Text
Waktu itu, seharusnya aku tak melabelimu sebagai seorang teman. Waktu itu, seharusnya tak kutanggapi kiriman postingan darimu atau komentar-komentarmu terhadap story sosial mediaku. Waktu itu, seharusnya aku tak usah kembali ke tempat itu meski aku teramat merindukan keberadaanku di sana, teman-teman tersayang, dan juga kamu :)
Memang sudah seharusnya aku melabelimu (juga ikhwan-ikhwan di luar sana) sebagai orang asing. Sebab sekali aku melabelimu berbeda, hatiku pun jadi ikut berubah. Juga perlakuanku yang tiba-tiba jadi mengistimewakanmu. Seolah kamu harus jadi orang pertama yang tahu hari-hariku sebelum yang lain.
Meskipun hati kita saling bertaut, jika Tuhan belum izinkan, maka kita tak jadi apa-apa selain dua insan yang terombang-ambing di tengah samudra, bingung menentukan ke mana arah kapal ini melaju.
Kita adalah sepasang ironi itu. Tak bisakah aku tak harus menunggu waktu memisahkan kita baru aku benar-benar bisa menganggapmu asing? :')
2 notes
·
View notes
Text
Salah satu tantangan bagi orang mukmin yang sedang mengerjakan ujian tema jatuh hati ialah bagaimana ia mengontrol dirinya di hadapan orang yang ia kagumi.
Tentunya kita sadar bahwa saat sedang dilanda asmara, emosi kita menjadi menggebu-gebu. Ada hasrat ingin diperhatikan olehnya, ingin si dia tau bahwa sebetulnya kita ini sedang memiliki perasaan khusus untuknya dan bahwa terbersit keinginan untuk memilikinya. Di satu sisi, kita pun sadar bahwa kita tidak boleh menampakkannya, harus bisa bersikap biasa saja seolah tak ada perasaan apa-apa dan tak menginginkan kehadiran dia di hidup kita.
Kadang, perasaan itu begitu membuncah sehingga kita jadi lupa dengan sekitar. Yang tadinya kita ingin bersikap sok cuek, jutek, biasa saja seolah menganggap ia hanya teman, tapi ketika kita berada di hadapannya, semuanya bubar jalan. Lalu kita pun jadi terbawa suasana.
Kembali lagi ke poin utama: mengontrol dan menjaga diri. Selalu aware dengan situasi dan kondisi sekitar. Sadar bahwa kita tak luput dari pengawasanNya. Sadar bahwa apapun yang kita lakukan, sekecil apapun itu, akan sangat bisa menjadi sumber fitnah bagi kita.
Perbanyak istighfar dan mengingat Allah ya. Semoga Allah selalu melindungi kita yang sedang terkena bara api asmara ini dari fitnah-fitnah keji dunia.
1 note
·
View note
Text
"Mbak, besok pas wisuda mau aku kasih apa?"
Mas, sesungguhnya inginku sangat banyak. Tapi aku tak akan memintanya begitu saja darimu. Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadapku dan aku tahu perasaanku sendiri terhadapmu. Oleh karenanya, aku tahu betul kamu akan kabulkan apapun yang kuminta.
Mas, seandainya kamu tahu bahwa kehadiranmu saja sudah cukup bagiku. Kamu boleh bawa apa saja jika tak enak hati dan aku akan terima dengan senang hati. Tapi aku tak akan meminta secara spesifik meski kamu menawarkan.
Mas, masa depan itu nggak ada yang tahu. Mungkin bagimu adalah "setidaknya aku pernah berjuang untuknya." Tapi bagiku bukan itu, Mas. Aku hanya tidak ingin salah satu dari kita berujung pada penyesalan atau tatapan nanar sembari mengenang kisah saat menatap barang itu.
Mas, sekali lagi aku tak akan minta apapun. Bahkan jika itu laki-laki lain yang menawarkan. Selagi bukan mahromku aku tak akan sembarangan meminta apapun.
Mas, pesanku cuma satu: jangan pernah meratukan akhwat manapun yang belum halal untukmu.
4 notes
·
View notes
Text
Pencapaian biasa menurut kita bisa jadi luar biasa menurut orang lain. Pekerjaan yang mudah bagi kita belum tentu mudah bagi orang lain. Semua orang berada di titik yang berbeda.
Oleh karena itu, jangan katakan: "masa gitu aja gak bisa? masa iya gak mampu? dlsb." Jangan mengukur orang lain dengan tolak ukur kita sendiri.
Belajar itu seumur hidup. Tak melulu soal ilmu pengetahuan, belajar memahami dan memahamkan orang lain juga menjadi hal yang mesti kita kuasai.
Cianjur, 6824.1947.
122 notes
·
View notes
Text
Kalau lagi gabut suka iseng nyari kata-kata di Al-Qur'an. Suatu hari nemu potongan ayat menarik.
"Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat."
Al-Furqan (25) : 20
Kesan pertama saat bacanya tuh merasa tersentuh, karena ditanya, "maukah kamu bersabar?" meanwhile di ayat lain justru biasanya berbentuk perintah. Udah gitu, dikasih tau kalau kita tuh dilihat dan dinilai ketika sedang bersabar.
Kesan keduanya adalah, ayat ini aneh. Aneh karena maknanya tidak lazim dan harus dipikirin beberapa kali buat nemu the next wow. Perhatiin deh kalimatnya. Normalnya yang disuruh bersabar kan yang diuji ya, tapi ini malah "kamu" sebagai cobaan yang harus bersabar.
Kalimatnya kalau normal bakalan gini,
"Dan Kami jadikan sebagian yang lain sebagai cobaan bagi sebagian dari kamu. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat."
Nah ayat itu justru memposisikan "kamu" sebagai ujian bagi orang lain. Keren kan point of view-nya? Jadi sabar tuh bukan cuma ketika diuji, melainkan:
Maukah bersabar juga ketika kita dipakai Allah untuk menguji orang lain?
Maukah sabar dalam menumbuhkan dan memelihara awareness, mengenal diri, dan memperbaiki diri ketika kita menjadi ujian bagi orang lain?
Harus ngeh juga kok bisa kita jadi ujian untuk orang lain?
Maukah bersabar agar tidak menjadi ujian bagi orang lain?
Ayat ini menunjukkan bahwa ujian dalam hidup sering datang melalui interaksi kita dengan orang lain, bisa berupa konflik, perbedaan pendapat, atau tantangan dalam hubungan sosial.
Di sini ada dualitas ujian dalam hubungan sosial yang menekankan bahwa semua orang adalah bagian dari ujian bagi orang lain. Secara nggak langsung ayat ini mengingatkan kita supaya nggak hanya melihat diri kita sebagai korban cobaan, tetapi juga untuk reflektif terhadap bagaimana tindakan kita bisa menjadi ujian bagi orang lain.
Dalam konteks ini, hubungan sosial bersifat dua arah di mana kita berinteraksi dan saling mempengaruhi. Misalnya, kita mungkin menghadapi kesabaran ketika berhadapan dengan orang yang pemarah, sementara orang pemarah tersebut juga sedang diuji untuk belajar mengendalikan emosinya.
Refleksi Diri dan Empati
Memahami bahwa kita bisa menjadi sumber ujian bagi orang lain mendorong kita untuk introspeksi dan mengembangkan empati. Kita perlu menyadari tindakan, kata-kata, dan sikap kita karena itu bisa menjadi tantangan atau cobaan bagi orang lain. Ini mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam perilaku kita sehari-hari.
Pembelajaran dan Pertumbuhan Bersama
Kesalingan dalam ujian membuka ruang bertumbuh bersama. Ketika kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari ujian bagi orang lain, kita dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan tersebut. Misalnya, dalam sebuah keluarga atau komunitas, kita memahami mana "red button" atau hal-hal yang dapat melukai ego orang lain, sehingga lebih mengolah komunikasi menjadi lebih efektif dan membangun level pemahaman serta memperluas pengertian bersama.
Peran dalam Pembentukan Karakter
Ujian yang kita berikan dan terima dari orang lain berperan penting dalam pembentukan karakter kita. Dengan proses ini, kita belajar tentang kesabaran, toleransi, pengendalian diri, dan nilai-nilai positif lainnya. Dengan menyadari peran kita dalam ujian sosial, kita dapat lebih fokus pada pengembangan karakter yang positif dan konstruktif. Perspektif ini bisa menumbuhkan rasa saling menghormati dan mengurangi egoisme dalam interaksi sosial.
"Maukah kamu bersabar?"
Dengan menanyakan "Maukah kamu bersabar?", Allah memberikan kebebasan dan tanggung jawab kepada manusia untuk memilih bagaimana mereka akan merespons cobaan. Ini menunjukkan bahwa kesabaran bukan sesuatu yang dipaksakan, tetapi sebuah pilihan yang harus diambil secara sadar dan sukarela oleh individu.
Pertanyaan ini juga mengajak kita untuk secara aktif merenungkan dan menyadari situasi yang kita hadapi. Ini memaksa kita untuk berhenti sejenak dan mempertimbangkan sikap kita (baik ketika diuji maupun ketika kita yang menjadi ujian) daripada bereaksi secara impulsif atau tanpa berpikir panjang.
Dengan menawarkan pilihan untuk bersabar, ayat ini juga menekankan bahwa kesabaran adalah kualitas yang harus dikembangkan. Ini bukan cuma tentang menahan diri dalam situasi sulit, tetapi juga tentang membangun karakter dan ketahanan batin. Kesabaran menjadi sebuah latihan spiritual dan moral yang membantu kita tumbuh sebagai individu.
Kalimat tanya ini juga mengimplikasikan bahwa kesabaran memiliki nilai tinggi dan layak diperjuangkan. Dengan memilih untuk bersabar, seseorang menunjukkan kepercayaan kepada Allah. Inilah adalah sikap yang diharapkan dan dihargai oleh-Nya. Selain itu, kalimatnya menunjukkan hubungan dialogis antara manusia dan Allah. Allah nggak cuma memerintahkan, tapi juga ngajak kita untuk berpikir dan memilih. Begitu dinamis dan interaktif, kan?
Dengan menyadari bahwa kesabaran adalah sebuah pilihan dalam menghadapi ujian, kita juga lebih sadar akan maksud Allah menguji dan sifat sementara dari ujian itu sendiri. Ini bisa membantu kita melihat cobaan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang seperti maunya Allah, daripada hanya sebagai penderitaan yang harus ditanggung.
"Dan Tuhanmu Maha Melihat."
Ini another subhanallah lagi sih. Liat deh peralihan kata ganti dari sebelumnya "Kami" menjadi "Tuhanmu."
Kalau dalam istilah kebahasaan, ada yang namanya Pluralis Majestatis, yang berarti penggunaan bentuk jamak untuk menunjukkan keagungan dan kebesaran. Contohnya banyak dalam banyak teks keagamaan, termasuk di Al-Qur'an saat Allah menggunakan diksi "Kami".
Peralihan ke "Tuhanmu" di akhir ayat ngasih sentuhan yang lebih personal dan nunjukin kedekatan emosional. Ketika menguji, Allah dengan diksi "Kami"-nya mengirimkan 'aparatur kerajaan-Nya'. Namun Dia langsung mengawasi dalam rangka menjalankan kedudukan-Nya sebagai Rabb. Ini menekankan hubungan langsung antara Rabb dan hamba-Nya.
Dengan menyebut "Tuhanmu Maha Melihat" juga, ayat ini ngasih tau bahwa segala ujian dan cobaan yang dialami manusia ada dalam pengawasan Allah langsung. Yang dengannya dapat memberikan rasa ketenangan dan keadilan, karena mengetahui bahwa tidak ada yang terjadi di luar pengetahuan Allah. Kek, Allah tuh bukannya gak tau kita kesusahan. Kalau kata Pastor Raguel Lewi,
"Hanya karena kita tidak melihat, bukan berarti Dia diam dan tidak bekerja."
Ini juga memperkuat pesan bahwa meskipun Allah mengatur segala sesuatu di alam semesta, Allah juga memiliki perhatian khusus terhadap setiap individu. Allah sangat dekat dan peduli terhadap setiap detail kehidupan kita, termasuk cobaan yang kita hadapi.
Sebagai penutup, gaya bahasa dalam ayat ini membantu memperkuat pesan tentang ujian dan kesabaran. Maha Benar Allah atas segala firman-Nya.
— Giza, menebak dan menanti ayat mana lagi yang akan Allah pertemukan dengannya untuk dielaborasi seperti ini?
256 notes
·
View notes
Text
Keep dulu buat pankapann
Disimpan untuk nanti:)
*Goals : tau mau dibawa kemana rumah tangga*
🌼Kenapa milih aku sebagai pasangan yg potensial?
🌼Visi misi pernikahan
🌼Rumah tangga seperti apa yang ingin dibangun nanti
🌼Sholat subuh berjamaah di masjid?
🌼Tau hak kewajiban suami istri?
🌼Pembagian pekerjaan rumah tangga
🌼Seberapa besar keinginan untuk terus belajar dalam rumah tangga
🌼Ngaji atau engga? Seminggu berapa kali?
🌼_*Kalau ga ngaji*_, apakah bersedia ikut pengajian intensif seperti liqo atau majelis?
🌼Punya murabbi/ustad atau engga?
🌼Keberatan ga kalau aku mau ada taklim/sharing agama dirumah tiap abis sholat subuh/magrib misalnya (cuma keluarga inti)?
🌼Keberatan ga kalau ibadah sunnah jadi ibadah wajib (ex. Tahajud, dhuha)?
*Goals : tau pola pikir dan pola asuh calon*
🌼Pendapat mas tentang papanya mas orangnya gimana?
🌼Pendapat mas tentang mamanya mas orangnya gimana?
🌼Hubungan mas sama papa dan mama?
🌼Pola asuh mas di keluarga seperti apa
🌼Kebiasaan dan tradisi didalam keluarga mas?
🌼Harapan mas setelah punya istri itu apa?
🌼Bagaimana manajemen untuk kunjungan silaturahim kepada orang tua kedua belah pihak?
*Goals : Mental illness*
🌼Apa yang mas tau tentang sakit mental
🌼Punya riwayat sakit mental ga
🌼Keluarga ada yg punya riwayat sakit mental ga
🌼Sakit apa? Apakah sudah dalam tahap pengobatan? Apakah sudah sembuh?
*Goals : Financial*
🌼Arti harta menurut mas?
🌼Pendapatan dari satu pintu atau ada usaha lain?
🌼Kerja dimana dan nominalnya berapa?
🌼 *_Misal pendapatannya dibawah UMR_* Menurut kamu mas, uang segitu cukup gak buat keperluan berdua
🌼Ada tabungan atau engga
🌼Ada kemungkinan di PHK/pensiun dini/pindah kerja?
🌼Ada kemungkinan turunnya pendapatan ga?
🌼Investasi harta kemana aja biasanya?
🌼Planning pengembangan financial kedepannya seperti apa?
🌼Biasanya pendapatannya digunakan untuk apa aja?
🌼Punya hutang/cicilan atau tidak? Berapa? Bagaimana rencana melunasinya?
🌼Istri boleh kerja atau tidak?
🌼Aku kan kerja ya, punya penghasilan sendiri. Itu gimana? Ngerasa keberatan ga? Dan ada perasaan minder ga kalau istri punya pendapatan?
🌼 *_Kalau ga keberatan_* , alokasi pendapatan aku buat apa? untuk keperluan aku pribadi atau untuk bantu kamu dalam perekonomian keluarga?
🌼Pengelolaan keuangan siapa yang pegang nanti?
🌼Masih punya tanggungan keluarga yg dibiayai?
🌼Pembagian keuangan antara kita, orangtua dan mertua?
🌼Tempat tinggal ikut orangtua atau kontrak?
🌼Kamu tau aku saat ini ada cicilan rumah, tapi rumah itu niatnya mau aku berikan untuk orangtua, kalau semisal kita tinggal kontrak memungkinkan ga kira2?
🌼Kalau kita tinggal misah, adakah keluarga yg mau diajak tinggal bareng sama kita?
🌼Kalau semisal antara aku dengan bapak/keluarga kamu ada masalah, gimana cara kamu melerainya?
🌼Kalau aku, aku mau konsep hubungan yg dibangun kaya organisasi, ada dimana kita harus ngerumusin apa yg harus kita lakukan, apa yg perlu dievaluasi perberapa bulan sekali, dan ada laporan keuangan bulanan juga supaya ga ada negatif thinking dengan anggapan "istri boros", kira2 berkenan ga?
*Goals : Konsep pernikahan*
🌼Niatnya mau nikah kapan? Harus nunggu selesai kuliah atau gimana?
🌼Konsep pernikahannya seperti apa? Mewah atau sederhana? Dengan adat tradisional lengkap atau engga? Budgetnya berapa?
🌼Kalau ada niat menikah dalam waktu dekat, jujur aku gapunya banyak tabungan. Karena tabungan kemarin banyak terpakai untuk DP rumah.. Untuk biaya resepsi dan akadnya nanti gimana?
🌼Punya riwayat penyakit ga?
*Goals : Kehangatan dalam hubungan*
🌼Kemampuan mas dalam menghandle emosi udah sejauh mana? Mas emosian atau engga?
🌼Kalau marah gimana? Maunya diapain? Redanya gimana?
🌼Biasanya kalau ada waktu luang, mas ngapain?
🌼Gimana cara mas menyelesaikan masalah?
🌼Gimana cara mas mengambil keputusan?
🌼Kelebihan dan kekurangan mas
🌼Tingkat cemburu 1-10?
🌼Punya mantan atau engga?
🌼Punya teman/sahabat dari lawan jenis ga?
🌼Gimana kalau mantan menghubungi kembali?
🌼Gimana kalau ada teman lawan jenis yg ngajak bertemu berdua aja?
🌼Gimana kalau salah satu dari kita berselingkuh?
*Goals : Arah pengasuhan anak*
🌼Mau punya anak atau tidak? Berapa?
🌼Mau ada program KB atau engga
🌼Pentingkah jenis kelamin anak?
🌼Pola asuh yang ingin mas terapkan ketika punya anak nanti
🌼Kalau udh punya anak, istri boleh kerja ga?
🌼Kalau istri kerja, yg momong anak siapa?
🌼Gimana kalau Allah tidak takdirkan untuk punya keturunan? Solusinya apa?
🌼Adakah niat adopsi?
🌼Apakah ada keinginan poligami?
*Goals : Orientasi Seksual*
🌼Seberapa penting peran seks dalam sebuah pernikahan menurut mas
🌼Ada riwayat penyakit menular seksual ga
🌼Ada masalah kebersihan seperti jamur/bakteri di organ intim ga
🌼Gimana cara mas mempersetubuhi pasangan nanti? (karena ada yg dengan kasar, dijambak, blm basah langsung masuk, udah selesainya pada lecet merah2 dan perih)
🌼Definisikan pelecehan mental, verbal, dan emosional
383 notes
·
View notes
Text
Dear kepingan puzzle-ku
entah siapapun dan di manapun kamu sekarang...
I'd like to tell you something in advance, ya. Mungkin kamu mengenalku sebagai sosok yang periang, peduli dengan sekitar, dan sebagainya. Tapi di balik itu semua, aku ini adalah gadis yang hatinya pernah terluka karena seseorang. Meskipun lukanya telah kering, sampai sekarang bekasnya masih nyata adanya.
Aku paham tidak semua orang suka dengan luka, pun bisa menerima orang dengan bekas luka sepertiku. Aku paham betul dan tidak akan memaksamu untuk menerimaku seutuhnya. Sebab bagaimanapun ini adalah persoalan "aku dan lukaku", kan? :) Tapi, jika kamu benar-benar menginginkanku sebagai teman seperjalananmu sampai maut memisahkan, aku hanya ingin meminta satu hal padamu jika waktunya tiba:
"Tolong yakinkan aku. Yakinkan aku bahwa kamu akan selalu menggenggam tanganku sepenuh hatimu."
Untuk saat ini, kita sibukkan diri dengan urusan masing-masing sembari mempersiapkan diri, ya. Aku pun tengah berusaha kembali menata hati, sembuhkan segala macam persoalan diri, dan menyatukan kepingan-kepingan puzzle-ku lainnya.
See you soon, kepingan puzzle-ku. Sampai bertemu di persimpangan cerita kita ^^
6 notes
·
View notes
Text
Recently spell of mine:
"Jika tidak bisa mengendalikan situasi yang ada, cobalah berdamai dan beradaptasi dengan situasi itu."
0 notes
Text
- Roller Coaster -
Kamu tahu persis, bukan, kalau hidup dan serentetan peristiwa yang terlibat itu seperti roller coaster?
Saat pertama kali menaikinya, kecepatan wahana itu begitu pelan sehingga kita bisa menikmati momen untuk mencapai puncak dan sejenak melihat pemandangan indah di bawah kita. Yah, itu baru 1 puncak di antara puncak-puncak trek itu. Setelahnya kita tahu apa yang terjadi: dijungkirbalikkan, bergantian berada di atas dan bawah.
Ya, hidup juga seperti itu. Awalnya kita sangat bersemangat untuk mencapai puncak pertama dalam hidup kita. Tanpa tahu apa yang sedang menghadang kita. Tanpa tahu bahwa setelahnya kita akan berjumpa dengan lembah-lembah curam yang mungkin akan membuat kita putus asa untuk mencapai puncak berikutnya.
Tapi, jangan menyerah yaa. Seperti permainan roller coaster, pada akhirnya kita akan tiba di garis akhir, kan? Kita hanya perlu bersabar mengikuti alur yang akan menguji level kita. Tak peduli berapa banyak lagi puncak yang harus didaki dan lembah curam yang harus dilewati. Pada akhirnya kita akan tiba di tujuan kita dengan selamat. Saat itu tiba, pastikan kita menoleh ke belakang, melihat kembali potongan-potongan puzzle kita dengan senyum puas dan penuh rasa syukur.
4 notes
·
View notes
Text
- Pulang -
Aku percaya hidup terlalu remeh untuk sekadar dimaknai sebagai media kita untuk bernapas, makan, mengerjakan tugas, dan aktivitas-aktivitas manusiawi lainnya. Hidup juga terlalu remeh untuk dimaknai sebagai platform kita untuk melanjutkan hidup setelah kita secara sengaja dibentuk dan dilahirkan ke dunia yang fana nan rumit ini.
Kita hidup di dunia ini untuk mencari makna-makna implisit lain yang telah diselipkan Tuhan. Hidup adalah persoalan mencari jati diri. Beberapa orang menemukannya dengan mudah dan mulus, seolah jati diri mereka sudah muncul semenjak mereka berhasil mengembuskan napas pertama mereka ke dunia. Untuk beberapa lainnya, pencarian jati diri merupakan sebuah petualangan yang melibatkan serangkaian peristiwa pahit dan getir dalam kehidupan ini.
Lebih dari itu, hidup juga persoalan mencari jalan pulang. Ke pelukan hangat ibu dan ayah. Ke tempat di mana kita dapat mencurahkan berbagai emosi dan versi diri kita dengan bebas dan nyaman. Ke sebuah rumah yang penuh canda tawa dan orang-orang terkasih. Sebuah rumah yang membuat kita tak ingin pergi lagi karena kehadiran mereka membuat kita lebih hidup, menjadi manusia yang lebih baik lagi dan penuh cinta.
Teruntuk para manusia yang kembali mengembara dan mencari lagi makna kehangatan dan rumah cinta yang sesungguhnya, semoga kalian segera menemukan apa yang kalian cari dan pulang ke rumah kalian sesungguhnya.
4 notes
·
View notes
Text
Kepada diri yang tak mudah mengeluh, selalu berusaha membagi waktu antara kegiatan satu dengan kegiatan lainnya, dan selalu berusaha melaksanakan apa-apa yang telah di-iya-kannya baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.
Berusaha untuk tetap melaksanakan sekian banyak tanggung jawab dalam waktu 24 jam sangat melelahkan, bukan? Bahkan rasanya kurang. Rasanya seperti ditarik-tarik kian kemari. Lelah, tapi itulah konsekuensi dari setiap "iya" dan "insyaAllah"-mu.
Kuucapkan beribu-ribu terima kasih dan ucapan bangga tiada henti padamu. Terima kasih karena telah berusaha menampilkan versi terbaikmu di hadapan orang-orang. Bukan untuk riya' tentu saja. Bukan juga untuk disanjung. Niat tulusmu telah membantu meringankan beban orang lain, tak peduli sebanyak atau sesedikit apapun itu.
Terima kasih sudah bertahan sampai detik ini. Terima kasih untuk tetap tegar diterpa badai kritik dan hal-hal negatif lainnya.
Terima kasih untuk tetap tersenyum dan tetap berdiri tegak menantang matahari meski kelopak matamu meminta untuk terpejam dan tubuh lunglaimu tak bisa berdusta.
*jangan lupa beristirahat dan jaga kesehatan yaa. Dirimu sendiri adalah hal pertama yang kau "iya"-kan semenjak ruhmu ditiupkan ke dalam jasadmu. Dirimu adalah tanggung jawabmu juga.
2 notes
·
View notes
Text
Hai, diri.
Pekarangan tetangga terlihat lebih hijau dan segar, ya? Yaa mungkin karena ia pandai merawat tanaman-tanamannya dengan penuh cinta. Tak usah malu jika pekaranganmu tidak seperti itu. Berhentilah melongok dan membandingkannya dengan pekaranganmu. Sekarang mulailah bertanya pada tetanggamu perihal resep rahasia yang ia gunakan untuk merawat tanaman-tanamannya.
Hai, diri.
Mungkin pekaranganmu belum sehijau miliknya. Tapi itu bukan berarti kamu dapat menjadikannya alasan untuk terus belajar dan berkembang lebih baik, kan?
Berhentilah membuat-buat alasan untuk menutupi ketidakmampuanmu hanya karena engkau belum sepandai dirinya yang mampu membuat pekarangannya tampak hidup. Aku yakin kamu pasti bisa juga. Mungkin tidak seperti miliknya. Tapi tak masalah bagiku. Yang terpenting, kamu mampu membuat pekaranganmu hijau dan segar menurut versimu sendiri.
2 notes
·
View notes
Text
Pada dasarnya manusia itu egois; mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri. Selalu saja berpikiran bahwa diri mereka wajib didahulukan. Seringkali manusia-manusia egois alpa bahwa manusia lain pun juga berhak mendapatkan apa yang sepantasnya mereka dapatkan. Mereka juga berhak untuk diperlakukan baik, diperlakukan sebagaimana mestinya manusia-manusia egois itu memperlakukan diri mereka sendiri.
Sayangnya, dunia ini semakin diisi oleh manusia-manusia egois yang tampaknya sudah tidak peduli kiri kanannya. Tidak peduli kabar tetangga 5 meter dari rumah, tidak peduli terhadap sesama anggota keluarganya.
4 notes
·
View notes
Text
it's weird, isn't it
feeling guilty: for being sad when i'm supposed to be happy,
and for being happy when i feel not okay
5 notes
·
View notes
Text
Why is it always me who in the "i am fine and happy for you two" situation most of the time?
Fine and happy?
Stop talking nonsense, hun. You're actually NOT!
1 note
·
View note
Text
[Who am I now?] Membandingkan diri versi 5 tahun lalu dengan sekarang
Katanya, daripada membandingkan diri dengan orang lain, lebih baik membandingkan diri dengan diri kita sendiri di masa lalu. Sudahkah menjadi lebih baik, atau malah menjadi lebih buruk? Tapi, mau jadi lebih baik atau sebaliknya, at least ada perubahan yang dapat dilihat. Aku sih paling takut kalau masih stuck begitu-begitu saja alias tidak ada perubahan berarti.
Ok, here's the life update.
Orang-orang yang mengenalku 5 tahun lalu kebelakang alias jaman-jaman SMP dan SMA, pasti mendefinisikanku sebagai orang yang galak, judes binti jutek, dan moody parah. Bahkan dulu aku punya julukan sebagai bendahara galak. Wkwkwk. Banyak yang menasehatiku untuk mengurangi tingkat kegalakanku yang udah setara sama anjing penjaga kompleks (eh, nggaklah!), menuntutku untuk lebih bersabar dan nggak mood-moodan.
Hey! Ngomong sih gampang! Pelaksanaannya nggak semudah itu ya! Memangnya siapa yang bisa menjadi orang penyabar secepat dia bilang "sabar"?! -Me, 5 years ago
But, honestly 5 years ago I didn't know well about myself. I didn't know who I am. Nggak tau caranya mengelola emosi dengan baik dan menyalurkannya dengan benar. Bahkan semua nasehat untuk membuatku menjadi lebih sabar dan nggak galak itu cuma angin lalu yang bikin aku tambah bingung. Jadi, kalau aku mau marah, ya marah aja. Kalau mau sedih, ya sedih aja. Seneng ya seneng aja. Kayak ngga ada yang kutahan-tahan meskipun moodku udah kayak roller coaster pukulan berapi menyakitkan yang ada di Bikini Bottom. I let anyone knew that I was such an emotional and expressive girl. I let them knew what I felt through my face and how I talked. That was me and I was proud of myself.
2019. Memasuki era kuliah yang mana lebih banyak orang asing yang akan ku kenal dan masuk ke hidupku tidak semerta-merta menjadikanku menjadi orang yang berbeda. Aku masih menjadi orang yang galak dan moody tapiiii ... lebih pendiam dari sebelumnya. Hanya bersama orang-orang yang kupercaya saja aku bisa menjadi 'aku' yang lain.
Pandemi Covid-19 datang tidak hanya membawa bibit penyakit tapi juga membawa banyak perubahan dalam hidupku. It's such a blessing in disguise, I think. Karena tidak bisa kemana-mana dan tidak bebas bertemu siapapun, mau tidak mau aku hanya menghabiskan hari-hariku bertemu dengan kedua orang tuaku dan aku sendiri terutama. Hal ini yang menjadikanku lebih banyak berdialog dengan diri sendiri. Susah, senang dan stress dihadapi sendiri. Well, ternyata nggak buruk juga, ya? Aku jadi lebih mengenal diri sendiri, seperti apa aku dan apa mauku. Di titik ini, aku masih merasa nggak ada perubahan berarti. Aku merasa masih stuck menjadi orang yang sama dengan diriku beberapa tahun silam.
2021. Untuk pertama kalinya aku bertemu orang-orang baru secara tatap muka. Ada rasa nggak nyaman karena pada dasarnya aku nggak kenal mereka semua. Apa yang kau harapkan dari seorang introvert?! Hahahah. Hal ini membuatku lebih menutup diri dan mempertebal topengku pada awalnya. Tapi lama-lama luntur juga. Mereka adalah orang-orang yang asyik dan menyenangkan. Well, inilah awal aku berjumpa dengan diriku yang baru.
Nggak kusangka aku meninggalkan impresi yang berbeda dari diriku 5 tahun lalu. Aku yang galak, yang moody parah, yang judes binti jutek udah nggak ada lagi. Nggak tau hilang kemana. Orang-orang di sekitarku sekarang melabeliku dengan label berbeda: aku yang sabar, nggak pernah marah walau digodain separah apapun, lebih bisa menerima banyak hal, lebih mudah berlapang dada. Alhamdulillaah, maasyaAllah tabarakallah.
Tentu saja menerima aku yang baru ini nggak mudah. Aku sendiri nggak sadar akan prosesnya. Tau-tau aku sudah berubah kayak power ranger pink. Banyak bingungnya, banyak nggak terimanya. Tapi perlahan aku sadar dan mengikhlaskan (dan harus diikhlaskan sih) bahwa diriku yang lama sudah memudar. Bahwa itulah proses perubahan dan penerimaan diri. Bersyukur sih, karena prosesnya berjalan natural dan nggak kupaksa-paksa. Aku sangat berterima kasih pada orang-orang hadir ke dalam hidupku entah itu 5 tahun lalu atau sekarang, yang telah memberikan pendapat dan masukan sehingga aku bisa berkaca pada diri sendiri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
-15 Mei 2023
1 note
·
View note
Text
Mengendarai Hidup
Hidup itu kayak lagi nyetir kendaraan. Kita sebagai pengendara harus tahu tujuan akhir kita. Meskipun ada GPS, Google Maps, dan teknologi canggih lainnya, tetap aja kita nggak tahu sesulit apa medan yang akan kita lalu. Syukur-syukur semulus jalan tol.
Yang jelas, kita punya kontrol penuh atas kendaraan yang kita bawa. Toh, jalan juga ngga melulu lancar jaya dan lurus-lurus aja. Ada saat kita harus berbelok dan putar balik. Ngegas dan ngerem pun juga ga bisa asal-asalan. Harus naik/turun secara perlahan dan stabil. Nginjak pedalnya juga ga bisa dadakan, kan? Salah-salah malah bikin kita terluka.
Untuk mencapai tujuan akhir sebenarnya ngga perlu ngoyo alias kerja rodi alias gas ngeng dengan kecepatan penuh sejak awal. Rambu-rambu di jalan ibarat teman-teman dan support system kita yang selalu setia ngasih perhatian supaya kita selalu hati-hati, ngasih tau kita kapan kita butuh berhenti atau jalan pelan-pelan.
Sering juga kita menemui dengan pengendara lain yang entah kebetulan hanya berpapasan atau satu tujuan dengan kita. Semuanya berjalan dengan kecepatan masing-masing dan kita ngga perlu merasa tertinggal. Kapasitas kendaraan yang dimiliki kan juga berbeda-beda dan sudah disesuaikan dengan kapasitas diri kita.
Kadang ada juga beberapa pengendara lain yang cukup menguji kesabaran kita. Ya sabar aja dan pintar-pintar memilih mana yang sebaiknya kita hindari. Cukup fokus hingga tujuan akhir.
20 notes
·
View notes