Learning to become fully function human being. This blog is about glitches that happened in my organic computer.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
28
1. Gigi belakang sudah berhasil dioperasi dan membuatku aku lebih pede berhadapan dengan orang lain.
2. Masih belum lancar menyetir.
3. Ekspektasi? Menulis rajin di blog. Realita? Semakin malas dan jijik akan tulisan sendiri.
4. Jatuh cinta pada kekasihku. Untuk pertama, dan semoga untuk selamanya.
5. Makin merasa bahwa negara ini semakin menjijikkan.
6. Kerja, afeksi, berorganisasi dan main DnD.
7. Mulai kembali menekuni hobi main tabletop RPG setelah sekian lama vakum.
8. Belum sempat upgrade PC.
9. Aku waktu SD punya teman bernama F. Dia suka cerita aneh-aneh dari mulai hantu sampai pernah dipalak seribu preman. Iya, seribu. Semakin dewasa, cerita si F masih lebih masuk akal dibandingkan apa yang bisa dilakukan negara ini.
10. Kalau kegagalanku mendapatkan beasiswa S-2 keluar negeri bisa dijadikan FTV, mungkin dia sudah bisa jadi satu season.
11. Hati-hati untuk memilih teman-teman. Dan semakin tua, semakin mungkin kita hanya ingin sendiri.
12. Current favorite song: https://www.youtube.com/watch?v=NyVYXRD1Ans
13. Memegang tanganmu adalah remedi atas semua elegi kehidupan.
14. Daftar Coursera tapi tidak merasa skill bertambah.
15. Karir di ujung tanduk, semoga tidak sampai terseruduk.
16.Cedera bahu yang semakin menghilang. Semakin jarang kambuh.
17. Ingin mulai rutin berolahraga.
18. Current favorite movies : Blade Runner 2049 dan Coco
19. Di siang bolong, kadang saya bermimpi punya Doraemon.
20. Mau pinjam mesin waktu Doraemon dan kembali ke umur 22 tahun lalu memberanikan diri untuk mengejar mimpi.
21. Semakin merasa negara ini semakin aneh.
22. Semakin merasa misantropis.
23.Memperbanyak makan sayur dan buah buahan.
24. Terapi untuk kebotakan dini.
25. Ingin mempertajam skill data analysis dan programming.
26. Ingin punya karir yang lebih jelas.
27. Stop complaining and start doing.
28. Believe that everything will be alright. Change what I can change and Accept what I can accept.
4 notes
·
View notes
Text
Mantra
Pada bulan ke 6, hari ke enam, jam dua belas malam.
Ada perasaan yang ingin sekali kupendam.
Seperti asam lambung yang konstan naik ketika aku lupa makan malam.
Aku merasakan ada yang membakar jantungku yang berdebar.
Agar tidak ruam dan boyak, aku mengikatnya dengan mantra.
Lalu kubayangkan tentang kamu.
Pipimu, lekukmu, suaramu, debarmu dan baumu
Mantra itu meliuk liuk di jantungku yang selalu berdebar
Semakin erat dan ia menjelma seperti kobaran api liar
Aku tidak ingin memberi makan api itu dan jadi kututup ia dengan kotak hitam
Supaya dia tidak bernafas
Setiap minggu, aku membuka kotak itu dan merapal mantra
Memastikan ia terikat dan tetap tidak diberi makan
Sekali dua kali, semoga tidak sampai selamanya
Sayangnya aku bandel dan sesekali memberi ia makan
Dan bergumam ‘jangan mati dulu ya, nak’
Aku tak kuat dirundung pundung dan rindu
Kotak hitam itu kututup kembali seraya aku melangkah pergi
2 notes
·
View notes
Text
Bintang
Pada suatu malam, aku pernah meneleponmu
Membuat cerita bagaimana seandainya jika kita jadi bintang
Di cerita itu, kita sama-sama menjadi bintang. Bersama bintang-bintang lain, kita berpendar di langit malam.
Menjelajahi vakumnya angkasa luas dengan kecepatan cahaya.
Kita bergumul, berpendar, kadang melesat jauh entah kemana dan orang mencari kita melalui teleskop dan satelit mereka.
Tapi,
Di malam berikutnya, kerlip bintangku sekarat terlebih dahulu.
Hingga sekarang.
Telepon terputus, aku mengisap rokok.
Menelan beberapa pil dan mencoba tertidur.
Mimpi buruk menjadi alarm setiaku.
Kadang aku ingin menekan beberapa tuts angka dan meneleponmu
Bercerita tentang bintang itu.
Sampai sekarang, aku tak punya sedikitpun inspirasi bagaimana kisah kita jadi bintang.
Sebenarnya ada satu. Mungkin aku yang terlebih dulu jadi bintang mati, menjelma jadi asteroid atau lubang hitam.
3 notes
·
View notes
Video
youtube
I'm hiding in the past looking for a face on the street but it's you I can't have
The birds stop singing for me
No I ain't got the time (to kill), killing my time with you
Sometimes things were not meant to be. There’s nothing wrong between you and me. So, hey I would like to say thank you for making my chapter on my “comic book” really great. Although, it really has terrible ending.
See you!
0 notes
Text
Reflection Eternal
youtube
Aku ingat pernah mengajakmu pergi ke sebuah taman pada hari Minggu. Kebetulan, hari itu sangat cerah sekali dengan sedikit guratan awan agar hari Minggu kita tidak terlalu panas. Kamu selalu bawa tisu setiap berjalan denganku. Kamu tahu kalau aku mudah sekali berkeringat. Kamu tahu itu dari hari pertama kita bertemu. Ketika kita duduk di sebuah kafe dengan minuman dingin di atas meja. Kamu yang tidak berkeringat, sedangkan aku berkeringat seperti habis lari 1 km padahal AC kafe itu sangat dingin. Kamu mengira aku sedang sakit dan pertemuan kita selain diakhiri dengan ciuman, juga dengan usapan tisu kamu ke dahiku. Di taman yang sama, aku menaruh headsetku ke kedua telingamu yang bercuping sedang lalu memainkan lagu ini lewat Youtube. Aku meminta kamu menutup mata sambil bilang, "Kamu suka?" Kamu mengangguk sambil memejamkan mata, dengan sedikit menggoyangkan kepala mengikuti irama lagu ini. You're a flower. You're a river You're a rainbow. Begitulah lirik lagu ini. Ketika pulang, aku lupa kalau lagu ini lebih cocok diputar ketika senja di pantai. Hari mulai senja dan kita pun pulang. Yang aku ingat dari kamu sehabis jalan di taman itu adalah bau rambut kamu yang seperti daun terkena hujan. Sedangkan, yang kamu ingat dariku adalah bau keringat di kaosku. Sampai jumpa di lain waktu.
0 notes
Text
I Kapten Abram
Kapten Abram mengepulkan asap berkali-kali dari mulut dan hidungnya. Entah kenapa dia merasa lebih ingin merokok dari biasanya. Lebih lagi, udara sedikit sejuk yang membuat keinginan merokoknya sangat impulsif. Di depannya, suasana sedang hiruk pikuk. Tim CSI mengumpulkan barang bukti, beberapa opsir sedang menyalakan garis polisi dan mendirikan kubah anti huru hara dengan targeted EMP agar tidak terlalu banyak warga sekitar yang menonton. “Okay, apa saja yang bisa kita dapat sekarang?” tanya Kapten Abram kepada salah satu detektif yang ada di sana. “Waktu kematian sekitar jam 23:11 malam, sekitar 5 menit yang lalu. Kemungkinan dilempar dari lantai atas, beberapa memar di daerah leher, tulang belakang hingga tengkorak hancur hingga 85 persen.” Ada bunyi bip dari lapisan kulit detektif tersebut. “Pengenal wajah hanya bisa merekonstruksi hingga 50 persen.” “Ada identitas pengenal? Dompet?”tanya kembali Kapten Abram sambil menghisap kembali rokoknya. “Tidak ada sama sekali.” kata detektif tersebut. Kapten Abram melengos pergi sambil menggerutu, “Ini kenapa aku benci setengah mati dengan HM”[1]. Kapten Abram menklik dua kali rokok elektriknya dan mulai menghembuskan asapnya. Asap yang berbau mint. Ia mengambil handphonenya dan menyentuhkan jari-jarinya pada layar tersebut. Ia mengetik angka dan mulai menelepon Alabar. Tidak ada jawaban. Begitu seterusnya hingga 40 kali. “Ke mana lagi si bangsat itu?” keluh Kapten Abram. Ia mulai gelisah dan melangkah dengan sedikit gontai kembali ke TKP. “Kapten!” Kapten Abram menoleh. Petugas CSI itu menyerahkan satu plastik berisi gelang. “Kami menemukan ini tadi, sepertinya gelang kaki ini milik korban.” “Hmm… sudah dimasukkan ke database CSI? Alert semua distrik dan titik temu kemungkinan bersinggungan dengan benda ini.” “Siap, Pak!” petugas CSI memberi hormat. “Sepertinya gestur itu bakalan makin usang” lamun Kapten Abram. “Hmmm… Kapten?” kata petugas CSI itu. “Iya, ada apa?” “Anuu…. Kapten? Mau di-scan copy barangnya seperti biasa?” tanya petugas CSI. “Boleh” kata Kapten Abram mengangguk tegas. Petugas CSI itu menyerahkan plastik barang bukti berisikan gelang kaki tadi. Dengan cekatan, Kapten Abram menscan copy dengan sebuah alat scanner dan duplikat barang bukti. Setelah itu, Kapten Abram mengirimkan paket itu melalui teleporter mini yang ia miliki ke alamat yang ia tuju. Kapten Abram menuju ke daerah jatuhnya korban sambil melihat-lihat, lalu memanggil dua petugas CSI lainnya sambil memberikan perintah “Okay, kamu ikut saya ke apartemen, yang lain tetap amankan situasi”. Kapten Abram bersama satu petugas CSI bernama Mackerel menuju lift apartemen TKP untuk mencari petunjuk. Tidak perlu waktu lama untuk lift sampai di lantai 45. Kapten Abram dan Mackerel masuk ke unit 45517. “Mackerel, mulai sisir unit ini, saya akan mencari sudut sudut lain.”, perintah Kapten Abram. Merekapun berpencar mencari bukti. Apartemen sempit ini tidak terlalu banyak barang, namun banyak rusak. Wastafel, kasur yang terbalik, alat alat dapur yang sudah entah berapa lama tidak dicuci. Kapten Abram mengecek lemari pakaian, dan nihil. Tidak banyak yang bisa ditemukan. Kapten Abram menyalakan scannernya, dan di layar hanya ada beberapa angka yang tidak membantu. Furniture rusak 45%, bekas benturan 25%, jendela hancur 95%, guratan rambut, begitu yang tertera layar, begitu yang tertulis di layar. “Mack, ada yang menarik?” teriak Kapten Abram. “Ya kapten, sepertinya ini sedikit aneh.” kata Mackerel. Kapten Abram masuk ke ruang di mana Mackerel berada. Ruangan itu adalah dapur kecil. Di lantai dapur, tersebut ada bekas gesekan meja, dan beberapa bercak darah. Bukan darah manusia, karena berwarna biru. “Bagus sekali” puji Kapten Abram sembari menyalakan scannernya dan memasukkannya ke database. Beberapa saat berselang, Kapten Abram dan Mackarel mulai menyisiri dan menemukan banyak petunjuk lain. Yang paling tidak biasa adalah senjata plasma namun tidak ada sidik jari maupun residu digital. Senjata plasma yang mereka temukan juga tidak memiliki nomor registrasi. TKP ditutup dan semua unit kembali ke tempatnya masing-masing, kecuali Kapten Abram.Ia sedang tidak ingin kembali ke rumah. Kasus ini aneh, tidak biasa. Dia sering melihat kasus pembunuhan, menangani beberapa namun tidak pernah ada yang seaneh ini. Pelakunya seperti tidak pernah eksis sama sekali. Kapten Abram membiarkan malam menggerogoti pikirannnya dan berjalan melalui stasiun teleporter. XC-918. Stasiun teleporter yang sudah mulai sepi. Wajar, karena waktu sudah menunjukkan jam 1 malam. Kapten Abram menggesekkan kartu dan masuk ke salah satu pod teleporter. Ada 5 orang yang masuk di satu pod yang sama, 4 manusia dan 1 android. Selesai memasukkan destinasi masing-masing, pod mulai mengeluarkan sinar dan dalam sekejap, sampailah Kapten Abram ke kantor polisi Neopolis Distrik 37. Dalam keadaan mata yang masih berkunang-kunang dan mual, Kapten Abram memasuki kantor polisi Neopolis yang ramai. Kantor polisi ini memiliki beberapa ruangan, dari mulai ruang interogasi, ruang barang bukti, ruang IT, cafeteria, ruang senjata, administrasi dan lobby. Kapten Abram menekan tombol di lift dan menuju ruangannya yang berada di lantai 11. Sesampainya di sana, Kapten Abram masih sempat bertegur sapa dengan petugas jaga, Opsir Hypotenuse, si android. Kapten Abram melangkah gontai, membuka jaketnya, menyalakan rokok elektrik serta PCnya dan membuka laporan kasus yang di hari ini. Kecelakaan teleporter, overdosis neuroin di pesta kelulusan, kasus pembunuhan karena perceraian dan yang terbaru pembunuhan misterius yang belum ada titik terangnya sama sekali. Yang sedikit berbeda adalah kebanyakan laporan ini sekarang dibuat oleh android. Abram mengecek email pribadinya yang cuma berisikan awaran kerja private security dari Tangential, e-pamphlet Partai Konservatif tentang bahayanya HMN (Hampir Manusia Network) kalau benar-benar diimplementasikan penuh. Kapten Abram mengarahkan jarinya ke layar datar komputernya, dan melakukan voice command untuk Alabar. Dengan cepat, Kapten Abram mengirimkan email ke Alabar tanpa basa basi. Dia perlu insight darinya. Kapten Abram tertidur tidak lama berselang setelah mengirim email. Pagi berjalan seperti biasa di kantor polisi Neopolis. Kapten Abram terbangun dari meja kerjanya. Waktu menunjukkan jam 9 pagi. Kantor polisi masih tidak berkurang riuhnya. Kadet dan beberapa opsir berbaris di lapangan, suara apel pagi dan beberapa mobil patroli yang berangkat ke beberapa titik. Kapten Abram menempelkan beberapa caffeine patch dan menyalakan rokok elektriknya. Kasus tadi malam masih menghantui pikirannya. Android baru mulai diperkenalkan ke divisinya yang membuat dirinya semakin kesal. Ada alasan kenapa Kapten Abram tidak begitu menyukai kehadiran android yang semakin hari semakin banyak, dan semakin mirip manusia. Ledekan seperti HM yang akhirnya dipolitisasi sedemikian rupa membuat keadaan semakin keruh. Semakin hari semakin banyak laporan kejahatan yang di mana android menjadi korban. Buruknya lagi, politisi di atas sana mulai mencoba menggolkan android untuk memiliki hak yang sama seperti manusia. Kapten Abram merindukan suasana lama. Minum minum setelah kasus selesai, belasungkawa ketika ada petugas yang gugur, dan lain sebagainya. Sekarang? Di divisinya saja hanya ada dua manusia yaitu dirinya sendiri dan Mackarel. Pikirannya yang semakin kalut dibuyarkan oleh nada panggilan PCDnya. Ada kasus ternyata. Kasus penikaman di pod teleporter Distrik 15, menurut dari PCD[2]. Kapten Abram mengambil jaketnya dan bergegas menuju toilet, mencuci muka lalu masuk ke pod teleporter milik Kepolisian. Satu-satunya kemajuan teknologi yang masih bisa dia tolerir. Teleporter sampai dan TKP sudah penuh dengan beberapa opsir, CSI. Kapten Abram mulai memberikan komando untuk menanyakan para saksi. Kapten Abram melipir sedikit dan mulai mencoba menelpon Alabar kembali. Telpon tersambung dan Alabar seperti biasa lupa mengisi baterai. Setelah puas memaki, Kapten Abram menutup telepon dengan setengah kesal dan kembali menyusuri TKP penikaman terjadi. “Chimera[3] ya?” begitu konfirmasi dari detektif MR-417 ketika menanyai salah satu saksi, pensiunan wanita NMR[4]. “Ada insight lain?” tanya Kapten Abram kepada detektif android. “Sejauh ini tidak, dan si wanita tidak berbohong. Denyut nadi sedikit kencang, adrenalin meningkat 40%, kecocokan alibi dan nada suara 95%.” jawab detektif itu. Kosong. Pandangan kosong dari android dan ekspresi muka datar juga jadi salah dua dari kenapa Kapten Abram membenci HM. “Oke Hey MR siapalah itu” kata Kapten Abram. “Anda bisa memanggil saya dengan Maroon” jawab si android. “Okay Maroon, run semua database Chimera di server kepolisian distrik 5, dan akses semua security camera.” perintah Kapten Abram. “Running, pak. Tingkat kecocokan 5%, facial recognition sedang dijalankan di 48 titik dari distrik 5 sampai 17.” “Cih, tidak seru sekali kalau begini” gerutu Kapten Abram sambil menyalakan rokok elektrik yang baterainya tinggal 3 persen. Nada dering berbunyi, Kapten Abram mengangkat teleponnya dan menjawab “Halo Jessica, ada kabar apa?”“Hmmm… Kapten. Alabar ke tempatmu bukan? Katanya dia follow up kasus dan pergi terburu-buru” kata Jessica“Memang aku ada rencana ketemu dia di Gloria Pub. Tapi aku masih ada kerjaan.” Kata Kapten Abram“Aku punya firasat buruk soalnya” kata Jessica. “Ah itu kan perasaan kamu saja, memangnya ada apa?” “Entahlah, tapi sebaiknya kapten langsung ke Gloria Pub saja” kata Jessica . “Aku masih ada kasus, jangan galau tidak penting begini dong.” bentak Kapten Abram sambil langsung menutup telponnya.Belum beberapa detik berselang, PCD Kapten Abram berbunyi. “Penculikan di Gloria Pub. Tim terdekat harap datang” Kapten Abram mengirim pesan lewat PCDnya dengan tulisan “Code 816. Puma Foxtrot. Gloria Pub dan langsung ke teleporter khusus polisi. Sinar putih menyelubunginya dan teleport pun jalan. (lanjut ke POV Samson I) [1] Hampir Manusia, sebuah bahasa slang untuk unit cyborg atau android di Neopolis.[2] Police Cases Devices : Gawai multiguna yang mulai digunakan setelah Zaman Kegelapan Teknologi. Dengan satu narahubung, polisi di Neopolis bisa mendapatkan brief awal kasus, lokasi. Jika selesai, bisa diberikan rating 1-5 bintang oleh atasan mereka.[3] Manusia setengah binatang. Chimera Project pernah dibuat di Zaman Kegelapan Teknologi, ketika android mulai sempurna kebanyakan dari mereka dipekerjakan di tempat-tempat kumuh atau proyek bangunan serta pekerjaan kasar lainnya.[4] Neopolis Marine Ranger : Satuan Tempur Neopolis yang banyak berjasa di Zaman Kegelapan Teknologi. Sekarang, dikenal sebagai NSDF (Neopolis Self Defense Forces)
0 notes
Text
I Alabar
Waktu menunjukkan jam 10:11 pagi. Alabar bangun dengan kepala berat, mata berkunang-kunang dan perut yang melilit. Ia melirik telepon genggam miliknya sambil berbisik lirih. “40 panggilan tak terjawab dari kapten Abram, matilah aku” katanya. “Berapa lama ya aku sudah tertidur”, masih mendengus dan berjalan ke wastafel, mencuci muka, bercukur. Kepala Alabar masih berat seperti dihantam godam. Alabar makan biskuit kering yang semakin lama rasanya mirip seperti tali.
Setelah makan, ia berjalan gontai ke arah meja kecil. Sebuah meja kecil dengan foto keluarga, beberapa lencana, medali penghargaan dari Neopolis Distrik 38. Medali berwarna keemasan dengan tulisan Lulusan Akademi Terbaik dan piagam MOO, Most Outstanding Officer. Alabar lanjut makan biskuit dengan rasa seperti tali, dan sambil melihat lihat pesan dari hapenya. Kepalanya masih berat biarpun perutnya sudah tidak bertindak bak begundal lagi.
1 Message dari Jessica, dan hapenya bergetar sedikit. Pesan itu berbunyi, “Gak ke kantor? Kapten Abram mencarimu dari tadi malam!” Alabar membalas pesan,”Sebentar habis makan aku ke sana. Maaf tadi hape habis baterai”. Klise karena hapenya sama sekali tidak habis baterai. Alabar mengambil 4 butir obat penenang dan mendorongnya masuk kerongkongan dengan segelas besar air. Sakit kepalanya mulai hilang sedikit. Alabar cuci muka lagi, mengambil kaus hitamnya dan jaket jeansnya lalu mulai melangkah gontai menuju stasiun kereta.
Di sepanjang gang dari flat sempit miliknya, dinding dipenuhi oleh poster Omar Al Thalib, calon anggota parlemen dari partai Mentok (Mengabdi Tidak Oentoek Korupsi). Dia lagi naik daun karena getol mempromosikan program HMN, Hampir Manusia Network, sebuah rencana program untuk mengganti semua personil militer dan kepolisian dengan program dengan manusia bionik. Dan tidak semua orang suka. HMN adalah program yang mahal dan berisiko untuk menciptakan pengangguran. Orang-orang seperti Alabar ini juga terancam dirumahkan kalau program ini 100% jalan.
Namun Alabar tidak terlalu peduli. Kepalanya sudah terlalu penuh dengan kasus-kasus. Manusia bionik biarpun belum 100% diimplementasikan namun mereka sudah berjalan dengan efisien. 1 unit manusia bionik di kepolisian berhasil menuntaskan kasus dengan tingkat efisiensi 97%, tidak banyak menuntut, dan yang paling penting tidak suka galau. Kalau tidak perform dengan bagus, mereka bisa digantikan dengan bentuk yang lebih baru. Alabar sampai di stasiun, menukarkan beberapa uang logamnya dengan tiket kereta sekali jalan dan naik kereta. Alabar memilih tidak memakai teleporter karena biasanya dia bakal mual parah setelahnya. Lagipula dengan jumlah obat penenang yang dia konsumsi, otaknya bisa kemungkinan rusak jika memakai teleporter.
Kereta punya caranya sendiri untuk menghibur Alabar. Di sana dia bisa mengamati gerak gerik orang. Mengamati ibu yang sedang menggendong anaknya, anak anak muda sebayanya dengan baju jas rapi karena berkantor di distrik paling makmur yaitu Distrik 8, lalu beberapa anak sekolah yang berada di distrik 5 yang selalu ceriwis dengan model, musik serta mengupdate social media mereka. Alabar memang masih muda, namun karena tragedi dia jadi sedikit berbeda.
“Pemberhentian berikutnya, Stasiun Distrik 39” begitu announcement dari kereta. Alabar turun dan bergegas cepat ke arah kantornya di salah satu bangunan di Distrik 39. Di sanalah ia berkantor. Dan hari ini dia kesiangan parah. Sembari menggerutu diapun menekan bel. AI di kantor tuanya menjawab, “silakan periksa retina anda sebelum memasuki gedung ini”. Retina Alabar dipindai dan AI menjawab, “silakan masuk, Detektif Alabar”. “Hmm belum diprogram ulang sepertinya”, gerutu Alabar. Pintu kantorpun dibuka dan terlihat Jessica sedang mengetik. Hari ini dia pakai baju warna peach.
“Pagi sekali ya datangnya, Al” gerutu Jessica sambil menekan tuts pada keyboard. “Iya maaf.” Jawab Alabar datar. “Ada apa saja kita hari ini, Jes?”, tanya Alabar. “Okay, jadi hari ini seperti biasa. Tidak ada klien baru. Jadi cuma ada titipan ini dari Kapten Abram dan video yang sudah dikirim ke email kantor kita.” celetuk Jessica sambil menyodorkan paket plastik dengan label “Barang Bukti 00124122” “Okay, ada lagi! Ku baru ingat. Selamat ulang tahun, pak Boss. Ini hadiahnya.” kata Jessica sambil menyodorkan kotak kecil. “Wah ini hari ulang tahunku ya. So thoughtful of you. Thanks” kata Alabar. Alabar membuka kotak abu abu kecil yang diikat dengan pita merah jambu. Ternyata isinya adalah miniatur Lord of Faerun, dengan bentuk raja kurcaci yang sedang ditandu oleh dua prajurit kurcaci lainnya. Biasanya, miniatur ini belum dicat sedangkan yang diterima oleh Alabar sudah di-cat. “Kamu tahu dari mana aku sudah lama incar ini? Lengkap sudah koleksiku! celetuk Alabar girang. “Ya tahu dong. Kamu bukan satu satunya kok yang bisa jadi detektif” jawab Jessica sambil mengedipkan sebelah matanya. “Okay, waktunya bekerja” teriak Alabar bersemangat.
Alabar menyalakan PCnya dan mulai mengunduh file kiriman dari Kapten Abram dengan pesan “Ada pendapat soal ini”. Video itu ternyata adalah video mayat perempuan dengan gaun berwarna oranye. Mayatnya sudah hampir tidak berbentuk, kemungkinan karena jatuh terjerembab dari lantai rusun yang menurut keterangan di laporan tim CSI NPD berada dari lantai 45. Alabar menggerakkan jarinya di layar datar PC dan memperbesar gambarnya. “Jadi ,entah si penyerang adalah orang dengan badan cukup besar. Ada tanda tanda perlawanan di leher, bekas pukulan biarpun susah dikenali , sudut lemparan sekitar 65 derajat, terlihat seperti kekerasan domestik.’
Begitu asumsi sementara dari Alabar dan sakit kepalanya mulai kambuh lagi. Seakan akan tidak peduli dengan hantaman godam yang ada di kepalanya, Alabar masih menatap serius layar komputer sambil sesekali melirik meja Jessica yang sekarang sedang mengetik sambil menerima telepon dari pacarnya.
Ada bercak darah aneh di beberapa foto yang juga dikirimkan oleh Kapten Abram ke Alabar, seperti bukan darah manusia. Ada bercak darah berwarna kebiruan. Alabar kembali melirik report yang dikirimkan oleh tim Kapten Abram. Sambil menggerakkan jarinya, dan memperbesar satu poin yang menurut menarik. Perbesar dan terlihat tulisan “tingkat keasaman darah cukup tinggi dan tidak ada di database distrik manapun.”
Mata Alabar tertuju pada paket barang bukti kiriman Kapten Abram. Dibukanya paket itu dan diambilnya dengan pinset. Paket itu berisi gelang kaki. Gelang kaki zirconium bertatahkan batu mirah. Alabar merasa familiar dengan gelang kaki. Dia seperti melihatnya entah di mana. Dimasukkannya gelang kaki itu dan berharap asumsinnya salah. Alabar merebahkan tubuh ke kursi miliknya dan mulai memejamkan. Dia selalu begitu setiap dia berpikir. Mencoba membayangkan dirinya berada di tempat kejadian. Melayang lepas sampai suara Jessica mengusiknya.
“Oi, Al” celetuk Jessica. Alabar tersentak dan menjawab “Bikin kaget , ada apaan sih?” “Ini aku mau pesan makanan. Kamu mau juga? My treat ya.” Kata Jessica sambil menyunggingkan seulas senyum. “Eh boleh deh, ini kasus lumayan bikin lapar.” kata Alabar.
Sambil melirik ke arah barang bukti, Jessica bilang, “Gelangnya bagus, sayang barang bukti sih.” “Mau? Minta belikan pujaan hatimu saja” kata Alabar ketus. “Ih cemburu ya?” ledek Jessica. “Cih” kata Alabar sambil buang muka. “Ya sudah mau pesan makanan apa kita?” kata Jessica. “Makaroni keju saja seperti biasa sama donat gula” kata Alabar. “Heran kamu makan makanan kayak gitu badannya gak tambah gemuk ya” kata Jessica. “Ya enggaklah, kan otaknya dipakai buat mikir.” ledek Alabar. “Okay deh.”kata Jessica sambil menekan angka pada layar smartphonenya dan mulai menelepon tukang makan.
Alabar kembali tenggelam dengan pikirannya sambil berulang kali melihat layar penyelidikan. Otak Alabar mulai berputar kembali, mencoba mengingat – ngingat di mana ia pernah melihat gelang ini. Dengan sedikit tergesa, Alabar mengambil kantong barang bukti, mengambil jaket hitamnya dan mulai menuju pintu ke luar. “Dirimu mau ke mana? Makanannya baru saja dipesan.” sergah Jessica. “Sebentar lagi ada urusan, ada yang tiba tiba ingat.” Kata Alabar. “Jangan gitu dong, makan barenglah kan ini hari ulang tahunmu. Santai sedikit bisalah.” rajuk Jessica
“Aku gak bisa buang buang waktu nih!” kata Alabar cepat sembari menscan retina. “Taxi” Alabar memanggil taxi. Tidak berapa lama taxi hitam berhenti, Alabar pun naik. “Distrik 5 ya, Gloria Pub”. Taxi-pun melaju kencang. Alabar mengambil kantong plastic dari sakunya dan melihat lihat barang bukti gelang tadi. “Cuma ada satu tempat di mana gelang ini berasal, tak mungkin salah lagi.”
Setengah perjalanan, telepon Alabar berdering. Di layar tertulis Abram. “Halo Kapten Abram!” sapa Alabar. “Heh bangsat, susah banget ditelepon hari ini!” maki Kapten Abram dari sebelah sana. ‘Sori, kepalaku pusing sekali seharian. Ada apa?” kata Alabar. “Lagi di mana kamu? Bisa ketemu?” “Lagi di perjalanan naik taksi ke Gloria Pub, mau ketemu di sana?” “Sampai jam berapa kamu di sana?” kata Kapten Abram. “Entahlah, aku mau follow up kasus yang kamu kirimkan tadi siang”, kata Alabar. “Yaudahlah aku ke sana juga, awas ya mangkir lagi.” bentak Kapten Abram.
“Setan! Sudah bukan boss, masih aja main perintah”. Taxi-pun berhenti di Gloria Pub. Alabar menggesekkan kartu e money ke mesin yang ada di taxi dan bergegas turun. “Bangsat! Kasih tip kek. Duit elektronik gini nih. Dasar antek HMN!” hardik si supir taksi. “Heh QuVach[1]! Sudra dasar! hardik Alabar. Alabar bergegas masuk ke Gloria Pub yang biarpun masih senja sudah mulai terlihat ramai dengan orang-orang bermain rolet dan menonton striptis. “Cuma di sini tempatnya. Pemilik gelang ini pasti ada di sini!”
Dentuman musik pun mengalun membuat suasana semakin hingar bingar. Alabar merasakan getaran di sakunya yang ternyata berasal dari handphone miliknya. Ternyata cuma kiriman gambar makanan dari Jessica dengan pesan “Nih makanannya datang. Aku pulang dulu ya. Aku taruh di lemari es”.
“Cih penting” balas Alabar dengan emoticon ketus. “Cari pacar sana biar ada yang merhatiin. Week jeleeek” balas Jessica melalui pesan pendeknya. “Biarin yang penting boss” balas Alabar di pesan pendeknya.
Musik Clash of Seven Dragon Heads semakin menggila di Gloria Pub. Belum lagi sinar lampu warna warni juga buat suasana semakin semarak. Saking kerasnya, sampai Alabar tidak merasakan hantaman keras di tengkuknya. Tetiba suasana jadi gelap. (Bersambung ke POV Kapten Abram)
0 notes
Text
27
1. Di umur 23, gigi saya yang depan sebelah kiri rontok, begitupula dengan gigi geraham lagi lagi di sebelah kiri. Aneh memang.
2. Sampai sekarang, saya masih sulit mengapa orang orang ada yang percaya bahwa bumi itu datar.
3. Di umur sekarang, saya masih suka dengan tradisi keluarga saya yaitu masak nasi kuning beramai ramai di setiap ada yang ulang tahun. Saya hanya sempat melewatkan tradisi itu ketika berkuliah di Yogya.
4. 7 minutes workout apps masih bolong bolong. Terakhir latihan sekitar 3 minggu yang lalu. Dan beberapa hari ini saya merasa tubuh saya mulai melemah. Mungkin saya harus mulai rutin berolah raga.
5. Masih kepingin punya tubuh six-pack
6. Being promoted on not so bad atmosphere of workplace
7. Ingin bisa tidur maksimal jam 10 malam. Apa daya, lembur tidak berkehendak.
8. Beberapa kali jatuh cinta, namun tetap saja tidak peka. Sampai saat ini masih suka patah hati.
9. Masih suka baper yang sering kali menganggu kehidupan sosial saya.
10. Dikelilingi banyak teman, kehilangan beberapa, berjarak dengan kebanyakan dan masih belum bisa jadi orang yang bisa dipercaya untuk jadi pendengar yang baik.
11. I’m tired of being seen as a person that can’t cope with its over anxiety.
12. Over-thinking about everything including my future.
13. Masih menempel bendera negara - negara Skandinavia dan berharap bisa kuliah di sana. Semoga tidak menjadi mimpi belaka.
14. Rambut depan mulai menipis, genetic lottery fucked up my hairstyle.
15. Masih berharap bisa berkarir di bidang pendidikan, menjadi dosen atau akademisi sepertinya menarik.
16.Mencintai diam diam. Ah memang lebih baik dia tak tahu.
17. Mencoba untuk lebih mengendalikan emosi.
18 Atau berusaha menjadi orang yang tidak terlalu kepo dengan urusan orang lain.
19. Mulai minum bir lagi setelah 4 tahun tidak menyentuh alkohol sama sekali.
20. Craving for speed force and run through space and time then becoming the parallax.
21.Ingin lebih giat menulis.
22. Lebih andal dalam banyak hal, salah satunya menyetir.
23.Bisa jadi team mate yang dapat diandalkan.
24. Sometimes, I wish I was cyborg.
25. Di dunia yang semakin menyebalkan, saya ingin bisa survive.
26. Mencoba untuk tidak pernah berhenti belajar.
27. Mencoba untuk bisa berkomunikasi layaknya manusia normal.
0 notes
Text
...
Reguk saja jiwaku yang mencair sedikit demi sedikit layaknya stalagtit Hingga kamu puas dan lepas dahaga. Kamu bilang aku tamak karena aku cuma ingin jiwamu Tapi aku pengecut dengan nyali cuma satu cawan Yang selalu kamu minum Aku ingin kamu menjadi lelah.
0 notes
Text
Puisi pada hampir jam 2 pagi
Ada mitos kalau terbangun di jam ini Ada rindu yang tak selesai Rindu yang belum dibayar tuntas Dan aku membiarkan rinduku padamu hilang di balik banyak hal Di kepulan asap rokok Di balik air yang menjelma ricik Di antara labu siam yang ada di piring gado gado Di balik seulas senyum-mu dan ketakberdayaanku.
0 notes
Text
...
Kamu pernah menyunggingkan senyum Bukan padaku tapi kepada lampu temaram Kutanya kenapa Kamu cuma bilang aku terlalu rendah diri Aku ingin berhenti jadi rendah Otakku mengirim sinyal kepada pita suara Untuk sedikit meninggi Namun aku memilih diam Dan mendekapmu
0 notes
Text
Mati Penasaran
Kenapa kamu bertanya tentang hal itu?
Itu karena aku mencintai....
Sebelum aku menyebut namamu, grim reaper mengayunkan sabitnya ke tenggorokanku.
0 notes
Quote
I think that becoming strangers is the only way you’ll love me again. I might stay that way so you can love me forever.
B. E. Barnes (via wnq-writers)
2K notes
·
View notes
Quote
I’m caught between trying to live my life, and trying to run from it.
Stephen Chbosky, The Perks of Being A Wallflower (via wordsnquotes)
9K notes
·
View notes
Quote
I no longer sleep, And when I do, It’s with the sun And not with you.
savvysomethingxo, My Insomnia Chronicles (via wordsnquotes)
2K notes
·
View notes
Text
Hati berbentuk kotak
Saat itu, seekor kura kura tua menemaniku memancing. Dan memberiku sebuah hati berbentuk kotak. Aku bisikkan namamu, menutupnya rapat dan menguncinya. Dan sekarang aku lupa ditaruh mana kunci itu.
0 notes