Kumpulan cerita, intuisi dan hikmah-hikmah yang terserak.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Tentang Safar (Perjalanan Jauh)
Terdapat sebuah hadist yg sangat melekat kuat di ingatan apabila kita sedang safar. Hadis itu ialah “Safar (bepergian) itu bagian dari azab. Seseorang akan terhalang (terganggu) makan, minum, dan tidurnya. Maka, bila seseorang telah menunaikan maksud safarnya, hendaklah ia menyegerakan diri kembali kepada keluarganya.”
Bahkan ulama-ulama mengatakan bahwa safar itu menyingkap sifat asli manusia dan menampakkan akhlak seseorang.
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mejelaskan,
“Barangsiapa yang ketika bersafar mengalami kesusahan dan keletihan ia tetap berakhlak yang baik, maka ketika tidak bersafar ia akan beraklak lebih baik lagi. Sehingga dikatakan, jika seseorang dipuji muamalahnya ketika tidak bersafar dan dipuji muamalahnya oleh para teman safarnya, maka janganlah engkau meragukan kebaikannya.”
Benar saja..
Pertama, safar memang sangat melelahkan dan banyak menguji.
Yang kedua, safar bisa menyingkap sifat asli seseorang. Mana yang egois, mana yang oportunis, mana yang manipulatif.. semuanya akan tampak segera setelah kita safar (bepergian jauh) dengannya.
Aku takjub dengan safar ini. Karena memang pada awalnya aku ingin segera selesai (saking menderitanya). Berjam-jam di mobil, berhari-hari serba mendadak, makan jadi tak enak, terlebih ada 'beban' energi terkuras setelah mengisi sebuah acara. Belum beban mental pertanyaan dari audience yg bagaikan air tenang menghanyutkan.
- to be continued
9 notes
·
View notes
Text
304 notes
·
View notes
Text
I am so grateful. In this Ramadan month, I have a lot of things to discuss with Allaah. Ramadan, a month of tranqulity, a month of cure, and a month or forgiving. I hope Allaah heals this shattered heart as soon as possible.
It's okay you become vulnerable for now. But later, promise me you become stronger, smarter and wiser yaa.
Happy healing! This will shall pass.
Kediri, 1 Ramadan 1443.
1 note
·
View note
Text
Please do a regular checkup on your friends. They won’t ask for emotional support.
23K notes
·
View notes
Text
"Adakalanya, hati itu seperti kayu manis; dipatahkan dulu baru keluar wanginya.
Untuk setiap hati yang sedang patah, bahwa rasa sesak membuncah di dalam dada itu nyata adanya.
Bahwa menangis itu tak apa, bukan pertanda lemah jiwanya.
Iya tak apa, apapun yang tidak menjadikan kita mati, akan menjadikan (jiwa) kita lebih kuat."
Mbak Titis Sekti, 2021.
7 notes
·
View notes
Text
-Waktu Luang-
Setelah selesai urusan akademik dan amanah-amanah kampus selama 4 tahun lebih ini, aku jadi memiliki banyak waktu luang. Notif-notif grup sudah banyak berkurang, dan kebanyakan teman sudah punya fokusnya masing-masing. Untuk beberapa waktu, aku sangat menikmati kesunyian ini. Memang benar sebuah hadist berujar, nikmat sehat dan waktu luang adalah nikmat yg jarang sekali manusia syukuri.
Aku letakkan ponselku di meja, ku pandangi langit-langit kamar, dan atlas dunia besar yang ku tempel di tembok kamarku. Mengingat memori-memori yang lalu: yang kadang membuatku tersenyum, kadang sampai tak terasa meneteskan air mata, atau kadang seolah berkata 'ah peristiwa yang itu..' barangkali adakalanya hal-hal terjadi hanya sebagai filler/pengisi, atau aku saja yang belum menemukan maknanya.
Dari lamunan-lamunan itu, aku jadi menyadari beberapa hal. Bahwa selama 4 tahun lebih ini aku selalu berpikir cepat, semacam hustle culture, namun dalam hal berpikir. Baru akhir-akhir ini aku sadari aku bisa berpikir lebih pelan dan lebih jernih.
Memiliki amanah yang berat beberapa kali membuatku hanya sibuk memikirkan urusan organisasi (setelah akademik tentunya). Hingga aku baru sadari aku dulu tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal tak penting semacam menggunjing orang lain. Semua yang terjadi dengan atau tanpa becanda, aku tak mempermasalahkan itu. Aku cukup menyukai diriku yang suka bodo amat dengan omongan orang lain, juga diriku yang tak bisa berbohong apabila perasaanku memang sedang tidak nyaman.
Aku suka kejujuran dan sikap terus terang. Itu yang membuatku berani speak up/berbicara ketika menjumpai hal yang ku lihat tidak adil atau tidak berjalan semestinya. Dengan kata lain, aku tidak suka sikap semena-mena atau seenaknya sendiri (terlebih bila tidak memiliki adab/sopan santun pada orang yg lebih tua/orang yang status sosialnya berada dibawahnya).
Bagiku, sikap menghargai orang yang bukan siapa-siapa bagi kita seperti pelayan restoran/pengamen jalanan/bawahan kita/bahkan tukang parkir menunjukkan sifat kita yang sebenarnya. Aku sangat menghargai sikap-sikap sederhana seperti ucapan maaf yang tulus, terima kasih, atau bahkan pengakuan. Apapun itu.
Karena melakukannya, artinya kita mau menurunkan ego, merendahkan hati, dan seolah berkata "egoku tidak lebih berarti dari akibat perbuatanku, aku harus minta maaf". Sebab, beberapa kali ku jumpai beberapa orang besar justru sulit berkata maaf atas kesalahan yang dia perbuat. Keras kepala. Menolak kebenaran. Masih merasa dia yang paling benar hingga mengesampingkan hak orang lain. Merasa paling benar, hanya karena paling berperan.
Kita tidak pernah tau seberapa dalamnya luka di hati seseorang, jika kita melukainya. Biasanya terjadi ketika yang satu merasa superior dan lainnya dianggap inferior. Maka dari itu, berbuat baiklah tanpa memandang siapa dia. Kita tidak akan pernah tau kebaikan mana yang akan membawa kita surga, pun kekhilafan mana yang bisa menyeret kita ke neraka. Satu lagi, jangan suka merendahkan orang lain. Nilai kita bergantung pada pikiran/persepsi kita terhadap nilai orang lain. Hati-hati dalam berucap, bersikap, dan berpikir. Minta Allah jaga kita dari hal-hal yang tak penting. Juga minta Allah jaga hati kita agar selalu lembut sehingga bisa dengan mudah menghikmahi kejadian.
Semoga selalu bisa jadi pengingat, baik untuk pembaca dan juga diri sendiri.
6 notes
·
View notes
Text
Begitu sebaliknya, untuk laki-laki. Sebelum berfikir bagaimana cara mendidik anakmu kelak, pilih dulu siapa yang akan menjadi madrasah pertamanya; ibunya. Karena sifat dan kecerdasannya lah yang nanti akan menurun ke anak-anakmu. Menikah adalah proses belajar dan ibadah seumur hidup. Jangan sampai salah memilih.
Sosok
Pic. from Tumblr
Sebelum memilihkan suami buat dirimu pribadi, maka terlebih dulu pilihlah calon ayah yang baik untuk anak-anakmu.
Seseorang yang kelak mampu mendidik dengan contoh bukan hanya dengan retorika berlebih.
Seseorang yang kelak menjadi sosok ayah bukan sekedar sandangan gelar ayah.
Seseorang yang lapang dan luas hatiya. Yang ketika menasehati, ada teduh di dalam kalimatnya.
Seseorang yang hadirnya selalu dicari dan dirindukan bukan hanya oleh dirimu tapi juga oleh anak-anakmu.
Seseorang yang kelak anak-anakmu akan terus menerus bersyukur memiliki ayah sepertinya.
Hingga kelak ia meninggal dunia, anak-anaknya tidak melupakan baktinya kepada ayahnya tersebab segala kebaikan telah melekat paripurna dalam hati buah hatinya.
Aku kagum pada mereka, sosok ayah yang selalu dirindukan hadirnya di dalam syurga kecilnya. Semoga kelak mas(ku) pun demikian, padanya kusimpan kekaguman yang besar tersebab tingkah, tutur, dan figure yang melekat pada dirinya. Sebagai sosok yang akan selalu kurindukan dan kunanti hadirnya di depan pintu rumah, bukan hanya aku tapi anak-anak-ku pun demikian.
Barakallaahu fiikum❤️
579 notes
·
View notes
Text
Self awareness & Intelectual curiousity
Masih tentang CUPYTS: Cinta Untuk Perempuan Yang Tidak Sempurna by Najeela Shihab sebagai host dengan Maudy Ayunda dan Gita Savitri sebagai partner diskusi. Topiknya adalah “Kepinteran” dan Kepintaran. Kurang lebih diskusinya seperti ini:
Mba najeela : istilah kepinteran ini, kalian melihat orang yang pinter itu gimana?
Gita : menurutku, perempuan yang pinter itu yang paham worth-nya dia, dia yang punya self-concious, dia yang mengenal dirinya sendiri, dan yang cerdas yang tau kapan mesti memprioritaskan dirinya.
Maudy : aku juga setuju, self-awareness itu penting untuk mengenal diri sendiri. Nambahin juga, kepintaran itu adalah keinginan untuk mengembangkan dirinya, to have that growth mindset.
Lalu part lain mengenai relationship,
Mba najeela : dalam love-relationship pernah diputusin cowok gara-gara kepinteran enggak?
Maudy : aku cukup sering sih dapet kalimat “mungkin lu kepinteran kali, jadinya intimidating” meskipun secara prinsip itu kurang tepat ya. Tapi, sebagai seseorang yang mendengar mindset itu dari kecil, ya takut juga. Kalau kita mikir bahwa perempuan yang kepinteran itu sulit dapet jodoh, berarti kita berasumsi bahwa pasangan yang baik adalah yang memilki hierarchy dalam intellegence, and that’s not the value. Justru partnership yang baik adalah komunikasi yang baik, visi-misi yang sama, alignment, dll.
Gita : kalau aku, dari awal prinsipku adalah gak ada hierarchy soal intelektual, yang dipertemukan dengan suami yang melihat masculinity itu bukan yang memandang perempuan inferior (perempuan gak boleh lebih pinter, gak boleh terlalu independen, yang bisa ngebuat pria loose his purpose to be superior, “lalu saya buat apa?”). Dia melihat dirinya sebagai human being.
Lalu membahas kriteria pasangan Maudy Ayunda (dan mungkin perempuan diluar sana),
Mba nejeela: kalau mau jadi pacarnya maudy, mesti lebih pinter dari kamu enggak?
Maudy : siapa yang lebih pinter itu sulit banget buat di-compare, are we talking about IQ? kapabilitas berpikir secara logis? atau skill lain? justru aku lebih nyari orang yang punya self-awareness dan intelectual curiousity yang tinggi.
Dan kalimat Mba najeela yang menarik adalah:
The best relationship is actually makes you smarter, wherever you start. If you are in good relationship, you push each other to be better, to learn together. If you are a good couple, then you will be smarter cause of your interaction each other.
29 Agustus 2020
883 notes
·
View notes
Text
-Rahasia Pembinaan Terbaik-
Beberapa waktu lalu, ada pertanyaan menarik yang membuatku jadi ingin berbagi; terkait pembinaan. Bagaimana kita menjaga hubungan dengan orang2 di sekitar kita (khususnya dalam organisasi)?
Qadarullah, aku pernah diamanahi sebagai korwat (koordinator akhwat) di sebuah organisasi dan komunitas sosial. Tugasnya menjaga internal, mengayomi, membina, mendidik, dan yang paling penting; aku bertanggung jawab atas moral adik-adikku. Aku ingin berbagi pelajaran tentang apa yang aku dapatkan selama itu;
Disclaimernya adalah; aku anak sastra. Aku hobi membaca, menulis dan berdiskusi. Aku ekstrovert 94%. Caraku mengekspresikan rasa peduli adalah dengan kata-kata dan tindakan.
Nah, salah satu rahasia pembinaanku selama ini adalah: dengan tidak adanya perbedaan gap/kesenjangan/power/status sosial.
Aku mengilmui ini dari sebuah teori di kelas cultural studies. Symbolic Violence namanya, dari temuan Pierre Bourdieu - seorang sosiologis, antropologis dan antropologis Perancis. Singkatnya, symbolic violence adalah kekerasan simbolik, yaitu kekerasan nonfisik yang terwujud dari perbedaan power (kekuatan/kelas sosial) dalam sekelompok orang. Contoh kecilnya adalah ketika kita merasa tidak nyaman berada di lingkungan yang kita rasa levelnya berada diatas kita. Baik itu dalam bidang intelektual, sosial, fisik, finansial, atau apapun itu.
Nah, salah satu rahasia besar pembinaan versiku adalah tidak adanya perbedaan status sosial. Singkatnya, ga beda-bedain orang dan semuanya sama. Perbedaan capital (kemampuan dan kepemilikan) yg dimiliki setiap orang bisa beda2, itulah yg menciptakan habitus (kebiasaan yg berasal dari ilmu dan pengalaman yg didapat) yg berbeda. Ini teori sederhananya.
Singkatnya, the more capital you have, the more powerful you are. Semakin tinggi kapitalmu, semakin kamu kuat (posisinya). Makanya orang2 yg tidak bisa memenuhi suatu level dalam circle, akan merasa teralienasi dan ga nyaman. Itu menciptakan kelas-kelas. Superior dan inferior. Yang inferior lama2 bisa pergi karena kurang nyaman. Jadi intinya, jaga semuanya jadi 1 kelas. Ajak ngobrol semua. Jangan dibeda-bedain meskipun pada dasarnya mereka emang beda. Dari personality, keahlian sampai ke jabatan/status sosial. Perlakukan sama, baik dari kamu sendiri maupun orang lain ke sekitarnya. Apalagi kalau kamu orang yg punya jabatan tinggi disitu, kamu didengar dan dihargai, manfaatkan itu sebaik-baiknya untuk bisa merekatkan semuanya. Jangan pilih-pilih memberikan perhatian lebih. Banyak orang punya intuisi yang bagus, jadi jangan main-main dengan perasaan orang lain dan tuluslah terhadap orang lain, terutama dirimu sendiri.
Ada satu lagi pertanyaan menarik dari seseorang yang berprinsip; "Kalau ada staff (organisasi) yang kerjanya ga bener, ya tinggal ganti aja."
"Seberapa penting sih bonding itu? Why can't just be professional?"
Tulisanku dibawah ini adalah jawabanku padanya, dengan sedikit adaptasi tentunya.
"Mubazir aja kalo hubungan hasil kerja bareng setahun trus hilang gitu aja kalau udah demis.
Aku bahkan gamau yg ngasih semua perasaan emosiku ke mereka kalo lagi kesel, paling kalo ada yg ga sesuai hati gitu tak nasehatin pake emot :') dan aku sering recehin di grup maupun chat personal.
Rasanya kayak gapapa mereka tau ambyarku, disamping tau valuesku. Kayak gitu malah lebih genuine daripada kabid wakabid yg keliatan baik terus tapi suka nyuruh2 doang ga ngertiin kondisi psikologis/kesibukan anak2nya.
Jadi aku gamau terlalu keras sama adek2ku. Kalo ada yg ga sesuai, gak yg tak confront secara judgemental gitu. Tapi ditanyain dulu. Baru kalau ada orang yang kita tahu ternyata kurang bertanggungjawab dan santun, baru ditegasin. Namun kuncinya tetap ukhuwah diatas segalanya. Jangan sampe yg ga aktif dijulidin, disuudzonin dll. Kita gatau yg terjadi di belakang mereka. Selama mereka udah percaya ke kita dan kita bisa percaya ke mereka. Proker yang beratpun akan jadi ringan.
Jadi eman-eman aja kalo hubungan rusak cuma gara-gara organisasi. Toh aku udah bersyukur banget mereka mau bantuin aku disini, titipan Allah yg harus aku jaga. Karena sekalinya ada yg sakit hati atau merasa ga nyaman, pasti mereka bakal pergi atau ghosting. Mungkin bakal beda treatmentnya nanti kalo aku jadi leader di professional work yang digaji, tapi tetep aja. Keterikatan emosional dengan anggota kita itu penting, juga sampai menciptakan sifat saling percaya. Itu ga sebentar dan butuh integritas yang tinggi.
Disamping itu, kalo mau liat dari perspektif biologis gender, memang perempuan itu fitrahnya ngebina, caring, nurturing dan fokus ke internal. Beda sama cowo yg harus leading, sheltering, dan lebih bisa fleksibel kalau ke eksternal.
Makanya ga heran, wakil/sekjen/hal pembinaan kultural biasanya perempun lebih jago. Karena pembinaan tu pasti gabisa jauh2 dari sifat keibuan, yang penyayang, lembut tapi juga bisa tegas, dan suka sacrificing atau mengorbankan diri buat anak2nya. Terakhir, bukti kalo mereka udah terikat emosionalnya sama kita, adalah mereka mau cerita hal-hal pribadi mereka ke kita, atau mereka ga sungkan buat nunjukkin sisi ambyarnya ke kita.
Boleh banget kalo ada yg mau ngajak ngobrol terkait pembinaan, HRD, atau yang lain ya. Bisa dm ke sini atau ke instagram @lusianafery. Terima kasih.
2 notes
·
View notes
Text
Boring Moment in A Lifetime Relationship
Getting bored in queuing in a hospital, I liked to share this story to you.
I really like to talk to old citizens (org tua) bcs they have abundant experience and knowledge that I can dig deeper. I ever got a discourse saying that a spouse probably has a boring moment in their togetherness after marriage. So, I asked him (tmn ngobrol nunggu antrean karena ak g kuat gabut)
"Bapak, how long have you been together with your wife?"
He said "More than 50 years. I have my golden age of marriage in 2016" (I forgot a bit about the year).
Their age is now more than 70 y.o. I continued my question; "During that time, did you ever get bored with her?"
He said "No, never."
I was like😭
So, I highlighted the boredom in a relationship depends on the spouse itself. How they can cope with their differences and problems during a lifetime, and how they can fill, balance and complete each other. They look like calm, loyal and adorable. That pic is enough to say that, right? They have been through a lot all this time, thats why we look it easy :)
5 notes
·
View notes
Text
-Sebaik-Baik Teman Berfikir Seumur Hidup-
Sebaik-baik pria yang baik untuk kamu jadikan teman berfikirmu seumur hidup..
Sebelumnya perkenalkan, namaku Fery Lusiana, orang-orang biasa memanggilku Lusi. Seorang ENTJ (Extrovert Intuitive Thinking Judging), koleris sanguinis, ambisius, pemerhati, perfeksionis, pemikir, sensitif (intuitif), keras kepala dan penyayang. Itu yg bisa aku deskripsikan dari diriku sendiri.
Beberapa kali mendampingi para pemimpin di bidangnya masing-masing sebagai teman berfikir. Dari bidang sosial, lembaga dakwah sampai pergerakan. Belum lagi dalam kepanitiaan, project bersama dan hubungan hierarkis didalamnya. Aku banyak memperhatikan karakter orang lain. Aku tau masalah sekecil apapun di dalam organisasi, aku ikut memikirkannya, membina adik-adik ideologisku sampai punya prinsipnya sendiri, hingga aku tau bagaimana rapuh dan kurangnya seorang pemimpin, mau sekeren apapun orang-orang bilang. Mengingatkan kita bahwa memang manusia tidak ada yang sempurna.
Menjadi teman berfikir seseorang di pucuk struktur organisasi dalam waktu yg singkat maupun lebih dari setahun lamanya, aku akui tidak mudah. Ada yg berakhir baik, ada juga yg berakhir kurang baik. Nyatanya, amanah memang tidak sebecanda itu. Dari tekanan-tekanan dalam organisasi itu bisa menyingkap semua sifat kita. How we respond and how we deal with it. Tak main-main. Singkatnya seperti, aku bisa tau karaktermu hanya dari bekerja sama denganmu. Memang belum sepenuhnya tau, tapi setidaknya, aku bisa menentukan bagaimana sebaiknya harus bersikap denganmu. Kira-kira aku bisa ga cerita masalahku ke orang ini? Kurang lebih seperti itu.
Lalu apa hubungannya dengan pria yg kau bilang pantas dijadikan teman berfikir seumur hidup, lusi?
Kawan, kita sudah sepakat ya bahwa menikah adalah ibadah terlama dalam hidup manusia?
Semakin dewasa, kita sebagai generasi Z yang yang hobi melanglang buana; lebih suka mencari pengalaman daripada uang, dan sangat dekat dengan teknologi. It comes out kita, apalagi yg perempuan, sudah dibekali dengan banyak ilmu dan pengalaman. Menjadikan kita lebih mandiri, cerdas dan tidak mudah bergantung pada pria. Kita (perempuan) punya pedangnya sendiri, tanpa harus berlindung dibelakang pria berbaju zirah dan senjatanya yang berat. Mau itu prajurit atau panglima.
Thats why kenapa banyak perempuan saat ini lebih baik tidak menikah daripada menurunkan standar. Karena mereka sudah bisa berdiri diatas kakinya sendiri. I am telling you, perempuan (in general) saat ini merasa tidak apa-apa tidak menikah daripada menikahi pria yang salah. Mereka bisa baik-baik saja tanpa pria, bahkan bisa makin sukses. Beda halnya dengan pria, yang (katanya) akan hampa apabila hidup tanpa wanita, apalagi saat sudah punya segalanya.
Gen Z juga suka berpindah-pindah. Mereka lebih memilih memiliki kesehatan mental yang sehat daripada bekerja dibawah tekanan terus menerus meskipun bergaji tinggi. Memang saat ini tuntutan zaman makin gila saja.
Balik lagi ke masalah sebaik-baik pria yg pantas kamu jadikan teman berfikir..
Bahwa qowwamah, atau leadership seorang pria. Sifat kepemimpinannya adalah mahkotanya. Pria identik dengan perjuangan dan pengorbanan. Mereka terlahir menjadi pelindung, pengayom, dan pemimpin wanita. Sedangkan wanita, terlahir memiliki sifat penyayang, keibuan, caring, nurturing dan lembut hatinya. Maka dari itu, wanita diberi amanah Allah memiliki rahim, satu-satunya nama Asmaul Husna yang melekat dalam diri manusia, yaitu penyayang. Di rahimnya, dia aman dari virus dan bakteri, meskipun dalam perut kita terdapat milyaran bakteri baik dan jahat. Allah menjadikannya aman dalam rahim seorang wanita.
Untuk itu, wanita, apalagi Generasi Z, yang sudah banyak ditempa ujian hingga memiliki senjatanya sendiri, membutuhkan pria yang bukan sekedar nunut hidup. Dia sebenarnya tak begitu butuh pria, dia lebih ke butuh partner yang bisa bersama-sama maju dan berkembang dengannya. Dia membutuhkan pria yang lebih shalih, cerdas dan dewasa dari dia.
Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain, jadi siapa yang tidak mau berjuang menjadi lebih bermanfaat bersama dia yang sevisi misi dengan kita?
Bukankah kita akan hidup dengan fikirannya, bukan dengan fisiknya saja? Jadi yang pertama, sukai cara berfikirnya karena kita akan tinggal dalam fikirannya selamanya. Sukai kepemimpinannya/qowwamnya, bagaimana ia menghormatimu sebagai wanita, juga ibunya. Lihat caranya marah. Lihat caranya menghargaimu sebagai wanita yang baik. Laki-laki yang baik adalah ia yang memuliakan wanita dan apabila ia marah, ia tidak akan menyakitinya. Yang tidak malu mendatangimu duluan setelah terjadi pertengkaran yang hebat; egonya sehat. Namun, yang paling penting dari semua itu adalah ia yang shalih, sehingga bisa menshalih/ahkanmu dan anak-anak kalian nanti. Yang kedua, dia yang memiliki growth mindset sehingga tidak membatasi diri dari kekurangannya dan selalu bisa menghikmahi kegagalan.
Semoga Allah beri kita jodoh terbaik yang bisa bersama-sama membangun peradaban islam sampai surga. Aamiin.
24 notes
·
View notes
Text
A lot of things broke my heart but fixed my vision.
Read that again.
2 notes
·
View notes
Text
Pertengkaran
Pertengkaran-pertengkaran itu membuatku khawatir, cemas, sekaligus bersyukur. Aku khawatir apabila pertengkaran-pertengkaran itu nantinya membuat kita berpisah. Namun, aku juga bersyukur dengan adanya pertengkaran-pertengkaran itu. Bagiku, pertengkaran-pertengkaran itu adalah tanda bahwa kita sedang memperjuangkan sesuatu. Kita bernegosiasi untuk memutuskan sesuatu. Kita saling mendengar, bercerita dan berdiskusi. Kemudian, menentukan pilihan terbaik mana yang akan kita ambil. Bukankah hidup yang baik itu hidup yang kita perjuangkan?
Semoga Allah selalu memberkahi keputusan-keputusan kita.
Solo,
18 April 2021.
6 notes
·
View notes
Text
Teringat sebuah kutipan bahwa,
Wanita yang mendidik seorang anak laki-laki mungkin ia sedang melahirkan seorang pemimpin, sedangkan wanita yang melahirkan dan mendidik seorang anak perempuan, maka ia sedang mendidik sebuah peradaban.
21 notes
·
View notes
Text
I still couldnt understand how ego works, esp for man.
They can be really sweet as honey, but in some conditions they can be really cold as an iceberg.
Their words can be lovely as a cat, but the words also can be hurt as you get a torn.
Probably, the points are, dont ever play with the fire and dont ever be tired to clarify.
2 notes
·
View notes