alldying
Aldy
15 posts
I planted a forest to hide one tree.
Don't wanna be here? Send us removal request.
alldying · 3 years ago
Text
Social Media dan Cemas Bersama-sama.
Waktu bagai terkunci oleh gembok-gembok bernama sosial media, ia bagaikan sesuatu yang tak bisa terlepas dari keseharian kita. Setiap harinya, kita terlena dengan berbagai posts, likes, shares, comments, dan berbagai notifikasi lainnya. Dari sana pula muncul kebahagiaan-kebahagiaan semu, pengisi kosongnya ruang di dalam diri bernama hati.
Sosial media agaknya telah menjadi bak primadona. Orang-orang sekarang ini menjadi sangat bermudah-mudah dalam mempublikasikan kehidupannya di sosial media. Lihat saja apa yang terpampang setiap harinya, lini masa yang kita lihat menjadi penuh dengan berbagai informasi: foto keluarga(-keluargaan), sidang, kelulusan, pasangan halal, wisuda, lingkaran pertemanan yang hebat, kegiatan sosial, persiapan pernikahan, roadshow, diet dan makan sehat, keberangkatan ke luar negeri, kunjungan ke tempat-tempat ternama di penjuru negeri, kelahiran, postingan tidak berfaedah dan masih banyak lagi.
Kita bukan hanya sekedar sedang mengalami banjir informasi, tapi tsunami informasi! Hal ini didukung oleh temuan riset yang dilakukan oleh Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019, faktanya pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei sebelumnya. Sementara pengguna media sosial mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48% dari populasi. Dan, kita adalah salah satu diantaranya, bukan?
Di balik semua keriuhan di sosial media, penelitian justru memberikan informasi yang, mungkin tidak bisa diterima semua orang, bahwa kita adalah orang-orang yang cemas secara sosial. Yup, we are socially anxious people; extremely socially anxious. Tak usah jauh mencari fakta dan data. Kita bisa melihat diri kita dan sekitarnya. Apakah kita suka merasa minder ketika melihat postingan teman-teman di sosial media? Apakah kita suka stress karena merasa hidup kita tidak sesempurna kehidupan teman-teman yang kita lihat dari sosial media mereka? Apakah kita sering kesal melihat postingan yang tidak berfaedah berlalu-lalang di linimasa? Apakah kita merasa kehilangan diri sendiri dan melihat diri secara negatif karena merasa tidak sama dengan apa yang orang lain capai atau lakukan? Apakah kita pernah (atau seringkali) away dari sosial media karena merasa perlu “mengamankan” diri? Kalau sebagian besar jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah ya, mungkin kecemasan itu diam-diam kita rasakan.
Hal yang paling sederhana untuk mengetahui kecemasan itu bisa kita lihat dari kalimat-kalimat yang diam-diam sering kita katakan ketika bersosial media,
“Enak banget sih jadi dia, hidupnya bahagia mulu! Am I the only one getting fool? Others are having so much fun; what’s wrong with me? If I share a post, no one will ‘Like’ it and I’ll look stupid. Oh, why?”
Memang, we are socially anxious people; extremely socially anxious. Tanpa disadari, kecemasan ini menimbulkan berbagai masalah yang mungkin saja kita alami. Menurut Dr. Sonya Heckler dan Danise L. Hughes dalam risetnya yang berjudul Relationship Between Social Media Use and Social Anxiety Among Emerging Adults.
masalah yang timbul dari kecemasan akibat penggunaan sosial media yang tidak terkontrol ini adalah adanya kesulitan untuk membentuk interaksi sosial di dunia nyata, dan juga mengevaluasi diri secara negatif karena membandingkan dirinya dengan orang lain di sosial media. Selain itu, beberapa masalah lain yang juga erat kaitannya dengan sosia media adalah depresi, rendahnya self-esteem, dan buruknya kualitas tidur.
Hayooo ngaku! Apakah masalah-masalah di atas pernah kamu rasakan karena penggunaan sosial media yang berlebihan? Meskipun demikian, we deserve to be happy and mentally health, lho! Lalu bagaimana caranya supaya kita tetap waras dan sehat dalam bersosial media?
Berpikir, merasa dan bertindaklah dengan efektif dan proporsional. Sebab, pada mulanya, semua yang kita lihat di sosial media itu netral adanya. Ia tidak bermuatan negatif dan membuat kita merasakan hal yang negatif, kecuali dan hanya kecuali kita memberikan persepsi yang negatif terhadapnya.
Ya! Semuanya netral adanya. Cerita temanmu di sosial medianya tentang kelulusan, wisuda dan perjalanan ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah itu ya hanya postingan tentang dia yang menceritakan semua itu, bukan postingan yang bilang, “Anak muda tuh hidupnya harus kayak gini. Cepet lulus, langsung sekolah lagi, jangan cupu!” Postingan temanmu yang baru menikah itu kan ya hanya postingan tentang dia yang baru menikah, bukan postingan yang bilang, “Nih gue udah nikah, masa lo belom sih? Nikah dong!” Postingan mereka yang anak startup ketika menceritakan kehidupan pekerjaannya itu juga sebenarnya hanyalah postingan tentang cerita kehidupan pekerjaan, bukan postingan yang bilang, “Kok kantor lo enggak lebih keren daripada kantor gue, sih? Kok lo enggak pernah tugas sampai ke luar negeri, sih?” dan seterusnya. Lalu, siapa sebenarnya yang berperan lebih banyak membuat mental kita tidak sehat ketika bersosial media? Postingannya atau justru diri kita sendiri? Jelas diri kita sendiri, karena …
kita seringkali memberi muatan-muatan negatif pada sesuatu yang netral. Semua menjadi buruk dan kita seolah menjadi korban, padahal mungkin akar dari semuanya adalah kesalahan kita dalam memilih persepsi.
Harus kita akui bahwa di sisi lainnya sosial medialah yang juga memudahkan kita mengakses dan melakukan banyak kebaikan. Lalu bagaimana? Kuncinya adalah tadi.
menjadi efektif dan proporsional terhadap segala sesuatu yang netral.
Selamat bijak dan berbahagia bersosial media!
___
Sumber Ide:
How Social Media Feeds Social Anxiety, oleh Danielle Miller, dalam Psych Central yang dipublikasi pada 8 Juli 2018
Jurnal: Relationship Between Social Media Use and Social Anxiety Among Emerging Adults, oleh Dr. Sonya Heckler dan Danise L. Hughes
Social Anxiety in the Digital Age, oleh Betty Vine, dalam Psychology Today yang dipublikasi pada 13 Februari 2019
Social Media and Young People’s Mental Health, dalam mentalhealth.org.uk
4 notes · View notes
alldying · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Kehidupan membawa kita tersangkut di dalam satu pusaran waktu. Di mana kita akan selalu merasa terbangun di pagi yang sama, menghadapi setiap kebosanannya.
Dunia yang membingungkan membuat kita sulit memisahkan antara kesuksesan, kegagalan, dan kekacauan yang sedang terjadi.
Kita selalu kehilangan kendali tentang penyesalan di hari kemarin. Kita selalu kehilangan kendali atas ketakutan kita akan ketidakpastian hari esok.
Tidak ada garis lurus yang pasti untuk mencapai satu tujuan. Seringkali kita terpaksa harus kembali ke titik yang sama ketika memulai.
Bahkan terkadang hanya berputar-putar dan tak pernah sampai.
Kehidupan mengajak kita untuk menari di atas segala ketidakteraturan. Di atas serangkaian persoalan yang selalu tercecer dan berantakan.
Kehidupan adalah ilusi yang meminta kita untuk menemukan cara tentang bagaimana kita akan menghabiskan waktu dari hari ke hari.
Tentang apa yang harus kita lakukan untuk menemukan sesuatu yang bisa membuat diri kita merasa berharga.
Sebab kebosanan itu pasti, tetapi tidak semua orang menemukan cara untuk menikmati prosesnya.
0 notes
alldying · 4 years ago
Quote
Salah satu sikap jahat terhadap seseorang tanpa diketahui adalah menjadikan orang lain yang suka padanya cadangan, apabila hubungannya dengan orang saat ini gagal.
0 notes
alldying · 4 years ago
Text
Tahukan kau apa itu keesaan?
Ketika kau lulus dari keduaan, dari perbandingan. Ketika kau tulus, keluar dari segala hukum timbal balik, dari sebab akibat, dari upaya dan hasil. Ketika kau curahkan segala yang kau punya dan tidak kau punya, tanpa balas namun kau bahagia.
0 notes
alldying · 4 years ago
Text
Roller Coaster
Kehidupan ini seperti menaiki Roller Coaster. Banyak kejadian mengejutkan yang tiba-tiba terjadi, yang membuat kita ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya.
Mendebarkan rasanya ketika segala sesuatu yang kita jalani seperti berjalan menuju titik tertinggi pencapaiannya, ketika perlahan hal yang kita tunggu-tunggu terlihat semakin dekat di depan mata kita. Tetapi tak jarang rasanya kehidupan juga membuat kita takut, membuat kita merasa tidak berdaya, terguncang, terjungkal, meluncur tajam, membawa kita pada titik yang paling rendah kehidupan kita.
Banyak hal yang sudah kita rencanakan, yang sudah kita pikirkan matang-matang, tetapi belum terwujud sama sekali. Sesuatu yang seringkali membuat kita tidak mengerti dengan jalan ceritanya.
Tertimpa musibah, kehilangan, jatuh sakit, dan banyak lagi peristiwa lainnya yang memaksa kita harus kembali mencoba menaiki Roller Coaster kehidupan kita. Memulai kehidupan baru dengan harapan kembali menuju puncaknya.
Kehidupan akan selalu mendebarkan, dan kita tak perlu merasa jemawa seberapapun tingginya kita sekarang. Karena akan ada saatnya kehidupan kembali membuat kita lemah dan tak bisa berkata apa-apa.
Musim terus berganti, kesedihan dan kebahagiaan akan selalu berganti wajah. Bersiaplah untuk melompat dan terjatuh, untuk tertawa dan menangis. Sebab hidup adalah sebuah perjalanan menertibkan luka.
1 note · View note
alldying · 4 years ago
Text
Bagaimana Romantisme Membunuhmu.
Suatu hal akan dipercaya sebagai suatu keharusan yang wajib dilakukan setelah manusia-manusia lain menggiring hal itu hingga bermuara menjadi sebuah persepsi.
Kekasih saya, ia adalah perempuan paling romantis sejagad raya menurut saya. Mengapa? sebab dia membuat saya bahagia, bayangkan saja, saya yang berumur 26 tahun ini baru merasakan lagi bagaimana rasanya mempunyai kekasih. Dia lah yang menyelamatkan saya dari dunia perjombloan ini, sebab jika tidak, barangkali saya telah dimuseumkan bersama artefak-artefak atau arca-arca kuno.
Dia adalah perempuan yang mengajarkan saya bagaimana mengungkapkan perasaan secara terang-terangan, walaupun dulu ketika saya menyatakan perasaan saya untuk pertama kalinya, saya memilih lewat chat Whatsapp sebagai perantara. Sumpah, itu menjijikkan sekali jika diingat. Ya gimana mau engga lewat chat Whatsapp, sudah sejak lama saya tidak merasakan jatuh cinta lagi seperti itu, barangkali itu adalah momentum paling lucu sekaligus “apa apaan sekali” dalam dunia jatuh bangun kisah cinta saya. Waktu itu rasanya bak digrebek tentara satu kompi lalu diangkut ke kodim. Badan saya gemeteran dan kejang semingguan dan muntaber. Engga ding, itu bercanda aja.
Dia adalah perempuan yang akan tetap bahagia dan berteriak heboh saat hari ulang tahunnya dan saya hanya membawakan sebuah kue ala kadarnya dan sebuah pelukan hangat lalu memanjatkan doa bersama di ruang tamu rumahnya.
Begitulah, apalah saya ini yang hanya seorang laki-laki payah yang mendefenisikan romatisme sesederhana itu, ketika orang-orang yang menyayangi saya membuat saya tertawa dan bahagia, begitulah romantisme yang hakiki dan tak perlu proses “njelimet”. Romantisme yang hanya terjadi dan dirasakan oleh manusia-manusia yang terlibat di dalamnya tanpa harus mencari pengakuan dari orang lain.
Seperti ketika dewasa ini, manusia menganggap romantis adalah seperti apa yang dikatakan manusia lainnya di kolom komentar instagram, facebook, tiktok, dan berjejal sosial media lainnya, menganggap romantis adalah seperti apa yang dikatakan manusia lain tentang bullshitnya “relationship goal”, tentang bagaimana dan apa yang orang lain akui itu adalah sebuah hal yang lucu dan membuat mereka iri. Mereka tak pernah bisa mendefinisikan sendiri bagaimana makna romantisme itu. Bagaimana lagu “Jatuh Cinta Itu Biasa Saja” milik Efek Rumah Kaca seharusnya dipahami dan dimaknai.
Begini, apakah romantisme yang tidak diakui itu bukan merupakan sesuatu yang benar-benar romantis dan goal dari suatu hal. Seperti misalnya saya mengajak kekasih saya pergi ke kebun binatang bersamaan dengan rombongan anak-anak TK yang sedang studi wisata, sedangkan pasangan-pasangan lain merayakan waktu luang mereka dengan menonton di bioskop atau berpelukan satu sama lain dari atas bukit memandangi hamparan kelok jalan raya yang terbentang di bawahnya.
Atau barangkali bentuk cinta dan kasih sayang saya kepada Ibu saya yang bahkan seumur-umur saya belum pernah sekalipun mengucapkan “selamat hari ibu” atau sekedar “selamat ulang tahun” atau mungkin sesepele “aku sayang ibu”
Tapi apakah kemudian saya tidak menyayangi ibu saya? Tidak, saya tak pernah memberi selamat kepada ibu ketika perayaan Hari Ibu tiba, tapi pada hari itu juga saya selalu meluangkan waktu sekedar untuk memeluk dan meringkuk di pangkuan ibu saya sambil bercerita ngalor ngidul. saya selalu menyelimutinya ketika dia kelelahan dan merebahkan badannya di depan TV. Tak perlu pengakuan dari manusia lain bahwa hal yang sedang saya lakukan itu adalah sebuah keromantisan.
Begitulah romantisme membunuhmu, membantai bentuk cinta dan sayangmu kepada ibumu, kepada kekasihmu, kepada orang-orang terdekatmu. Melalui komentar komentar sosial media, melalui apa yang mereka sebut “relationship goal”. Ia tak lain hanyalah kumpulan dari persepsi-persepsi, pengakuan dan dorongan yang dibuat manusia-manusia lain yang memaksa kita untuk memenuhi standar romantisme yang mereka ciptakan.
1 note · View note
alldying · 4 years ago
Text
Tumblr media
Nostalgia Masa Kecil
Ceplukan, ini yang selalu aku tunggu-tunggu saat pulang ke rumah nenek.
Buah yang jarang ditemui di toko buah. Bentuknya kecil mungil, tapi rasanya enak. Manisnya pas.
Dulu, di masa kecil, ada banyak kebahagiaan yang kita dapatkan justru dari hal-hal kecil, buah ini salah satunya.
Tapi semakin dewasa, terkadang ekspektasi tentang kebahagiaan itu sendiri menjadi sangat tinggi. Sadar atau tidak sadar, terkadang kita sendiri yang membatasi kebahagiaan kita.
4 notes · View notes
alldying · 4 years ago
Text
Beban Anak Pertama Perempuan
Ada 4 hal yang dapat disimpulkan dari seseorang yang saya amati dan saya amat sayangi, yaitu sebagai berikut:
1. Naluri alamiahnya manja. Tapi ditahan karena seringkali dia menjadi tulang punggung keluarga dan tumpuan adik-adiknya. Dia tak mau menunjukan kepedihan di hadapan siapapun. Pahit, getir, sedih, semuanya dia telan sendiri. Dia kuatkan hatinya agar tetap terlihat baik-baik saja.
2. Kegagalan adik-adik biasanya dilimpahkan pada kakak pertama. Dia lah yang merasa bersalah jika adik-adik mengikuti kekhilafannya. Maka dia berjuang agar terus menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya.
3. Sering dicurhati orang tua dan juga adik-adiknya. Dia harus menanggung beban seluruh keluarga. Kehidupan baginya bukan tentang dirinya sendiri, tapi tentang seluruh anggota keluarganya.
4. Dia bertekad kuat membantu adik-adik dan membahagiakan orang tua. Hingga terkadang, dia lupa dengan keinginan dan kebahagiaannya sendiri.
Sesungguhnya dia hanya terlihat kuat dari luar. Tapi hatinya sangat rapuh dan membutuhkan seseorang yang sangat mengerti keadaannya. Mungkin di hadapan adik-adik dan orang tuanya, dia menunjukan kewibawaannya sebagai kakak pertama. Di hadapan orang lain, dia mencoba untuk kuat. Dalam hati kecilnya, dia juga ingin sekali dimanja, ingin sekali merengek dan mengeluh, ingin sekali memikirkan kebahagiannya sendiri tanpa terbebani dengan penderitaan orang lain.
Semoga hatimu dikuatkan, langkahmu dimudahkan dan menerimaku, untuk kamu jadikan sandaran. Aamiin.
68 notes · View notes
alldying · 4 years ago
Quote
If you can't sleep at night. It's because you're awake in someone else's dream.
1 note · View note
alldying · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Pernahkah kita bertanya-tanya, misalnya, mengapa pada jam sekian menit sekian ada teman kirim whatsapp kasih kabar akan datang, dan ia datang sekadar ngajak ngobrol dan bercanda? Apa yang menggerakkannya untuk mendatangi kita? Hatinyakah? Pikirannyakah? Atau apa? Mengapa dia datang ke rumah kita, tidak ke rumah teman akrab lainnya?
Kalau kita percaya betul bahwa Allah Mahamengatur dan Mahamengetahui, secara teori kita bisa katakan ini sudah digariskan oleh Tuhan bahwa dia datang ke rumah kita untuk ngobrol. Tetapi apa maksud dan tujuan Tuhan menggerakkan teman untuk datang ke rumah kita pada jam sekian menit sekian?
Pertanyaan serupa sering muncul saat kita kena masalah. Mengapa kita kena masalah? Apa tujuan Tuhan menimpakan masalah pada kita sementara kita tak menginginkannya?
Apapun yang kita alami, secara teori agama, sudah ditakdirkan. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apa makna dari segala hal yang datang dan pergi mengunjungi diri kita? Dalam rentang hidup yang relatif pendek, kita bertemu banyak hal yang tidak semuanya kita pahami secara rasional. Tetapi kita semua sama dalam satu aspek: apapun yang menimpa kita, entah susah atau senang, bahagia atau sedih, semuanya menggerakkan sesuatu dalam batin kita. Coba perhatikan, seperti apa gerakan batin kita, ke mana batin memandang ketika sedih atau senang, apa yang terlintas dalam pikiran, apa yang terasa dalam perasaan, apa yang bergetar dalam hati? Semuanya adalah ayat untuk mengenali apa-apa yang tersimpan dan tersembunyi dalam jiwa kita, asalkan kita mau berusaha belajar merenungi dan mengenali diri kita sendiri.
Barangkali akan timbul pertanyaan lanjutan: kita sesaat senang, lain waktu sedih; hari ini marah, esok tertawa gembira, dan seterusnya — seakan kita tak punya kuasa atas apapun yang datang atau muncul di jiwa kita. Mereka datang dan pergi pada saat-saat tertentu. Lalu apakah sampai mati diri kita akan terus dipermainkan oleh “tamu-tamu” batin ini? Pada diri orang yang selalu belajar mengenali diri sendiri, segala perasaan, rasa dan pikiran yang bermunculan dalam diri akan menghubungkan kita dengan Sumber dari kehidupan ini.
Wa Allahu a’lam
0 notes
alldying · 4 years ago
Text
Kamu pasti akan terlelap. Namun, seseorang tetap membangunkanmu di dalam hidupnya. Sebagai apapun yang bisa membuatnya terjaga.
1 note · View note
alldying · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Kematian itu pasti. Tetapi kita tak pernah tahu apa yang terjadi dengan diri kita setelah mati. Kita tidak tahu apakah betul amal kita diterima, apakah nanti kita sengsara atau tidak (bagi yang percaya Tuhan itu ada). Orang yang percaya adanya akhirat tentu akan hati-hati dalam menjalani hidup. Kita hampir tiap hari mendengar kabar orang mati, bahkan sesekali melihat kematian lewat sakit, bencana alam, perang dan sebagainya. Lalu kita kadang bertanya, kelak dengan cara bagaimana kita mati? Ke mana kita pergi?
Tetapi sebagian orang merasa mampu membaca “Pikiran Tuhan.” Mereka menyimpulkan takdir berdasarkan hawa nafsunya sendiri. Semisal ada musibah dan yang terkena musibah adalah orang yang tak dia sukai. Lalu muncullah kesimpulan bahwa korban sedang diazab. Atau, karena tidak suka pada seseorang yang berbeda kepentingan dan pendapat, maka ia lantas menyebut bahwa musibah adalah azab yang disebabkan oleh perbuatan dari orang yang dibencinya. Seolah ia tahu pasti azab hanya berlaku bagi orang yang tidak sependapat dengan dirinya.
Tentu bisa saja orang meyakini seperti itu. Namun pilihan kita ada konsekuensinya, apalagi ketika pandangan itu kita nisbahkan sebagai Kehendak Allah. Karena kita “memanfaatkan” Tuhan untuk menjustifikasi pandangan kita, maka kita bertanggung jawab penuh atas pandangan dan ucapan kita kepadaNya. Kalau anda pemberani, silahkan membawa nama Tuhan untuk menjuatifikasi kebencian anda, karena itu sudah urusan anda pribadi dengan Tuhan.
Sebagian orang punya pendapat berbeda. Mereka yakin bahwa “Rahmat Allah mendahului MurkaNya. ” Mereka tetap berprasangka baik kepada Allah dan berprasangka baik kepada korban musibah, dan dengan tulus membantu dan mendoakan agar korban diampuni dosa dan kesalahannya dan dimuliakan Allah (jika sudah wafat) atau diampuni segala dosa dan dikuatkan imannya dan diberi kemudahan dalam menjalani kehidupan (jika masih hidup). Lalu mereka akan introspeksi diri. Jangan-jangan korban lebih mulia daripadaku. Boleh jadi itulah cara Allah menyelamatkan mereka dari diriku yang banyak salah dan dosa, atau menyelamatkan mereka dari badai fitnah yang dihembuskan para tukang hasud dan pembenci.
Kita tidak tahu pasti apa yang sesungguhnya dikehendaki Tuhan dalam setiap peristiwa, baik yang menyenangkan atau menyedihkan. Karenanya Allah berfirman agar manusia bersikap moderat — boleh jadi apa yang kita suka itu buruk bagi kita, dan apa yang tidak kita suka itu baik buat kita.
Kalau aku benci seseorang, lalu orang itu kena musibah, nafsuku akan bangkit dan mengatakan dengan sinis “nah itu azab buat dia.” Tetapi apakah kebenaran itu tunduk pada hawa nafsu benciku? Jangan-jangan, justru aku yang selamat dari musibah ini sebenarnya pihak yang diazab. Yang kena musibah dan wafat sedang diselamatkan oleh Allah dari kebencian dan hasudku, sedang aku dibiarkan oleh Allah bergelimang dalam kegembiraan nafsu benciku dan kepuasan nafsu karena merasa lebih suci dan mulia daripada korban.
Kita sesungguhnya tidak tahu pasti kecuali sebatas ilmu, wawasan dan kondisi hati kita sendiri, yang penuh keterbatasan dan sangat mungkin gagal paham atau keliru. Karena itu, agama mengajarkan bahwa musibah, atau penderitaan orang lain, semestinya menyadarkan kita akan ketidakberdayaan kita sebagai manusia, menjadi ujian iman kita seberapa besar dan kuat kasih sayang kita kepada sesama. Manusia dikaruniai rasa sedih, empati, simpati, sayang bukan tanpa alasan. Semua manusia punya itu. Apa yang kita rasakan juga dirasakan orang lain. Seharusnya dalam situasi sedih dan kesusahan, diri kita ikut membantu meringankan beban sesama manusia. Jika tidak mampu, minimal mendoakan kebaikan. Jika itupun tak mampu karena tebalnya rasa benci, paling tidak diam saja, itu sudah cukup membantu.
Pada akhirnya, semua akan ditinggalkan. Yang dibawa ke kuburan, kain kafan, pun akan hancur digerus waktu. Apa yang kita bawa sebenarnya?
Wa Allahu a’lam.
0 notes
alldying · 8 years ago
Photo
Tumblr media
The mount of Ramadhan is a reminder that this life is just temporary and we must not be deceived by it.
Jaalanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin.
Happy Eid Mubarak 1 Shawwal 1437 AH 
#happyiedmubarak #ramadhankareem
3 notes · View notes
alldying · 9 years ago
Photo
Tumblr media
Would you like you, if you met you?
0 notes
alldying · 10 years ago
Quote
Jauh lebih menyenangkan mengenang sesuatu yang hanya selintas terjadinya. Bahkan dalam banyak kesempatan jauh lebih menyenangkan mengenang sesuatu yang sepantasnya terjadi tapi kita tidak membuatnya terjadi, meski kita bisa dengan mudah membuatnya terjadi.
1 note · View note