Text
Aku adalah apa yang kau nilai-- kau anggap baik atau buruk, itu bukan urusanku; tapi itu urusanmu dengan dirimu sendiri.
Bunga Mutia
9 notes
·
View notes
Text
Di mimpi, dia selalu hadir. Namun mengapa di dunia nyata dia tak pernah berani menjumpai? Apa mungkin dia tak percaya diri.
Mantan, kenapa betah sekali bertamu di mimpiku?
0 notes
Text
Jika ada yang sudah beriman namun belum lurus akhlaknya, maka tuntunlah ia untuk memperbaiki akhlaknya. Jika yang sudah berakhlak namun belum lurus imannya, maka bimbinglah ia untuk meluruskan imannya. Lalu bila ada yang sudah beriman dan berakhlak, namun belum benar ibadahnya maka ajarilah ia untuk membenahi ibadahnya. Begitulah tugas kita sebagai ummat Nabi Muhammad Salallahu 'alaihi wa sallam, dimana kita tak bisa memisahkan tiga hal tersebut dalam ber-islam; iman, ibadah dan akhlak.
Bunga Mutia
0 notes
Text
Tentang sebuah tanya
Aku menulis sebuah tanya di dinding gubuk tua. Pertanyaan yang selalu ku ulang, tentang mengapa kau pergi tanpa mengucap selamat tinggal. Apa kau bisu? Atau kau benci aku? Sambil mengaduk rinduku yang masih hangat, kulihat kepulan asap membentuk wajahmu. Wajah yang pernah ada di hadapanku dua tahun lalu; yang berhasil membuat aku luluh dan jatuh. Mengapa pertemuan kita hanya menyisakan luka dan tanya? Beri aku jawaban, sebab kini, aku tak tau apa yang harus kulakukan; berhenti atau tetap menanti.
Pekanbaru, di desember yang hujan 2017.
Bunga Mutia
0 notes
Text
Ada daun yang ingin tau, mengapa bunga betah sendiri
Berjalan ke halte bus, Mencari buku ke perpus, Duduk santai di depan jendela kamar. Aku betah dan butuh sendiri. Tanpa perlu alasan panjang lebar, mencintai 'sendiri' ialah cara untuk bisa bersepi-sepi dan mengenal diri. Sendiri dan sepi; tak selamanya nikmat. Tapi akan menjadi sesuatu yang perlu dilakukan, ketika keramaian membuat penat.
Pekanbaru, menuju akhir 2017
1 note
·
View note
Text
Sebab segala yang berlebihan membuat seseorang merasa tak nyaman. Sederhana saja; tapi tulus. Kalau sudah tulus, setiap kalimat dan tindakan yang sederhana pun; akan terasa amat istimewa.
Bunga Mutia
1 note
·
View note
Text
Hatimu Rindu
Beberapa hari lalu, seseorang yang duduk disampingku; mengeluh dan menggerutu. Katanya, hatinya gelisah.
Kutanya, adakah seseorang yang belum kau maafkan? Tidak, jawabnya.
Atau, tugas kuliahmu yang belum kau selesaikan? Tidak, katanya.
Lalu dia berkata; tidak aku tidak ada masalah dengan siapa-siapa pun tidak dengan segala kegiatan di hari ini.
Kutanya lagi, hari ini sudahkah kau membaca Al-Qur'an?
Belum, jawabnya lemah.
Ya.. biasanya aku melihat dia membaca Al-Qur'an seusai shalat magrib. Tapi tidak dengan hari ini, maka kutanya seperti itu.
Dan benar, setiap hati orang-orang beriman yang telah mencintai dan dicintai Al-Qur'an akan merasa rindu juga gelisah ketika tak bertemu, tak bersua.
Maka kukatakan padanya;
Kau tak memberi apa yang hatimu butuhkan, sehingga ia terus merengek dan menggelisahkanmu.
Hatimu dan Al-Qur'an sudah saling mencintai-- jangan pisahkan mereka. Nanti kau kan gelisah dan merasa kehilangan.
Lalu kami terhanyut dalam hening.
Pekanbaru, november 17.
0 notes
Text
Kadang lengkung bibir begitu lihai menyembunyikan rasa sakit, hingga mereka percaya bahwa kau baik-baik saja
Bunga Mutia
0 notes
Text
KARENA KERASNYA HATI KITA
Abdullah bin ‘Urwah bin Az-Zubair berkata: Aku pernah bertanya kepada nenekku, Asmaa’: “Bagaimana keadaan para sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam apabila mereka mendengar (ayat) Al-Qur'an?”. Ia menjawab: “Air mata mereka berlinang dan merinding kulit-kulit mereka, sebagaimana yang disifatkan oleh Allah”.
Allah Ta'ala berfirman: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya”. (QS. Az-Zumar : 23)
Seorang teman pernah bercerita seperti ini. Ada seorang Imam menangis ketika membacakan salah satu ayat di dalam Al-Qur'an ketika waktu sholat. Kemudian ada seorang jama'ah yang mengatakan bahwa Imamnya terlalu berlebihan dalam membacakan bacaan tersebut hingga sesenggukan.
Saat itu saya yang tidak sengaja mendengarnya lantas membatin, (bukan imamnya yang berlebihan , barangkali hati kita yang terlalu keras terhadap bacaan Al-Qur'an)
Pikiran saya menggelayut, teringat beberapa kejadian dan kisah yang membuat saya tertegun dengan begitu lama. Sejak mendengar kisah tentang salah satu jama'ah yang mengomentari bacaan seorang Imam sholat, tak henti-hentinya saya menangisi diri saya sendiri. Saya merasa kasihan dengan diri saya sendiri, sebab saya melewatkan banyak hari dengan banyak tertawa. Saya tahu bahwa banyak tertawa akan mengeraskan hati tapi tidak pernah tahu bahwa dampaknya akan begitu menyakitkan terutama untuk hati.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah pernah berkhutbah, dan saya belum pernah mendengarnya sama sekali. Beliau bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan pasti akan banyak menangis.” Anas berkata: “(Tatkala mendengar khutbah yang demikian) para sahabat Rasulullah menutupi wajah mereka sambil menangis terisak-isak.” (HR. Imam al-Bukhari dan Muslim)
Pernakah engkau mendengar kisah Umar Ibnul Khaththab yang menangis bersama Abu Darda’?
Pernakah engkau mendengar kisah Abdurahman bin Auf yang menangis bahkan ia tidak makan malam padahal di siang harinya ia berpuasa dan membaca Surah al-muzzamil hingga ayat 12-13?
Atau pernakah engkau mendengar kisah Umar yang sesenggukan karena membaca Surah Yusuf?
Atau kisah Ali bin Al-Fudhail bin Iyadh yang wafat setelah mendengar bacaan Al-Qur'an dari ayahnya yaitu Fudhail bin Iyadh?
Semua ini adalah karena Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kelembutan hati. Ini semua karena hati mereka sudah terpaut dengan Al-Qur'an.
Lihatlah bagaimana Rasulullah mentarbiyah para sahabatnya. Sehingga mereka semua mudah sekali menangis ketika tersentuh Al-Qur'an.
Sedangkan kondisi kita saat ini? Kondisi kita saat ini lebih banyak tertawa. Kita larut dalam kesenangan semata. Ketika kita gundah kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari hiburan asal kita bisa tertawa lepas. Semakin tertawa lepas, semakin hilang penat. Padahal sejatinya hanya sesaat.
Tertawa oleh sebagian oleh para ulama dikatakan “katsrotudh dhohiki tumitul qolb” ((banyak tertawa mematikan hati)).
Ketika mendengar suatu bacaan Al-Qur'an, dan hati kita tidak menangis sebab takut atau malah biasa saja padahal imam yang membacakan tak kuasa menahan air mata dan sesenggukan.
Maka, kita perlu bertanya kepada hati kita dengan sebenar-benarnya pertanyaan, “sudah sekeras itukah hati kita, sehingga ia tidak tersentuh dengan Al-Qur'an?”
Maka wajarlah, jika kita tidak bisa menangis layaknya para sahabat ketika membaca Al-Qur'an. Mungkin kita menangis tetapi hanya saat ditimpa musibah.
Ya, barangkali karna kerasnya hati kita sehingga sulitnya diri menangis.
Barangkali karna kerasnya hati kita sehingga tak sedikitpun tergerak untuk sekadar membacanya.
Sejatinya bukan kita yang meninggalkan Al-Qur'an. Namun Al-Qur'anlah yang meninggalkan kita. Sehingga ia membuat hati kita keras layaknya sebuah batu.
Jika kita ingin mengetahui kebersihan hati kita, maka cek kembali hubungan kita dengan Al-Qur'an.
Sebab para ulama menjelaskan bahwa standar pertama untuk mengetahui kebersihan hati adalah Al-Qur'an.
“Jika sekiranya hati kalian bersih, niscaya kalian tidak pernah kenyang dari membaca Al-Qur'an” (Usman bin Affan radhiyallahu'anhu)
Barangkali karna kerasnya hati kita sehingga Al-Qur'an enggan membersamai kita.
Melembutlah wahai hati, melembutlah.
(Self Reminder) - Ibn Syams
737 notes
·
View notes
Text
Di tepi Pantai Padang
Sendiri, Aku Menikmati siluet senja Menghirup semilir angin yang menghembuskan aroma laut Mendengar debur ombak yang menyamai debar jantungku Aku tak ingin beranjak Dengan sebuah ranting Namamu, Ku gores di bibir pantai berharap desah ombak menyapunya dari sana dan dari sini; hatiku Namun nama itu terlalu lekat Seperti Cokelat pada pasir Pantai Padang Maka dibawah langit yang lebam, kutitip namamu pada matahari yang hendak menggulung cahaya. Agar nama yang melekat didadaku itu-- tenggelam bersamanya. Biar usang dan pulang, segala pendar yang pernah terpancar; darimu Aku tak ingin didera rindu yang terus mengusik sendiriku Di tepi pantai padang, telah kubiarkan kau hilang tenggelam dilangit temaram.
Pekanbaru, 2017
0 notes
Text
Kita bilang kerja adalah ibadah, Lillah. Tapi ketika Allah manggil untuk ngobrol sebentar; solat, kita tak bersegera. Kita bilang menuntut ilmu, Lillah. Namun ketika ilmu bertambah-- hati kian mudah tuk jemawa. Kita bilang cinta itu fitrah, namun kita izinkan nafsu mengotorinya; pacaran. Wahai diri, apa iman kita hanya di ujung lidah saja?
Bunga Mutia
0 notes
Text
Dr. Radjasa Mu'tasin M, Si.
Semalam, ketika menghadiri kuliah umum. Aku langsung excited, bukan hanya karena ilmu-ilmu yang sangat luar biasa disuguhkan kepada kami-- lebih dari itu, yang membuatku sangat antusias adalah karena pematerinya adalah bapak Dr. Radjasa Mu'tasin; beliau adalah Kaprodi Magister Pendidikan Islam di Universitas UIN Sunan Kalijaga. Sejak semester 3, aku menempel di dinding kamarku, 10 mimpi besar yang akan dicapai. Salah satunya adalah melanjutkan pendidikan ke UIN Sunan Kalijaga, mungkin orang-orang berkata itu mimpi sederhana, namun untukku itu tetaplah mimpi yang berharga dan patut diperjuangkan. Walau teman-temanku banyak yang ingin ke luar Negeri; Brunei, Malaysia dll. Aku tetap; Yogyakarta. Hehe. Setelah materi selesai disampaikan, maka moderator membuka sesi tanya jawab, maka aku diberi kesempatan untuk bertanya-- namun sebelum memulai pertanyaan, aku memperkenalkan diri dan menyampaikan kepada beliau bapak Dr. Radjasa, bahwa aku sangat berazzam untuk melanjutkan pendidikan ke Uin Sunan Kalijaga. Lalu setelah acara kuliah umum selesai, aku menyalami beliau-- dan beliau berkata "Mutiara Suci, saya tunggu kamu di UIN Sunan Kalijaga tahun 2020". Jelas saja, perkataan itu menambah energiku untuk terus berdo'a dan berikhtiar lebih. Mempertebal rasa optimis dan membuat semangat juang makin bertambah. Lalu aku berkata "InsyaAllah pak, saya mohon do'a". Semoga jika panjang umurku, Allah memberiku kesehatan dan kesempatan untuk bisa melanjutkan pendidkan ke Uin Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dan semoga aku, kau dan kita semua, memiliki mimpi-mimpi yang patut diperjuangkan, dido'akan, disolawatkan. Karena dengan itu kita memiliki tujuan yang jelas dalam menjalani kehidupan. Fightiiiing 😉
0 notes
Text
Takkan menangis untuk kedua kali
Dia kembali datang ditengah lelapku.
Namun kali ini dia tidak sendirian, dia bersama seseorang-- yang jelas saja itu akan menjadi teman hidupnya. Orang-orang ramai memenuhi ruangan siang itu, lalu kurasakan hatiku mulai dipenuhi rasa sesak, aku benar-benar sedih.
Suara "sah" di sambut gemuruh ucapan alhamdulillah dan do'a-- silih berganti diberikan untuknya dan wanita itu.
Aku terdiam dan tak terasa sudah berada di sudut ruangan, airmataku telah tergenang di pelupuk mata lalu sedetik kemudian tumpah tak tertahan.
Dia tidak melihatku, hanya aku yang tak henti melihat kearahnya-- seperti pertemuan terakhir kami lalu, yang ntah mengapa aku menatapnya sangat lama, sebab hatiku berkata bahwa itu akan jadi yang terakhir untukku dan dia, lalu ternyata; hatiku benar. Dia pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal, mungkin dia bisu.
Aku berlari, ke sebuah ruangan yang lebih tertutup-- dan aku merasa itu kamarku. Disana ku tumpahkan segala sesal yang tersimpan didada, kenangan bersamanya seketika tergambar jelas, janji bahwa akan saling menanti untuk beberapa tahun lagi-- mulai terngiang kembali.
Awalnya aku pikir dia berbeda, ternyata dia sama seperti lelaki pada umumnya-- yang begitu mudah ungkapkan cinta dan janji setia. Sedangkan aku ternyata sama seperti wanita pada umumnya-- yang begitu mudah percaya dan terperdaya. Hingga akhirnya, aku terluka.
Lalu aku terbangun dari lelapku, "itu hanya mimpi" ucapku dalam hati. Namun kudapati mataku benar-benar basah. Ah mengapa aku selalu begitu, segala tentangnya selalu buatku mudah mengeluarkan airmata. Aku tertawa melihat diriku sendiri.
Seandainya itu semua benar terjadi-- di dunia nyata nanti, semoga aku tidak menangis (lagi) cukuplah aku menangis di mimpiku malam tadi. Nanti jangan lagi.
Pekanbaru, di ujung september 2017.
0 notes
Quote
Pernah ada hari yang sangat bahagia. Dimana senyummu terasa amat nyata, kita saling bertukar cerita tentang apa yang membuat hatimu jatuh padaku, tentang rindu yang selalu. Hingga pada akhirnya waktu membawamu pergi. Sedang aku masih disini memeluk lututku sendiri, menantimu bersama sepi.
Bunga Mutia
0 notes
Text
Tak henti-henti
Dan setiap kali kerinduan ini datang, ia mempunyai kekuatan yang mampu meruntuhkan pertahananku-- untuk berpura-pura kuat. Dipipi; air mataku membentuk sungai-sungai kesedihan, yang membuat ku ingin mengeluh pada waktu dan berkata; "berjalanlah lebih cepat, bawa aku pada ibuku, sebab terlalu sulit menahan rindu padanya untuk waktu yang lama."
Dan waktu hanya terus berjalan lambat seperti biasanya, terpaksa ku simpan keluh ini dicatatan-- kulipat dan kusimpan didalam saku ingatan. Jadi bila nanti aku telah mampu menghapus jarak diantara kami, catatan ini dapat kubaca kembali, berulang kali tak henti-henti.
Agar kuingat, bahwa aku pernah merinduinya dengan sangat.
Pekanbaru, september 2017
0 notes
Quote
Sahabatku; Reka, Ella, Intan. Telah berjuta-juta detik berlalu, Telah beratus-ratus hari terlewati, Namun kalian tetap sama, tetap terasa istimewa. Aku hanya ingin berterimakasih, sebab kalian telah menjadi perantara dari Kasih sayang-Nya. Sebab dari kalian aku belajar menjadi lebih baik, bersama kalian aku malu berbuat maksiat, bersama kalian aku memahami hakikat dari berhijrah, bersama kalian aku merasakan betapa indahnya “saling menerima dan memahami”. Terimakasih untuk apa yang telah kalian beri, maaf belum mampu membalas lebih. Hanya do'a, benar-benar hanya do'a dan tetesan air mata dihadapan-Nya sebagai rasa syukur, sebab aku telah dibersamai dengan sahabat yang terus mengajakku pada kebaikan. Meski kita tidak sempurna, semoga kita selalu istiqomah untuk berbenah.
Dari Bunga Mutia untuk sahabatku sejak 2011
0 notes
Quote
Sahabat, genggamlah tangan lemahku, bawa aku mendekat pada-Nya, agar Dia mendekap kita pada pelukan-Nya yang Ar-Rahman. Agar persahabatan ini tak berujung saling menyalahkan, namun saling menyelamatkan– ketika nanti satu diantara kita tak berada di jannah-Nya.
Bunga Mutia
0 notes