Text
“Be proud of who you are, and not ashamed of how someone else sees you.”
— Unknown
910 notes
·
View notes
Text
Tatiana
Well I'll wait until you listen Every words I have to say Noticing how bad I've been this week Now you're lying on the table With everything I've said to you So let's start over So you and I both know Stay with me please til at least forever You're my current obsession My favorite position You're inner light Do something bright A glory without a victory Every word I've said to you Were the words that I mean the most I'll never let you go Oh, can we stay like this forever?
1 note
·
View note
Text
Sepenuhnya Menikmati
Sesekali terdengar suara keyboard yang berisik, berisik menurut ukuran kuping keong ini. Sesekali juga mencari celah untuk beristirahat, meski sebenarnya dan sepenuhnya menikmati.
Kesibukan yang sudah berjalan sejauh ini nikmat sekali. Tidak disangka akan kembali seperti ini. Terutama di masa - masa seperti yang dibilang tidak menguntungkan bagi beberapa pihak.
Kalau saja dan kalau saja, selalu berandai perihal keidealan. Namun sepertinya tidak perlu. Cukup kerjakan dan selesaikan. Bukan begitu?
0 notes
Text
Kembali Untuk Sementara
Hey akhirnya aku berkesempatan kembali untuk mengunjungi micro-blog ini. Setelah sekian lama ya.
Berawal dari reminder di email bahwa ada perayaan spesial berapa tahun aku membuat blog ini dan akhirnya pada hari ini aku iseng - iseng mengecek bagaimana keadaan. Iya aku hanya kembali untuk memastikan bahwa semua baik - baik saja, kedepan mungkin aku akan menyeimbangkan antara blog Wordpress yang sudah mulai aku kelola per awal tahun ini dan juga micro-blog ini.
Tahun 2021 ini adalah tahun - tahun terberat dimana pandemi memang belum menunjukkan ada tanda - tanda membaik, kemudian berlanjut bapak sama ibu yang mulai LDM kembali karena pekerjaan. Anak - anak pada merantau kecuali Citta yang mulai mempersiapkan tugas akhir. Saat aku menulis ini juga posisi masih di Bogor dan belum ada rencana mudik sama sekali. Sangat beresiko dan aku baru saja divaksin kemarin tangal 26 Juni FYI.
Tahun ini juga sekaligus rejeki dari Allah yang sangat besar, mendapatkan kembali pekerjaan dan tentu saja berada di kantor impian sejak beberapa tahun lalu. Meski saat ini pekerjaan masih bersifat remote tapi tidak mengapa, I really enjoyed.
Sudah demikian saja, semoga semuanya juga sama - sama baik saja ya.
Salam dariku.
0 notes
Text
Hari Ke-16 : Memutuskan Hiatus
Sebuah keputusan di hari Sabtu yang kelabu ini. Aku akan memutuskan untuk hiatus dulu dari tempat ini. Tidak perlu kusebutkan alasannya, aku hanya ingin sejenak relaks. Sudah begitu saja.
1 note
·
View note
Photo
Pandemi telah mengubah kebiasaan bekerja kita semua. Dari yang semuanya harus bertatap muka serta bekerja secara rutin akhirnya semua dipaksa untuk beraktifitas dari rumah saja. Untuk pekerja lepas macam aku, hal seperti ini sebenarnya sudah tidak asing. Kerja dimana saja itu sudah biasa, hanya saja untuk perkara dirumah terus menerus rasanya ada yang perlu dibenahi salah satunya adalah ruang kerja.
Sama seperti kerja dikantor, untuk penataan sebenarnya aku termasuk pribadi pemalas. Apa adanya yang penting enak untuk jangkauan dan ga terjamah oleh tangan - tangan usil. Dirumah ini sudah berapa kali pindah, yang pertama di ruang tamu dekat garasi namun seringkali hilir mudik orang masuk kerumah membuatku tidak nyaman apalagi sering saat conference call tiba - tiba ada sekelebat orang lewat. Memutuskan pindah ke dekat kamar istri sebenarnya juga bukan pilihan tepat, berdekatan dengan ruang keluarga serta Ditsa yang asal nyamber kabel listrik membuatku was - was. Bagaimana tidak, untuk sumber listrik masih nebeng ke kamar Reza karena memang tidak diperuntukkan untuk ruang kerja tadinya dan berakhir harus nebeng setiap hari.
Untuk kebutuhan ruang kerja ini ada beberapa yang sudah tersedia yaitu : speaker, keyboard eksternal, dua laptop, kipas angin, kabel charger karena Mac ini tidak ada baterainya, kabel charger Thinkpad dan kabel charger smartphone serta lampu belajar. Masih ada beberapa yang harus dibenahi, seperti menambahkan amplifier serta efek gitar karena kebetulan efek gitar di Jogja sudah lama tidak terpakai, lumayan nanti kalau bass sama gitar sampai. Kemudian masih berencana menambahkan sofa serta rak - rak buku.
Karena rumah masih bareng orangtua itu juga kadang merasa nggak enak kalau mau renovasi total, doakan ya semoga rejeki untuk membangun rumah disegerakan. Sementara memang hanya ini saja senyamannya, yang penting kerjaan beres.
Sekarang otewe nyari inspirasi dulu deh.
0 notes
Text
Hari Ke-15 : Setelah Menonton Tanda Tanya (?) - Masih Pentingkah Kita Berbeda?
Memasuki hari kelimabelas di tahun 2021, kali ini mulai menambah beberapa kesibukan agar tidak menjadi gunjingan diri sendiri. Yak, diri sendiri ini ternyata termasuk kalangan kaum overthinking – selalu takut memikirkan apa yang akan terjadi besok meski sudah secara matang mempersiapkannya. Hal ini berbanding terbalik dengan istriku yang cenderung santai namun terkadang karena paniknya juga ngebuat diri ini terdistraksi, halah. Beberapa kesibukan sekarang antara lain : ngurusin tanaman – tanaman di depan rumah, ngelanjutin kerjaan freelance kalau dapat, nonton series atau film sesekali di Netflix atau membaca beberapa buku yang memang belum sempat terbaca ditemani secangkir kopi yang kemarin sempat dibeli di marketplace langganan apalagi kalau bukan Tokopedia. Dan yang terakhir adalah nemenin Ditsa tidur serta main hehehe.
Kembali ke topik utama, kali ini aku akan ngebahas sebuah film yang sebenarnya udah tayang lama banget hanya saja karena belum sempat nonton udah dilarang tayang akhirnya gajadi deh nonton. Film yang aku tonton ini adalah Tanda Tanya (?), film garapan Hanung Bramantyo ini menitikberatkan pada pluralisme.
Nah apa itu pluralisme?
Mengutip dari Wikipedia :
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti paham atas keberagaman. Secara luas, pluralisme merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap menjaga keunikan budayanya masing-masing.
Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary arti pluralisme adalah: • hasil atau keadaan menjadi plural. • keadaan seorang pluralis; memiliki lebih dari satu tentang keyakinan. Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk mencapai pluralisme diperlukan adanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau sekelompok orang.
Nah, di film ini aku gausah ngebahas siapa saja pemerannya toh mungkin udah pada tau kaya Revalina S. Temat, Rio Dewanto hingga Reza Rahadian. Inti pembahasan yang akan diangkat dalam blog ini adalah mengenai pluralisme bukan masalah pemerannya yang rada – rada susah ngomong Jawa Semarangan ki piye nda.
Ok, ini aja salah satu dari sekian uneg – unegku berdasarkan film tersebut.
Lahir dan besar di lingkungan yang sebagian besar menganut agama Islam membuatku tumbuh dengan kebiasaan mengikuti umat islam pada umumnya. Jaman orde baru semua berjalan seperti biasa, ibu yang tidak menggunakan kerudung kalau bukan acara resmi dan penggunaan jeans adalah hal yang lumrah. Kemudian kegiatan mengaji di dua tempat, ustad desa lalu di tempat ngaji anak – anak (Bu Is kalo nggak salah ingat), berlanjut kegiatan di bulan Ramadhan seperti puasa dan pesantren kilat dimana waktu itu tante serta om menjadi pengajarnya. Menurutku ya sekali lagi dari pendapat pribadi, Islam pada masa itu terkesan “lempeng” dan juga nggak ada yang namanya ucapan untuk mengatakan atau mengecap orang itu kafir atau bahkan mengharam – haramkan suatu kegiatan. Berbeda keyakinan? Tentu saja itu adalah hal yang biasa dan seringkali kami saling berkunjung ke rumah teman – teman agama lainnya, mengetahui juga sebagian dari perayaan mereka dan tentunya mereka juga mengingatkan kita waktu beribadah atau sebaliknya juga.
Sangat damai sekali pada masa itu, tidak pernah ada namanya perbedaan keyakinan = sumber perdebatan kusir. Tidak seperti sekarang, apa saja bisa menjadi gesekan atau konflik. Sama seperti di Islam adanya anjuran untuk menghormati keyakinan lainnya. Rasanya pada waktu itu juga ormas radikal jarang ditemui atau karena aku sendiri masih memandang dunia sejauh hitam dan putih saja, damai dan tidak perlu ada kubu abu – abu untuk sebagai simbol alternatif. Hal ini jugalah yang membentuk kepribadian ketika bekerja di lingkungan internasional, dimana akan kita temui orang beragama Hindu, Budha, Islam, Katolik, Kristen, Yahudi, Konghucu hingga teman – teman yang atheis maupun agnostik. Segala keyakinan itu juga aku hormati karena bagiku mereka sudah dewasa, mereka berhak menentukan keyakinan mereka sesuai apa yang mereka alami melalui pengalaman spiritual masing – masing. Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah, silahkan tentukan pilihan masing – masing.
Dewasa ini untuk menemui perbedaan keyakinan adalah hal yang aneh. Rasanya hanya ada di buku teks pelajaran kewarganegaraan mengenai tenggang rasa, masih segar dalam ingatan ketika bertemu anak – anak masih SD dengan mudahnya berteriak – teriak “Kalian kafir – kafir, ga berhak masuk surga Allah!”.
Sungguh kaget anak seusia begitu bisa berkata seperti itu siapa juga yang mengajarinya, mengajari anak seharusnya dengan kasih sayang bukan dengan ucapan kebencian seperti itu. Dan juga, surga itu adalah hak pregoratif dari Tuhan kita masing – masing dan sekali lagi manusia hanya berusaha mengusahakan surga itu dengan cara masing – masing. Jika kini kita temui ucapan “Pemilik Kapling Surga” rasanya kok pengen ketawa ya, ucapan sekedar mengingatkan ternyata bukan sekedar mengingatkan tapi sekedar menyakitkan juga.
Bahkan rasa – rasanya sekarang ini bertemu keluarga adalah bukan solusi yang terbaik, lebih banyak doktrin serta dogma politik yang masuk ke diri kita, sebagai individu yang memilih apatis dengan politik apalagi sudah ditambah dengan bumbu – bumbu konspirasi hoaks ataupun agama, rasa – rasanya aku ingin memilih kembali ke masa lalu untuk bertemu keluarga. Kembali pulang adalah ketika kamu bertemu, mengobrol mengenai kejadian – kejadian menarik disekitar kita seperti kucing yang menghamili kucing tetangga sebelah atau buah mangga yang dimakan kelelawar, rasa – rasanya sederhana tidak pernah menjadi semudah itu ketika orang selalu memandang segala hal dari sudut pandang sekedar menyakitkan mengingatkan.
Selanjutnya, perihal masalah budaya patriarki sepertinya akan kembali menarik untuk dibahas. Peran laki – laki yang dominan seperti Soleh (Reza Rahadian) terhadap Menuk (Revalina S. Temat) istrinya dirasa berlebihan apalagi di jaman sekarang. Memang peran laki adalah mencari nafkah, namun jika dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bersama, tidak ada salahnya toh untuk berbagi peran. Aku sendiri sebagai pekerja lepas turut mengaminkan hal tersebut, istri bekerja sebagai guru selain untuk mencerdaskan anak – anak ada peran lain dimana istri juga perlu aktualisasi diri atas ilmu yang dia dapat. Sembari mengajar dia juga bisa menjaga Ditsa, kebetulan mamah adalah ibu rumah tangga sehingga menjaga Ditsa bisa berbagi peran antara aku atau mamah.
Istriku sebagai ibu dari Ditsa dia juga ibu dari semua anak – anak didiknya dan aku sebagai kepala rumah tangga tidak pernah sekalipun merasa tersaingi atas peran kesibukan istri diluar sana, sebagai pekerja lepas juga aku bisa banyak waktu dengan keluarga meski memang terkadang harus lama diluar kota juga. Tidak ada yang menjadikan hal ini sebagai masalah, almarhum bapak dari istri pernah berkata bahwa laki – laki dilihat jangan hanya pekerjaannya tapi juga tanggungjawabnya terhadap keluarga juga. Peran Soleh dalam film Tanda Tanya (?) yang cenderung mengutamakan heroisme laki – laki ini emang sukses ngebuat aku kesal banget, sepanjang film misuh doang bawaannya – kok ini laki ga paham banget sih kalo si Menuk kerja untuk keluarga, bukan untuk ego semata dan masih sederetan pisuhan yang bikin emosi.
Terlepas dari semua konflik yang ada dan ending yang terkesan maksa, menurutku film – film bertemakan pluralisme seperti ini lebih baik dibuat lagi tentunya dengan segmentasi yang berbeda. Emang dari segi pendanaan akan susah dimana negara ini masih krisis identitas apa itu pluralisme meski secara hukum mengakui 5 agama dan 1 keyakinan, namun akan lebih baik lagi hal seperti ini terutama toleransi benar – benar bisa diterapkan tidak hanya sekedar lip service semata. Demikian review dari sudut pandang pribadi, kalau mau nonton silahkan aja browsing ke Netflix dijamin seru kok.
Salam.
Masih pentingkah kita berbeda? - Tanda Tanya (?)
#netflix#movie#nonton#film#tandatanya#reza rahadian#rio dewanto#glenn fredly#indonesia#pluralisme#identitas#berbeda#agama#Islam#Hindu#Budha#Katolik#Kristen#Konghucu
0 notes
Text
Udah lama sekali, memasuki dua tahun tidak pernah beli kopi ini. Selalu nyari yang biji kopi untuk diolah sendiri akhirnya sempat lupa. Terakhir ngopi ini sekitar akhir tahun 2019 di Depok.
Kemarin iseng nyari di Tokopedia dan nemu yang jual lokasi di Limo, Depok. Tukarkan OVO Points akhirnya lebih dari cukup untuk beli plus ongkir.
Ga sampai dua hari juga ni kopi sudah ada dirumah. Dan kembali menikmati aroma Kopi Liong Bulan setelah sekian lama harus berdamai dengan kopi lainnya. Nyoba yang Oplet ternyata lidah nggak cocok, itu juga kepaksa minum karena dah dibuatin sama si empu rumah.
Akhirnya, selamat menikmati seduhan Kopi Liong Bulan.
#coffeeholic#coffees#coffee#kopi#kopiliongbulan#bogor#kopinaga#ngopi#indonesia#kopinusantara#kopijanjijiwa#pagihari#hujan#lagu
0 notes
Text
Hari Ke-14 : Sebagai Freelancer
Sebagai freelancer dan tinggal di desa, saat mulai menyalakan laptop untuk mulai bekerja maka disitulah letak cobaannya. Menyalakan musik dikira hanya sekedar menimbulkan kegaduhan dan ketika mulai membuka dokumen dikira hanya bengong mbaca.
Kerjaan emang gini buk!
Susah emang kalau cuma dilihat outputnya doang (gaji) tapi tidak mau mengikuti prosesnya. Belum - belum udah nanya kapan gajian kaya minta ke orang aja semudah itu lempar invoice, masih banyak prosesnya dan masih banyak juga revisinya. Otak sini udah capek, pengen sekedar self reward pun rasanya susah karena selalu aja ada yang ngiri.
Huh capek. Rasanya udahlah pengen kembali kerja normal atau emang freelance dan balik full ngekos aja. Mau kerja jam berapa juga rasanya tenang, ga seperti saat ini kayanya ngos - ngosan untuk membuat reward ke diri sendiri. Lebih banyak punishmentnya.
"Ganti celana dulu."
Haduh.
Disini juga masih kerja!
0 notes
Text
Manusia yang mulai lupa dengan sekitarnya. Padahal saat butuh bantuan selalu saja mencari - cari. Tipikal manusia munafik. Ga kenal lagi deh kaya gini caranya.
2021 meski masih terlalu awal, terima kasih sudah membukakan mata dan pikiran untuk menjauh dari jenis manusia toxic ini. Bye.
0 notes
Photo
18K notes
·
View notes
Photo
1K notes
·
View notes
Text
Hari Ke-13 : Perkara Mandi
Perkara mandi menjadi topik pembahasan di hari ketigabelas di tahun 2021. Perkara remeh temeh yang akhirnya menjadi pembahasan nantinya secara mendetail kalau air di bak kamar mandi sudah penuh.
Per tahun kemarin kami sepakat untuk tidak menggunakan air dari pemerintah (sejenis PDAM) karena kualitas air yang jelek : keruh dan kotor. Yang pasti mereka selalu menagih padahal air juga jarang keluar, pernah waktu itu bapak ngomel karena beberapa hari air tidak keluar tapi si petugas keukeuh untuk nagih. Ya bukannya untung dapat bayaran yang ada malah kena damprat.
Belajar dari hal tersebut kami sepakat untuk membeli kembali sumber mata air. Bermodalkan selang sederhana akhirnya kami mendapatkan air yang jernih dan tentunya mampet terkadang kalau hujan. Meski begitu, perlu diketahui bahwa air ini “dingin” juga sehingga terkadang membuat kami menunda - nunda waktu mandi. Biasanya mandi pagi itu karena harus ke Jakarta sekarang karena full dirumah saja maka mandi itu ada patokannya antara jam 10 atau jam 12 menjelang dhuhur.
Dasar pemalas kau jal!
Begitulah perkara mandi yang dulu dicari karena airnya keruh dan mampet sekarang karena ada tapi dingin terkadang membuat kami malas. Saat mengetik ini saja kami juga dalam posisi malas, malas membuat kopi dan malas segala hal lainnya. Jika bukan karena pekerjaan, maka tentunya kami mungkin tidak akan berpikir untuk segera mandi. Hanya Ditsa saja yang sudah mandi jam segini hehehe.
Anw, jangan lupa untuk selalu bersyukur.
0 notes
Text
Sesuatu Yang Mudah Dibenci Namun Lupa Introspeksi Diri
Baru saja melakukan pencarian iseng di beberapa laman blog ini, dari sekian pencarian terbagi menjadi dua kubu. Kubu pembenci dan kubu pembela. No no, ini bukan masalah politik, ini hanya mengenai suatu sudut pandang.
Perkara sepele yang akhirnya menjadi perkara besar. Dan ada yang sampai membawa sudut - sudut sentimentil seperti agama, rasanya memang bukan berlebihan namun alangkah lebih bijaknya kita juga melakukan introspeksi diri.
Bicara mengenai suatu hal yang dibenci akan semakin mudah apabila kita menjadi kubu pro yang terlalu membenci akan hal itu. Berusaha membedah sampai ke akar - akarnya hingga menjadikan suatu hal tersebut menjadi layak dibenci, mencoba untuk mendebat bahkan berusaha menarik massa untuk membencinya sehingga timbullah perpecahan. Sementara itu, disatu sisi sebagai kubu pembela juga tak mau kalah dengan hasil analisisnya. Membawa bukti pembelaan yang sepertinya menarik untuk diperdebatkan.
Yang pada akhirnya ini bukan perkara menang atau kalah, tapi menjadi sama - sama GOBLOK! Kalah menang toh kalian hanya akan menjadi abu!
Sebagai orang yang pernah berpindah - pindah kubu, ada suatu masa dimana akan berakhir menjadi suatu masa bahwa itu adalah pilihan yang tidak perlu diperdebatkan. Kedewasaan berpikir juga menjadikan kita bahwa memang tidak selalu ada benar dan salah, tidak serta merta ada hitam dan putih. Pada akhirnya nanti kita akan melihat fatamorgana abu - abu dalam kehidupan ini. Jika anda memilih A, anda tentu siap juga dengan konsekuensinya dan begitu juga sebaliknya. Kalau kalian masih berusaha mencari keributan, coba deh tengok kebelakang, masih pantes kalian ribut hanya karena hal ini?
Dan coba tebak apa yang saya cari ini?
Manifesto rokok!
Halah.
0 notes
Text
Hari Ke-12 : Hal - Hal Sepele Namun Membuat Kesal (Copas Jawabanku dari Quora)
Beberapa hal ini mungkin sifatnya sepele namun kadangkala tanpa disadari justru membuat kesal. Quora sebagai salah satu media tulis menulis turut berperan dalam hal mengurangi sifat malasku dalam menulis, nah berikut ini adalah salah satu jawabanku dari Quora. Semoga memuaskan.
Ijin ikut menjawab ya.
Berhubung beberapa bulan ini saya memang full dirumah, maka ada beberapa hal kecil yang terkadang membuat saya kesal. Terbiasa hidup di lingkungan yang hidup individual terkadang membuat saya menjadi orang 'kagetan", berikut ini beberapa hal kecil yang sering membuat saya kesal. Mohon maaf kalau ada beberapa yang jorok, sudah saya usahakan untuk meminimalisir tapi rasanya seperti berperang tanpa amunisi, hehehe.
Lupa mematikan lampu : hampir tiap pagi saya mematikan lampu di beberapa tempat seperti teras depan rumah sampai garasi. Kalau tidak saya matikan, jangan harap lampu ini akan mati dengan sendirinya. Kesadaran orang rumah untuk hal kecil ini sangat rendah sekali, giliran tagihan listrik mahal mereka sibuk menyalahkan satu sama lain. Hadeeeh. . .!
Sampah dibiarkan menumpuk : ini juga hal yang membuat saya sering kesal, kenapa harus menunggu sampah menumpuk segunung baru terpikirkan untuk dibuang. Terbiasa untuk membuang sampah sesuai takaran saat tinggal di kos-an maupun saat pindah unit kontrakan membuat saya memiliki aturan dalam membuang sampah. Sumpah untuk bagian ini kadang karena tidak ada yang peduli maka dengan inisiatif sendiri saya buang sebelum menggunung. Selain bau, jijik juga melihat tumpukan sampah tersebut.
Memilah sisa makanan sebelum mencuci piring atau gelas : sama dengan poin nomor 2. Karena sudah terbiasa memilah, rasanya melihat kelakuan sebagian orang rumah seperti ini buat hati gregetan. Diingatkan berkali - kali hanya cengengesan tanpa merasa bahwa ini yang bikin wastafel mampet. Capek 'mbersihinnya woy!
Tidak tahu waktu mengganti sikat gigi : sikat gigi sudah seperti sikat WC yang acak - acakan masih saja dipakai. Giliran diganti yang baru eh tutupnya malah dihilangkan. Akhirnya sekarang lebih baik biarkan saja deh, capek untuk memberitahunya.
Datang kerumah setiap hari seperti kunjungan rutin. Iya saya tahu kalau kita memang masih bersaudara, tapi bukan berarti dari pukul 7.30 sampai 16.00 "ngetem" dirumah "ngrecokin" apa - apa. Mau makan akhirnya saya sudah tidak selera karena sering diminta juga dan suka meminta ini itu. Kemarin tanggal 4 Januari 2021, setelah beberapa lama pura - pura cuek akhirnya habis sudah kesabaran saya. Omelan tiada henti keluar dari mulut saya karena beberapa hal juga seperti anak - anaknya buang sampah sembarangan, ruang kerja saya amburadul karena anaknya masuk ke ruangan, koleksi gunpla saya ada yang hilang bagian tangan 👺, kalau berbicara volume seperti di tengah sawah yang sering terdengar saat saya presentasi hingga beberapa hal lainnya. Entah apakah setelah ini sadar atau nanti lupa lagi.
Kembali ke poin nomor 5, jika saudara yang datang adalah si paman saya maka saya sih cuek ya karena pasti dia akan di ruang kerja satunya. FYI dirumah saya ada 2 ruang kerja, satu untuk paman saya serta adik yang bekerja sebagai makelar dan satu lagi ruangan yang saya jadikan ruang kerja jika ada proyek. Yang jadi masalah adalah ketika istrinya yang ikut ke rumah dan bawa anak - anaknya. Paman saya akhirnya tidak jadi bekerja karena baru mau telepon klien saja pasti dicecar dulu kenapa telepon ini itu atau paling parah disuruh momong anaknya. Jangan tanya istrinya ngapain, bergosip dengan tetangga dan yah seperti itulah.
Yang terakhir meski masih banyak unek - unek hal kecil yang bikin naik darah adalah lupa menutup pagar. Sepele? Iya sepele kan? Hanya saja angin dirumah beberapa minggu ini kencang dan sepertinya pengunjung rumah ini tidak mempunyai pagar dirumah sehingga seringkali membiarkan buka tutup pagar rumah (lebih sering dibiarkan terbuka).
Mungkin ini saja dulu, kalau ada akan saya tambahkan lagi. Oh iya, saya tidak akan anonim karena kalau ada yang baca dan merasa bagian keluarga saya bisa saling introspeksi bahwa ini demi kebaikan bersama meski kecil kemungkinan mereka tahu Quora itu apa.
Sekian dan salam.
0 notes
Text
Hari Ke-11 : Kemana Lagi?
Sudah memasuki hari ke sebelas di tahun 2021 dan sampai hari ini sudah berapa kali mencoba menambah kesibukan. Memasuki fase - fase krisis dan merasa apa yang sudah diperjuangkan seperti tidak ada hasilnya. Lelah dan tentu saja frustasi. Ingin kembali rasanya menyibukkan diri sendiri dengan aktifitas lainnya namun tersadar ada yang tidak bisa ditinggalkan ditambah pandemi yang kian hari makin brengsek ini.
Kesal rasanya mengingat sekarang hampir merasa tidak berguna. Hanya menjadi beban dan tidak ada yang namanya berproses menuju arah baik. Sebal dan akhirnya memilih menutup pintu serapat - rapatnya.
Minggu depan akan menjadi hari kedelapanbelas dan jika memang tidak ada yang urgent banget sepertinya aku akan memilih mengakhiri proyek ini. Tidak ada feedback positif serta hasil yang ngambang membuatku juga sudah tidak bisa bersabar lagi.
----
Sore ini setelah berkomunikasi dengan beberapa pihak berkepentingan akhirnya diperoleh beberapa titik terang. Kelanjutan masih ada meski untuk sementara dan belum tahu seberapa lama. Semoga saja ada yang lebih menarik dibandingkan hal ini kedepan.
Yah semoga saja.
0 notes
Text
Hari Ke-10 : “Kerupuk Udang” - Yang Dilupakan Lalu Diingat Kembali
Dua hari dari tanggal 9 dan sekarang memasuki tanggal 10 Januari, dirumah sedang membuat kerupuk udang. Sudah lama sekali tidak memakan kerupuk jenis ini karena selama tinggal di Bogor mayoritas lebih banyak kerupuk rambak dan kerupuk kaleng. Itu tuh yang biasanya dibawa abang - abang keliling. Nah berbicara kerupuk udang ini juga ada sedikit cerita mengenai beberapa hal terutama menyangkut pekerjaan. Percaya atau tidak, saya pernah merasa bosan makan atau ngemil dengan kerupuk udang ini.
Emang kenapa? Simak saja cerita ini.
Hampir di setiap acara di Jogja pasti selalu saja ada kerupuk udang ini. Ke kondangan juga sering banget ngembat ini ditambah sambel tentunya sama sop juga ya, hal ini tentu akan berbeda ketika di Bogor lebih banyak sajiannya ayam – ayam yang sebenarnya sekarang juga sudah memasuki fase bosan karena hanya itu – itu saja. Memang dasarnya manusia yang sering bosan dan lalai bersyukur, akhirnya jarang banget sekarang untuk makan di tiap acara tersebut. Mohon maaf ya daripada kalau dipaksakan malah mbikin malu sendiri atau yang punya hajat juga. Nah lalu letak bosan itu juga yang sebenarnya sampai mikir, bisa gak sih nyoba kerupuk yang lainnya?
Sampai pada suatu masa akhirnya menemukan yang namanya titik jenuh. Pada saat itu kita sebagai konsumen tentunya akan menghentikan konsumsi, entah beralih atau bisa saja tidak mengkonsumsi sama sekali. Kemudian akan ada pada keadaan tertentu kembali kangen dan akhirnya nyoba makan lagi. Pada tahun 2021 ini akhirnya kembali makan kerupuk udang tuh rasanya wow sekali dan kali ini tentunya dengan batasan untuk berhenti sebelum bosan.
Sama halnya dengan pekerjaan, saya kali ini menyamakan dengan perasaan terhadap kerupuk udang ini. Dulu sepertinya bosan dengan rutinitas itu – itu dan berharap untuk full di kampung, nyatanya? Kita tidak ada yang tahu bagaimana Tuhan membalikkan perasaan seseorang manusia dengan mudahnya. Kali ini saya kangen kembali bekerja dengan rutinitas tersebut, yah meski sekarang sadar diri belum saatnya dapat dan masih seperti ini dulu. Jika memang ditakdirkan tentunya saya akan siap kok untuk kembali lagi.
Bukan begitu?
Ya dong.
0 notes