Penyuka hujan, senja, jingga, aroma buku tua dan bau tanah basah.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Apa yang salah?
Wahai puan, mengapa susah sekali matamu terpejam?
Kesalahan sebesar apa yang telah kau lakukan sehingga kau nampak begitu gelisah dan kewalahan?
Oh, apa jangan-jangan kau jadi mencuri sepotong senja yang kau rencanakan waktu itu? Iya, sepotong senja yang kau ceritakan padaku saat hari mulai dipeluk malam. Saat itu kau bilang bahwa senja sore itu begitu indah. Deburan ombak yang mengiringinya, sepasang burung yang sedang berkasih di ujung ranting pohon yang entah apa jenisnya. Warna jingga mulai memerah, Matahari mulai tenggelam. Sesekali kapal nelayan melewatinya. Astaga, itu adalah senja terindah yang pernah kau lihat, katamu. Kau pun berkata lagi; kau ingin mencurinya, memberikannya pada seorang laki-laki berkacamata di sudut perpustakaan yang kau temui beberapa tahun lalu...........
0 notes
Text
Mau sampai kapan?
Waktu sudah menunjukkan pukul 04:30. Segera kuraih telepon genggam milikku. Dan menelponmu.
"hmm.." terdengar suara sumbangmu. Suara yang baru tersadar dari tidur pulas mu.
"Bagun yah. Sudah subuh" ucapku lirih.
"hmmm. 20 menit lagi yah. Masih ngantuk" jawabmu menggeliat.
"hmm. Oke. Tapi bangun sendiri kan?" Tanyaku memastikan.
"enggak mau. Bangunin" balasnya manja.
"hmm baiklah" ucapku lagi. Dan telpon singkat itu diakhiri dengan salam.
Entah apa yang ada di benak kita. Seusai perdebatan semalam. Setelah pertengkaran yang sama itu. Kita masih seperti anak kecil yang melupakan kesalahannya. Setiap pagi saja begitu. Entah ini benar atau tidak. Aku hanya ingin kita baik-baik saja. Dan aku tahu kau pun begitu.
Apa yang sedang coba untuk kita perjuangkan? Bahkan hubungan yang selalu kita pertanyakan kerap kali mencipta pertengkaran. Berkali-kali kita meyakinkan satu sama lain, bahwa hubungan sangat membutuhkan pondasi keyakinan dan kepercayaan yang cukup kuat. Tapi sadarkah kita? ketika kerap kali saling mempertanyakan malah membuat kita tidak yakin dan percaya terhadap satu sama lain.
Lalu mau sampai kapan begini? Berdebat semalaman. Kemudian bertingkah seolah baik-baik saja saat matahari terbit. Tidakkah kita lelah? Rasanya aku mau berhenti saja.
0 notes
Text
Merayakan Luka Bersama
Apa yang sedang kita lakukan? Bagaimana awal dari kesepakatan ini? Apa kita benar-benar sudah bersepakat?
Aku, perempuan yang masih dibayang-bayangi masa lalu. Kamu, pria yang terjebak kenangan di kisah dulu. Bagaimana mungkin kita tiba-tiba bersama apalagi menikah? Tidakkah itu terdengar lelucon belaka?
Merayakan luka bersama? Yang benar saja. Kau katakan; kini aku adalah hidupmu. Kerap kali kau mengajakku membicarakan masa depan kita. Oh Tuhan, membayangkan dengannya saja sungguh membuatku jauh dari bahagia.
Tapi. Apa sebenarnya yang aku lakukan? Mengapa selama ini aku meladeninya? Memberikan perhatian dan pengertian seolah kita memang punya harapan.
Bagaimana bisa kita hidup bersama dengan bayangan masa lalu yang terus menutupi kita? Huh. Jika ternyata di masa depanku memang benar ada kamu, apa kita benar-benar bisa sembuh? Bukan melupa, sebab bagaimanapun usaha melupakan, kenangan selalu datang semaunya bersama ingatan. Apa kita sudah benar-benar bisa mengikhlaskan?
3 notes
·
View notes
Text
Aku benci aku yang terkesan menolak lupa pada kita
Rasa nyeri pada punggungku sudah tidak bisa kutahan lagi. Rasanya seperti terhujam sangat keras. Ku tahan sekuat mungkin. Kucoba mengendalikan emosi. Tapi, entah pada detik ke berapa, aku menekan tombol panggilan keluar di telepon genggam milikku. Lalu sepersekian detik kemudian terdengar suara yang tidak asing ditelinga.
"Iya Va, gimana neng?" Terdengar suaranya dari seberang telepon. Aku hanya membisu. Seketika pipiku basah seperti terbasuh. Mataku mencoba membendung air yang terus memberontak mengalir. Nafasku tak karuan.
"kamu sakit lagi?" Tanyanya kembali. Aku pun menghembuskan nafas dengan sangat berat. Kemudian mengakhiri panggilan.
Apa yang kulakukan? Menelponnya bahkan tak bisa membuatku membaik. Mengapa begitu susah melupa? Bahkan dalam keadaan tidak sedang baik-baik saja, aku malah kembali menguar luka.
Kepada diriku; tolong, pahamilah satu hal; bahwa menolak lupa pada kita yang sudah lama disepakati tidak lagi ada, hanya akan membuatmu membuka kembali jahitan luka, dan dengan air mata, luka itu kembali basah. Lalu kau terpaksa harus mengulang sakit dengan menjahitnya lagi. Tidakkah kau lelah?
0 notes
Text
Perpustakaan dan Kenangan
Lagi lagi, aroma buku tua menggedor sesuatu dari sisi lainnya hati. Saat kubuka, seketika aroma kenangan menguar memenuhi. Perih menusuk lirih. Pria berkacamana itu terlintas lagi. Ingin rasanya kutepis bayangan dengan beberapa sugesti pertahanan. Tapi aku pun dikalahkan.
“Mau apalagi kau kemari? Tak cukupkah perasaan tertahan kau tinggalkan dan kini kau kembali menjelma angan?”
“Kau tak bisa begini! Bagaimanapun, aku bukanlah seseorang yang seenaknya bisa kau datangi”
- ucapku.
Lagi lagi aku kembali seperti manusia yang belum juga mengerti, bahwa kamu bukanlah doa yang akan terkabuli.
0 notes
Text
Tuhan maha baik. Sugestikan saja seperti itu. Maka Tuhan akan baik. Sebab Tuhan bagaimana prasangka hambanya.
aksaraperempuanmu
0 notes
Text
Dear, Tuan. Kini Kamu Aku Ikhlaskan
Teruntuk kamu, pria yang selalu menjadi muara segala rindu; Ada sesuatu yang ingin kusampaikan padamu. Jika kamu bertanya mengapa kata-kataku terdengar sendu, maka jawabanku, aku hanya sedang memperbaiki kembali perasaanku. Bukan untuk kembali mencintaimu. Yah. Itulah yang ingin kusampaikan. Mengenai perasaan yang dulu kusembunyikan begitu dalam, hingga mungkin kamu tak menyadari tentang apa saja yang terpendam.
Dulu, hampir semua yang kulihat menjelma segala kamu. Lucu, bukan. Sungguh bodoh aku dahulu.
Dulu, setiap kebetulan kuanggap tanda Tuhan telah mengabulkan do'aku, doa yang tak pernah bosan kupanjatkan setelah mendoakan orang tuaku; semoga dua ke-aku-an menjadi satu kita. Dan aku rasa itu hanya asa yang terputus arahnya.
Ada satu hal yang tak benar-benar dimengerti seorang hamba; baik menurutku belum tentu baik menurutNya.
Dulu, aku mulai mencintaimu dengan sangat sederhana. Sesederhana tertarik akan keanehan yang kamu miliki. Lalu menjelma rumit, serumit mata mengeluarkan kata penuh derita saat melihatmu pergi dengan tetap menahan seisi hati.
Kini, dengan hati yang tak berhenti meneguhkan diri. Aku belajar memahami, bahwa mencintai bukan hanya sekadar berambisi memiliki. Tapi mencintai adalah menyerahkan segala isi hati kepada Tuhan-nya, mencintai adalah mengikhlaskan segala kehendak pada Pencipta-nya.
Teruntuk kamu, meski dengan tersedu. Aku mengikhlaskanmu.
1 note
·
View note
Text
Abdullah
Kesalahanku adalah menjadikanmu alasan dari segala rindu. Kesalahanku, isi do’aku tak pernah selain namamu. Dan kebodohanku, terus meramu rindu menjadi semakin saru. Seketika kamu menjadi alasan dari segala aku, menjadi hiasan dari semua isi buku, dan menjadi kamu yang selalu menumpu rindu. Entah pada bagian bumi mana semesta menghendaki terjadinya temu. Entah pada waktu ke berapa Tuhan menghalalkan semua rindu. Yang harus kamu tahu, aku menunggu.
0 notes
Text
Doaku, si pendosa
Telah jatuh rerintik hujan di luar bangunan ini. Tapi apa yang salah pada pipi yang terus dialiri dengan lirih? Bukan karena aku tak menyukai rezekiMu, Tuhan. Hanya saja ada sesuatu yang terus mencoba masuk dengan mendobrak pintu pertahanan, sesuatu yang kerap disebut orang banyak dengan sebutan kenangan.
Ah, rasanya pintu itu berhasil didobraknya. Ia masuk dengan menggores luka dan menyumpalnya dengan rasa sakit. Aku merasakannya, akupun melihatnya. Di setiap kedipan mata, disaat aku menarik nafas lelah.
Tuhan, apa tawaranMu masih berlaku? Apa doa masih bisa menenangkanku? Astagfirullahal’adzim. Ampuni diri yang menoreh dosa sebab pikiran yang terus berzina. Ampuni otak yang tak bisa lupa untuk mencintai seorang abdullah yang bahkan aku sendiri tak tahu apakah aku jodohnya.
0 notes
Text
Kau percaya Tuhan maha romantis?
Seperti mengejar cahaya di ujung langit mendung, aku kerap kali mengejarmu dan kemudian tersandung. Lagi dan lagi. Kebodohan yang sama terus menerus berputar pada porosnya. Berkali-kali aku terjatuh karena ambisi yang memaksa untuk terus berlari. Aku jatuh pada jalanan berkaca yang seolah berkata:
“Lihatlah dirimu! Sungguh terlihat begitu bodoh. Kau mengejar sesuatu yang semu. Dan yang membuatmu terlihat lebih bodoh adalah kau tahu itu”
Aku terus saja menatap seseorang di balik jalanan berkaca yang ku tahu bukan aku. Dia benar. Langit tak memiliki ujung. Sampai kapan aku mau berlari dan tersandung?
“Ayolah bangun! Kembali ke kehidupanmu! Hidupmu akan lebih berarti jika tak ada sugesti yang memerintahkanmu untuk terus memikirkan dia. Kau percaya Tuhan maha romantis? Semua yang indah akan datang tepat pada waktunya. Entah itu dia, atau orang lain yang sudah ditakdirkan semesta”
2 notes
·
View notes
Text
Tuhan Maha Baik
Hingga kini, sugesti itu masih sama. Aku mencintaiMu yang maha cinta. Aku ingin terus terpesona dengan semua yang Kau ciptakan. Sampai detik ini, aku masih terus ingin bersyukur dan bertafakkur atas keindahan yang tak pernah bisa terukur. Tuhan, bisakah aku mengagumi kepada selain Engkau? Bukan mencintai, sebab sungguh, tak ada cinta selain Engkau. Tapi Tuhan, ada seseorang di kepalaku, seseorang yang terus terlintas setiap kali aku berkedip. kadang aku berpikir, adakah yang salah dengan sistem limbik di otak ini?
Tuhan yang maha baik, di luar ada yang salah atau tidak di otakku. Aku hanya ingin Kau teguhkan hatiku di atas agamaMu.
0 notes
Quote
yaa Muqallibal qulub, tsabit qalbi 'alaa diinik
HR. At-Tirmidzi
0 notes