Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Jadi kapan?
Ga terasa ternyata udah 9 bulan menikah, tapi karna belum dikasih amanah makhluk hidup sama Allah makanya dinikmatin dulu aja hehe yah untungnya tinggal jauh dari mana2 gini, yang nanyain cuma orang tua, itupun kalau videocall aja hehe
Jadi setelah 9 bulan merasakan kehidupan baru ini, gue tiba2 beberapa hari kepikiran suatu hal.
Jadi..
dulu ada masanya ketika gue adalah si cewe yang pernah mengajak a.k.a. meminta lelaki untuk menikahi gue, yah kaya cewe pada umumnya lah ya yang sudah punya hubungan lama dengan seseorang. Karena gue males dengan ke tidak jelasan, maka gue pun akan memberikan ketidak jelasan yang sama, rule yang utamanya tidak menikah, tidak boleh melarang. Alhasil ya punya hubungan yang berganti2 ga jelas dan ujung2nya hanya nyakitin hati gue maupun sama siapapun gue waktu itu (p.s tidak semua yang katanya menyakiti itu tidak sakit juga lho)
lalu kalau sekarang di pikir waktu pernah minta seorang lelaki untuk nikahin gue, ternyata itu tindakan yang nantinya akan menyusakan diri sendiri dan yang memulai? diri sendiri, jadi salah siapa? diri sendiri. Emang naluri perempuan udah gitu kali ya, kelamaan punya hubungan, ga jelas mau dibawa kemana trus alhasil jadi pushing cowonya untuk cepet nikahin. Salah ga sih ya? kalau gue sih berpikir ini ada salahnya juga. Kenapa? karna jikalau kita tidak pertama kali membuka diri dan memberikan kesempatan seseorang itu mendekati kita dan menjadikan kita sama2 punya hati satu dengan lainnya, maka tidak akan tumbuh lebih besar lagi rasa ketertarikan kita pada seseorang itu. Jikalau keterarikan makin besar, maka ujung2nya keterikatan satu sama lain, lalu ketergantungan. Dan akan jadi “maunya cuma sama dia”. hmm ya i’ve been there hehe
Kalau di putar ulang, mungkin gue yang sekarang akan menasehati diri gue yang dulu bahwasanya, pria yang sudah siap akan datang sendiri kepada orang tua kita tanpa harus setiap saat kita minta untuk cepat2 menghalalkan kita. Setelah nanti lo menikah dengan dia, dia bukan lagi pria yang kerjaannya cuma nganter jemput lo atau kadang jajanin lo ini itu ataupun ngajak lo jalan2 ke tempat fancy, tanggung jawab dia akan lebih dari itu. Syukur2 kalo dia masih bisa kaya jaman pacaran sama lo, tapi yakinilah ternyata kehidupan pernikahan ga bisa selamanya unyu kaya pacaran. Dia akan berubah menjadi pria dengan tanggung jawab yang makin besar, kepada lo, keluarga lo, keluarga dia & yang paling penting pertanggung jawabannya sama Tuhannya. Kadang gue juga bertanya “bagaimana jikalau lelaki yang diminta menikahi tetap menikahi walaupun dia belum siap?”, ngeri juga sih kalo dipikir2 sekarang, hidup gue sekarang sama dia, sama2 jalan diatas kaki kita sendiri, kalau dia belum siap, apa iya gue siap untuk jalan dengan “satu kaki”?
Kita mungkin harusnya bukan lah orang yang memborbardir dia dengan pertanyaan2 kita itu, tapi doakanlah, bantu permudah ataupun semangati dia di jalannya untuk mencapai targetnya sebelum menikah, sepertinya itu mungkin akan lebih menjadi semangat buat dia.
Sebenernya gue bisa mikir gini karena gue sedih, waktu suami bilang mau sempet terpikir untuk berhenti kuliah masternya karena dia merasa kita ga punya cukup uang untuk nabung buat jangka panjang. Tau dia bilang kaya gitu ngebuat gue syok dan sedih banget, karena gue kenal dia dari lama dan dari dulu dia selalu bilang punya cita2 pengen kuliah sampai S3, dan gue disini yang mau dia bahagiakan dan pertanggung jawabkan malah jadi merasa jadi hambatan buat dia meraih cita2nya. Pernah gue mikir, harusnya dulu gue gamau aja waktu dia ngajak nikah, karena dia belum 100% mencapai cita2nya, tapi semuanya udah terlanjur juga, gue harus bisa jadi orang yang selalu ada buat dia dan kasih support terbaik yang gue bisa.
Kita semua pasti pengen untuk segera menyempurnakan separuh agama kita itu jikalau kita sudah menemukan orang yang cocok menurut kita, tapi sekali lagi jangan lupa untuk coba merubah petanyaan “kamu kapan nikahin aku?” ke kalimat2 yang membantu dia melihat diri dia sendiri kedepannya dan bagaimana dia mau memulai hidupnya dengan istrinya kelak. Belajar untuk menempatkan diri kita adalah orang ke 3 antara dia dan siapapun yang nantinya akan jadi istrinya, walaupun akhirnya adalah kita.
Jikalau dia terlalu lama buat lo, yah berarti Tuhan mungkin bilang secara tidak langsung bahwa ada yang belum siap diantara kalian, atau belum waktunya. Semoga disegerakan di waktu yang tepat semuanya :)
0 notes
Text
Eh salah nih..
Setelah sekian lama tidak disini. akhirnya saya kembali. Banyak sebenernya yang pingin gue tulis setiap saat, tapi apa daya, keterbatasan waktu untuk memikirkan kalimat apa yang akan di susun untuk menjadikan ini tulisan yang nyambung adalah hal yang ga mudah buat gue.
Media sosial adalah salah satu platform gue tiap hari untuk mencari berita dan keep up sama kehidupan orang2 yang pernah gue kenal. Karna hanya lewat media sosial gue bisa melihat kehidupan mereka lagi kenapa2, tanpa perlu basa basi. Syukur2 ikut seneng kalo mereka lagi bahagia dan pastinya hanya bisa bantu dengan doa jikalau ga bisa ada buat mereka waktu sedih. Yah salah satu alasannya ya pastinya karena gue jauh dari orang2 yang gue kenal dulu dan gue gamau mereka dan gue jadi ga kenal satu sama lain nantinya, intinya jadi pengingat buat gue sendiri.
Dari media sosial pula banyak hal2 yang gue temuin, banyak cerita, opini, kemarahan, keluhan dan masih banyak lagi yang datang dari banyak orang dan setiap orang punya alasan, latar belakang dan kemampuan menyampaikan yang berbeda-beda.
Gue gatau harus mulai dari mana. Sesungguhnya gue pun kadang bertanya kepada diri gue sendiri, “pikiran gue yang seperti ini terhadap pemikiran orang lain seperti itu apa ga jadi kaya lingkaran setan yang gitu2 aja? mencari pembenaran atas pendapat sendiri?” gue gatau seberapa banyak orang mikirin hal ini, sebelum mereka bicara, nulis ataupun ikut berkomentar akan suatu hal. Kali ini gue gatau harus ngobrol sama siapa, karna si yang biasa diajak diskusi udah tidur duluan dan kebetulan laptop ditangan, maka keingetlah ini platform, tempat kebebasan gue.
Balik ke fokus awal, pemikiran dan cara berpikirnya kita terbentuk dari banyak faktor, entah cara pendidikan kita, apa saja yang kita pelajarin, lingkungan, masa kecil dan masih banyak faktor lainnya. Di dunia yang serba terbuka ini, banyak pemikiran2 dan cara pikir yang kita bahkan gatau itu pernah ada sebelumnya di dunia kita.
Dari pemikiran itu tidak semua orang bisa menuangkannya ke kalimat yang yang terpat atau menggunakan pilihan kata yang kurang tepat. Hal ini bikin kita2 yang bisa menggukan bahasa indonesia yang gitu2 aja dengan diksi bahasa yang terbatas dan sumbu2 pendek ini, kadang menjadikan sebuah kalimat menjadi salah interpretasi.
Tidak semuanya orang menggunakan tata bahasa ataupun mengekspresikan dirinya dengan cara yang sama seperti kita. Jangan cepat mengambil kesimpulan atas apa yang orang lain katakan dan jangan cepat tidak suka dengan apa yang orang lain ekspresikan. Mungkin ada hikmahnya. Tapi ya jangan setiap hal dijadikan sebuah diskusi ataupun permasalahan karna itu sepele. Tidak semua orang itu sama dengan kita. Komentari hal seperlunya dan jangan membesarkan hal kecil.
Lihatlah siapa mereka lebih dekat, jikalau itu teman kita yang menulis atau menyampaikan sesuatu, telaah dulu apa maksudnya dan samakan dengan karakternya, tapi bukan berarti langsung menjustifikasi. Jangan jadi yang bilang tabayyun tapi kalau ada yang ternyata tidak bisa menyusun kalimat langsung di serang.
Yah mungkin sekian, jikalau ada yang baca sampai sini dan kaya bingung ini ngomongin apasih, ya maaf namanya masih harus belajar menulis lagi hehe tapi terima kasih sudah dibaca, semoga bisa saling mengingatkan dan saling rendah hati untuk mau diingatkan oleh orang lain.
Salam untuk semua,
HR
0 notes
Text
“Kids jaman now”???
Pasti pernah denger kan kata-kata “kids jaman now”, jujur gue sendiri pun bingung yang dianggap kids jaman now itu siapa? apakah generasi nanggung kaya gue ini masih terhitung kids jaman now?
Banyak di instagram sendiri yang “mengklaim” video mereka adalah contoh aksi “kids jaman now” dan mostly disayangkan adalah video2 yang membuat geleng-geleng kepala. Salah satu contohnya pernah gue liat anak2 SD gitu beli vape atau bahkan mereka ngevape bareng2 dan masih pake seragam. Ini bukan sesuatu yang wajar, tapi juga bukan sesuatu yang aneh, jika kita melihat bukan dari sisi kehidupan kita saja.
Hal2 seperti ini jelas menjadi perhatian bagi orang2 yang mempunyai anak atau keluarga yang masih kecil dan belum mengerti apa yang boleh dan tidak boleh.
Kalo pake kata2 “kids jaman now” apakah itu berarti kita menyalahkan mereka sebagai anak jaman sekarang yang kelakuannya melewati batas? adakah kita sebagai orang yang lebih tua memberi contoh dan perhatian yang cukup untuk adik2 kita yang akan melanjutka apapun itu perjuangan kita nanti?
Saya berusaha untuk tidak berpikiran negatif akan arti dari kata2 tersebut, apapun dibalik makna kata2 tersebut saat keluar dari mulut kita, cobalah untuk tetap ingat bahwa kitalah yang harusnya membantu bukan malah menyalahkan. Walaupun gue percaya memang tidak semua yang berumur itu bijaksana, tapi cobalah belajar untuk melihat prespektiv lain dari sebuah fenomena, renungi, apakah kita sudah menjadi “kakak” yang baik untuk mereka? Jaman semakin maju, eranya pun sudah berbeda. Contoh kecilnya adalah kalau kalian tahu anak2 jaman sekarang mainnya media sosial, bijaklah kita yang sudah mengerti untuk mengupload sesuatu. Jangan dikit2 upload hal2 yang berbau provokatif, hal2 negatif menjelek2an seseorang atau sesuatu, atau bahkan hal2 yang berbau pornografi.
Bolehlah kita hidup mengikuti jaman dan jadi anak kekinian, tapi jadilah juga orang yang membawa hal baik untuk orang lain.
0 notes
Text
Dear.....
Saya, 24 tahun, seumur hidup belum pernah mengalami berat badan diatas “rata2″ cewe indonesia sebaya saya, tapi tidak di beberapa tahun belakangan.
Orang bicara soal berat badan ideal, dari dulu saya bukan orang yang peduli dengan apasih itu berat badan dan tubuh ideal. Apakah sehat dan bahagia kurang cukup? Mungkin jawabannya antara iya dan tidak.
Ga bisa dipungkiri kalau bagaimana gambaran kita tentang wanita “cantik” itu adalah yang punya muka cantik, mulus, badan ramping dan berat badan “rata2″. Tapi disatu sisi mereka pun bicara bahwa, kecantikan yang alami itu lebih bagus, kecantikan hati itu lebih penting, tapi apakah kita bisa benar2 mengaplikasikan itu ke kehidupan kita?
Saya bukan jadi orang yang tidak pernah mengejek teman saya yang terlihat “gendut”, saya pernah, tapi diluar itu semua apakah kita harus sebagai teman yang baik selalu mencoba mengoreksi hal2 yang tidak sepenuhnya salah itu dari mereka? Mungkin kalau teman kita makan makanan yang kurang sehat dan tidak olahraga, boleh ditegur sesekali, tapi dengan mengomentari dia setiap saat dan mencibir saja apakah membantu menyelesaikan masalah?
Mungkin ada juga yang berpikir, “kenapa ga diet atau olahraga kalau udah cape dikatain gendut?”, sesungguhnya niat itu datangnya dari diri sendiri, bukan karena faktor sosial yang terlalu banyak berkomentar tentang apa itu “beauty standard”.
Setiap manusia diciptakan dengan fisik, hati dan pemikiran yang berbeda. Setiap manusia punya keunikan dan sisi kecantikannya sendiri. Jika memang dia berbeda dari kita, simpan itu dalam hati, fisik seseorang bukan poin penilaian untuk orang tersebut, begitupun untuk sang penilai. Tidak asal men-”standard”-kan “kecantikan” akan sangat membantu untuk kita lebih punya pikiran terbuka, mulut dan tangan yang bisa lebih terjaga untuk tidak mengomentari fisik seseorang yang “berbeda”.
Ini saya tulis bukan hanya untuk saya, tapi ini untuk teman2 semua yang diharap pun dapat mengerti dan berusaha untuk saling menghargai antara sesama. Karena sesunguhnya ciptaan Tuhan adalah yang sebaik-baiknya ciptaan.
0 notes
Conversation
Ilmu datengnya dari siapa aja
Kemarin waktu kerja gue berkesempatan untuk ngobrol banyak dengan temen gue dari vietnam, kebetulan doi udah ibu2 anak satu gitu, tapi mukanya masih hemat banget. D untuk doi dan G buat gue ya. Kurang lebih gini percakapannya :
D : Plan lo apa nih nanti setelah lulus kuliah? Mau disini dulu atau langsung pulang?
G : Gue sih maunya disini dulu nyari pengalaman, karena susah kerja di indonesia kalo ga punya pengalaman. Lah lo gimana? Mau tetep stay disini sampe tua?
D : Rencananya sih sekarang gue sama suami gue mau kerja sebanyak-banyaknya selagi kita bisa, kalau nanti kita udah tua, anak kita udah mapan bisa ngurus hidupnya sendiri kita maunya pulang ke vietnam.
G : kenapa pulang? bukannya fasilitas disini lebih enak dan lengkap?
D : emang disini lo bisa punya duit banyak dan fasilitas yang lengkap, tapi lo ga ngerasa kalo hidup disini itu gitu2 aja? lo bangun tidur, sarapan, kerja, pulang, makan, tidur, trus bangun lagi ulang dari awal. Mungkin disini lo bisa punya banyak uang tapi lo ga ngerasa bahagia dan nyaman. Saat lo pengen sendiri lo mungkin dapetin itu, tapi waktu lo sakit? apa tetangga lo peduli? atau mungkin bahkan kalo lo menginggal tetangga lo belum tentu peduli. Tipikal orang2 disini tuh cuek. Walaupun gue udah dari umur 5 tahun di Jerman, ga bikin gue ga ngerasain hal itu.
Kalo gue tua, apalagi yang gue cari? selain kebahagian dan kenyamanan? gue mungkin bisa dapetin semuanya disini kecuali bahagia itu.
Mungkin ada juga temen2 yang mikir tinggal diluar negri itu enak, fasilitas lengkap dan lapangan pekerjaan banyak, tapi sesungguhnya hidup ga hanya selingkup fasilitas penunjang dan uang berlimpah, kenyamanan dan kebahagian hatilah yang pada akhirnya akan dicari.
Dan sangat disayangkan buat kita2 yang merasa negara kita yang tidak lebih maju daripada negara lain, lantas kita pergi dari negara kita, hanya bisa mnegkritik tanpa bisa membangun. Generasi kitalah yang diharapkan untuk membangun Indonesia nantinya, jika kita berpikir "di Indonesia ga enak", bayangin kalo yang ngomong pejuang kemerdekaan kita jaman dulu? apa kita bisa menikmati apa yang kita bisa rasakan saat ini di Indonesia.
Jadilah seseorang yang membangun, bukan pengecut yang pergi untuk menyelamatkan diri sendiri.
1 note
·
View note
Text
Kebebasan ini dapat membunuh kita
Jaman ini semuanya bebas melakukan apapun di media sosial, oleh karena ini media sosial bisa jadi senjata yang paling ampuh untuk mempengaruhi orang lain. Syukur2 kalau kita bisa memberikan hal2 yang positif lewat media sosial yang kita miliki. Kaya tulisan terakhir gue yang tentang ‘beropini’, ada hal baru yang mungkin bisa juga dijadikan pelajaran buat orang lain.
Di saat idul fitri...
Setelah kami semua sholat idul fitri & mendengarkan ceramah dari sang ustadz, mulailah kami berdoa bersama, persis sama seperti pada sholat2 idul fitri ataupun idul adha biasanya. Setelah sekitar beberapa menit si bapaknya membacakan doa, mulailah beliau ‘mendoakan’ saudara2 kita yang ada di negara2 yang sedang dalam keadaan yang kurang baik itu (tau lah ya negara mana aja), lalu si bapaknya memilih kata2 yang mungkin kurang pas untuk disisipkan dalam doa bersama, yang pada umumnya jamaahnya adalah orang2 dengan latar belakang yang berbeda, dari mulai pemahaman islam yang berbeda ataupun secara latar belakang profesi. Gue disini bukan mau nyalahin si bapak, tapi mungkin akan sangat indah jika kata2 yang beliau pilih untuk didoa bersama seperti itu, dengan kemajemukan jamaahnya adalah doa2 yang tidak menimbulkan makna ganda.
Tapi memang seperti yang gue sebutin di atas, ga semua orang itu bisa sepemahaman sama kita, mungkin kita bisa berdamai atau mencoba mengerti dengan maksud2 doa tersebut, karena memang doanya maksudnya baik, hanya pemilihan kata yang salah. Ada beberapa pihak yang kurang suka dengan pemilihan kata tersebut dan menjadilah ini bahan pembicaraan, yang gue sendiri kurang nyaman ngedengernya, karena menurut gue masih dalam suasana idul fitri yang seharusnya adem ayem.
Semakin lama, semakin banyak orang yang ikut berpendapat tentang ‘kejadian’ itu. Sekali lagi gue tidak mau menyalahkan siapapun dan apapun. Tapi yang gue coba untuk sampaikan adalah
Coba dilihat sisi lain dari sebuah kejadian, pikirkan matang2 kenapa semuanya bisa terjadi. Inget kan kalau setiap kejadian itu Allah sudah mengatur? Coba ber-husnudzon dengan apapun yang terjadi, setidak menyenangkan apapun itu buat kita. Dan janganlah kita menyebarkan sesuatu yang membuat orang lain berburuk sangka akan suatu hal tersebut, karena menanggapi ‘kebencian’ tidak dengan cara menyebarkan ‘kebencian’.
0 notes
Link
semoga berguna kalau2 ada yang sekedar nanya atau mau tau :D
0 notes
Text
Beropini
Sekarang semua bisa beropini tentang banyak hal dan banyak cara. Beropini dari mulai hal yang sepele dan cuma buat lucu-lucuan sampe beropini ke hal-hal yang berbau agama. Bagusnya adalah semua orang mulai kritis dan mulai peka dengan kejadian-kejadian yang terjadi disekitarnya, tapi juga ga sedikit efek negatif dari bebasnya beropini ini.
Sosial media sekarang adalah tempat paling gampang dan paling umum untuk beropini, tapi kadang tempat ini juga yang bikin bumerang untuk orang yang beropininya. Banyak tulisan dan juga video-video yang adem banget denger opini mereka tentang suatu hal, tapi ga sedikit juga yang sangat disayangkan terlalu terbawa emosi dan lup bawa otak dan hati waktu beropini.
Tidak ada yang salah dengan orang beropini & bahkan gue juga suka banget beropini akan sesuatu dari yang penting sampai yang ga penting sama sekali. Yang kadang disalah artikan (menurut saya lho ya) adalah beropini yang jadi mengkritisi, mengomentari atau bahkan menyudutkan satu pihak.
Pastinya ada banyak hal yang harus kita perhatikan kalo kita mau beropini, opini kita harus bersifat objektif, tanpa menyudutkan atau menjelek-jelekkan apapun atau siapapun, dan usahakan mengeluarkan opini yang membangun. Susah sih memang untuk bisa jadi orang yang seperti ini, kalau memang susah ya lebih baik kita diam. Beropini di media sosial yang banyak orang bisa lihat itu efeknya sangat besar, kita gatau siapa yang akan baca atau melihat itu, ada orang yang memang punya pendirian dan pemahaman, tapi ada juga orang yang mudah terpengaruh akan opini orang lain. Syukur-syukur kalau opininya positif, kalau opininya negatif? akan sangat banyak orang yang dirugikan. Dan jangan umbar opini jika kamu belum melihat ataupun mendengar dari opini lain dengan prespektif yang berbeda.
Media sosial bisa jadi tempat fitnah yang luar biasa jika disalah gunakan. Pintar-pintar dalam mencari sumber berita dari suatu hal, jangan asal beropini akan hal yang bahkan kita belum tentu tau cerita dari sisi lainnya. Jadilah orang yang punya pendirian akan apa yang kalian percayai, banyak belajar dari sekitar. Dan beropinilah dengan cara yang baik dan beropinilah sesuatu dengan positif dan membangun.
Saran nih mungkin kalau yang mau beropini tapi belum tau cara yang baiknya gimana & merasa punya mulut kaya pisau baru diasah, boleh tuh opininya di keep sendiri dulu aja, ditulis di diari atau didiskusikan dengan orang-orang yang lebih dewasa dan lebih mengerti akan hal tersebut.
Jangan jadi korban pembodohan, karena kamu gatau siapa yang sedang tertawa dibalik fitnah yang mereka sebarkan ke kita.
1 note
·
View note
Text
Perjalanan-Kuliah di Jerman Part 1
Banyak yang nanya "kok bisa kuliah disana?" "kenapa kuliah disana? kenapa ga S2nya aja?" dan masih banyak pertanyaan lainnya. Maka gue akan mencoba untuk menulis sebagai bahan untuk sharing pengalaman & bagi-bagi info untuk temen-temen yang juga punya ketertarikan untuk kuliah di luar, terutama di Jerman.
Kita mulai dari cerita kenapa gue lebih memilih kuliah disini dibanding di Indonesia, bukan karena di Indonesia pendidikannya lebih ini lebih itu, atau karena gue kebanyakan duit ataupun gue cuma mau gaya2an doang. Simpelnya karena dulu gue gatau mau kuliah apa dan dimana hahahaha
Waktu itu gue kelas 3 SMA, gue udah 'terdesak' untuk mulai memikirkan kuliah, mau jadi apa, kuliah dimana & kuliah apa. Tapi karena gue bukan orang dengan pemikiran yang visioner, gue cuma ikut2an temen apply beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta.
Long story short, ada agen untuk sekolah di luar negeri dateng ke sekolah gue, mungkin beberapa dari kalian juga pernah punya pengalaman, lalu gue cerita hal ini ke orang tua gue, mereka menawarkan apakah gue tertarik, karena basically bokap gue adalah seorang 'petualang' bisa dibilang gitu. Lalu gue diminta memantapkan hati gue kalo memang gue tertarik untuk melanjutkan sekolah gue di luar negeri. Setelah beberapa minggu mencoba memantapkan hati, gue diskusi lagi dan kali ini lebih serius karena gue sepertinya sudah akan mengiyakan dan akan mulai daftar ke agen tersebut untuk sekolah bahasa selama beberapa bulan sebelum gue bisa berangkat.
BELAJAR BAHASA DI INDONESIA & PENGURUSAN DOKUMEN
Setelah gue mendaftar ke agen tersebut, dimulai dengan belajar bahasa selama beberapa bulan, karena gue belum lulus SMA, jadi gue masih les bahasa di weekend dan deket2 UAN gue ga pernah les selama beberapa minggu untuk fokus ke UAN. Gue ga ngambil bimbel diluar sekolah kaya temen2 lainnya, karena gue emang kurang tertarik untuk bimbel tambahan & gue dari dulu ga pernah biasa untuk bimbel ini itu kaya temen2 gue yang lain, mungkin itu juga yang bikin gue ga punya skill yang bener2 gue bisa dalami hehehe
Setelah gue lulus UAN gue mulai intens belajar bahasa, hampir setiap hari gue les bahasa Jerman dari mulai level A1 sampe gue level B1 (karena ini juga salah satu syarat dari agen tersebut kalo kita bisa diberangkatkan ke Jerman). Kurang lebih setengah tahun gue belajar bahasa & ngumpulin semua dokumen yang gue perluin, dari mulai ijazah SMA, raport SMA kelas 1,2,3 & dokumen2 yang dibutuhkan untuk pembuatan visa.
Dokumen2 gue diurus sama agen tersebut untuk di translate dan dilegarisir, dibuatin account Uni Assist (account ini berguna untuk daftar studienkolleg ataupun Universitas, walaupun ngga semua Universitas harus daftar melalui Uni Assist ini), di daftarin di Studienkolleg yang terdaftar di uni assist tersebut, dicarikan tempat tinggal sementara dan diurus pembelian tiket keberangkatan juga. Ya pake agen memang lebih mudah, cuma harus ke tempat les tiap hari, ngumpulin dokumen & dateng untuk bikin visa, walaupun memang kata temen2 gue yang tanpa agen ke Jermannya, jauh lebih murah kalau kita ga pake agen kesini. Mungkin poin ini juga yang bisa jadi pertimbangan apakah akan pake agen atau ngga, untuk berapa selisih antara biaya pake agen dan mandiri itu gue ga bisa mengira-ngira, karena juga tiap agen bayarannya beda2 dan fasilitas yang dikasih juga beda, apalagi dibandingin dengan yang berangkat sendiri.
FIRST WEEK
Setelah perjuangan selama selama beberapa bulan akhirnya keluarlah tanggal dimana gue harus berangkat, Gue berangkat bareng dengan beberapa puluh temen yang lainnya, yang nantinya kita akan di jemput oleh supervisor kita dan diajak kerumah masing-masing, yah walaupun itu hanya rumah sesaat dan kita tinggal lebih dari 2 orang di satu rumah, ini juga meminimalisir kemungkinan kultur syok atau apapun lah itu karena tiba2 kita super jauh dari keluarga kita.
Pertama gue dateng yang dilakuin adalah pembuatan kontrak dengan telephone providers yang disarankan oleh supervisor kita, unlock bank account kita (didalamnya ada uang jaminan kita, ini prosedur dari Jerman sendiri, kalau jaman 2012 gue 8000€ kayanya kalo sekarang 2017 udah naik angkanya), pendaftaran ke asuransi (tepatnya asuransi swasta, karena gue masih dalam status belajar bahasa).
STUDIENKOLLEG
Gak lama setelah kita nyampe, kita mulai sibuk untuk les bahasa untuk persiapan tes masuk studeinkolleg. Pasti udah pada tau kan studienkolleg apa? kalau belum tau, itu adalah sekolah penyetaraan untuk anak2 lulusan setara SMA diluar uni eropa yang mau lanjutin sekolah Jerman. Berapa lamanya itu beda2, ada yang bisa cuma satu semester ada yang bisa sampe 2 tahun. Apa yang di pelajarin di studienkolleg? Basically itu adalah pelajaran SMA yang dikemas dalam bahasa Jerman dan di kemas dengan prespektiv belajar yang sedikit beda dari saat kita SMA. Studienkolleg sendiri juga ada jenisnya dan dibagi dalam beberapa kurs, mungkin lebih enak kalau temen2 bisa baca sendiri di link ini Studienkollegs in Germany.
Dulu gue ambil M-kurs, karena dulu gue kaya kebanyakan anak lainnya, pengen kuliah kedokteran, tapi selama berjalannya waktu & waktu deket2 gue mau lulus studienkolleg gue memutuskan untuk ambil jurusan yang lain tapi masih ada singgungannya dengan bidang kesehatan, yaitu gizi, atau mungkin kata orang2 yang kuliah di indonesia lebih mirip teknologi pangan.
Oke mungkin segini dulu cerita di part satu, kapan-kapan disambung untuk part 2 nya. Di part 2 gue akan mencoba untuk cerita gimana gue daftar kuliah dan gimana kuliah gue sekarang. Terima kasih yang udah meluangkan waktu untuk baca & semoga bermanfaat.
Salam.....
0 notes
Text
bukan diary.
Bertemu dengan seseorang tanpa sengaja dan tanpa memikirkan ada apa antara kita nantinya. “Mengapa berteman butuh alasan?” tanya pada diri sendiri.
Tapi entah mengapa Tuhan merencanakan hal lain, yang bahkan sampai sekarang kita tidak pernah tahu jawabannya.
Waktu berlalu, masalah-masalah yang memang tidak harusnya ada pun datang. Hingga akhirnya aku tau, jika inilah saatnya untuk “menjagamu”. Ya, menjagamu dengan melepaskanmu jauh, menjalani hidup indahmu dengan tenang.
Walaupun melepaskanmu bukan berati aku bisa melupakan bahwa disana ada teman yang baik, yang semestinya selalu menjadi prioritas diatas orang yang belum tentu menjadi jodohku.
Hidup terus berjalan. Bertahun-tahun kita menjalani hidup masing-masing. Mengamati dari jauh, apa kabar teman lama disana? Menyapa hanya sekedarnya. Bagaimana bisa sedingin itu pada orang yang selalu punya niat baik padamu?
Bertahun-tahun menjadi temannya bukan menjadikanku tahu siapa dia. Aneh rasanya kenal bertahun-tahun dan akhirnya sadar kalau kita tidak benar-benar saling kenal. Yah, memang kesempatan untuk benar-benar berkenalan dengan baik saat itu belum ada (?) Sadar punya teman yang bisa selalu menjadi teman yang baik, tapi tidak pernah bisa menjadikan diri sendiri teman yang baik. Ya, inilah belajar dari kesalahan dan kesadaran.
Rencana Tuhan memang selalu tidak terduga. Setelah bertahun-tahun tidak pernah bertemu, tanpa rencana akhirnya dipertemukan.
Lucu kadang mengingat bagaimana cerita ini seperti drama, tanpa ada drama di dalamnya. Bertemu dengan orang yang pernah sejauh itu setelah bertahun-tahun membuat selalu bahagia. Lama tidak bertemu, banyak yang berubah, sekarang yang ada di depanku sudah bukan teman dengan seragam putih abu-abu. Tapi teman yang sudah mempunyai identitas diri dan menjadi apa yang dia pilih.
Hati dan pikiran tidak akan bisa ditebak kemana arahnya, cuma bisa dirasakan. Sekarang adalah pembayaran untuk saat yang pernah terlewati, bisa mengenal satu sama lain dengan baik, apapun itu manfaat dan tujuannya, biarkan itu jalan jadi apa nantinya. Karena, good things never happen twice and i'll never regret all these beautiful things.
2 notes
·
View notes
Text
Kali ini ga beda dengan tulisan gue sebelumnya yang ngomongin soal "Makanan". Kita sebagai anak muda, apalagi tinggal jauh dengan orang tua, harus berhemat dan hidup mandiri, dengan waktu luang yang ga banyak karena kegiatan ini itu dan juga tugas, bikin pola makan kita kadang berantakan dan bahkan kita larinya ke "fast food".
Fenomena kaya gini memang ga bisa dipungkiri, bahkan saat kita niat untuk menjalani "pola hidup, makan teratur dan seimbang" godaan fast food dan faktor2 penghalang niat kita tadi banyak aja bermunculan.
Mungkin selama ini juga kita ga pernah sadar seberapa ramah lingkungankah makanan yang kita makan? mungkin ada yang udah tau jawabannya, mungkin ada yang nanya, "emang ngaruh?", ada juga yang bilang bodo amat selama gue seneng dan ga dosa hehehe
Jadi...apa hubungan fast food, makanan sehat dan ramah lingkungan?
Kaya kita semua tau, fast food itu pasti ga lebih baik daripada masakan ibu dirumah :D hehe gue bukan pembenci fast food, gue bahkan juga suka banget!! :( masih proses untuk mengurangi hehe tapi coba lo pernah liat video2 di youtube kaya gini :
https://www.youtube.com/watch?v=e_K0JgMFpVo
dari video diatas keliatannya memang kita menghabiskan banyak uang untuk cuma ngebuat satu jenis makanan, tapi berapa banyak makanan yang bisa kita buat dari bahan makanan itu, memang lebih banyak dan yang pasti kejamin kualitas dan kandungan makanannya.
Kenapa lebih baik beli makanan fresh yang nantinya kita olah sendiri? karena : bahan makanan yang fresh masih full kandungan vitamin dan mineralnya, kecuali adanya kecurangan dari si penjual :( apalagi kalo kita beli bahan makanan yang "bio" alias ga pake tambahan bahan kimia. Sayangnya untuk para pelajar bahan2 dengan label "bio" masih kurang "bersahabat" harganya. Kenapa bio? Karena dengan bio-produk kita mengurangi penggunaan pestisida yang ga cuma ada bahayanya untuk kita tapi juga bisa merusak tanah. Biasanya juga produk2 bio ini ga terlalu banyak atau bahkan ga ada campur tangan bahan kimia sama sekali dalam proses pembuatannya.
Makanan fast food yang kita beli, kita ga pernah tau bumbu ataupun bahan makanan apa aja yang ada didalamnya, apakah baik atau ga buat tubuh dan bahkan halal atau ngga buat kita? Dan produksi makanan fast food itu ngebutuhin banyak energi, dari mulai mereka harus ngedatengin bahan2 makanannya satu2, pake pesawat atau kapal, atau mobil, yang ga cuma sekali-dua kali dalam sehari, dan berapa banyak energi untuk ngejalanin mesin yang digunakan untuk ngebuat si bahan makanan itu sendiri, yang pastinya juga ga cuma sejam atau dua jam kerja.
Hmm....keliatannya emang pembahasan yang ini agak sedikit lebay dan banyak tapi ya itulah kenyataannya, industri dan dan teknologi pasti akan selalu maju, tapi yang pasti kita harus lebih maju dalam berpikir, jangan cuma jadi yang nerima, tapi jadi yang merubah.
Intinya sebenarnya jadi konsumen yang baik, jangan cuma menyenangkan dan memuaskan diri sendiri, tapi bantu juga untuk merawat bumi kita ini :)
*PS : bukan berarti bio-produk lebih baik dari semuanya ya, intinya bahan alami dan bikinan sendiri itu yang lebih enak dan sehat :D
2 notes
·
View notes
Photo
Berjuang membangun bangsa dengan menjalankan tugas mulianya. Terima kasih para para "penerus-kartini" ku . Semoga perjuangan mulianya dibalas yg terbaik oleh-Nya 💙💙
0 notes
Video
youtube
(via https://www.youtube.com/watch?v=pfCjSo-Nklg)
1 note
·
View note