Text
[Memikirkan tentang Menikah]
Ada yang benar-benar tidak sederhana untuk difikirkan. Mengambil banyak waktu untuk menepi, menghindar dari sebab-sebab gelisah, mengkhususkan diri dalam kesendirian lalu berkontemplasi memikirkan masa depan.
Adalah fase bagi perempuan untuk mengetahui kesiapan diri perihal menikah dan sejauh apa proses healing luka-luka telah dilakukan.
Ada yang butuh waktu panjang karena memikirkan karirnya, memikirkan lingkungan pertemanannya, perubahan orientasi pendidikannya, dan yang utama tentang jauh dari keluarganya.
Subhanallah tiada yang sederhana dalam hal ini, karena mengabdikan hidup pada seseorang yang baru dikenal, adalah melepaskan diri dari tempat ternyaman di rumah, butuh keikhlasan yang sangat.
Masyaa Allahu ta'ala a'lam, setiap perempuan mengalami hal ini, dan tiada yang bisa selamat dari pikirannya kecuali dengan pertolongan Allah ta'ala.
Kepada siapapun yang namanya perempuan, mohonlah kepada Allah ta'ala agar dipasangkan dengan seseorang yang (minimal) memahami situasi ini. Memahami keterguncangan dirimu saat memutuskan hal besar, sebab hal ini berimplikasi pada pemahamannya untuk ikut berfikir tentang hak-hak istri didalam pernikahan yang harus ditunaikan.
Pun menjadi dirimu tidak mudah. Sekalipun paham dan menginginkan janji-janji baik Allah ta'ala dalam pernikahan, namun mengalihkan mimpi pribadi untuk dibangun bersama pasangan adalah substansi besar yang harus dilihat keridhoan orang tua sejak mata memandang keduanya. Itu berat, sungguh berat.
https://www.instagram.com/p/CCP1yyDhdoN/?igshid=dik43zdrvo1w
- Suci Anggraeni || @sucianggr
67 notes
·
View notes
Text
RTM : Untuk Terus Mencintainya, Kamu Harus Berjuang.
Catatan ini mungkin lebih khusus ke laki-laki. Sebab nanti, selepas menikah. Mungkin dalam pandangan matamu, istrimu tidak akan secantik-semanis-sebaik-dan sesempurna sewaktu kamu dulu memperjuangkannya. Saat ini, bisa jadi kamu bisa menyangkal. Tapi, nanti selepas menikah dan menjalaninya, kamu mungkin baru akan memahami maksudku ini.
Kamu harus berupaya untuk bisa terus mencintai istrimu. Perasaan itu tidak tumbuh seperti rerumputan yang terkena hujan. Perasaan itu adalah pohon besar dan kamu menanamnya sejak bibit. Kamu harus merawatnya, menyiraminya, melindunginya dari hama, menyiangi rerumputan disekitarnya, dan juga kamu harus selalu waspada agar ketika nanti ia sudah cukup besar, tidak ada orang lain yang tiba-tiba datang dan menebangnya.
Perempuan yang barangkali adalah temanmu, rekan kerjamu, atau orang yang tiba-tiba kamu temui di jalan. Mereka mungkin tidak melakukan apapun, tapi matamu tidak. Matamu bisa membuat apa yang terlihat menjadi beribu kalilipat lebih baik, lebih cantik, dan segala kelebihan lainnya yang mungkin akan menyulut perasaan lainnya. Tantangan. Seperti kala dulu kamu memperjuangkan perempuan yang menjadi istrimu saat ini.
Untuk itu, ingat-ingatlah selalu kebaikan perempuan yang sedang di rumah menunggumu pulang. Siapa orang yang paling khawatir kala kamu sakit. Siapa orang yang bisa menerimamu apa adanya saat kamu bukan siapa-siapa dan tak memiliki apa-apa selain kenekatanmu menikahinya dulu. Siapa orang yang rela bersusah payah mengurus segala keperluanmu, juga keperluan anak-anakmu nanti. Ia bersedia bersusah payah mengandung anakmu sembilan bulan dalam kepayahan yang kamu tidak bisa merasakannya. Anak yang mungkin lebih kamu cintai nantinya daripada istrimu.
Sungguh, untuk terus mencintainya, kamu harus berjuang. Bualanmu tentang cinta saat ini, juga bualanmu tentang segala janji itu bisa aku katakan adalah omong kosong. Sebab nanti, jalan yang amat panjang dan mungkin akan membosankanmu telah menanti. Biar tak bosan, kamu perlu menghidupkan setiap ingatanmu mengapa dulu kamu mau memperjuangkannya, setiap rasa syukurmu, dan iman.
Sebab menikah dengan seseorang yang kamu cintai saat ini bukanlah hadiah, melainkan sebagai ujian baru. Ujian yang hanya bisa kamu jawab ketika kamu menjalaninya, bukan dengan lisan, melainkan perbuatan.
©kurniawangunadi | 10 September 2017
4K notes
·
View notes
Text
Memperjuangkan Orang Baik
Sampai hari ini saya yakin, bahwa ada banyak orang-orang baik yang berada di sekeliling kita. Namun di zaman yang serba abu-abu seperti saat ini, hanya beberapa atau mungkin sedikit saja yang benar-benar baik, sebut saja layak diperjuangkan.
Tentu saja tidak ada yang salah dalam memperjuangkan orang baik. Yang perlu direfleksikan pertama adalah apakah kita sudah cukup baik dan layak untuk memperjuangkan mereka? Apakah niat kita sudah benar-benar murni karenaNya ketika memperjuangkannya?
Memperjuangkan orang baik, berarti kamu harus siap menyusun kembali rencana kebaikan yang telah kau rencanakan. Sebab saat itu, kebaikan yang ingin kau lakukan bukan lagi soal diri sendiri, tapi bagaimana kelak kau dan dia akan mensinkronisasikan. Bahkan dalam prosesnya pun bisa jadi ada sedikit perselisihan, ego yang tertahan, dan juga kompromi-kompromi yang harus dilakukan, sekalipun itu untuk kebaikan.
Memperjuangkan orang baik, berarti kamu harus bersiap bersaing dengan mereka yang bahkan mungkin jauh lebih baik dari dirimu. Di sinilah nanti integritasmu diuji, sebab seringkali kebaikan-kebaikan yang kau tunjukkan hanyalah kesemuan. Bahwa niat akan menjadi landasan terkuat untuk benar-benar menyampaikan kebaikan apa adanya, tanpa dilebih-lebihkan.
Dan yang terpenting bahwa memperjuangkan orang baik butuh keikhlasan. Bahwa tidak semata yang kau perjuangkan akan selalu berbuah keberhasilan. Maka bersyukurlah dalam setiap proses perjuangan, sebab akan selalu ada kebaikan yang dapat diambil dari proses perjuangan. Dan batasan kita sebagai manusia hanya mampu dalam titik perjuangan dan munajat, sementara kita harus yakin bahwa tetap saja ketetapan dariNya adalah yang terbaik.
494 notes
·
View notes
Text
Fisik vs Visi
Karena fisik, seseorang bisa jatuh cinta dengan mudah pada pandangan pertama. Namun kian hari cinta itu bisa memudar, bahkan barangkali tak bertahan lama. Sebab fisik kelak bisa berubah, menjadi tak sesuai harapan. Sebab fisik pula, bukan penanda kesetiaan seseorang. Juga karena fisik, ada banyak pernikahan yang tak mampu bertahan.
Karena visi, seseorang bisa jatuh cinta berkali-kali pada sosok yang sama. Bahkan kian hari, cinta mereka makin erat. Menggenggam dan menguatkan satu sama lain. Sebab visi, adalah soal hati, pandangan hidup ke depan, bahkan perencanaan soal bagaimana kelak saat kembali menghadapNya. Yang tentu saja hal-hal seperti itu jauh lebih dibutuhkan untuk mengarungi kehidupan.
Karena Fisik, seorang lelaki bisa mudah terpesona. Pada manisnya senyuman, pada wajah yang meneduhkan, pada suara yang penuh kelembutan. Namun ketika waktu berjalan, yang pada akhirnya menghilangkan satu demi satu kecantikan, bisa jadi pesona itu pudar, dan cinta lelaki itu pun melebur bersama pudarnya pesona perempuan
Karena Fisik, seorang perempuan bisa dengan mudah merelakan hatinya. Pada tingginya badan, dada yang tegap, tampannya wajah, suara yang penuh keberanian. Namun kelak ketika waktu perlahan memunculkan kerutan di wajah, menggerogoti segala kekuatan, maka hati itu pun akan terbawa, pada pandangan lain yang jauh lebih menyejukkan.
Karena Visi, seorang lelaki takkan pernah bosan dalam mencintai pasangannya. Pada kecantikan pikirannya, ilmu yang terus direguknya, kelembutan akhlak dan tutur katanya, serta khidmah terhadap segala perintahnya. Sebab pada akhirnya, dalam perjuangannya menafkahi keluarganya, yang ia butuhkan adalah ketentraman di rumahnya, rumah yang betul betul menjadi rumah bagi jiwa dan raganya.
Karena Visi, seorang wanita akan terus setia pada suaminya. Tak peduli seberapa besar materi yang diberikannya, ia jauh lebih terpesona pada bagaimana kelamah-lembutan perilaku dan tutur katanya, bagaimana kepekaannya, bagaimana saat mampu menjadi pendengar yang baik atas segala keluh kesahnya, dan bagaimana ia menatap masa depan dengan penuh perjuangan dan keikhlasan. Sebab pada akhirnya, jalan ia menuju surga ada pada ridha suamiNya.
Jika kelak kamu mencari seseorang, maka carilah karena visi-nya. Karena visi yang takkan pernah pudar seiring waktu berjalan, Sebab pada akhirnya, nilai-nilai yang tertanam dalam hatinya itu jauh lebih dibutuhkan untuk hubungan yang panjang, yang abadi hingga kelak di surgaNya.
Malang, 9 September 2020, 06.12 Mushonnifun Faiz Sugihartanto
1K notes
·
View notes
Text
Kiriman gambar dari taman bunga matahari milik Widya. Adikku yg satu itu emang keren.. ia menyemai dari bibit sampai tumbuh merekah nan cantik sekali di hari ini. Lahan ini tepat berada di belakang rumahnya, aaaaah aku ingin sekali main - main ke sana. Andai jarak sorong - medan sedekat itu..
27 notes
·
View notes
Photo
INNER CHILD KU = MASALAH TERBESARKU?
By: Amalia Sinta
“Mbak Sin, aku udah baca teori parenting ini itu. Tapi kenapa aku masih gampang meledak-ledak ke anak ya? Padahal sebelum nikah, aku orang yang sabar. Sekarang anak bertingkah dikit, langsung aku bentak-bentak” 😭
♧♧♧
“Aku nyesel banget abis cubit paha anak sampe dia nangis kejer, mbak. Aku marah karena dia buang-buang makanan yang udah capek-capek ku masakin. Dia bilang gak suka menunya. Tapi aku terlanjur kesel jadi aku paksa dia makan. Aduuh, aku kok jadi kaya mamaku ya mbak, yang dulu suka maksa dan cubitin aku biar mau makan.. 😣
♧♧♧
Hampir tiap malem aku ciumin anakku yang lagi tidur, mbak. Itu caraku minta maaf ke dia. Meski aku tau, itu gak bisa menghapus kesalahanku yang gak bisa nahan amarah dan suka hukum dia dikurung di kamar. Aku cuma pengen dia dengerin aku sebagai orang tuanya mba. Sebetulnya aku gak mau begitu. Karena aku tau rasanya gak enak banget, kaya yang dulu sering aku rasain saat dihukum ayahku.. 😢
♧♧♧
Mengapa rasanya kita susah sekali untuk tidak marah ya? Padahal hanya untuk hal kecil.. Seolah kata sabar hanya menjadi nasihat tanpa makna..
Mengapa rasanya sulit sekali mengontrol emosi? Walau hanya untuk hal sepele.. Seolah jawaban atas doa agar tak emosional tak kunjung datang
Bunda, Mungkin masalahnya bukan pada diri anak balita kita, yang memang sedang masanya bertingkah macam-macam.
Mungkin masalahnya ada dalam diri kita sendiri..
Mungkin inner child dalam diri kitalah yang bermasalah..
INNER CHILD adalah sosok anak kecil yang ada dalam diri kita saat ini.
Inner child menyimpan memori dan emosi tertentu atas sebuah kejadian di masa kecil.
Inner child bisa positif yaitu sosok anak kecil yang menyimpan memori dan emosi tentang kebahagiaan, misal rasa senang gembira saat piknik dan tertawa lepas di saat itu.
Inner child bisa pula negatif, yaitu sosok anak kecil yang menyimpan memori dan emosi negatif, yang sering disebut inner child yang bermasalah.
Sosok inner child yang bermasalah ini bisa berupa anak di beberapa rentang usia, tergantung usia kita saat mengalami kejadiannya.
Misal bisa berupa usia 3 tahun yang merasa kesepian karena tak mendapat cukup waktu, perhatian dan kasih sayang orangtuanya. Orangtuanya sibuk mencari harta, hingga lupa di rumah mereka punya harta paling berharga yang bernama anak.
Bisa berupa anak usia 4 tahun yang memendam kesedihan dan kekecewaan pada orangtua yang terasa tidak adil. Dia tak pernah paham, kenapa menjadi kakak harus selalu mengalah. Dia tidak mengerti, kenapa benar ataupun salah, dia harus dihukum dalam kamar mandi yang terkunci karena berantem dengan adiknya 😭
Bisa berupa anak usia 5 tahun yang trauma atas bentakan dan pukulan dari ayahnya ataupun dibully teman sekolahnya. Si anak tak bisa mengerti, mengapa orangtuanya langsung berteriak marah saat melihat jam dinding sudah menunjuk ke angka tertentu. Dia harus segera memenuhi jadwalnya untuk mandi atau tidur, jika tidak, dia akan kena pukul Orangtuanya tak mau peduli, bahwa dia hanya butuh waktu sedikit lagi menyelesaikan susunan lego yang sedang dirangkainya dengan susah payah. Ia tak pernah diberi kesempatan untuk berpendapat.
Dari kumpulan aneka peristiwa selama hidupnya ketika kecil, akan tercipta beberapa inner child yang bermasalah dalam diri seseorang.
Ketika sekarang kita mengalami peristiwa yang sama, meski posisi kita sudah berubah jadi ibu, memori akan membangunkan lagi inner child yang lama tertidur. Dia akan marah, sebagai wujud ekspresi emosinya yang dulu tertahan. Maka kita menjadi ibu yang pemarah. Yang sebenarnya kita marah pada orangtua kita dulu, namun melampiaskannya ke anak kita sekarang. Anak akan jadi korban emosi orangtuanya, persis seperti kita dulu 😣
Lalu bagaimana cara memutuskan mata rantai luka dan trauma masa kecil ini?
Berikut cara self healing yang bisa dilakukan sendiri untuk menyembuhkan inner child yang bermasalah :
1. PENERIMAAN
Cara pertama untuk berdamai dengan inner child adalah dengan menerimanya. Menerima bahwa iya, kita di masa lalu pernah jadi ‘korban’, jadi anak yang dikasari, yang disakiti secara verbal ataupun fisik.
Memang rasanya sungguh tidak enak. Rasa sedih, kecewa, marah, takut, kesepian, semua terasa menyesakkan dada. Tapi cobalah mengenali rasa itu lagi, terima bahwa kita memang pernah merasakannya.
Menyangkalnya berarti sama dengan menyangkal keberadaan si inner child dalam diri kita.
Bagaimana mungkin kita akan berusaha menyembuhkannya, bila kita tidak mau menerima keberadaannya?
Selama ini mungkin kita tidak menyadari kehadiran inner child dalam diri kita. Sering dianggap tidak ada, ataupun merasa sudah sembuh sendiri karena kejadiannya sudah bertahun-tahun yang lalu dan terlupakan.
Tapi sebenarnya, rasa sesak itu masih ada. Hanya saja mengendap dalam hati terdalam. Dan sebenarnya luka tersebut masih terbuka. Maka saat ada kejadian yang sama terulang, luka itu naik ke permukaan. Rasanya sungguh pedih perih saat tertetesi emosi yang sama.
Dan bila saat itu tiba, ketika kejadian yang sama terulang, ketika anak kita melakukan suatu kesalahan yang sama dengan kita dulu, maka rasanya emosi dalam diri langsung ingin meledak.
2. KOMUNIKASIKAN KE DALAM
Bila terjadi hal demikian, segeralah jauhi anak. Jangan bereaksi apapun padanya. Karena hanya penyesalan yang akan didapat.
Masuk ke kamar, tutup pintu, pejamkan mata dan bicara ke dalam diri kita sendiri, lewat hati.
Ingat-ingat, apakah ada memory yang sama, kejadian yang sama seperti ini, saat kita kecil dulu?
Bayangkan inner child kita, panggil dia dan bicaralah dengannya.
“Wahai diriku yang kecil, datanglah. Hadirlah, aku ingin menemuimu”
Hati akan menuntun kita untuk menampilkan inner child sesuai masalahnya.
Jika masalahnya adalah kesepian, inner child kita bisa berupa sosok anak yang sedang duduk memeluk lutut di pojokan yang gelap.
Jika masalahnya adalah kekerasan dan kurungan, inner child kita bisa berupa sosok anak yang tengah terisak menangis ketakutan dalam kamar mandi yang terkunci.
Jika masalahnya adalah kemarahan, inner child kita bisa berupa sosok anak kecil yang sedang memukuli tembok hingga tanggannya luka dan berdarah.
Datangi perlahan, nyalakan lampunya. Belai lembut rambutnya. Katakan kau ingin menolongnya, menemaninya. Supaya dia gak sendirian. Katakan kau ingin mengobrol dengannya. Supaya dia gak kesepian.
Awalnya mungkin dia akan diam saja. Tapi teruslah tersenyum padanya. Raih kepercayaannya. Bila dia mulai mau membuka mulut, sapalah perlahan.
Kau : hai, apa yang lagi kamu rasakan?
Inner child : dadaku sesak, jantungku berdebar, aku pusing.
Kau : owh itu berarti kamu lagi marah. Marah sama siapa, kenapa?
Inner child : sama mama. Aku habis dimarahi mama. Aku pasti dimarahin kalo minta main sama mama. Mama gak mau nemenin aku main. Jadi aku selalu sendirian.
Kau : oowh gitu. Mama kemana?
Inner child : Mama kadang kerja, kadang di rumah. Tapi kalau di rumahpun aku gak ditemenin. Selalu disuruh main sendiri. Mama di rumah masak terus, nyapu terus, nyuci terus..
Kau : aduh, rasanya gak enak banget ya dimarahin dan selalu sendiri. Tapi sekarang ada aku yang nemenin kamu. Udah gak kesepian lagi kan.
Inner child : iya, aku senang ada yang menemani..
♧♧♧
Dengan berbicara pada inner child yang bermasalah, kita memberikan kesempatan padanya untuk bercerita. Dengan menanggapinya, kita membantu dia melepaskan emosi negatif yang selama ini mengurungnya.
Setelah dia merasa lega, kita pun akan merasakan sebuah kelegaan. Satu kerikil dalam hati telah mampu disingkirkan.
Terry Pratchett, seorang penulis novel fantasi terlaris pernah mengatakan :
“Hello inner child, I’m the inner babysitter!”
Rasanya tepat sekali kalau diri sendiri yang paling pas untuk menjadi pengasuh bagi inner child kita. Karena diri sendiri yang pernah merasakan emosi-emosi si inner child. Maka jadilah pengasuh yang memberikan perhatian, kasih sayang dan pelukan yang dulu tak pernah kita dapat dari orangtua..
3. MEMAAFKAN
Cara berikutnya adalah memaafkan perilaku kedua orangtua kita dulu yang kasar atau berlaku tidak baik saat kita kecil. Selain orang tua, maafkan pula nenek kakek om tante dan saudara kandung yang tinggal serumah. Karena mereka sangat mungkin berkontribusi menorehkan luka di batin kita.
Memaafkan mereka sebetulnya bukan hanya demi kebaikan mereka. Tapi lebih kepada demi kebaikan diri kita sendiri.
Amarah, apalagi dendam yang kita simpan dalam hati, bagaikan bara api yang hanya akan membakar diri sendiri.
Maafkanlah kesalahan mereka. Mereka berlaku demikian bukan karena tidak sayang. Tapi karena ketidaktauan mereka tentang ilmu parenting, karena punya terlalu banyak anak tanpa bisa berbagi waktu dan perhatian yang adil, ataupun karena tekanan ekonomi.
Beruntunglah kita yang kini hidup di jaman serba internet, dimana berbagai ilmu mudah diakses. Termasuk cara mengasuh anak. Lain halnya dengan orangtua kita. Dan besar kemungkinan, cara didik orangtua kita adalah warisan dari kakek nenek kita.
Maka ucapkanlah pada diri sendiri berulang-ulang: “Ayah ibu, aku sudah memaafkanmu. Aku percaya kalian sungguh mencintaiku. Akan slalu ku ingat betapa besar jasa kalian merawat dan membesarkanku. Kesalahanmu dalam mengasuhku hanya karena ketidaktauanmu, bukan karena tidak sayang. Aku telah memaafkanmu”
Masa lalu tak pernah bisa kita ubah. Tapi kita selalu bisa merubah sikap dalam menghadapinya. Maafkan ketidaksempurnaan masa lalu. Toh kita sudah diberi makan, diberi tempat tinggal dan disekolahkan oleh orangtua. Tanpa mereka, kita tak akan tumbuh besar seperti saat ini.
4. MELEPASKAN
Setelah memaafkan, rasakanlah beban berat itu akan menguap. Hati lebih ringan, pikiran lebih tenang. Lalu lepaskan sisanya. Lepaskan kenangan masa lalu yang menyakitkan itu. Supaya tak ada lagi bayang-bayang masa lalu yang akan membuat kita berulang melakukan kesalahan yang sama. Fokuslah ke masa sekarang dan masa depan.
♧♧♧
Lakukan rangkaian self healing ini secara rutin. Ulangi untuk memanggil inner child Anda. Lakukan di saat tenang, tidak ada orang. Bisa di malam hari saat semua tertidur.
Bayangkan sosok anak kecil dalam diri anda. Bicaralah dengannya, tanyakan perasaannya. Ingat kembali memori yang menyesakkan hati. Urai satu persatu masalah yang belum terselesaikan. Ungkapkan satu persatu emosi yang masih tertahankan.
Lakukan berulang hingga seluruh bayangan inner child yang tidak bahagia itu menghilang. Digantikan dengan inner child yang tersenyum, ceria, bersemangat dan bahagia.
Martha Beck, seorang penulis lulusan Harvard University pernah mengatakan :
“Caring for your inner child has a powerful and surprisingly quick result : Do It and the child heals”
“Dengan merawat inner childmu, akan memberikan hasil yang luar biasa dan mengejutkan dalam waktu relatif singkat. Lakukan itu dan si anak akan sembuh.”
Maka rangkullah inner child kita, sembuhkan, dan kita akan melihat hasil yang menakjubkan. Diri ini akan lebih bisa memaklumi tingkah anak, akan tidak mudah marah dan hati terasa lebih damai.
Namun bila Anda tak bisa menghadirkan inner child dan punya masa kecil yang sangat kelam, saya sangat menyarankan agar Anda berkonsultasi dengan psikolog, agar dibantu memanggil inner child yang bermasalah dan diharapkan dapat menyelesaikannya dengan baik, agar tidak mengganggu kehidupan Anda saat ini yang telah menjadi seorang ibu. Agar Anda tidak mewariskan kesalahan yang sama dalam mengasuh anak, yang akan terus menurun ke cucu Anda kelak.
♧♧♧
Sudah cukuplah anak kita merasakan juga sakitnya cubitan. Jangan ulangi lagi pukulan. Jangan biarkan dia merasa sendirian, tak didengar pendapatnya, diabaikan dan hidup dalam ketakutan atas bentakan dan makian.
Ayo putuskan mata rantai inner child ini.
Terima. Komunikasi ke dalam. Maafkan. Lepaskan.
Maka masa lalu yang buruk itu akan menjadi pil pahit yang bisa menjadikan kita pribadi yang lebih kuat.
Menjadi ibu yang tahu cara merawat anak dengan baik, tidak melakukan kesalahan yang sama.
Yang lembut namun bisa tegas saat diperlukan, tanpa harus melukai perasaan maupun fisik anak.
Dan….
Selamat berjuang memutuskan mata rantai inner child ini bunda.. Percayalah, menjadi ibu itu jauh lebih menyenangkan Saat kita tak lagi dibayangi masa kecil yang menyedihkan..
448 notes
·
View notes
Text
Surat Terbuka untuk Kamu
Haloo~
Untuk kamu yang tak sengaja melihat tulisan ini, tolong sempatkan sebentar saja untuk membaca suratku ini.
Aku tidak tahu bagaimana suasana hatimu saat membaca ini. Mungkin kamu sedang dalam suasana yang gembira. Mungkin juga kamu sedang kalut dan sedih. Mungkin juga kamu sedang senang lalu sedih, atau sebaliknya saat membaca suratku ini. Memang sih, suasana hati lebih sulit diprediksi ketimbang prakiraan cuaca di bumi.
Untuk kamu yang sedang gembira, aku mau mengucapkan terima kasih karena sudah banyak tersenyum hingga titik ini. Terima kasih sudah mau menebar kegembiraan yang kamu miliki hari ini. Terima kasih sudah tersenyum cerah secerah matahari pukul 12 siang. Aku harap kamu selalu menebarkan kebahagiaan kepada siapapun dan di manapun kamu berada.
Untuk kamu yang sedang dalam suasana mendung, aku juga mengucapkan terima kasih karena kamu telah bertahan sejauh ini. Terima kasih sudah menjadi orang yang kuat. Satu kata semangat dariku mungkin tak akan mengubah apapun yang sedang kauhadapi sekarang. Mungkin kamu sudah bosan, mungkin kamu sudah lelah karena orang-orang hanya memberi kata penyemangat dan motivasi untukmu dan itu bukanlah sesuatu yang kamu harapkan saat menceritakan kisahmu pada mereka.
Nggak papa. Nggak cuma kamu yang merasa begitu. Aku pun sering berada di posisi itu: mengharapkan lebih dari sekadar kata-kata penyemangat dan motivasi. Kamu juga menginginkan sesuatu yang lebih dari itu kan?
Mungkin ada saat-saat di mana kamu ingin menyerah, ingin lari dari semua tanggung jawab yang ada di pundakmu. Rasanya mau mundur saja. Nggak kuat, ini terlalu berat, katamu. Menghela napas saja rasanya beraaat sekali.
Nggak papa, istirahat saja sejenak. Itu adalah hal yang manusiawi, kok :)
Saat kamu benar-benar penat akan hiruk pikuk dunia, saat kamu merasa butuh bahu untuk menyandarkan semua bebanmu sejenak, pena untuk mencurahkan perasaanmu, tangan untuk menggapaimu di ujung jurang, maka lakukanlah. Istirahatlah sejenak.
Nggak masalah dari mana kamu harus start lagi. Setiap orang punya garis start dan finish yang berbeda-beda. Bangkit perlahan, jalan perlahan, istirahat lagi, bangkit, jalan, begitu terus sampai akhirnya kamu tiba di garis finishmu.
Kamu adalah orang yang tegar, aku tahu itu. Di saat kamu sendiri membutuhkan perhatian dan membutuhkan tempat curhat, kamu malah menawarkan diri menjadi tempat curhat bagi teman-temanmu. Disaat dirimu sedang papa dan sedang butuh penyemangat, kamu jugalah yang “nggak papa”-in dan menyemangati teman-temanmu. Terima kasih ya, kamu sudah berusaha tegar hingga titik ini.
Tapi … kalau kamu sudah tidak kuat jalan, sudah lelah, seperti kataku tadi, nggak masalah kalau kamu ingin beristirahat sejenak. Selalu ada kemudahan saat kesulitan. Kemudahan selalu beriringan dengan kesulitan, kesulitan selalu beriringan dengan kemudahan. Itulah yang difirmankan Tuhanku. Selalu tengok ke atas, samping kiri dan kananmu, ya :) Teruslah maju meskipun terseok-seok. Aku bangga sama kamu yang berhasil meneruskan langkah meskipun sudah berdarah-darah.
Malam Minggu, 10 Oktober 2020
Virtual Hugs,
Hanoi
82 notes
·
View notes
Text
Flamboyan (2)
Beberapa waktu lalu ketika bersinggungan dengan kehidupan Rumah Sakit, kemudian mendengar kesaksian seorang menantu laki-laki yang menjadi korban pembacokan oleh mertuanya dengan kapak sehingga mendapat jahitan 5 cm di kepalanya.
Singkat cerita faedah yang dapat dipetik dari cerita beliau, mengingatkan saya pada sebuah nasihat dari Mamazi dan Masgun.
“Setiap orang memiliki kriteria masing-masing dan memang concern utama saya selain ke suami adalah keluarga suami sebab keluarga suami juga keluarga saya dan anak-anak saya.
Ibunya menjadi ibu saya, bapaknya menjadi bapak saya, saudara-saudaranya menjadi saudara saya. Semua, neneknya, tantenya semua menjadi keluarga saya. Penting sekali saya harus bisa sayang dengan semuanya.
Bukan hanya dapat menerima, tetapi saya harus sayang dan care dengan semuanya. Ketika mereka senang, saya senang. Mereka sedih, saya pun sedih.
Walaupun laki-lakinya adalah pangeran tetapi jika keluarganya tidak welcome, saya tidak akan mau, makan hati dan menjadi masalah di kemudian hari. Untuk itu, jangan pernah kecintaan banget dengan laki-laki sebelum menikah.
Keluarga suami harus keluarga baik-baik yang menerima kita. Ini nasihat Mama saya, sering sekali beliau mengingatkan ini.” - Mamazi
***
“Sebab yang sudah menikah pasti paham betapa pentingnya dukungan orang tua untuk rumah tangga nanti.
Nanti jika sudah menikah, kita akan paham bahwa menikah dengan seseorang (dan keluarganya juga) yang dapat menerima diri kita itu lebih menenangkan. Kita tidak perlu memaksa seseorang untuk menerima kita, sekalipun kita menyukainya. Menyukai itu tidak berarti bahwa kita harus juga memilikinya. Realita ke depan, tidak berjalan dalam pemahaman yang seperti itu.” - Masgun
121 notes
·
View notes
Text
Book Review: 7 Habits of Highly Effective People
“Saya lagi nyoba jadi seorang mindful minimalist. Artinya saya bakal nyoba buat nyederhanain semua hal yang ada di hidup saya. Saya mau mulai nyoba ngeefektifin apa-apa yang ada di dalam hidup saya itu, kira-kira buku apa ya yang cocok buat ini?”
Stephen R Covey di bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People nyebutin ada 7 kebiasaan pribadi yang efektif. Apa aja emang? Be Proactive, begin with the end in mind, put first thing first, thinking win-win, seek first to understand then to be understood, synergize, sama sharpen the saw.
1. Reaktif vs Proaktif
Orang reaktif: coba aja saya punya koneksi kenceng. mungkin saya bakal sharing tentang minimalisme di podcast
Orang proaktif: saya masih bisa sharing minimalisme di IG, terus di design biar lebih menarik
2. Begin with The End in Mind
Pas ngebangun rumah, sebelum kita peletakan batu pertama kan kita pasti dah tau pengen kaya gimana ya rumahnya nanti. Gimana interiornya, mau berapa tingkat rumahnya, ada berapa kamar, dan lain-lain. Ini contoh begin with the end in Mind yang dimaksud.
3. Put First Thing First
Pernah denger empat kuadran skala prioritas ga? ya penting medesak dll. Nah katanya orang efektif itu ga ngabisin waktu di kuadran penting dan mendesak malah, tapi ia bakal prioritasin di kategori penting dan tidak mendesak. Mereka lebih ngehargain hubungan sama orang lain kebanding deadline-deadline tugas.
4. Thinkin WIn-Win
Pas negosiasi, orang orang efektif itu ngambil solusi yang nguntungin kedua belah pihak (win/win), gak menang kalah (win/loose), kalah menang (loose win), apalagi kalah kalah (loose/loose). Kalau pun gak menang menang, pilihannya gak ada kesepakatan.
5. Seek First to Understand, then to be Understood
Pas kita komunikasi sama seseorang, kita harus mendengarkan dengan tujuan buat memahami, bukan membalas. Soalnya bisa jadi kacamata yang kita gunain pas nge respon (tanpa memahami) gak cocok sama masalah yang dihadapin oleh lawan bicara kita.
6. Synergize
Orang yang efektif itu bakal nyoba nge sinergiin kelima kebiasaan sebelumnya. Mereka berfokus ke empat kemampuan dasar unik manusia, motif menang/menang, sama keterampilan mendengarkan yang baik.
7. Sharpen The Saw
Kebiasaan nomor tujuh ini ngeluangin waktu buat ngasah gergaji. Kebiasan ini ningkatin aset terbesar kita, yakni diri kita. Ada empat dimensi yang tercakup: mentak, fisik, sosial/emosional sama spiritual. Kuncinya itu belajar - berkomitmen - melakukan.
Sebenernya ada juga katanya the 8th habit, tapi buat sementara itu dulu deh soalnya habit ke delapan ini ada satu buku yang ngebahas. semoga next time kita bisa review. Semoga nambah insight baru (walaupun ini buku lama sih), dah ah merci beaucoup and thanks for having a beautiful mind.
146 notes
·
View notes
Text
Fisik vs Visi
Karena fisik, seseorang bisa jatuh cinta dengan mudah pada pandangan pertama. Namun kian hari cinta itu bisa memudar, bahkan barangkali tak bertahan lama. Sebab fisik kelak bisa berubah, menjadi tak sesuai harapan. Sebab fisik pula, bukan penanda kesetiaan seseorang. Juga karena fisik, ada banyak pernikahan yang tak mampu bertahan.
Karena visi, seseorang bisa jatuh cinta berkali-kali pada sosok yang sama. Bahkan kian hari, cinta mereka makin erat. Menggenggam dan menguatkan satu sama lain. Sebab visi, adalah soal hati, pandangan hidup ke depan, bahkan perencanaan soal bagaimana kelak saat kembali menghadapNya. Yang tentu saja hal-hal seperti itu jauh lebih dibutuhkan untuk mengarungi kehidupan.
Karena Fisik, seorang lelaki bisa mudah terpesona. Pada manisnya senyuman, pada wajah yang meneduhkan, pada suara yang penuh kelembutan. Namun ketika waktu berjalan, yang pada akhirnya menghilangkan satu demi satu kecantikan, bisa jadi pesona itu pudar, dan cinta lelaki itu pun melebur bersama pudarnya pesona perempuan
Karena Fisik, seorang perempuan bisa dengan mudah merelakan hatinya. Pada tingginya badan, dada yang tegap, tampannya wajah, suara yang penuh keberanian. Namun kelak ketika waktu perlahan memunculkan kerutan di wajah, menggerogoti segala kekuatan, maka hati itu pun akan terbawa, pada pandangan lain yang jauh lebih menyejukkan.
Karena Visi, seorang lelaki takkan pernah bosan dalam mencintai pasangannya. Pada kecantikan pikirannya, ilmu yang terus direguknya, kelembutan akhlak dan tutur katanya, serta khidmah terhadap segala perintahnya. Sebab pada akhirnya, dalam perjuangannya menafkahi keluarganya, yang ia butuhkan adalah ketentraman di rumahnya, rumah yang betul betul menjadi rumah bagi jiwa dan raganya.
Karena Visi, seorang wanita akan terus setia pada suaminya. Tak peduli seberapa besar materi yang diberikannya, ia jauh lebih terpesona pada bagaimana kelamah-lembutan perilaku dan tutur katanya, bagaimana kepekaannya, bagaimana saat mampu menjadi pendengar yang baik atas segala keluh kesahnya, dan bagaimana ia menatap masa depan dengan penuh perjuangan dan keikhlasan. Sebab pada akhirnya, jalan ia menuju surga ada pada ridha suamiNya.
Jika kelak kamu mencari seseorang, maka carilah karena visi-nya. Karena visi yang takkan pernah pudar seiring waktu berjalan, Sebab pada akhirnya, nilai-nilai yang tertanam dalam hatinya itu jauh lebih dibutuhkan untuk hubungan yang panjang, yang abadi hingga kelak di surgaNya.
Malang, 9 September 2020, 06.12 Mushonnifun Faiz Sugihartanto
1K notes
·
View notes
Text
KEDEWASAAN EMOSI
Salah satu topik yang agak jarang diangkat di Indonesia adalah kedewasaan emosi (emotionally mature).
Yang saya lihat, kebanyakan orang di Indonesia beranggapan bahwa kedewasaan emosi ini akan berjalan seiring dengan umur.
Padahal, berdasarkan pengalaman diri sendiri, kalau nggak sering-sering dikulik, kita jarang sadar bahwa secara emosi, kita kurang dewasa.
Setidaknya, ada 20 tanda kedewasaan emosi seseorang, diantaranya adalah:
1. Sadar bahwa kebanyakan perilaku buruk dari orang lain itu akarnya adalah dari ketakutan dan kecemasan – bukan kejahatan atau kebodohan.
2. Sadar bahwa orang gak bisa baca pikiran kita sehingga akhirnya kita tau bahwa kita harus bisa mengartikulasikan intensi dan perasaan kita dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tenang. Dan, gak menyalahkan orang kalau mereka gak ngerti maksudnya kita apa.
3. Sadar bahwa kadang-kadang kita bisa salah – dan bisa minta maaf.
4. Belajar untuk lebih percaya diri, bukan karena menyadari bahwa kita hebat, tapi karena akhirnya kita tau kalau bahwa semua orang sebodoh, setakut, dan se-lost kita.
5. Akhirnya bisa memaafkan orang tua kita karena akhirnya kita sadar bahwa mereka gak bermaksud untuk membuat hidup kita sulit – tapi mereka juga bertarung dengan masalah pribadi mereka sendiri.
6. Sadar bahwa hal-hal kecil seperti jam tidur, gula darah, stress – berpengaruh besar pada mood kita. Jadi, kita bisa mengatur waktu untuk mendiskusikan hal-hal penting sama orang waktu orang tersebut sudah dalam kondisi nyaman, kenyang, gak buru-buru dan gak mabuk
7. Gak ngambek. Ketika orang menyakiti kita, kita akan (mencoba) menjelaskan kenapa kita marah, dan kita memaafkan orang tersebut.
8. Belajar bahwa gak ada yang sempurna. Gak ada pekerjaan yang sempurna, hidup yang sempurna, dan pasangan yang sempurna. Akhirnya, kita mengapresiasi apa yang 'good enough'.
9. Belajar untuk jadi sedikit lebih pesimis dalam mengharapkan sesuatu - sehingga kita bisa lebih kalem, sabar, dan pemaaf.
10. Sadar bahwa semua orang punya kelemahan di karakter mereka – yang sebenarnya terhubung dengan kelebihan mereka. Misalnya, ada yang berantakan, tapi sebenernya mereka visioner dan creative (jadi seimbang) – sehingga sebenernya, orang yang sempurna itu gak ada.
11. Lebih susah jatuh cinta (wadaw). Karena kalau pas kita muda, kita gampang naksir orang. Tapi sekarang, kita sadar bahwa seberapa kerennya orang itu, kalau dilihat dari dekat, ya sebenernya ngeselin juga 😂 sehingga akhirnya kita belajar untuk setia sama yang udah ada.
12. Akhirnya kita sadar bahwa sebenernya diri kita ini gak semenyenangkan dan semudah itu untuk hidup bareng
13. Kita belajar untuk memaafkan diri sendiri – untuk segala kesalahan dan kebodohan kita. Kita belajar untuk jadi teman baik untuk diri sendiri.
14. Kita belajar bahwa menjadi dewasa itu adalah dengan berdamai dengan sisi kita yang kekanak-kanakan dan keras kepala yang akan selalu ada.
15. Akhirnya bisa mengurangi ekspektasi berlebihan untuk menggapai kebahagiaan yang gak realistis – dan lebih bisa untuk merayakan hal-hal kecil. Jadi lebih ke arah: bahagia itu sederhana.
16. Gak sepeduli itu sama apa kata orang dan gak akan berusaha sekuat itu untuk menyenangkan semua orang. Ujung-ujungnya, bakal ada satu dua orang kok yang menerima kita seutuhnya. Kita akan melupakan ketenaran dan akhirnya bersandar pada cinta.
17. Bisa menerima masukan.
18. Bisa mendapatkan pandangan baru untuk menyelesaikan masalah diri sendiri, misalnya dengan jalan-jalan di taman.
19. Bisa menyadari bahwa masa lalu kita mempengaruhi respons kita terhadap masalah di masa sekarang, misalnya dari trauma masa kecil. Kalau bisa menyadari ini, kita bisa menahan diri untuk gak merespon dengan gegabah.
20. Sadar bahwa ketika kita memulai persahabatan, sebenernya orang lain gak begitu tertarik sama cerita bahagia kita – tapi malah kesulitan kita. Karena manusia itu pada intinya kesepian, dan ingin merasa ada teman di dunia yang sulit ini.
Written by @jill_bobby
Referensi: https://youtu.be/k-J9BVBjK3o
4K notes
·
View notes
Text
Bukan Surat Cinta
Untuk Kekasih di Masa Depan
Sebetulnya aku sering memikirkan sikap skeptisku terhadap apa yang disebut-sebut cinta. Bukan apa-apa, nyatanya tidak semua orang bisa mendapatkan kisah kasih yang ideal seperti drama korea. Lagipula keabadian rasa terhadap sesama manusia itu hanyalah sebuah delusi, menurutku.
Kira-kira begitu pembuka surat yang bukan surat cinta ini. Tulisan ini hanyalah hasil tuangan semua pikiranku kepada siapapun yang mungkin akan menjadi kekasihku di masa depan. Hei, apakah kamu sedang membaca tulisan ini? Apabila iya, aku ingin meminta maaf.
Iya, aku minta maaf karena telah mengumbar keraguanku atas kisah kita. Begini, bukannya aku tidak suka dengan kisah bahagia. I do love fairy tale. Tapi masalahnya aku tidak bisa menjanjikan apa yang belum mampu aku lakukan. Nyatanya semua kisahku kandas dan aku mampu melewatinya. Bagaimana aku mau berjanji hal yang sama tidak akan terulang?
Omong kosong apa yang pernah aku sebut sebagai kasih sayang sejati. Semua ada tanggal kadaluarsanya. Wajahmu akan berkeriput dan aku jelas akan lebih menyukai wajah yang mulus. Perilakumu yang manis akan berubah jadi menjengkelkan bagiku saat kamu sudah pikun nanti. Sayangku akan habis untukmu.
Kemudian aku jamin rasa sayang yang baru akan muncul. Bukan untukmu, melainkan untuk orang lain. Seseorang yang mampu membuatku lebih nyaman dan bahagia. Tentu saja orang itu lebih memuaskan nafsuku yang menjadi justifikasi kasih sayang. Aku yakin kamu juga akan mengalami fase yang sama sepertiku.
Terdengar brengsek ya? Nah makanya apabila kamu bertemu denganku pada saat aku sedang sayang padamu, tolong sadarkan aku bahwa perasaan itu fana. Apabila perlu tolong tampar aku. Hujat aku sepuasmu supaya kamu tidak menaruh harapan yang tinggi dari orang yang inkonsisten sepertiku. Aku tidak pantas.
Apabila pada saat kamu membaca sampai titik ini kamu menjadi ragu, meragulah! Itu lebih baik. Namun apabila kamu sudah terlanjur menaruh harapan padaku, tolong lepaskan saja. Carilah laki-laki lain yang mampu memegang janjinya untuk menjalani masa depan dengan konsisten bersamamu. Kejarlah laki-laki ideal itu.
Begitu pesanku. Apabila kamu sudah merasa ilfeel, tolong berhenti di bagian ini. Jangan dibaca lagi. Kamu pasti akan tambah kesal apabila kamu melanjutkan membaca tulisan ini. Berhentilah sebelum kamu melihat omong kosongku yang kutulis di paragraf berikutnya.
***
Ah, mengapa kamu masih membaca tulisan ini?
Aku ini hanya manusia biasa. Aku lebih memilih untuk mengakui bahwa aku adalah makhluk yang inkonsisten. Aku juga enggan berjanji muluk-muluk untukmu yang mungkin menjadi kapal yang singgah sejenak di pelabuhanku. Romantisku itu palsu.
Apabila aku disuruh berjanji, aku pasti akan mencari aman saja. Aku hanya akan menjanjikan perjuangan fana. Perjuangan yang apinya akan redup suatu saat nanti tanpa peringatan. Aku enggan berjanji lebih karena aku tidak ingin membuat kecewa. Jika aku terpaksapun, hanya ada dua janji lain yang akan kuberikan.
Pertama, aku akan berjanji untuk menyimpan semua memori selama perjuangan fana itu. Kenangan kita mungkin akan busuk, tapi setidaknya memori kita bersama itu akan tetap kusimpan sebagai bentuk penghargaan untukmu. Bukan atas dasar sayang, melainkan atas rasa hormatku sebagai orang yang pernah singgah dan merusuh di hatimu.
Kedua, aku akan berjanji untuk mempersiapkan kertas putih baru setiap satu perjuangan fana selesai. Kertas putih ini akan aku bebaskan pemakaiannya kepadamu. Terserah kamu mau merobeknya atau menuliskan kisah baru di atasnya bersama orang lain. Yang jelas aku akan meninggalkan sepotong paragraf dari kisah perjuangan fana terakhirku di kertas itu, ditambah sedikit kalimat penutup.
Itu saja. Maaf aku tidak bisa berjanji banyak. Percayalah sejujurnya aku juga ingin menjalani kisah bersamamu dengan alur seindah dongeng klasik Disney. Namun kini aku percaya bahwa melanjutkan kisah bersama bukan masalah rasa yang abadi, melainkan kumpulan perjuangan fana bersama yang silih berganti. Pada akhirnya aku hanya bisa menulis kalimat penutup pada setiap kertas putih yang menandai kandasnya perjuangan fanaku:
"Maukah kamu mencoba berusaha bersamaku lagi?"
Dan jawaban positifmu, akan menjadi semangatku untuk memulai perjuangan fana yang baru.
Riuh, 11 September 2020
82 notes
·
View notes
Text
Jika ingin benar-benar berubah menjadi lebih baik. Syaratnya satu, jangan ditunda.
Esok belum tentu ada kesempatan. Umur manusia siapa yang tau.
336 notes
·
View notes
Text
People Change
Aku pernah berada di sini, di titik nadir. Melaluinya dengan getir, meski aku tahu ini bukanlah akhir. Kesalahan yang bermula pada satu hal, terlalu menaruh harap dan percaya kepada seorang manusia.
Aku tahu diri ini bebal. Ribuan nasehat dan petuah telah terucap dari semua orang yang ada di sekelilingku, namun semua itu percuma. Aku tetap saja memberikan segalanya, segenap hatiku pada seorang manusia. Waktu itu, aku yakin kesetiaan, janji, komitmen akan persahabatan dan cinta adalah yang terbaik. Tak akan pernah ada yang berubah. Layaknya satu larik pada puisi Sapardi Djoko Damono, waktu adalah fana, kita abadi.
Kemudian orang-orang berubah, mereka takkan pernah menetap pada satu kata. Aku yang terlalu naif dan berlindung di bawah ucapan-ucapan menyejukkan namun palsu. Aku terus-menerus memunggungi kenyataan. Aku baru tersadar ketika terantuk oleh kebenaran.
Kini, aku menyesal telah terlalu berharap pada manusia. Ingin ku hapus segala ingatan tentang masa lampau yang menyakitkan tentang manusia. Tetapi, seorang bijak membelai lembut hatiku yang sedang gundah.
"Berterima kasihlah pada semua itu, jalan hidup yang membuat kita dewasa. Memori yang pahit membuat kita selalu belajar. Bersyukurlah atas semua cobaan yang pernah kita lalui. Masa lalu manis mengukir senyuman, masa lalu pahit mengukir kekuatan. Kenang-kenangan yang manis akan selalu manis, asal kita tidak bermimpikan masa lampau akan kembali lagi."
Mendengarnya, aku menjadi lega. Aku ikhlaskan semua yang ada di belakang, segala hal yang telah membentuk diriku hari ini. Terima kasih Tuhan telah menghadirkan ribuan manusia ke dalam hidupku dengan semua hiruk pikuknya.
People change, mereka pergi, mereka berpindah bukan karena membenci tetapi karena butuh tempat untuk bertumbuh. Begitupun juga denganku, aku pun harus beranjak. Akhirnya, aku memahami bahwa salah satu lompatan hijrah paling tinggi adalah meleburkan diri dalam penerimaan, menerima manusia dengan segala ambiguitasnya, dengan segala sisi paradoksialnya dan dengan segala sisi kontradiktifnya.
Yogyakarta, 27 Agustus 2020
@menujusenja
102 notes
·
View notes
Text
Dear, A
Saat menulis ini, langit sedang biru, awan sedang putih, angin sedang lari diantara dedaunan, dan burung sedang bersenandung diranting pohon dekat jendela kamarku.
Beberapa bulan lalu, kita tidak sengaja berkenalan lewat laman biru tua ini. Padahal kurasa Tuhan membuatnya sengaja. Saat kita bertukar sapa, melalui dunia maya, kau bercerita tentang dirimu dan aku bercerita tentang diriku. Aku merasa seperti isi kepalamu adalah duplikat isi kepalaku dan sebaliknya. Hanya saja, kau lebih tangguh daripada aku saat jatuh dan kau lebih dingin daripada aku saat hatimu tersentuh oleh hal yang hangat. Dirimu adalah versi kuat yang kuharapkan ada dalam diriku.
---
Seiring waktu berlalu, telah banyak rahasia yang kutukar denganmu. Terutama soal kelemahanku, ketakutanku, dan apa-apa yang tidak bisa kuutarakan karena tidak pernah dipahami saat aku menyuarakannya. Kepadamu, semua itu mengalir seperti sungai yang menemukan muaranya. Kepadamu aku menemukan cara untuk bercerita perihal aku yang takut merasa bahagia tetapi lupa caranya menangis, rasanya terdengar cukup menyesakkan ya?.
---
Dear A, terimakasih tak terhingga atas segala makna yang sudah diberi lewat kata-kata, atas segala kalimat menguatkan, atas segala nasihat yang terdengar menyesakkan, atas segala kesediaan untuk selalu ada disaat aku butuh tempat untuk berbagi.
---
Dear A, terimakasih tak terhingga karena seringkali kau membuatku takjub, saat aku menjelaskan dan kau menyatakan; Kia padahal aku ingin berbicara seperti yang kau katakan tadi, tapi aku takut kau tersakiti. Rasanya seperti kepala kita sedang berjalan dalam pola pikir yang sama. Tetapi hal yang menyakitkan tetaplah menyakitkan, dan hal yang menyenangkan tetaplah menyenangkan kan?.
---
Takdir begitu lucu ya A, saat aku bahkan tidak pernah melihatmu aku merasa kau seperti saudara kembarku yang kembali dihidupkan waktu tetapi dalam sosok perempuan. Mudahan Tuhan menjaga jalinan diantara kita tetap selalu dalam kebaikan. Aamiin.
-------------------with❤ by your sister-------------
160 notes
·
View notes
Text
227.
Kita semua punya luka, lebam di tubuh masing-masing, yang membedakannya adalah cara menyikapinya.
Ada yang terang-terangan menunjukkan pada dunia, ada yang memilih menyimpannya seorang diri.
Jika kau bertemu seseorang yang hidupnya baik-baik saja, percayalah, ia hanya pandai menutupi segudang beban dalam tawa bahagianya.
Tak ada yang tidak punya masalah, sebab ini dunia, tempat berlelah-lelah, istirahatnya nanti di surga-Nya Allah.
Maka, jangan menyerah, jangan, sebab selalu ada alasan untuk tetap bertahan hidup.
Riuh, 21.35 | 22 Agustus 2020
231 notes
·
View notes
Text
rezeki yang berbeda
beberapa hari lalu di Twitter, seorang teman dekat saya berujar soal anak yang dibelikan rumah oleh orang tuanya. beban finansial anak yang dibelikan rumah oleh orang tuanya, menurutnya, terangkat 50%. ini privilese yang sangat luar biasa.
saya menimpali cuitan itu dengan apa yang terjadi pada saya dan mas y--kami tidak dibelikan rumah, tetapi mendapatkan banyak sekali rezeki dari keempat orang tua kami. mulai dari biaya pernikahan, tempat tinggal (rumah kontrakan), bahkan biaya rumah sakit atau susu mbak yuna. saya bilang, pada keadaan lain, bisa jadi 80% beban finansial yang terangkat.
kalau ditanya mengapa begitu, jawabannya panjang sekali dan mungkin tak semua orang akan mengerti. mulai dari resepsi pernikahan yang adalah hajatan orang tua alih-alih hajatan kami berdua. atau mas yunus yang masih residensi sehingga belum berpenghasilan dan mengandalkan uang saku beasiswa--sehingga sejak awal menikah, kedua orang tua mas yunus terkesan ingin memastikan bahwa saya ternafkahi dengan baik, paling tidak untuk urusan mendasar dan keperluan-keperluan besar.
tanpa saya duga, ternyata cuitan teman saya itu viral luar biasa. balasan saya pun menjadi tempat diskusi. beberapa juga membully, tapi sudahlah, mereka tak tau yang sebenarnya terjadi. banyak pasangan yang keadaannya seperti kami, tidak bisa menolak pemberian orang tua karena tak mau menyakiti perasaannya. banyak juga yang menentang, urusan rumah tangga seharusnya diatur tanpa melibatkan orang tua.
apa pun itu, yang ingin saya sampaikan adalah setiap keluarga punya prinsip dan nilai hidup masing-masing yang tidak perlu diperbandingkan. sekarang, kuping saya sudah sangat tebal dari omongan orang akan bagaimana saya dan mas yunus menjalani rumah tangga. selama kami berdua sepakat dan mau menerima segala konsekuensinya, mengapa pusing dengan kata orang?
kedua, setiap keluarga pasti ada rezekinya, bentuknya bisa berbeda-beda. ada keluarga yang rezekinya dapat rumah dari orang tua. ada keluarga yang rezekinya berjuang agar bisa membeli rumah atau mengontrak rumah. ada keluarga yang rezekinya dipinjamkan uang oleh orang tua untuk membeli rumah. ada keluarga yang rezekinya tinggal di rumah orang tua. ada keluarga yang rezekinya menempati rumah dinas. ada juga yang justru memberikan rumah untuk orang tua. ini baru urusan tempat tinggal, belum urusan lain-lain.
yang saya percaya, rezeki itu paling nikmat apabila kita menjemputnya. meskipun apa saja yang menjadi rezeki kita sudah ditakdirkan, kita tetap harus berjuang dan berupaya. kadang saya berpikir bahwa letak rezeki yang sesungguhnya tidak terdapat pada apa atau berapa yang didapatkan, melainkan bagaimana sesuatu itu didapatkan.
lalu yang saya juga percaya, rezeki tak melulu datang dari arah yang kita tuju atau duga. ini sudah berkali-kali kita dengar dari cerita zam-zam bunda hajar dan ismail. lagi-lagi, tugas kita adalah berupaya, Allah yang akan mencukupkan.
oleh karena itu, kalau masih sendiri, buatlah prinsip untuk diri sendiri. kalau sudah menikah atau sudah ada calon, bicarakan prinsip itu. bicara artinya juga mendengarkan dan terkadang berkompromi.
selebihnya, tetaplah berupaya untuk menjemput rezeki dengan sebaik-baiknya. tak perlu iri dengan rezeki yang didapat orang lain. jika mulai ada perasaan tak senang melihat rezeki orang lain, letakkanlah rezeki bukan pada apa dan berapa, melainkan pada bagaimana.
bagaimana rezeki didapatkan. bagaimana rezeki dibelanjakan. itulah yang kelak akan kita pertanggungjawabkan.
562 notes
·
View notes