Text
Aku Juga Mau
Saat aku kecil dulu, aku memimpikan diriku untuk segera menjadi dewasa. Namun, kini saat aku telah tumbuh menjadi seorang yang secara "lahir" dewasa, aku malah menginginkan untuk menjadi anak kecil kembali. Karena kehidupanku yang diaangap dewasa ini, tidak seperti mimpi kecilku kala itu.
Bagiku, menjadi dewasa hanyalah menambah tanggungjawab untuk diri sendiri. Aku tak bisa melakukan apapun sesuka hati lagi. Aku harus memikirkan setiap langkah dan pilihan yang akan ku ambil.
Kadang saat aku sendiri, aku merenung. Aku juga mau hidup seperti teman-temanku yang lain. Aku juga mau punya jalan cerita seperti kebanyakan teman sebayaku. Sekolah - lulus - kerja - menikah - punya anak - menua - dan pada akhirnya meninggal. Aku juga mau punya alur cerita hidup seperti itu. Namun sayang langkahku kini sedang terhenti. Sudah 1.5 tahun aku menjadi seorang pengangguran. Jangankan untuk menikah, mencari pekerjaan saja saat ini aku masih kesusahan.
Aku juga mau seperti teman-teman perempuanku yang kini segala kebutuhannya sudah ditanggung oleh sosok orang yang disebut suami. Ahh, aku pikir dulu aku akan menikah saat usiaku menginjak seperempat abad. Ternyata kenyataannya langkah aku mungkin masih jauh dari tangga pernikahan. Atau mungkin Allah sudah menuliskan aku untuk tidak menikah?
Kadang aku lelah dan capek, terus mengasumsikan diriku dengan pikiran yang negatif. Apakah Allah telah melupakan kehadiran aku di dunia ini? Sehingga aku merasa diriku hanyalah seonggok sampah yang sudah lama berada dipenampungan tapi tak kunjung diangkut?
Allah, aku juga mau hidup seperti orang lain. Punya pekerjaan, lalu menikah, punya suami yang bertanggungjawab, punya anak dan rumah, menua dan meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Tapi kenapa sekarang semuanya terasa berat? Apa ibadahku masih salah ya Allah? Allah, aku lelah hidup seorang diri. Allah, aku juga mau seperti mereka.
5 notes
·
View notes
Text
Assalamualaikum tumblr...
Sudah lama sekali rasanya aku tidak mencoret coret disini. Oya biar jadi jejak memori, ini langit sore hari ini. Alhamdulillah masih cerah, semoga bisa secarah masa depanku.
Sebelum menulis panjang lebar, aku mau mengucapkan selamat mengulang tanggal dan bulan lahir untuk diriku. Tepat hari ini usia aku 27th. Usia yang mungkin sudah sepatutnya untuk berumah tangga hehe. Tapi apalah daya, Allah dan takdir masih menginginkan aku untuk berjuang sendiri lagi.
Jadi kali ini aku ingin mengulas perjalanan aku selama setahun yang lalu.
Bagiku usia 26 kemarin adalah usia terberat yang pernah aku rasain. Aku menganggur selama setahun, tidak ada pemasukan tapi pengeluaran terus jalan. Udah begitu hidup dikampung itu gak mudah guys, saat gadis-gadis yang selisih usianya 4-5 tahun dibawah aku sudah menikah, aku selalu dipertanyakan kapan aku menikah oleh tetangga. Aku sih sebenernya santai aja responnya. Hanya saja aku tahu diusiaku yang terus berkurang, usia ibu-bapakku juga akan berkurang. Aku sedih aja belum bisa bahagiain mereka. Whatever, jodohku ada ditangan Allah.
Satu hal yang mungkin tak akan bisa aku lupa di usiaku yang ke 26 dan tahun 2020. Aku kehilangan sosok dosen yang sudah seperti orangtua ku. Pak Memen, ya beliau orang yang begitu baik banget banget ke aku selama aku di kampus. Kurang lebih hampir 8 tahun aku dibimbing beliau tak sekalipun beliau marah ke aku. Pokoknya kalau mengingat beliau, aku hanya ingat beliu sosok dosen yang baik, ramah, dan sabar. Ternyata Allah samgat sayang kepada almarhum. Semoga kebaikan beliau ke aku dan teman-teman yang lain ini bisa menjadi amal shaleh. Biar selalu aku ingat, beliau meninggal di hari Kamis, 22 April 2020. Rasanya kalau lagi ingat beliau itu sedih, pengen nangis dan suka bertanya-tanya sendiri, sekiranya kapan Allah mempertemukan aku dengan sosok orang yang sebaik beliau. Semoga Allah menjagamu pak di alam barzakh. Al-Fatihah
Usia 27 tahun. Harapanku tak tinggi-tinggi. Harapan pertama, aku hanya ingin pandemi ini berlalu dan aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan aku sebelumnya. Baik dapam hal salary, lingkungan, lokasi dan pekerjaannya.
Harapan kedua, aku ingin cita-cita aku menjadi ibu rumah tangga dan istri bisa terwujud di tahun ini. Aku begitu berharap, aku bisa dikirimkan jodoh oleh Allah seorang laki-laki yang sholeh, selalu sholat tepat waktu, gemar baca al-quran, sayang ke aku dan ibu bapakku, tidak merokok, bertanggungjawab, jujur, setia dan smart. Kebanyakan yah kriterianya? Ah menurutku enggak. Karena menikah itu kan buat menjalani hidup bersama sampai syurga-Nya Allah, makanya harus nyari orang yang mau diajak bertumbuh bareng, mau diajak buat sama-sama belajar tentang kehidupan dunia dan akhirat. Kalau nikah karena tuntutan usia aja bagiku kurang tepat alasannya.
Harapan ketiga, aku berharap Allah menberikan kesehatan untuk aku, ibu-bapakku, keluargaku supaya saat aku menikah nanti aku masih bosa melihat senyum mereka.
Mungkin tiga itu aja harapan aku. Semoga harapan itu berjalan beriringan dan bertemu dengan kehendak Allah sehingga ketiganya bisa terwujud. Aamiin yarabbalalamin.
Sabtu, 23.01.2021
1 note
·
View note
Text
Lebaran kali ini berbeda. Bukan hanya karena lebaran ini dirayakan disaat pandemi Covid-19, tapi ada sesuatu yang berbeda dari aku sendiri.
Di lebaran kali ini, aku masih menjadi pengangguran. Harusnya aku menyambut lebaran ini dengan suka cita, tapi malang, suasana hatiku tak mendukung untuk melakukan itu.
Aku tahu ini salah saat aku tak bisa meminta maaf dengan tulus kepada ibu dan bapakku. Bahkan aku mengabaikan permintaan maaf mereka. Aku tahu, Allah membenci hal ini. Tapi aku sedang menginginkan kedamaian untuk diriku sendiri, aku sedang belajar untuk berdamai dulu dengan diriku sebelum aku bisa berdamai dengan orangtuaku.
Mungkin semua ini butuh waktu. Entah sampai kapan, aku tak tahu. Yang pasti aku tak ingin menyakiti diriku lagi. Aku memang salah pada orangtuaku, tapi Allah, biarlah kali ini aku berdamai dulu dengan diriku.
Mungkin menurut ibu dan bapakku, apa yang mereka lakukan kepadaku itu hal sepele, bukan perkara yang besar. Dan aku sebagai anak sudah sepatutnya memaklumi dan memmaafkan apa yang telah mereka perbuat padaku dengan menghancurkan kepercayaan aku pada mereka.
Aku mungkin bisa memaafkan ibu bapakku. Tapi untuk kembali percaya aku butuh waktu. Aku butuh waktu untuk menyusun kembali serpihan hati aku yang telah porak-poranda.
Allah, aku hanya minta satu padamu terlepas aku sebagai anak durhaka atau bukan. Tapi tolonglah aku, aku butuh pertolonganMu ya Rabb supaya aku bisa keluar dari rumah ini. Dan beri aku pekerjaan kembali, supaya aku bisa memenuhi keperluanku untuk hidup dan beribadah kepadaMu.
Allah, aku sudah lelah menahan ini semua. Aku sudah lelah dengan hidupku yang berantakan. Aku sudah lelah menahan rasa sakit ini ya Allah. Kenapa harus aku, kenapa?
Allah tolonglah aku, aku butuh bantuanMu ya Allah...
0 notes
Text
Rido seorang office boy. Meski penghasilannya pas-pasan, tapi Rido bisa makan enak setiap hari. Karena sikapnya yang jujur, rendah hati dan ringan tangan, ia menjadi kesayangan atasan dan karyawan di tempatnya bekerja. Setiap kali ia membelikan makan siang untuk orang kantor, selalu ada jatah lebih untuknya. Begitu juga lagi kalau ada yang jajan cemilan kekinian, ia selalu ditawari untuk ikut icip-icip.
Rido nggak punya kendaraan pribadi. Paham akan bahayanya riba, ia memilih untuk naik angkot saja daripada harus beli motor kredit. Ga jarang juga Rido ditawari tumpangan oleh orang kantor yang rumahnya searah dengannya. Lumayan tanpa harus keluar uang tapi bisa menikmati mobil nyaman ber-ac dengan kursinya yang empuk, dibanding harus berdesak-desakan di angkot.
Rido tinggal di sebuah rumah kontrakan di dalam gang. Di tempat yang sama, istrinya menambah penghasilan keluarga dengan berjualan nasi uduk setiap pagi. Keuntungannya lumayan buat uang bekal sekolah anak-anak.
Rido memiliki jam kerja yang tetap setiap hari, yaitu dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore. Berhubung kontrakannya ga terlalu jauh dari kantor, maka setiap Maghrib dan Isya ia selalu bisa sholat berjamaah di masjid serta mengisi malam hari dengan waktu yang berkualitas dengan keluarganya.
Karena istirahat malamnya yang cukup, Ridho bisa bangun lebih awal sebelum adzan shubuh berkumandang. Setelah sholat ia masih punya waktu untuk membantu istrinya menyiapkan nasi uduk dan makanan pelengkapnya karena pukul 5.30 satu persatu para pelanggan nasi uduk sudah mulai berdatangan.
-----
Romi seorang pegawai kantoran. Penghasilannya berkali-kali lipat dari Ridho. Tapi tiap bulan gajinya sudah dipangkas habis untuk membayar cicilan mobil dan cicilan rumah. Meski double income karena istrinya juga adalah pegawai kantoran, tapi banyak pengeluaran tak terduga tiap bulannya hingga gaji mereka selalu saja terasa kurang.
Demi penghematan, Romi jarang makan siang di luar kantor bersama teman-temannya. Tempo ia makan siang dengan nasi uduk yang dibelinya pagi hari di pinggir jalan, atau paling banter makan di warteg sekaligus tempat nongkrong para supir dan OB.
Meski jam kerjanya hanya sampai jam 5 sore, jarang sekali ia bisa pulang ontime. Hampir setiap hari lembur sampai malam karena kerjaan yang dikejar deadline.
Praktis Romi jarang bertemu dengan anak-anak, karena mereka sudah tidur ketika ia tiba di rumah. Belum lagi kalau ada penugasan beberapa hari ke luar kota, membuatnya semakin sulit berkumpul dengan keluarganya.
Sholat jamaah? Jangan ditanya. Jangankan Maghrib dan Isya berjamaah di masjid, ia baru sempat sholat Isya jam 9 atau 10 malam, hanya beberapa saat sebelum istirahat malamnya.
Meski masjid hanya terletak sebelah blok dari rumahnya, tapi jarang sekali ia mendengar adzan shubuh. Ia hanya bangun setelah alarm di hp-nya berbunyi, yaitu jam 5 pagi.
-----
Kita sering terkecoh, mengira kalau rizki kita itu berbanding lurus dengan pemasukan atau harta. Sehingga tanpa disadari, kita menjadi budak dunia yang money oriented.
Kerja, kerja, kerja
biar dapat uang, uang, uang,
biar bisa beli barang, barang, barang,
biar bisa jajan, jajan, jajan,
ato bisa jalan, jalan, jalan.
Kalo kata mbak Madonna mah, We are living in a material world, and I am a material girl 😄
Padahal rizki bukan selalu soal materi, tapi lebih kepada hal-hal yang terasa nyaman di badan, dan sekaligus juga memberi ketenangan di hati dan pikiran.
Bisa sholat jamaah 5 waktu di masjid, itu rizki.
Bisa bercengkrama setiap hari bersama anak istri, itu rizki.
Keluarga yang sholeh, itu rizki.
Bisa tidur nyenyak tanpa pusing mikirin hutang, itu rizki.
Punya waktu untuk mendalami ilmu agama, itu rizki.
Bisa bersedekah setiap hari, itu rizki.
Memiliki badan yang sehat dan
cukup waktu untuk beristirahat, itu rizki.
Bahkan buat sebagian orang, bisa makan sepiring nasi hangat dengan lauk telur dadar, kerupuk dan kecap, bisa jadi rizki yang tak ternilai harganya.
Karena di luar sana ada orang-orang yang Allah kasih materi berlebih, tapi nggak Allah beri rizki yang menenangkan hati.
Karena yang ia tau, bahagia itu letaknya di harta dan kesenangan sementara.
Dan tanpa disadari, yang ia kumpulkan selama ini hanya sedikit sekali yang ia nikmati, sedangkan sisanya hanya menjadi harta warisan yang nantinya habis dibagi-bagi.
Tong ngahuleung kalo secara materi kita biasa-biasa aja. Ga punya kendaraan pribadi, atau mungkin hanya mampu mengontrak rumah sepetak. Apapun yang Allah takdirkan, itulah yang terbaik buat kita. Ga perlu tricky-tricky buat memperkaya diri. Yang penting cari nafkah halal dan berkah biar Allah ridho, biar selamat dunia akhirat.
Hidup kekal kita itu di akhirat.
Jangan habiskan usia kita hanya mengejar dunia yang nggak ada habisnya.
Waspada juga dengan ujian harta, yaitu ketika harta yang kita miliki tidak menjadi manfaat, serta melalaikan kita dari taat.
-----
Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” padahal hakekat dari hartamu – wahai manusia – hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kamu gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat. (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609 dan yang lainnya).
130 notes
·
View notes
Text
Menerima
Bagaimana mungkin aku menamakan perasaan ini sebagai cinta, jika aku hanya melihat kebaikan-kebaikan yang melekat pada dirimu dari sudut pandangku saja. Sedangkan untuk kekuranganmu, yang tak lain sifat yang berlawanan dengan sudut pandangku, aku masih enggan untuk menerimanya.
Bukankah makna lain dari cinta itu menerima? Menerima segala bentuk kelebihan dan kekurangan, seperti cinta yang selama ini aku ketahui dan aku miliki. Iya, dia adalah cinta kedua orangtuaku untuk diriku, yang selalu menerima dengan tulus kekurangan-kekuranganku meskipun terkadang aku dan mereka memiliki sudut padang yang berbeda dalam beberapa penilaian.
Minggu, 12.01.2020
0 notes
Text
Menunggu
Hidup itu adalah perjalanan panjang tentang proses. Terkadang untuk mencapai apa yang kita inginkan jalannya tak semudah dengan apa yang kita bayangkan, begitu rumit dan kadang sulit untuk dimengerti.
Menunggu dalam penantian adalah pekerjaan yang tak mudah bagi seseorang yang tengah berproses namun belum mendapatkan titik terang dari usaha yang dijalaninya.
Tapi percayalah, selagi kita mau berusaha dan proses maka Allah di masa depan sana sedang menyiapkan yang terbaik untuk diri kita. Tunggu saja saat waktunya sudah tepat. Bukan kah hidup itu adalah (seni) menunggu?
Sabtu, 11.01.2020
1 note
·
View note
Text
Hari Bahagia
Ada banyak momen hari bahagia selama kita hidup. Momen menantikan kelahiran seorang bayi, momen ketika diterima dan lulus sekolah/kuliah, momen saat diterima kerja, momen saat disempurnakannya separuh agama, dan masih banyak lagi kepingan puzzle momen-momen bahagia yang setiap orang miliki.
Hari ini aku datang di hari bahagia salah satu sahabat aku, momen dimana dia telah disempurnakan separuh agamanya. Ada rasa haru dan bahagia yang aku rasakan. Haru dan bahagia karena setelah sekian lama, teman aku akhirnya menemukan dan ditemukan seorang laki-laki yang insyaa Allah baik.
Kadang, dalam waktu tertentu aku berharap bisa memiliki momen yang sekarang teman aku rasakan. Tapi sejauh ini aku belum bisa menciptakan momen tersebut hanya seorang diri. I know, setiap orang punya zona waktu dan hari bahagianya masing-masing. Hidup bukanlah arena balap dimana sicepat akan menjadi pemenang dan yang terlambat adalah yang kalah.
Meskipun kadang hidupku tak banyak dipenuhi momen hari bahagia, tapi aku selalu mencoba untuk membuat hari dan diriku bahagia. Aku ingin, disetiap titik tertinggi maupun terendah dalam hidupku, aku tetap bahagia. Dan akupun berharap, disaat aku mati nanti, saat orang terdekat aku merasa sedih kehilanganku, aku ingin itu tetap menjadi hari bahagia aku, karena aku akan berjumpa dengan Tuhan-Ku. Dan pada kehidupan aku setelah di alam kubur nanti, aku berharap itu menjadi hari bahagia juga karena apa yang aku tanam selama aku hidup adalah limpahan pahala kebaikan.
Allah, bantu aku untuk menciptakan momen hari bahagiaku hingga di yaumil hisab kelak.
Jumat, 10.01.2020
0 notes
Text
Teman perjalanan
Setiap orang pasti pernah melakukan perjalanan. Entah itu perjalanan lokal antar desa, kecamatan, kota, provinsi maupun international, pasti setiap orang pernah melakukannya.
Aku suka melakukan perjalanan. Bagiku, melakukan perjalanan itu seperti sedang belajar, karena dalam setiap perjalanan yang aku lalui, aku selalu dipertemukan dengan hal-hal baru dan orang-orang baru.
Namun ada satu yang kadang mengganjal dalam perjalananku, yaitu teman. Teman bukan sekedar teman, tapi aku butuh teman perjalanan yang satu tujuan denganku. Aku mungkin sudah terbiasa dengan perjalanan yang aku lakukan seorang diri. Tapi kadang ada titik dimana aku membutuhkan teman.
Saat ini, disaat usiaku telah melewati quarter life crisis, aku benar-benar mengharapkan aku bisa menemukan dan mendapatkan teman. Teman yang satu tujuan denganku. Teman yang yang tak hanya jalan bersisian denganku. Aku butuh teman yang bisa menggandeng tanganku. Teman yang bisa menuntun dan membimbing aku dalam hal ibadah dan kebaikan. Teman yang bisa selalu membersamai aku dalam suka dan duka.
Jadi Allah, bisakah Engkau di tahun ini memberikan aku seorang teman? Teman yang bisa membersamai perjalananku. Allah, aku butuh teman, teman hidup.
Rabu, 09.01.2020
0 notes
Text
Take it easy
"Banyak hal sederhana yang terkadang diperumit pikiran kita sendiri. Kadang ada beberapa hal yang gak perlu dipusingin, cukup dijalani aja."
Sebisa mungkin aku menjauhkan diriku dari hidup bak drama. Aku selalu ingin menjadi pribadi yang simpel dan tidak terlalu banyak berpikir untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan. Take it easy for everything.
Kadang aku bingung dengan orang-orang yang selalu membuat diri mereka sendiri sulit karena hal-hal sepele. Seperti, aku pernah bertemu dengan seorang adik tingkat aku. Saat itu dia belum bekerja, dan kebetulan saat bertemu aku, dia baru mendapat telepon dari salah satu perusahaan yang ada di Jawa Timur. Lantas dia menanyakan pendapat aku, apakah perlu dia ambil atau tidak karena sebenernya dia merasa tidak cocok dengan pekerjaan yang dia lamar di perusahaan tersebut.
Okey, karena aku tipe orang yang pengen simpel lantas aku jawab "ya kalau emang dari diri kamu ngerasa gak sreg mah gak usah dateng. Tapi kalau kamu pengen coba dulu, dateng aja. Toh kesempatan kerja kaya gitu cuma dateng sekali." Tak berselang lama, si anak tersebut merespon pendapatku. Dia mengatakan masih bingung karena dia tetap kekeuh merasa tidak cocok dengan pekerjaan tersebut, tapi kalau dia tidak ambil, dia takut mengecewakan orangtuanya.
Hmmm. Drama-drama yang kaya gitu tuh yang aku gak suka. Kadang aku suka kesel sendiri sama tipe-tipe orang yang kaya gitu. Minta saran, tapi pas udah dikasih masukan masih aja banyak ngebantah dan kekeuh sama pendapat sendiri. Kalau kaya gitu, bukannya sebaiknya gak perlu minta saran?
Aku selalu berpandangan, kadang hidup itu udah susah, jangan semakin dibuat susah sama diri sendiri. Kalau diri kita suka, yaudah jalani aja dulu. Kalau misalnya gak suka, yaudah tinggalin dan cari yang disuka aja. Come on, take it easy for ourself.
Selasa, 08.01.2020
0 notes
Text
Pendengar
Menjadi pendengar bukanlah hal yang buruk. Bagiku, mendengarkan kisah hidup orang lain itu cukup menyenangkan. Menyenangkan bukan karena nantinya bisa dijadikan buat bahan bergosip, tapi karena aku bisa mengambil pelajaran dari cerita mereka.
Selama ini aku sering mendengarkan berbagai kisah petualangan orang-orang yang ada disekitarku. Entah itu petualangan tentang pencarian jati diri, kehidupan pasca kampus, karier maupun petualangan menemukan kekasih hati.
Pengalaman hidupku memang belum seberapa. Asam manis kehidupan yang pernah aku laluipun masih belum ada apa-apanya. Tapi aku selalu mencoba menjadi pendengar yang baik bagi mereka, orang-orang yang mau membagikan kisah hidupnya padaku.
Aku bukanlah orang yang kaya akan solusi. Saat seseorang meminta aku untuk memberikan solusi atas kisah yang telah mereka bagikan padaku, aku tak pernah benar-benar menawarkan solusi yang baik untuk mereka. Aku hanya menyampaikan sedikit saran dan mengembalikan segala keputusan atau solusi pada mereka kembali. Terkadang masalahnya memang sama seperti yang aku alami, tapi yang namanya solusi itu tidak cukup hanya di copy paste kan? Karena sebaik-baiknya solusi itu bukankah datangnya dari Allah?
Aku suka menjadi pendengar. Pernah suatu saat salah satu temen aku tanya ke aku "In, aku sering cerita ke kamu. Sekarang gantian atuh kamu cerita." aku hanya menjawab dengan tawa. Aku memang suka menjadi pendengar, tapi untuk menjadi seseorang yang membagikan kisahku ke orang lain aku belum bisa. Aku lebih banyak menyimpan kisah penting dalam hidupku untuk diriku sendiri. Jadi, sejauh ini aku cukup menjadi pendengar saja.
Selasa, 07.01.2020
0 notes
Text
Berhenti
Terkadang diri ini terlalu suka mengomentari hidup orang lain hanya berdasarkan pada apa yang sebatas kita lihat dan kita dengar. Kita selalu beranggapan bahwa orang tersebut memiliki kehidupan dan jalan hidup yang jauh lebih baik dari diri kita.
Namun tidak demikian. Sebenarnya kehidupan dan jalan hidup orang tersebut dengan kita sama saja, yang membedakan hanya orang tersebut mampu menyimpan keluh kesahnya, mampu menyulap tangisnya menjadi senyum, membiarkan ketidakmampuannya itu terkubur dalam sebuah proses penempaan diri agar bisa jadi lebih baik. Yass, sebenarnya orang tersebut sama saja seperti diri kita, mendapatkan ujian pada setiap fase hidupnya.
Bahkan saat kita tahu cerita sebenarnya langsung dari orang tersebut (bukan dari sebatas apa yang kita lihat dan kita dengar lagi), kita akan lebih banyak mensyukuri jalan hidup kita. Apa yang telah dilalui oleh orang yang kita anggap hidupnya enak itu ternyata banyak sekali ujiannya, yang bahkan mungkin jika diri kita berada di posisi dia, kita belum tentu mampu bertahan dan selalu berusaha menjalaninya dengan rasa syukur dan sabar. Hmm, memang yah Allah tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hamba-Nya.
Berhenti. Iya, sebisa mungkin diri kita harus bisa berhenti, berhenti mengomentari kehidupan orang lain. Apalagi kalau mengomentarinya udah ke arah yang negatif. Meskipun sebenarnya kita tahu banyak tentang orang tersebut, tapi berhentilah. Biarkan orang tersebut saja yang membagikan kisah hidupnya kepada orang lain. Diri kita bukan dirinya, meskipun orang tersebut masih memiliki ikatan darah dengan kita, tapi tetap saja kita harus berhenti. Membagikan kisah hidup atas orang lain bukanlah hak dan kewajiban kita.
Hidup ini sebenarnya sederhana saja, diri kita sendirilah yang terkadang membuatnya rumit. Terlalu banyak mengomentari dan ikut campur ke hidup orang lain, tapi lupa kalau sendirinya juga punya kehidupan yang harusnya diperbaiki. Sekali lagi berhentilah mengeluarkan kata "dia mah ini, dia mah gitu. Dia kan udah ini dan itu." Terlalu banyak mengomentari hidup orang lain tak akan membuat hidup kita lebih baik, bahkan mungkin kita malah sebenarnya lagi jalan di tempat saja, gak maju selangkahpun karena terlalu disibukan dengan mengorek-orek informasi orang lain.
Orang lain bukanlah diri kita. Kita tak tahu apa yang sudah mereka lalui dengan kehidupan mereka. Kita juga tidak tahu orang tersebut memiliki tujuan apa dalam hidupnya. Hendak melangkahkan kakinya ke arah manapun kita juga tidak tahu. Kita hanya bisa bertanggungjawab atas diri kita, jadi berhentilah mengurusi hidup orang lain. Saat kita tahu, orang lain memiliki hidup yang jauh lebih baik dari kita, maka simpel saja, tanyakan resepnya, apa yang perlu diri kita harus lakukan agar memiliki kehidupan yang sama baiknya bahkan lebih dari orang tersebut.
Senin, 06.01.2020
0 notes
Text
Izin
Izin menurut KBBI artinya pernyataan mengabulkan; tidak melarang; persetujuan; membolehkan.
Aku adalah tipe manusia yang sensitif dengan izin. Bagiku permintaan izin adalah satu hal yang penting untuk menunjang kehidupan, apalagi dalam urusan bermuamalah.
Permintaan izin yang aku maksud bukanlah permintaan izin yang tertulis atau formal melalui surat, tapi permohonan izin secara verbal. Cukup diucapkan dengan kata atau kalau memang tak bisa langsung menemui orangnya, minimal bisa dengan pesan singkat.
Bagiku izin ini penting. Aku adalah tipe-tipe manusia yang paling tidak suka jika ada orang lain yang mau meminjam atau memakai barang-barang aku tanpa seizin aku. Bukannya aku tak mau meminjamkan apa yang aku miliki, hanya saja aku ingin orang lain yang akan meminjam kepunyaan aku itu punya tata krama dan etika sebelum meminjam barang orang lain. Lagian kalau meminta izin ke yang empunya barang, setidaknya diri ini tahu kalau yang punya barang tersebut juga tidak atau akan memakai barang yang akan dipinjam dalam waktu yang bersamaan.
Aku akan kesal dan sedikit menggerutu jika aku tahu ada orang yang telah memakai barang-barang aku tanpa terlebih dulu izin padaku. Entah itu orangtua, saudara, keluarga, sahabat, teman ataupun orang yang baru dikenal, I think you need permission from me. Gak usah panjang lebar izinnya, cukup dengan "In, boleh gak aku pinjem ini?" or "In, kalau ini lagi gak dipake boleh dipinjam?". So simple kan?
Aku menulis tentang izin ini karena aku sedang kesal pada orangtuaku. Ketika aku mempercayakan pada mereka untuk membantu menyimpankan salah satu barang yang aku beli dari hasil jerih payahku, tapi kemarin aku baru tahu, mereka meminjam dan menjual barang tesebut tanpa seizin aku. Bahkan sampe sekarang meskipun aku sudah tahu, tidak ada satu patah kata permohonan izin atau penyesalan yang mereka keluarkan. Mereka hanya berucap nanti juga diganti lagi kok.
Ada perasaan kecewa dan sedih. Bukan karena barang tersebut telah dijual, tapi lebih karena rasa percayaku yang hilang untuk mereka. Aku merasa orangtua aku tak bisa amanah pada apa yang aku percayakan sebelumnya pada mereka.
Aku tak mau menjadi anak yang durhaka, tapi sungguh aku sekarang merasa begitu kecewa dan tidak ikhlas atas tindakan mereka. Sejujurnya aku tak pernah masalah jika orangtua aku meminjam bahkan menjual titipan aku tersebut, hanya saja yang aku perlukan dari mereka adalah izin dariku sebelum menjualnya.
Kini rasanya hatiku tak bisa kembali percaya pada mereka. Masih ada perasaan tidak ikhlas dan kecewa yang bercampur sedih. Allah, harus bagaimanakah aku mengondisikan hatiku sekarang?
Minggu, 05.01.2020
0 notes
Text
Titipan
Semenjak awal Januari lalu, tepatnya di tanggal 1 Januari 2020, media massa maupun media sosial tengah sibuk menyoroti perkara banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia. Jabodetabek, kota yang selama ini dikenal sebagai pusat perputaran ekonomi dan pusat pemerintahan ini juga tak luput dari terjangan banjir.
Banjir tak akan datang tanpa sebab. Tapi, dipanggung sana, para penguasa masih saja sibuk mencari dan saling tuding terkait siapa yang pantas disalahkan dan siapa yang pantas untuk bertanggung jawab atas perkara tersebut. Ah, dunia politik memang terlalu sesak dengan sandiwara 'kambing hitam'.
Bagiku, banjir adalah pengingat. Pengingat akan ketidakberdayaannya seorang manusia. Banjir adalah teguran dari Allah. Menegur bukan berarti menghukum, tapi Allah tengah menunjukkan bahwa Dia tengah rindu akan doa-doa para hamba-Nya yang mungkin selama ini telah banyak melupakan-Nya karena sibuk mengumpulkan dan menghitung-hitung harta duniawi.
Ada pelajaran penting yang bisa diambil dari musibah banjir ini bahwa harta hanyalah titipan Allah yang sewaktu-waktu pasti akan Allah ambil kembali. Dari berbagai informasi yang diberitakan dimedia, kendaraan seperti mobil, motor, serta harta benda yang sudah lama dan capek-capek dikumpulkan tidak bisa diselamatkan apalagi menolong yang empunya.
Allah Maha Besar dengan segala bentuk kekuasaannya. Tidak ada satupun makhluk yang dapat menandingi Allah. Baru dikasih air segitu aja, manusia udah gak bisa apa-apa. Untuk itu, selagi Allah masih baik, masih memberi kesempatan untuk kembali kepada-Nya, mari kita beristighfar atas segala maksiat dan dosa yang pernah kita lakukan.
Aku bukan orang suci. Aku juga masih belajar dan masih sering merasa futur, iman masih suka naik turun. Tapi aku ingin selalu menjadi pribadi yang lebih baik, lebih baik menurut pandangan Allah.
Sabtu, 04.02.2020
0 notes
Text
Pilihan
Hidup itu selalu dihadapkan dengan pilihan. Setiap pilihan yang dipilih akan sepaket dengan konsekuensinya. Entah itu mendatangkan kebaikan atau tidak, yang jelas itulah yang harus diterima dengan lapang.
Di hari ketiga di bulan Januari ini, aku mendapat whatapps lagi dari salah satu dosen aku. Ini kali kedua dosen aku menawarkan kepadaku untuk menjadi pemdamping lapang di salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Maluku Utara. Jauh yah? Memang.
Sebelumnya aku sangat bersyukur, ditengah kondisi aku yang menjadi seorang pengangguran, masih ada dosen yang peduli dengan aku. Aku sangat mengahargai kesempatan yang ditawarkan oleh dosen aku. Namun, aku masih boleh memilih kan?
Aku memilih untuk tidak mengambil tawaran itu. Bukannya aku menyia-nyiakan kesempatan. Hanya saja waktu enam bulan terlalu lama bagiku untuk tinggal di pulau ujung Indonesia. Terlebih saat aku meminta izin ke orangtua aku, ibuku sedikit berberat hati untuk mengatakan 'boleh'.
Aku tidak tahu masa depan. Tapi aku punya Allah, yang selalu menuntun langkahku. Bagi Allah tidak ada pilihan yang salah, kadang yang membuat pilihan itu menjadi salah adalah karena diri sendirilah yang kurang bisa menerima dengan lapang dada dan selalu berandai 'jika saja waktu itu'.
Aku tak ingin seperti itu. Tak ingin menghabiskan waktuku hanya untuk mengenang pilihan yang tidak aku pilih. Diusiaku yang sudah tak lagi remaja, aku ingin mencoba menjalani dan menghargai apapun takdir dan pilihan yang aku buat. Aku berharap, semoga pilihanku bisa sejalan dengan pilihan Allah. Dan apapun yang menjadi pilihan aku, bisa mendatangkan kebaikan dan mempertemukan aku dengan orang-orang baik.
Jum'at, 03.01.2020
0 notes
Text
Keputusan
Di hari kedua ini aku ingin bercerita sedikit tentang keputusan besar yang aku ambil di tahun 2019 yang lalu. Mungkin bagi orang lain, hal ini hanyalah perkara sepele dan wajar. Tapi tidak denganku.
Di penghujung bulan September 2019 lalu, aku memantapkan keputusanku untuk resign dari pekerjaanku. Ada banyak pertimbangan yang aku pikirkan hingga akhirnya aku mengambil keputusan itu. Tapi dari semua alasan-alasan yang ada, hanya satu yang ingin ku sampaikan disini, aku sudah tidak tahan dengan keluhan yang sering keluar dari mulutku sendiri.
Mungkin satu hal yang wajar bagi seorang karyawan untuk mengeluh. Tapi aku merasa itu tidak benar dan ada yang salah pada diri aku saat itu. Aku selalu berdoa pada Allah supaya saat aku bekerja, aku tidak mencari materi semata, tapi aku ingin berjihad dan menjadikan setiap apa yang aku kerjakan menjadi ladang pahala bagi aku. Tapi saat itu, dengan banyaknya mengeluh dibandingkan istighfar, apakah aku masih pantas menyebut diriku tengah bejihad untuk meraih ridha Allah?
Bagi orang lain, aku mungkin seperti menyia-nyiakan kesempatan. Terlebih setelah aku resign, aku belum mendapatkan pekerjaan baru. Aku masih harus ikhtiar mencari pekerjaan baru. Tapi aku mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain, karena tidak ada satupun manusia dimuka bumi ini yang tahu semua tentang diriku selain aku sendiri.
Saat ini, selepas aku tak bekerja, aku mencoba menikmati setiap langkah perjalananku. Ditolak dan gagal tes saat interview sudah jadi makanan aku. Tapi aku percaya, Allah tak akan pernah meninggalkanku. Allah ingin aku jadi pribadi yang lebih banyak bersyukur pada apa yang Dia titipkan padaku. Dan aku percaya, Allah pasti sedang menyiapkan skenario terbaiknya untuk mengganti setiap tangisku dan rapalan doa-doaku.
Allah, aku tunggu kejutan dari-Mu.
Kamis, 02.01.2020
0 notes
Text
Januari
Aku tak bisa seperti orang lain yang selalu suka cita saat tanggal satu di bulan Januari akan datang. Satu Januari, menjadi pertanda pergantian hari, bulan dan tahun yang baru pada tahun masehi. Januari, diawal kedatanganmu, setiap orang menyambutmu dengan berlomba-lomba menuliskan life planning untuk dua belas bulan ke depan.
Orang-orang berharap, dengan berjumpanya kembali dengan Januari, mereka bisa kembali mengejar mimpi-mimpinya yang belum sempat mereka genggam. Januari, kedatanganmu membuat beberapa orang sibuk mengenang masa lalu dan berangan-angan tentang masa depan. Lantas mereka terlena dan lupa, kalau 'saat ini' atau 'sekarang' adalah waktu terbaik mereka untuk merajut masa lalu sekaligus masa depan yang jauh lebih baik.
Benci. Aku tidak membenci Januari, lagian bagaimana bisa aku benci dengan Januari, ketika tanggal lahir aku saja ada di salah satu jajaran angka di bulan ini. Aku tak membenci Januari, hanya saja setiap Januari datang, aku merasa takut, cemas dan khawatir karena setiap usiaku berkurang pada bulan ini, aku masih saja menjadi pribadi yang begitu-begitu saja. Aku masih saja belum dewasa.
Ahhh... Januari, kenapa kau datang secepat ini? Ataukah memang akunya saja yang tak sadar karena telah melewatkan sebelas bulan lainnya begitu saja tanpa pencapaian apapun.
Januari... Bisakah di tahun ini kamu bersahabat denganku? Membantuku untuk mencapai dan mewujudkan rapalan doa-doaku di bulan-bulan yang lalu?
Januari, be mine please.
Rabu, 01.01.2020
0 notes
Text
Lima puluh ribu rupiah
"Aku tak ingat, kapan terakhir kali aku begitu senang saat seseorang memberikan aku uang sebesar lima puluh ribu rupiah."
Aku ingin bercerita tentang lima puluh ribu rupiah yang aku terima hari ini. Jadi, kemaren aku diajak seorang teman untuk membantu pengamatan penelitian disertasi salah seorang calon doktor di IPB. Awalnya aku sempat ingin menolak, karena kata temen aku, nanti aku diminta bergadang semalam suntuk karena pengamatannya setiap jam. Tapi saat balik lagi menilik kondisi aku yang jadi kaum rebahan sekarang ini, akhirnya aku mengiyakan. Itung-itung biar aku ada kesibukan dikit.
Singkat cerita, karena aku sudah pernah juga beberapa kali membantu penelitian disertasi, aku berekspektasi lah kalau misalnya nanti dapet fee mungkin ada dikisaran angka 100k keatas (angka ini berdasarkan pengalaman hidup sebelumnya). Tapi kadang emang realita tak pernah seindah ekspektasi.
Jadi tadi pagi setelah aku sampai di kosan, si Bapak yang punya penelitian menanyakan nomor rekening aku melalui aplikasi pesan. Aku kirimlah nomor rekening aku. Sambil rebahan di kasur, aku menebak-nebak nominal yang akan dikirim si bapak ke nomor rekening aku.
Beberapa jam kemudian, ada pesan masuk lagi dari si bapak yang mengirimkan bukti transfer. Sinyalku saat itu jelek, sehingga gak bisa buat download gambar. Akhirnya aku mengecek melalui apalikasi m-banking yang ada di gadget aku. Dan jreng jrenggggg... Ternyata si bapak mentransfer lima puluh ribu rupiah.
Sesaat aku terdiam. Mengingat kembali, semaleman aku hampir begadang beneran, bisa tidur paling cuma 30 menitan. Dan sekarang aku 'cuma' dikasih uang segini. Pikir aku saat itu.
Bukan karena pamrih atau gak ikhlas bantuinnya. Hanya saja aku kecewa dengan ekspektasi aku yang ketinggian kayanya. Kalau masalah bersyukur sih, Insyaa Allah aku bisa bersyukur. Karena bagiku rejeki itu tak melulu soal uang. Aku bisa tetep sehat setelah begadang semalam itu juga rejeki dari Allah. Hanya saja, saat itu aku berpikir kembali tentang kapan terakhir kali aku begitu senang mendapat uang sebesar itu.
Ahh... Mungkin itu sudah beberapa tahun yang lalu saat aku masih menjadi seorang mahasiswa. Selama ini aku mungkin lupa bersyukur kepada Allah atas rejeki yang aku anggap perintilan. Aku lupa mengucap alhamdulillah atas nikmat-nikmat yang tak kasat mata namun penting. Allah, terima kasih telah mengingatkan aku kembali tentang rasa syukur atas sekecil apapun rejeki yang Engkau beri.
0 notes