Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Perempuan Indonesia dan Pendidikan
Tanggal 22 Desember merupakan hari ibu Nasional, hari peringatan ini disahkan pada Kongres Perempuan III di Bandung pada tahun 1938 yang bertujuan untuk memaknai perjuangan perempuan dan para ibu dalam upaya memperbaiki bangsa. Sejak dulu perempuan di Indonesia ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, walaupun tidak mudah, namun perempuan tetap menunjukan peran penting dalam keluarga dan masyarakat, perempuan khususnya seorang ibu merupakan guru pertama untuk anak-anak mereka, namun perempuan memiliki tantangan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas karena adanya stigma di masyarakat bahwa perempuan tidak perlu pintar dan hanya mengurus urusan dapur saja, para orang tua juga lebih memilih untuk menyekolahkan anak laki-lakinya dibandingkan dengan anak perempuannya karena dianggap akan menikah di usia muda dan tidak bisa menghasilkan uang.
Semangat perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak tidak pudar walaupun dengan tantangan dan stigma masyarakat terhadap pendidikan untuk perempuan. Dengan munculnya tokoh-tokoh perempuan yang gigih berjuang untuk pendidikan perempuan seperti Dewi Sartika yang mendirikan sakola istri yang merupakan sekolah khusus perempuan bumiputera pertama di Hindia Belanda. Sekolah ini mengajarkan perempuan untuk membaca, berbahasa Belanda, pelajaran agama, dan keterampilan rumah tangga, dengan pembekalan tersebut Dewi Sartika berharap perempuan lebih mandiri dan tidak bergantung kepada laki-laki karena sudah mendapatkan pendidikan yang layak untuk turun ke masyarakat. Selain Dewi Sartika ada R.A Kartini yang merupakan perempuan Jawa yang prihatin akan status sosial perempuan yang dianggap remeh oleh masyarakat, walaupun Kartini merupakan anak bangsawan dan putri seorang priyayi terpelajar dari Jepara, ia juga merasakan apa yang dirasakan banyak perempuan Hindia Belanda kala itu, Kartini dijodohkan di usia yang muda oleh kedua orang tuanya. Selama di pingit Kartini mengungkapkan keresahan yang ia rasakan sebagai perempuan Hindia Belanda kepada teman-temannya yang ada di Belanda, Surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan dibuat buku yang diterbitkan pada tahun 1922 dengan judul Door Duisternis tot Licht atau yang lebih dikenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini berhasil menggerakan semangat perempuan di Hindia Belanda untuk berjuang demi pendidikan bagi diri mereka sendiri. Semangat para perempuan ini membuahkan hasil dengan adanya kongres perempuan pertama yang dilaksanakan pada tahun 1928, pada kongres ini para perempuan mengangkat topik yang menentang pernikahan anak yang merupakan sebuah momok yang sering kali dialami oleh para perempuan.Kongres perempuan terus berlanjut hingga pada kongres perempuan ke-3 yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1938. Kongres ini memperjuangkan hak perempuan untuk dipilih sebagai anggota dewan kota, hasilnya ada empat perempuan yang terpilih sebagai anggota dewan kota di empat kota yang berbeda yakni Emma Poeradiredja (Bandung), Sri Oemijati (Cirebon), Soenarja Mangoenpoespito (Semarang), dan Siti Soendari Soedirman (Surabaya). Selain itu juga perempuan dalam kongres ini menetapkan tanggal 22 Desember menjadi Hari Ibu.
Dengan kongres perempuan yang dilaksanakan menghasilkan adanya peningkatan status, hak, dan perlindungan bagi perempuan Indonesia tidak hanya dalam bidang pendidikan tetapi juga dalam bidang hukum, agama, politik, dan perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan gender. Untuk mencapai kesetaraan gender dan kesejahteraan perempuan setiap individu memiliki peran untuk mewujudkan pendidikan yang setara bagi perempuan. Pemerintah dengan adanya kebijakan yang inklusif dapat menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai serta menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi perempuan, dengan melibatkan diri dalam upaya memajukan pendidikan perempuan, maka kita tidak hanya merayakan hari ibu, namun juga ikut serta dalam membangun masa depan bangsa yang lebih cerah, karena dengana danya pendididkan yang berkualitas bagi perempuan makaa akan melahirkan generasi penerus yang cerdas, dan mampu berkontribusi secara signifikan bagi kemajuan bangsa.
0 notes
Text
Wanita Korban Penjajahan Jepang
kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap wanita sering kali terjadi di berbagai konflik maupun perang. Perempuan seringkali dijadikan sebagai target sasaran dalam situasi yang amat mengerikan tanpa pernah dibayangkan sebelumnya. Sudah sejak dulu, para wanita dijadikan sebagai objek seksual oleh laki-laki dan diperlakukan seperti layaknya barang. Tidak hanya itu, wanita juga seringkali mendapatkan perlakuan kekerasan karena kedudukan wanita yang dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki. Tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut juga merupakan bagian dari perjalanan panjang sejarah indonesia
Praktik kekerasan seksual terhadap perempuan ini pernah terjadi di Indonesia pada masa kedudukan Jepang, Setelah Belanda menyerah tanpa syarat pada tanggal 8 Mei 1942 maka hal tersebut menjadikan Indonesia memasuki satu periode baru yaitu kemiliteran Jepang. Indonesia yang sempat dijajah Jepang selama kurang lebih 3 tahun, walaupun hanya seumur jagung tapi bekas penyiksaan oleh Jepang kala itu masih menyisakan banyak luka hingga sekarang. Jepang kala itu mengambil seluruh potensi alam di Indonesia untuk kebutuhan perang, memang tujuan pemerintahan Jepang menduduki dan menguasai Indonesia adalah untuk mendapatkan bahan baku guna memenuhi kebutuhan perang. Selain menguras sumber daya alam MIliter Jepang juga menguras sumber daya manusia seperti para lelaki yang dipaksa untuk bekerja dan para perempuan yang dijadikan wanita penghibur.
Wanita penghibur atau dalam istilah Jepang adalah Jugun Ianfu (Comfort Women) yang terdiri mulai dari gadis, perempuan yang sudah bersuami, bahkan anak di bawah umur yang dipaksa memenuhi kebutuhan biologis tentara maupun rakyat sipil Jepang, Karena meluasnya wilayah kekuasaan militer Jepang yang mengakibatkan bertambahnya pula kebutuhan akan tempat hiburan bagi tentara maka dibutuhkan lebih banyak wanita penghibur. Sama seperti masa sekarang untuk merekrut para wanita, tentara Jepang melakukannya dengan memaksa menggunakan senjata, memaksa karena alasan memiliki hutang, dan menipu dengan di iming-imingi mendapat pekerjaan. Kaum perempuan yang dijadikan Jugun Ianfu juga kebanyakan berasal dari mereka yang memiliki pendidikan rendah bahkan buta huruf, dan memiliki masalah ekonom. Maka cara-cara yang dilakukan oleh Militer Jepang sangat efektif mereka akan tergiur dengan kemudahan mencari pekerjaan tanpa memerlukan keahlian khusus.
Para wanita yang sudah dijadikan Jugun ianfu akan diubah namanya menjadi ke jepang-jepangan, setelah itu mereka akan ditempatkan di bordil ala Jepang yang disebut Ian-jo di sana akan ditempel nama-nama para jugun Ianfu di depan pintu kamar, persebaran Ian-jo cukup banyak di indonesia, dalam dokumen Laporan Fasilitas Baiin di Celebes Selatan yang tersimpan di badan pemerintahan Jepang disebutkan setidaknya ada 29 Ian-jo ]di Sulawesi Selatan dengan jumlah penghuni lebih dari 280, diantaranya 111 perempuan Toraja, 67 Perempuan Jawa, 7 perempuan Makassar, 4 perempuan Mandar, dan ada beberapa yang berasal dari Bugis, Cina dan mereka yang tidak terdaftar dari mana asal negaranya. Kengerian pertama yang dirasakan perempuan perempuan ini adalah adanya pemeriksaan kesehatan sebelum ditempatkan di Ian-jo, seperti mimpi buruk di siang bolong, mereka akan diminta untuk membuka seluruh pakaian yang dikenakan oleh petugas medis, tanpa bisa menanya, melawan, dan menolak mereka hanya bisa diam saat para medi memeriksa tubuh mereka dan memeriksa kemaluan dengan cara memasukan alat yang berbentuk besi panjang, alat ini akan mengembang ujung nya jika ditekan gunanya adalah untuk mengetahui apakah kemaluan para calon Jugun Ianfu ini masih sehat atau tidak.
Setelah lolos dari tes tidak manusiawi itu para Jugun Ianfu dianggap siap untuk melaksanakan tugas, dimana tugas tersebut menganggap bahwa perempuan hanyalah sebuah properti yang pantas diperlakukan semena-mena bagi tentara jepang. Seperti dilansir dari majalah tempo dalam satu hari para jugun-ianfu dipaksa melayani 5-10 lelaki, sebenarnya di dalam Ian-jo mereka akan mendapatkan kondom namun jarang sekali para lelaki mau menggunakannya. tidak hanya perempuan pribumi, ada banyak perempuan bermata biru dan berambut pirang keturunan Belanda yang memiliki paras menawan namun menjadi malapetaka, karena menjadi kegemaran tentara Jepang . Dia mengalami kekerasan seksual yang sangat mengerikan seperti jambakan di rambut pirangnya yang indah, lalu dipaksa juga melayani banyak tentara Jepang secara terus menerus tanpa bisa melawan perempuan itu hanya bisa berbaring di bordil yang pengap tanpa ventilasi hingga akhirnya mengalami gangguan kejiwaan akibat kekerasan yang diterima. Perlawanan tentu pernah dilakukan oleh para Jugun ianfu yang dikirim ke Shoko Club di Semarang, ketika mereka dipaksa untuk melayani para tentara Jepang lagi mereka menolak karena merasa letih setelah melayani empat orang dan menolak opsir Jepang kelima, tidak terima mendengar penolakan pemilik bordil yang juga orang Jepang langsung menghampiri dan memukuli pemberontak itu dan mengancam akan memindahkan ke sebuah bordil di dekat markas tentara Jepang. “biar tau rasa, disana kamu akan digilir 15 orang tentara”. mendengar hal itu tentu saya sinyalnya menjadi ciut dan histeris. (Tempo, 1992, 21).
Praktik Jugun Ianfu tidak hanya terjadi pada wanita Indonesia, namun juga perempuan Asia lainnya seperti Korea, Vietnam, China, Tiongkok, Malaya, Thailand, Filipina, Myanmar, India, dan penduduk kepulauan pasifik. tentu saja praktik Jugun ianfu yang sangat tidak manusiawi ini menunjukan bagaimana sejarah kekejaman yang dialami para perempuan ketika masa penjajahan Jepang. bertahun-tahun mereka harus memenuhi kebutuhan biologis tentara Jepang dan hidup di dalam ian-j0 yang bagaikan neraka, menjadi Jugun Ianfu adalah pekerjaan yang harus mereka jalani dengan keterpaksaan sampai Indonesia merdeka. Akibat dari adanya praktik ini tentu saja membuat trauma karena korban akan merasakan penderitaan sepanjang hayatnya, termasuk problem medis yang kronis, tidak sedikit para perempuan penyintas kekerasan militer mengalami kemandulan karena kerusakan pada vagina yang menyebabkan kesulitan memiliki keturunan. Dengan kentalnya bentuk Patriarki di Indonesia tentu saja hal ini membuat para perempuan penyintas kekerasan Jepang merasa gagal menjadi wanita yang baik karena tidak bisa memenuhi tuntutan keluarga untuk memiliki keturunan. (Nurpratiwi, 2017, 4)Bahkan fakta sejarah ini sempat ditutupi oleh pemerintah Indonesia karena dianggap sebagai aib negara baru setelah tahun 1992 hal ini diangkat karena di temukan dokumen rahasia Jepang tentang Jugun Ianfu namun di dalam dokumen tersebut sudah banyak nama nama yang dicoret dengan tinta hitam. pemerintah tidak banyak ikut andil dalam perjuangan para penyintas Jugun Ianfu ini, melainkan dari lembaga bantuan hukum dan para penyintas Jugun Ianfu sendiri.
Sejarah perjuangan wanita dalam historiografi Indonesia memang kurang luas mendapatkan tempat, padahal peran wanita sangatlah penting, karena tanpa wanita maka tidak akan ada generasi-generasi hebat penerus bangsa. Jugun Ianfu bukanlah aib negara melainkan sejarah kelam akan kekejian tentara Jepang yang perlu di ingat karena mereka juga bagian dari perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
0 notes
Text
Mengungkap Kekuatan Sparta: Struktur Sosial dan Militer dalam Polis Legendaris
Mungkin sudah banyak yang tau mengenai polis yang berasal dari daratan Yunani kuno ini, Polis sparta sma seperti yang digambarkan dalam film terkenal "The 300 Spartans". Polis sparta merupakan salah satu polis terkuat yang ada di Yunan Kuno, polis sendiri merupakan sebutan untuk sebuah negara kota yang ada di zaman Yunani Kuno ada beberpa Polis yang terkenal pada masa itu salah satunya adalh Polis Sparta, walau jumlah poulasi penduduknya tidak sebanyak polis lain namun Sparta menjadi salah satu kota yang terkenal dengan kekuatan militernya dan salah satu yang terbaik dari peradaban Yunani Kuno, dan bersama kota Athena mereka menjadi pemimpin Bangsa Yunani melawan Imperium Perisa.
Sparta atau Lacedaemon adalah ibu kota Laconia yang terletak di lembah Peloponnesia,sekitar 15 mil dari laut berdekatan dengan gunung Hemmed yang di dominasi oleh Bangsa Doria di bagian Sekatan Yunani. Seperti yang diceritakan dari para pendulu awal mula penduduk Sparta berasal dari Pulau Kreta mereka berhasil menaklukan penduduk asli wilayah tersebut yaitu orang Laconia dan Messenia dan menjadikannya wilayah sparta, dan orang orang dari bangsa jajahan tersebut di jadikan budak yang disebut sebagai Helot dan tidak memiliki hak-hak sebagai warga negara. Namun karena Bangsa Doria adalah bangsa yang mengkoloni bangsa Laconia dan Messenian maka jumlah mereka menjadi minoritas, hal ini membuat mereka menjadi khawatir terhadap pemberontakan yang akan dilakukan oleh para Helot. Kecurigaan tersebut men-jadikan platform politik dan peme-rintahan bangsa Doria bersifat oligharkis-militeristik.
Bidang Sosial dan Ekonomi
Orang Spartan dikenal dengan orang yang suka pergi berperang, dengan menggunakan helm perunggu besar, pelindung dada dan pelindung pergelangan kaki, serta membawa perisai bundar yang terbuat dari perunggu dan kayu, tombak dan pedang yang panjang. Spartan membagi masyarakat dalam tiga kelas sosial, yaitu warga kelas satu yang berasal dari bangsa Doria yang hidup di perkotaan disebut dengan Spartiates atau spartan yang memiliki hak-hak politik yang jumlahnya 5-10% dari seluruh penduduk (Djaja 2012:13). Spartiates yang dianggap sebagai warga terhormat umumnya hidup di barak barak militer yang disebut Homoioi, dan mereka yang tidak berada di barak militer dianggap Inferior yang disebut Hypomeion, bagi Spartan lebih baik mereka maju berperang dan maju mengambil banyak tawanan dibandingkan melakukan pekerjaan seperti berkebun dan berladang. Lalu kelas kedua adalah warga yang tinggal di pedesaan di sekeliling mereka yang disebut Perioikoi atau Perioeci yang memiliki arti penghuni sekitar atau tetangga, yang bekerja sebagai petani bebas maupun pekerja yang membuat senjata untuk para Spartan. Mereka tidak diizinkan untuk menikah dengan warga Spartan dan tidak memiliki hak-hak politik.
Sedangkan yang berada di kelas ketiga atau paling bawah adalah mereka yang tidak memiliki kebebasan yaitu budak negara yang disebut Helots yang berarti tawanan. Selain menjadi budak negara ada juga budak yang bekerja secara pribadi di dalam keluarga spartan yang disebut dengan Douloi. Mereka merupakan pekerja yang dibayar untuk membantu pekerjaan rumah tangga, para spartan tidak diberikan dengan urusan rumah tangga sederhana seperti membersihkan rumah dan menjadi petani karena fokus para spartan adalah dalam bidang militer. Karena spartan merasa kalah jumlah dengan kaum Helot mereka memperlakukan kaum tersebut dengan brutal dan menindas mereka dalam upaya mencegah pemberontakan dari kaum Helot. Para Spartan akan mempermalukan para Helot dengan memaksa mereka untuk meminum wine hingga mabuk parah yang kemudian akan membodohi diri mereka sendiri di depan umum hal ini dijadikan hiburan oleh para Spartan. Spartan juga diizinkan untuk membunuh kaum Helot yang dianggap terlalu pintar atau terlalu sehat diantara yang lain, para helot juga sering dijadikan sasaran belajar beladiri oleh para Spartan. Seorang spartan umumnya dibantu dengan 7 budak yang membuat mereka tidak perlu melakukan pekerjaan remeh-temeh dan hanya fokus dalam pelatihan militer, namun hal ini juga yang membuat Spartan harus siap siaga dari pemeberontakan yang bisa saja sewaktu waktu dilakukan kaum Helot. wanita yang hidup di Sparta juga memiliki hak yang sama dengan lelaki sparta, tidak seperti di Polis Lainnya wanita sparta diizinkan untuk mengelola properti tanah sendiri dan tidak dibebankan dengan pekerjaan rumah tangga, wanita sangatlah berharga di Sparta
Militerisme Sparta
Orang Sparta sangat terkenal dengan militernya yang kuat, salah satu metode yang digunakan untuk memperkuat militer mereka adalah dengan tradisi Agoge. Hal ini telah diterapkan sedari para Spartan lahir, apabila yang lahir anak perempuan maka kemungkinan besar anak itu diizinkan hidup, lain halnya jika anak yang lahir tersebut adalah laki-laki, maka anak tersebut akan diperiksa oleh badan Gerusia apakah anak tersebut pantas untuk menjadi laki-laki Spartan, apabila ditemukan kecacatan atau dinilai tidak layak maka anak tersebut akan ditinggalkan di dasar suatu gunung dibuang karena dirasa tidak memenuhi standar dan tidak pantas. Anak laki-laki yang lulus dan bertahan hingga 7 tahun wajib melakukan Agoge yaitu program pelatihan dan edukasi fisik yang keras, anak-anak akan diajari hidup di belantara, latihan disiplin dan pelatihan pertarungan. Pada umur 7-17 tahun lelaki Spartan harus meninggalkan orang tuanya dan masuk ke asrama untuk didik menjadi seorang prajurit setelah kepalanya dicukur gundul (David 2005:325). Anak-anak ini dikirim ke rawa-rawa untuk mencabut alang-alang yang akan dijadikan sebagai alas tidur dengan perbekalan yang sedikit dan hanya diizinkan mandi 2 kali setahun serta menggunakan air dingin. Di saat usia 12 tahun baju anak-anak akan disita dan hanya diberikan satu kain yang digunakan untuk dijadikan pakaian dan alas tidur. Lalu ketika berusia 16-17 mereka akan diasingkan untuk hidup di hutan yang akan dibarkan sleama satu minggu dan dianjurkan membunuh dan mearampok kaum Helot. Pada usia 17-20 tahun mereka dibentuk menjadi seorang crypteia, yaitu seorang polisi rahasia yang ditempatkan diantara para helots. Pada usia 20 tahun lelaki Spartiates diizinkan untuk menikah, meskipun belum boleh berkumpul dengan istrinya dan tetap tinggal di barak militer. Baru pada usia 30 tahun seorang Spartiates diakui sebagai warga negara penuh yang 8 memiliki hak-hak politik. Pendidikan yang ditanamkan adalah atletik, latihan fisik dan indoktrinasi untuk mencintai negara. Tidak hanya dilatih secara fisik para pemuda Spartan juga dilatih berkomunikasi,sosialisasi, dan jiwa korsa. Program ini akan melahirkan pria-pria tangguh yang siap menjadi prajurit Sparta yang tugasnya bertempur serta terampil dalam gaya pertempuran Yunani Kuno dalam formasi Phalanx yaitu tentara para prajurit bekerja sebagai satu unit dalam formasi yang dekat dan dalam,melakukan manuver masa yang terkoordinasi, di dalam militer Spartan tidak ada satu prajurit yang dianggap lebih unggul dari yang lain. Para lulusan Agoge ini disebut sebagai tembok pertahanan oleh Lycurgus karena Sparta adalah satu satunya kota Yunani yang tidak dilindungi oleh tembok pertahanan karena sudah dirobohkan oleh Lycurgus karena menurutnya hak tersebut dapat menumbuhkan sikap militeristik warganya.
Polis Sparta adalah salah satu polis atau negara bagian yang kuat dari peradaban Yunani Kuno yang didiami orang dari bangsa Doria di lembah Peloponnes. Sparta di kenal dengan militernya yang sangat kuat dengan kekuatan utama pada militer darat dengan pelatihan militer yang keras dengan sistem Agoge yang berhasil menghasilkan prajurit prajurit untk berperang. Sparta sempat melakuakn perang saudara dengan polis lain di Yunani yaitu Athena dankemenangan ada di tangan Sparta, tetapi tidak lama setelah itu Sparta mengalami kemerosotan. Walaupun tidak ada yang bisa mengalahkannya di dalam pertempuran tapi setelah musuhnya mempelajari strategi perang yang dimiliki oleh para Spartan maka para Spartan tidak akan bisa tahan dengan serangan musuh, dan populasi mereka yang sedikit tidak bisa menggantikan prajurt yang kalah dalam medan perang. Dan akhirnya Sparta di kalahkan oleh Thebes dalam pertempuran leuctra pada tahun 371 SM.
0 notes