomor satu yang kubesarkan dengan segala rasa.
Jika kau pulang, Datang saja. Aku tak menghilang Jika tidak, Biarkan tulisanku menjadi satu satunya kejujuran yang kau baca Saat mulutku tak mampu mengutarakan semuanya.
—Indra. R
4 notes
·
View notes