Text
Cerita Kopi
Secangkir kopi adalah tentang perjalanan
Ketika akan mencicipinya, ada kekhawatiran
Kopi itu pahit, aku tidak akan suka
Tapi kopi tentu menyajikan beragam rasa
Satu tegukkan saja membuatku terpikat dan penasaran
Ternyata pahit bukan berarti menyughkan kepahitan
Mengenal kopi bagaikan perjalanan mengenal jiwa
Selalu diawali dengan antusias
Menggali dari mulai sejarah hingga kualitas
Mencari rasa yang disukai dan pas
Hingga rasa pahit dan asamnya yang khas, terurkir menjadi cerita yang membekas
"Setiap yang punya rasa, pasti punya nyawa"
Kopi memang bukan benda hidup,
tapi ia dihidupkan oleh yang hidup
dari cara mereka memaknai.
Karena dalam setiap cangkir kopi,
selalu ada jiwa-jiwa yang membersamai
5 notes
·
View notes
Text
Aku dan Malam
Malam menampakkan rembulan
Cahayanya redup samar-samar
Tidak benderang,
Tapi menghiasi langit temaram.
//
Aku berikan senyum terbaik
Sapaan hangat setiap hari
Tanpa bahasa rindu,
Hadirku harapkan kau bertahan.
0 notes
Text
Mutiara di Dasar Laut
Lihatlah lebih dalam pada diri sendiri, kamu punya sesuatu yang berharga didasar sana. Mungkin saat ini hal itu tidak terlihat atau kamu tidak bisa melihatnya karna kamu sedang terpana pada orang lain yang menurutmu lebih bersinar, menyilaukan!
Coba beri ruang dan waktu sejenak pada diri sendiri, kita berhak keluar dari riuhnya pekerjaan, tugas sekolah, kesibukan kuliah dan segala bentuk aktifitas sehari-hari yang membuat sesak. Berusahalah untuk lebih dekat pada diri sendiri, luangkan waktu untuk berkontemplasi, sore-sore sambil minum kopi atau teh misalnya.
Tenangkan diri lalu berjalan perlahan menelusuri lapisan-lapiran pikiran yang mengganggu kita selama ini, menerima segala hal buruk yang sedang terjadi. Ya, PENERIMAAN menjadi kunci dalam hubungan manusia dengan sekelilingnya, dan yang paling utama adalah menerima diri sendiri. Terlihat mudah memang, namun selalu saja kita menemukan tantangan ketika dijalani. Biasanya akan muncul pertanyaan “tapi, aku gak punya ini,itu, aku gak bisa ini itu, dan sebagainya” . Maka, tidak perlu risau, hal pertama yang perlu dilakukan adalah terima dirimu sendiri dengan kondisi apapun itu. Ingat masing-masing individu memiliki keunggulannya.
Selanjutnya kita harus mencari dan menggali. diri kita punya hal yang berharga di dasar sana. Orang lain tidak bisa melihat itu karna hanya diri kita yang punya pintu untuk menuju kesana. Orang lain tidak akan bisa tau begitu saja, maka diri kita yang harus menunjukannya.
21 Maret 2021:16.32 | Fauliarishanti
0 notes
Text
Kalau tak ada novel dan film yang menjadi teman bicaraku, aku akan betah bertahan dalam diam.
Berputar-putar dalam pikiran sendirian, dengan alur pikir yang tak kunjung bisa ku susun.
Semula, bertemu banyak orang membuat ku kesulitan.
“mau membahas apa kita nanti”, “mau mengarah kemana obrolan ini”. semua pertanyaan itu muncul dan menjadi hal yang menegangkan ketika mulai ada yang mengajak bicara.
Tapi ketakutan seperti itu hilang ketika aku mulai menuju pada lingkungan baru yang menjadi harapan.
Berbincang menjadi hal yang aku tunggu-tunggu. Baru sekarang aku merasa bahwa dalam setiap obrolan kita dapat menyerap banyak pelajaran.
Memahami jalan pikiran tiap orang dapat memperkaya sudut pandang kita bahwa peniliaian bukan lagi sebatas salah dan benar.
Proses hidup tidak bisa hanya dijalani sedirian, orang-orang di sekeliling juga berkontribusi membentuk diri dan pribadi kita.
Menerima seseorang dengan seutuhnya orang itu adalah cara memanusiakan manusia.
Berbincang kini seperti pengisi daya saat batrai tubuhku mulai lemah. Jika tak ada novel dan film yang bisa ku ajak bicara, maka kau yang kucari.
20 Maret 2020 | Fauliarishanti
0 notes
Quote
Masih akan ada kasus-kasus seperti ini kedepannya. Jika ini baru pertama kali, jangan menyikapinya seolah-olah ini yang terakhir
okejiw
0 notes
Text
Berkali-kali tersesat, belum juga membuat ku lelah mencari celah
Meski hanya remang cahaya yang menerangi, tetaplah ku anggap ia yang paling terang
Menyilaukan memang, pijarnya seperti mentari padahal hanya nyala lilin
Aku hanyut dalam gemerlap yang sebenarnya adalah gelap
Terlalu pekat, semuanya tak terlihat, membuat aku buta.
Hati kehilangan mata dan telinganya
Semua tak lagi selaras
Perlahan aku berbalik, ini belum terlalu jauh untuk kembali.
Garut, 20 Maret 2021:23.00 | Fauliarishanti
0 notes
Text
Untukmu yang Merasa Jalan di Tempat dan Tertinggal di Belakang
Orang-orang yang dulu di belakang, sekarang ada yang udah satu perhentian bareng kita, ada juga yang udah jauh di depan.
Ini bukan cuma soal siapa yang start duluan. Ini soal kecepatan.
Percuma kalau start duluan, di tengah jalan hilang arah karena ngerasa di atas angin jadi leha-leha. Banyak istirahat, alasannya buat self reward.
Sementara ada orang lain, start belakangan, kendaraannya gak bagus-bagus amat, tapi konsisten, gak istirahat kecuali kalau bener-bener capek. Dia sadar dia tertinggal di belakang. Kayuhannya makin lama makin kuat.
Ujian orang yang ada di depan adalah silau sama prestasi diri sendiri. Kelamaan bersolek di depan cermin karena saking kagumnya sama diri sendiri. Gak sadar kalau dunia terus berubah. Akhirnya ketinggalan. Terus panik harus mengejar dari mana.
Ujian orang yang di belakang adalah kerja keras. Berkorban waktu, tenaga, dan apapun yang bisa dikorbankan.
Gak usah sombong kalau kamu udah di depan. Kesalip dua tiga orang itu gak kerasa. Ntar baru kerasa kalau kamu udah bener-bener ketinggalan di belakang sendirian.
Gak usah putus asa kalau kamu masih di belakang. Maju aja terus. Jalan masih panjang. Garis finish belum kelihatan. Terlalu dini buat menyimpulkan kamu sudah kalah.
Udah, maju aja.
—Taufik Aulia
1K notes
·
View notes
Text
Nemu lagi sample baru, lebih canggih dalam pemahaman, lebih fresh dalam pemikiran.
0 notes
Text
Yang aku syukuri disetiap pertemuan adalah mereka selalu punya sesuatu yang berharga dibalik pemikiran dan ucapan, bukan sekedar perkenalan.
0 notes
Text
Apa itu jatuh cinta?
Kuhampiri lambaian mu
sepucuk kertas berpita dihadiahkan untukku
senyum berseri menjadi sepaket dengan merahnya pipiku
apa itu jatuh cinta ?
Di riuhnya malam kita berbincang
bertukar peran menjadi pendengar yang baik
tawa hangat silih berganti menyentuh hati
lalu esoknya saling mencari
apa itu jatuh cinta?
Uluran tangan mu selalu aku nantikan
kokohnya bahumu nyaman ku jadikan sandaran
kamu yang selalu siaga
dan aku yang senang kau ada
apa itu jatuh cinta ?
Tiba-tiba saja aku mati rasa
batas itu kian kabur
antara terlampau senang dan condong pada seseorang
apa aku bodoh ?
apa itu jatuh cinta ?
- Fauliarishanti
0 notes
Text
KAU
Laki-laki adalah adalah simbol kekuatan
bagi wanita yang membutuhkan perlindungan.
Laki-laki,
kehadirannya menciptakan batas akan kehormatan kami
Suatu penyeimbang, karena telah lahir sang hawa
Suatu penyeimbang untuk menciptakan keharmonisan jagad raya.
****
kaU, kehadiran mu membuat ku berseri
Menghadirkan senyum disetiap malamku yang dulu sunyi.
kAU, sapaan kecil mu membuat ku rindu akan rasa yang lalu
Rasa senang yang ingin ku nikmati lagi karena dulu tak tepat waktu.
kAu, kelihaian mu merangkai kata seperti candu buatku
Aku terpaku, tak ingin pindah dari room chat mu.
dan aku ?
Kudapati diriku begitu mabuk
Sanjungan yang begitu manis merangsang dopamin yang berlebih
Terlalu lama menyepi,
Bisa-bisanya aku merasa seperti ABG lagi.
- Fauliarishanti
0 notes
Text
Sekitar Pukul 22
Jika itu sebuah empati
Aku terima dengan senang hati
Memulai bercerita sebagai cara untuk menerima cerita
Aku apresiasi cara mu tak penuh paksa
Tapi malam itu tiga karakter suara yg berbeda kau hadirkan silih berganti
Aku menggali makna
Garut, 8 September 2020 | Fauliarishanti
2 notes
·
View notes
Text
Baru aja semalam bahas soal ini
Dengar cerita seorang teman akan ketakutannya
Kadang manusia lucu, menakuti hal-hal yang belum pasti terjadi.
Kita sama!! membayangkan suatu kondisi kontadiktif lalu mengkhawatirkannya.
Penolakan,
Kegagalan,
Kekecewaan,
Padahal simple saja, jika semua itu terjadi mungkin bukan rezeki kita.
“Kekhawatiran kita kadang melebihi takdir, kita sudah ketakutan pada hal-hal yang belum terjadi. Padahal, harusnya kita lebih takut pada hal-hal yang sudah terjadi karena kita akan diganjar atas apa-apa yang sudah kita perbuat, bukan apa yang belum kita lakukan.”
— ©kurniawangunadi
3K notes
·
View notes
Text
Selalu membuang muka pada kesedihan,
Menguatkan diri sendiri dengan menampik tangisan,
Terkadang itu hanya menyebabkan sedihmu mengendap di dasar tanpa sadar.
Dan ia kembali memuncak sewaktu-waktu tanpa ada yg menyulut terlebih dulu.
Lalu kau dapati dirimu dikalahkan air mata dengan hati yg bingung bertanya mengapa.
Maka belajarlah melepas rasa
Sedih bukan sesuatu yg harus dimusuhi
Air mata tak selalu berarti lemah
Kau terlalu sombong dengan merasa diri selalu bisa kuat
Mengadu tak jadi masalah asal kau pulang dengan hati yg lapang
Mengadulah, mengadu padaNya.
Atau mau kucarikan teman bicara?
- Ziyah kepada Ziyah -
0 notes
Text
SEPEREMPAT ABAD
Senja sore ini disambut rembulan kemerahan
Bulat menyala di tengah langit yg menyisakan birunya
Rembulan pertama di awal September
Menyapa dengan begitu manis
Merekah ronanya membuat iri para nona
Menikmati mu adalah cukup
Berjumpa kembali dengan mu adalah nikmat
Aku tak menuntut pertanyaan yg dulu-dulu
Ia sudah melebur bersama waktu
Kini biar ku rangkai seperempat abad diriku
Merangkum peristiwa masa lalu
Mewujudkan harapan
Tak muluk-muluk keinginan ku
Hanya kembali dan memberi
Kepada mereka,
Keluarga.
Sentul, 1 September 2020
0 notes
Text
#1
Di dalam selimut tebal, ditengah udara pagi buta yang dingin menusuk tulang, rasanya saraf-saraf mata susah diperintahkan untuk tidak terus-menerus terlelap. Meski dalam pikiran sudah setengah sadar dan otak sudah mengirim sinyal-sinyal pada tubuh agar beranjak dari kasur, tapi tak juga berhasil.
Pagi itu perasaan ku masih sama dengan berbulan-bulan sebelumnya, masih larut dalam kalut. Belum bisa move on dari status sebagai mahasiswa yang tinggal sendiri dalam sepetak kamar dan hidup dalam aturan yang dibuat sendiri dan untuk diri sendiri. Kalut yang ku rasakan bukan hanya tentang aturan hidup dalam rumah yang sekarang berubah sepenuhnya, tapi juga tentang tanggung jawab setelah menanggalkan status mahasiswa. Mencari kerja setelah lulus kuliah menjadi kewajiban bagi kita, sudah hukum alam dan sepertinya sudah menjadi alur hidup yang baku.
Mengahadapi setiap pagi dengan perasaan yang berubah-ubah menjadi hal biasa yg dialami, hingga kadang tak disadari, tak peduli sedang dalam perasaan apa, pikiran tetap harus bekerja mencari cara menpertahankan hidup.
Dalam perasaan kalut yang belum juga aku akhir itu, satu kondisi baru harus aku terima. Perasaan negatif lainnya mengetuk sangat kencang, memaksa bertamu lalu bersemayam begitu lama. Saat itu kalut yang lebih dulu meghuni perasaan ku itu kalah, seolah dipaksa diusir dan hilang. Tapi itu bukan berita bagus karna ada perasaan negatif yang baru saja menggantikan posisinya, dengan daya destruktif yang lebih besar.
***
Tubuh ku yang masih terlelap tiba-tiba terguncang, ibu ku membangunkan dengan guncangan yang agak keras dari biasanya. Suaranya bergetar, nafasnya tak bisa ia kendalikan, dengan mudah aku sadar ia sedang dalam kepanikan. Pikiran ku sudah melaju lebih dulu sebelum ibu mengatakan apa yang terjadi. Aku seperti sudah tau hal apa yang akan ibu bilang. Lalu ku buka mata lebar-lebar menjukan padanya bahwa aku dalam kesadaran yang penuh dan memusatkan seluruh perhatianku pada ibu. Kulihat matanya sembab, letih dan sedikit memerah pada hidung.
"Kamu harus bantu ibu ya, pokonya nurut sama ibu, bantuin ibu ya" ujar ibuku dengan suaranya yang tegas tapi tetap berkaca-kaca.
Berusaha untuk menahan diri, aku pun bertanya seperti orang yang belum tahu apa-apa "bantuin apa?"
"Nurut sama ibu, bantuin ibu ya" ia mengulang kalimatnya dengan nada lebih tegas
Aku menarik nafas, berusaha mengendalikan diri dan menyadarkan diri bahwa semua yang aku khawatirkan telah terjadi.
Semua yang dulu ku anggap tidak mungkin,
Semua yang aku sangkal padahal jelas secara akal,
Semua yang dibisikan oleh hati kecil paling lubuk,
Semunya kini nampak didepan mata
Kebenaran telah menunjukan wajahnya
Kami gusar, air mata tak berhenti mengalir dari matanya
Dan aku, tidak sanggup untuk bersedih.
Hanya menyisakan kecewa.
0 notes
Text
History Insight; Menghadapi Bencana Tanpa Ilmu, Berujung Bertambahnya Petaka
@edgarhamas, Founder Gen Saladin | @gen.saladin | t.me/gensaladin
Dalam sejarah Islam, kita mengambil banyak hikmah. Tak hanya sekadar menikmati kehebatan masa lalu, tapi juga untuk belajar dari musibah di zaman dulu agar tak terulang lagi di zaman kita. Apalagi dalam bab bencana, ternyata Ulama kita banyak menulis buku-buku tentang treatment menghadapi bencana.
Dr Ali Muhammad Audah menghimpun 24 kitab sepanjang zaman yang mengisahkan bagaimana Umat mengalami bencana —dalam hal ini wabah penyakit— dan bagaimana pemerintah mereka melakukan penanggulangannya. Salah satu pelajaran penting yang perlu kita garis bawahi adalah kisah yang ditulis Imam Ibnu Hajar Al Asqalani.
Apa itu?
Dalam kitabnya, 'Badl Al Maun fi Fadhli At Tha'un', Imam Ibnu Hajar mengisahkan bahwa tahun 749 Hijriah atau sekitar tahun 1348 Masehi, terjadi wabah penyakit menyerang Kota Damaskus. Banyak Ulama memberi arahan agar manusia tidak berkumpul dan agar menjauhi keramaian.
Namun apa yang terjadi?
Orang-orang malah tak mendengarkan, "kemudian manusia keluar menuju lapangan luas, disertai para sesepuh. Mereka berdoa dan meminta pertolongan Allah secara beramai-ramai. Tapi wabah itu malah makin besar, padahal sebelum mereka berkumpul, korbannya hanya sedikit." (hal. 329)
Imam Ibnu Hajar pun mengisahkan apa yang terjadi di eranya, "pernah juga terjadi di zaman kita ketika sebuah wabah menjangkiti Kairo. Pada tanggal 27 Rabiul Akhir tahun 833 Hijriah (tahun 1430 Masehi)
Awalnya korban meninggal kurang dari 40 orang. Namun kemudian orang-orang keluar ke tanah lapang pada 4 Jumadil Ula setelah sebelumnya melakukan puasa 3 hari sebagaimana yang mereka lakukan ketika akan Shalat Istisqa. Mereka berkumpul untuk berdoa kemudian pulang ke rumah masing-masing."
Imam Ibnu Hajar melanjutkan, "tak sampai sebulan setelah mereka berkumpul, jumlah korban malah meningkat menjadi 1000 orang perhari dan terus bertambah." (hal. 329)
Beberapa orang waktu itu asal memberi fatwa bahwa berkumpul untuk berdoa itu perlu karena beranggapan "umumnya begitu", dan ada juga yang menerangkan legenda mitos bahwa dulu di zaman seorang raja bernama Al Muayyad hal itu terjadi dan wabah bisa hilang.
"Jama'ah dari Ulama kala itu memberi fatwa bahwa tidak berkumpul adalah hal yang utama untuk menghindari fitnah penyakit."
Sahabat, di saat-saat genting seperti ini, sangat penting kita ikut arahan ulama dan ahli medis. Jika hanya bermodal semangat tanpa ilmu, maka akan lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki.
Kita hanya takut pada Allah, tak takut pada korona. Betul. Sangat betul. Namun justru karena takut pada Allah maka laksanakanlah sunnatullah yang perlu diikhtiarkan.
Dr Majdi Al Hilali menulis dalam Kitabnya "Innahu al Qur'an Sirru Nahdhatina", bahwa sebuah umat yang menyepelekan ikhtiar manusiawi artinya sudah mengkhianati Allah. Sebab Allah memberikan pada manusia hukum sebab-akibat, dan yang tak peduli dengan itu tandanya tidak mensyukuri nikmat Allah.
Ikhtiar manusiawi itu bisa dalam bentuk physical distancing, di rumah aja. Dengarkan fatwa Ulama tentang menghindari keramaian, termasuk himbauan untuk sementara waktu tidak shalat Jum'at dulu di masjid. Keputusan itu semuanya dengan dalil dan dengan musyawarah yang panjang. Bukan dengan ego dan kepentingan pribadi.
Sebab nyawa seorang manusia itu mahal harganya. Umar bin Khattab imannya tinggi, tapi ketika diberi pilihan suatu hari untuk datang ke daerah wabah atau kembali ke Madinah, Umar memilih untuk pulang ke Madinah. Kalimatnya terkenal,
"kita pergi dari takdir Allah ke takdir Allah yang lain."
Maka ambillah pelajaran dari sejarah ini. Agar kita mawas dan tak jatuh dua kali. Agar kelak ketika wabah selesai, masjid kembali ramai dengan kamu. Agar kajian bisa kembali penuh dengan kamu. Semuanya bermula dari jaga dirimu dan ikuti arahan orang-orang berilmu.
714 notes
·
View notes