Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Malang Senin, 3 Februari 2020 “Kok sendirian?” Sapaan itu membangunkanku dari lamunan pagi ini. Kaget jelas, tapi setelah kuingat lagi, aku bahkan tidak tahu apa yang kupikirkan saat melamun tadi.
Tugas berupa projek akhir dari dosen sudah mulai meminta progres, walau masih awal sekali di minggu kedua kuliah, rasanya sudah semakin dekat saja dengan UAS. Padahal masih Februari, padahal UAS-nya Juni, padahal libur lebaran dulu, padahal masih banyak waktu, tapi bayangan akan deadline tugas ini dan itu sudah cukup bikin teler --padahal cuma sebatas dibayangan saja.
Menurutmu apakah kuliah itu merepotkan? Mungkin iya, bagi orang yang perhitungan. Tapi orang yang cerdas dalam perhitungannya akan baik-baik saja dengan segala tetek bengek kuliah mulai dari administrasi sampai begadang untuk lulus akselerasi. Lucu katanya kalau mendengar mahasiswa yang mengincar IPK bagus, padahal mahasiswa yang begini jumlahnya bejibun, hanya saja tidak mengaku dan tidak ingin di-cap ambis. Yang keren katanya adalah mahasiswa yang niat mencari ilmu, bukan sekedar ijasah nilai nemu. Namun bukankah sejatinya dengan kita masuk ke kampus, otomatis terikat oleh syarat-prasyarat administrasi sehingga mencari ilmu saja kita di bawah kendali orang-orang berjabatan tinggi? HAHA, ngomong apa. Gak bermutu dan gak berdasar. Orang yang paham pasti akan menganggap dangkal, tapi belum tentu mengerti bagaimana menangkal. Ya sudah, mau bagaimanapun, kita rakyat berdaulat, harus tunduk pada peraturan yang mengikat. Sekalipun berontak, kita yang dikatakan tidak berotak.
0 notes
Text
Malang Rabu, 30 Oktober 2019
Tidak tahu sampai kapan batin dan raga kuat menahan beban. Kuliahku kini seolah menjadi tujuan kedua setelah organisasi dan jadi panitia. Budak proker mereka sebut, namun tetap saja menganggapku gabut, yang tidak lebih sibuk dari sekadar menyuruh-nyuruh kepala divisi dan bolak-balik koordinasi.
Makin sedih lagi apabila tidak ada yang mau mengerti kondisi. Saya sedang lelah, setelah bekerja kesini kesana dengan bayang pikiran yang kadang entah kemana. Saya butuh waktu rehat. Sekedar pergi bersama orang hebat yang bisa men-charge semangat. Atau tak perlulah orang hebat, cukup waktu luang saja untuk sejenak melupakan beban di pundak.
Tekanan dari dalam maupun luar semakin lama semakin bertambah frekuensi dan massanya. Orang terdekat yang tidak memberi dukungan dan bahkan seolah tidak paham, membuat diri berpikir dan terus berpikir “Is it worth for me?”
Baru kemarin aku mendengar kalimat dari seorang teman, “Mulailah berani berkata tidak kepada apa yang diingkan oranglain padamu namun kamu sendiri tidak menginginkannya” Harus aku akui, sangat berat menolak apa yang oranglain minta dariku, apalagi disini kondisinya aku sangat bisa mewujudkannya. Namun, belum tentu aku akan mampu menjaga istiqomahnya rasa bahagiaku dalam memenuhi keinginan oranglain. Lambat laun, waktu akan menunjukkan wajah yang sebenarnya. Yang selama ini disembunyikan walau sudah jadi rahasia publik atau bahkan yang terlihat baik saja dari luar namun kopong di dalam.
Aku tidak ingin berada dalam lingkungan yang tidak membantuku berkembang. Ada yang bilang, “Masuk ke dalamnya, perbaiki sistemnya”. Aku paham pada kalimat itu terdapat harapan agar aku tidak lagi ragu. Namun keraguan terbesar yang sebenarnya adalah mampu nggak sih buat aku untuk terus bertahan pada lingkungan yang dari awal sudah ku judge?
Someone once ever told, Tuhan tidak pernah salah memilih pundak, kalau kamu menerima amanah yang berat sekalipun, maka Tuhan percaya bahwa kamu memang mampu dan mungkin inilah cara-Nya menaikkan levelmu. Maka, percayalah liv... Percaya apa? Percaya untuk mengikuti kata hatimu
0 notes
Text
Mojokerto Tulisan lama yang entah kapan ditulis Di sini memang sendiri, itu konsekuensi. Di tengah kungkungan yang digadang-gadang ketal akan rasa kekeluargaan, aku merasa asing, Bagai ikan mati yang tak lagi segar, arah mataku berbinar, kepada sesuatu yang dikata bersinar dalam brankas, Apatis.
Lagi-lagi mengenai hal apatis. Entah berapa kali telah berniat apatis untuk pentingkan akademis. Orang munafik di luar sana mungkin sedang mengkampanyekan atas dirinya yang mampu bertahan berjalan beriringan antara kuliah dan organisasi. Berbuih mulutnya demi meyakinkan bahwa lingkarannya akan menambah pengalaman, teman, dan mampu manajemen badan. Tapi satu hal yang mereka sembunyikan. Kejujuran.
Semua setuju membenci dusta, tapi lisan sering lupa. Pikiran dan hati tak sejalan, hasilnya pun awut-awutan tanpa pikir panjang akibatnya. Sering bilang tak ada pilihan, padahal takut resiko berlebihan. Manusia. Saya, kali ini tidak jelas, barangkali biasanya juga begitu. Ingin bersajak tapi bukan penulis. Tujuan utama hanya melampiaskan. Namun nyatanya berakhir hanya menjadi sebuah coretan.
Dari semua huruf di atas ini, pokok pikiran utamanya adalah: Saya tidak nyaman apabila bersama dengan orang yang tidak menghargai saya. Atau mungkin sebenarnya dia tidak mampu menghargai oranglain. Ada kalanya, pendapatmu tidak didengarkan, tidak diperhitungkan, ataupun dipertimbangkan. Sungguh, bukan karena argumenmu basi, tapi kamu-lah yang sedang dibenci.
Tuhan memang melarang pikiran negatif, tapi Tuhan menganugerahkan sebuah intuisi. Kita tak lihat, tapi bisa rasa. Kita tak perlu dengar, tapi hati bisa luka.
0 notes
Text
Malang Kamis, 12 September 2019 Hampir tiada waktu kosong yang bisa kugunakan untuk leyeh-leyeh tanpa memikirkan beban tugas atau rapat. Banyaknya pertemuan ini-itu yang membatasi ruang gerakku untuk menikmati masa kuliahku. Mungkin bagi sebagian orang di luar sana, hal seperti ini bisa dijalani dengan nikmat. Namun sepertinya aku belum memperoleh titik kenikmatan itu. Kembali lagi, ini adalah tanggungjawab, namun bolehkah kubilang bahwa kini aku merasa terjerembab kedalam rutinitas yang secara kontinu membuat pikiranku diforsir untuk memanajemen diri secara baik dan benar tanpa mengecewakan pihak lain yang telah terikat kontrak selama waktu yang ditentukan. Oranglain akan menilaiku berlebihan, lemah, suka mengeluh tanpa peluh tanpa mereka ketahui ada ratusan pilihan jalan yang kupikirkan untuk kutentukan keputusannya. Aku hanya orang biasa. Semua orang tahu itu. Yang tidak mereka ketahui adalah salah apabila ia menaruh harapan dan berekspetasi tinggi kepada seseorang yang bahkan tidak mereka kenali betul seluk beluknya. Sekalipun mereka kenal betul, belum tentu mereka akan mengerti masalah apa yang sedang ia hadapi, beban apa yang tengah ia tanggung, dan solusi apa yang ia pikirkan untuk memecahkan sebuah problematika. Poinnya adalah : semua orang punya masalahnya masing-masing. Sebagian memilih untuk tidak menunjukkannya ke publik atau sekedar berkeluh kesah kepada seseorang yang dipercayanya penuh. Dan itu adalah pilihan masing-masing dari mereka. Tidak ada yang salah, maupun benar. Semua sah-sah saja. Asalkan jangan lupa satu hal, semua orang berhak bahagia, dan kamu pantas untuk bahagia.
4 notes
·
View notes
Text
Malang - Bungurasih Jumat, 12 Juli 2019
Suara khas pengamen jalanan memenuhi seisi bis. Sekarang aku sedang dalam perjalanan menuju Bungurasih. Perjalanan terasa begitu lancar dan nyaman tanpa penuh sesak penumpang yang tidak kebagian kursi.
Ini sudah pengamen kedua yang menyuarakan lagunya dalam bis. Masih pagi, suaranya tentu masih lantang dengan improvisasi yang ia buat semenarik mungkin. Setelah seluruh bait lagunya telah usai, tangannya menjulur memohon sedikit recehan. Perhentian dadakan di pinggir jalan memberi kesempatan pada asongan untuk menawarkan jajanannya.
Terlintas lagi dalam bayanganku, pertanyaan yang seringkali kupertanyakan pada diri sendiri.
"Mau jadi apa aku kelak?"
Semua orang berusaha keras untuk survive. Aku pun harusnya begitu. Namun aku bahkan belum mengerti mau jadi apa setelah lulus nanti. Bekerja sesuai passion sudah menjadi keinginan semua orang. Bekerja linier dengan bidang studi di perguruan tinggi adalah impian semua orang, setidaknya supaya ilmu dan tugas-tugas selama 4 tahun tidak sia-sia.
Hippokampus melemparku pada perkataan Mbak D, yang telah lulus dan kini bekerja mengabdi pada sekolah. “Halah, dek, sekarang mah nggak mesti, kuliah apa, kerjanya apa. Pokoknya dijalanin ae” dengan senyum tulus seperti menunjukkan bahwa itulah realitas yang berlaku saat ini. Hmm... Apa aku sudah dapat jawabannya? Sepertinya belum.
2 notes
·
View notes