Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
RESENSI SILLICON VALLEY MINDSET
Dunia digital telah hampir sulit dipisahkan dari gaya hidup manusia era konseptual. Perlahan-lahan, era konseptual yang mencakup tren “internet of things”, telah menghantarkan kebutuhan yang cukup signifikan akan software, aplikasi, internet, hingga cloud yang relatif aman menjadi tempat penyimpanan konten saat ini. Dengan tren dunia digital ini, industri kreatif diharapkan menjadi salah satu segmen perekonomian yang bertumbuh pesat, Maka, di Indonesia sendiri perkembangan industri kreatif ini pun mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan segenap pihak, agar mampu menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, membangkitkan industri kreatif yang dipicu oleh semangat kreativitas dan inovasi perlu dukungan dari segenap pihak agar terbentuk ekosistem digital dapat terbentuk dengan baik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, demi akselerasi kelahiran startup digital, dalam buku ini Pak Indra Utoyo memaparkan bahwa sinergii Quadruple Helix ABCG (Academician, Business, Community, dan Government) adalah suatu keseimbangan yang harus dicapai oleh semua pihak yang terlibat dalam menyukseskan ekosistem digital. Disamping dengan pengembangan ekosistem, diharapkan para Technopreneur di Indonesia mampu menerapkan pola pikir (mindset) selayaknya start up Sillicon Valley. Prinsip Sillicon Valley yang mengedepankan budaya ‘pay it forward’ serta ‘ 3 unwritten rules’ selayaknya menjadi kiblat bagi para pelaku startup digital Indonesia untuk berkembang dan bertumbuh. Secara lebih mendetil, Pak Indra Utoyo, atau biasa disingkat Pak IU, mengemas penerapan Sillicon Valley Mindset dalam buku ini menjadi 3 tahapan: ‘Situasi/The Why’, ‘Strategi/The What’, serta ‘Solusi/The How’.
Berkenaan dengan ‘Situasi/The Why’, dijelaskan bahwa pertumbuhan industri digital yang pesat telah memicu semangat berkreasi dan inovasi, sebagai sebuah implikasi akibat tingginya tingkat persaingan antar start up untuk bisa bertahan di di industri. Oleh karenanya, berangkat dari tingkat persaingan yang cukup tinggi ini, segala pihak yang terlibat dalam perkembangan startup digital tidak hanya terlibat sebagai penonton, namun diharapkan terlibat aktif dalam pengembangan dan pendampingan startup mulai dari tahap spiritual hingga matang diluncurkan di pasar, Tidak hanya inovasi, para pelaku startup digital pun selayaknya optimis, karena perkembangan startup digital butuh pembinaan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Tahap pembinaan startup ini akan dibahas lebih mendalam pada fase “The Strategy/ What”. Fase pembinaan startup ini dimulai dengan pemetaan dan pemberdayaan potensi otak manusia untuk melahirkan dan menumbuhkan kreativitas dan invoasi, hingga bagaimana mengemban semangat kolaborasi antara pihak terkait. Kolaborasi ini dimaksudkan agar keseimbangan ekosistem industri kreatif yang tercipta antara manusia(people), planet, dan participation bisa teroptimalisasi agar mampu menjawab tantangan kebutuhan konsumen dan pelaku bisnis digital di masa depan. Oleh karenanya, para pelaku diharapkan dapat membuka ruang aspirasi bagi konsumen dengan C2C dan pemangku kepentingan agar stragi bisnis digital dapat menjawab kebutuhan mereka. Lebih jauh lagi, pengembangan potensi diharapkan mampu menembus batas dengan pprogram mentorship yang ditangani oleh pihak yang sudah berpengalaman, khususnya dari Sillicon Valley. Apakah pemahaman situasi serta pengembangan potensi saja cukup? Disnilah mengapa fase Solusi perlu dimengerti; karena segala pembinaan startup digital ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan oleh konsumen dan pelaku industri sebagai sebuah solusi.
Secara aplikatif, disini Pak IU memaparkan kisah sukses Telkom dan beragam industri lain dalam mengembangkan startup, sebagai sebuah acuan untuk membentuk startup digital yang bernilai sebagai sebuah solusi yang mumpuni. Contoh-contoh startup digital yang telah sukses dibina dan dikolaborasikan dalam buku ini antara lain: Mandiri Capital Indonesia, Cubeacon, Kakatu, dan yang lainnya. Maka memiliki buku ini memperkaya wawasan pembacanya akan tahapan mengembangkan startup dari mulai tahap konseptual hingga implementasinya di pasar, serta membekali dengan pemahaman akan struktur pendanaan startup, dengan mengacu pada Sillicon Valley
0 notes
Text
Macam-Macam Kecerdasan
Sepengalaman saya di Australia dulu, saya membaca artikel dari seorang Psikolog bernama Howard Gardner. Dalam artikel yang disajikan sebagai sebuah essay di perkuliahan bahasa inggris pengantar kuliah tersebut, beliau memaparkan bahwa ada 9 macam kecerdasan yang dimiliki oleh manusia:
Kecerdasan naturalis: merupakan kemampuan manusia untuk mengenali ciri-ciri dan perilaku makhluk hidup semisal tumbuhan dan hewan, sekaligus juga memiliki kepekaan untuk memahami ciri-ciri dan sifat benda-benda alamiah (batu, awan, gunung). Howard menjelaskan bahwa kemampuan ini merupakan sesuatu yang terjadi alami, karena di zaman dulu sebelum ada peradaban, manusia purba terlatih untuk bercocok tanam, berburu, dan mengumpulkan sesuatu. Maka kemampuan ini biasanya ditemui pada orang yang menggeluti bidang kuliner atau botani. Pada tahap lebih lanjut, dunia kita saat ini memperkerjakan orang yang memiliki kemampuan naturalis ini untuk mengklasifikasikan mobil, mengenali jejak sepatu, juru tata rias, dan sebagainya.
Kecerdasan musikal : Sesuai namanya, kecerdasan jenis ini relevan dengan kapasitasna untuk mengenali pitch, irama, timbre, dan nada. Kecerdasan ini memungkinkan orang untuk mampu mengulik, memahami, dan memvisualisasikan karya musik, sehingga mereka cenderung menunjukkan keunggulannya saat didekasikan dalam profesi musisi, komposer, konduktor, dan sebagainya. Kemampuan musikal dapat berpikir dengan alur yang hampir sama seperti mereka yang memiliki kecerdasan logika matematis. Orang yang memiliki kecerdasan ini biasanya senang bersenandung atau memainkan ‘drum; sendiri. Kelebihan lainnya, mereka dapat dengan cepat mengenali bunyi di sekitar mereka
Kecerdasan logika matematis: Inilah kecerdasan yang umumnya dilatih di sekolah formal. Pendekatan kecerdasan ini biasanya mendominasi di Indonesia, dimana para pelajar dijejali dengan pelajaran fisika , matematika, dan segala pelajaran yang membutuhkan nalar. Secara umum, kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk mengkalkulasi, menyusun hipotesa serta kesimpulan, serta mengerjakan operasi perhitungan matematika. Kemampuan lain yang dihasilkan dari kecerdasan ini adalah : memahami relasi suatu peristiwa, memahami urutan kejadian, dan pola berpikir induktif-deduktif. Biasanya kecerdasan ini ditemukan dalam seorang ahli matematika, ilmuwan, dan detektif, Biasanya orang yang dominan kecerdasan logika cenderung tertarik dengan pola, kategori, dan hubungan sebab akibat. Selain itu, mereka juga cocok untuk ditempatkan sebagai orang ahli strategi, peneliti, dan analis.
Kecerdasan eksistensi filosofis: Ciri dari kecerdasan ini ditampilkan dari kedalaman ruhani dan antusiasme tentang arti kehidupan, kehidupan setelah kematian, serta segala prinsip dari peristiwa dalam hidup mereka.
Kecerdasan interpersonal : Dicirikan oleh kemampuan untuk memahami dan beraktivitas dengan orang lain; termasuk secara komunikasi verbal dan nonverbal, serta mampu untuk memahami intonasi dibalik sebuah suara, termasuk juga keadaaan emosi dan temperamen dari seseorang. Dengan kecerdasan ini pula, seseorang mampu untuk menghibur dan mendamaikan dengan berbagai aspek. Secara umum, para aktivis sosial, guru, aktor, dan politisi menunjukkan kecerdasan seperti ini. Inilah mengapa, orang yang jadi pemimpin cenderung didominasi oleh kemampuan ini, karena mampu berbicara dengan luwes dan cepat memahami orang lain.
Kecerdasan intrapersonal: Biasanya kecedasan ini ditemukan pada orang yang senang menyendiri: dan mereka punya kelebihan untuk menjadi penasihat bagi orang di sekitar lingkungannya. Kemampuan yang terlihat dengan kecerdasan ini adalah sikap menghargai atas keputusan yang diambil oleh diri sendiri, maupun orang lain. Inilah mengapa kecerdasan ini cenderung relevan dengan profesi psikolog, ahli agama, dan ahli filosofi. Hanya saja, ciri dari mereka yang memiliki kecerdasan ini cenderung pemalu, lantaran sangat berhati-hati dengan perasaan mereka, meski mereka pintar untuk menumbuhkan semangat secara inisiatif.
Kecerdasan Kinestetik: kecerdasan ini terkait dengan olah gerak tubuh, dan biasanya para pemilik kecerdasan ini menjadi atlit atau penari. Kehebatan lainnya, adalah orang yang punya kecerdasan kinestetik punya kepekaan waktu yang cukup akurat dan senang mengasah keterpaduan antara pikiran dan badan.
Kecerdasan Linguistik : kemampuan utamanya adalah mengolah kata dan mengenali bahasa dengan cepat. Maka, mereka dengan segera bisa memahami ungkapan bahasa yang rumit dan tersirat. Kecerdasan ini memungkinkan penggunanya untuk memahami arti bahasa dan mengaplikasikannya dalam bentuk meta linguistik Ini merupakan kecerdasan yang tidak selalu bisa dibentuk dengan mudah pada setiap orang, dan biasanya orang yang memiliki kecerdasan ini terbukti mumpuni ketika menjadi pembawa acara, penulis, penutur cerita, ataupun ahli pengurai teka teki silang.
Kecerdasan Spasial : nama lainnya adalah kecerdasan memahami gambar dan lokasi, karena dicirikan untuk melihat sesuatu dalam imajinasi ‘tiga dimensi’. Kemampuan-kemampuan inti yang mereka miliki meliputi : imajinasi perasaan, manipulasi gambar, kemampuan artistik dan grafik, serta pintar mengolah ilustrasi imajinatif. Profesi yang relevan dengan kecerdasan ini adalah navigator, pelukis, arsitek, pemahat dan pilot. Ciri-ciri yang biasa terlihat dengan orang yang memiliki kecerdasan seperti ini adalah senang berimajinasi, dan menghabiskan waktunya dengan menggambar.
0 notes