Photo

Hari menakutkan itu tiba bu, ibu paham betul kan? Sudah beberapa minggu ini ibu selalu intens mengabari tentang kondisi ibu yang sedang drop, saya pun tak melewatkan satu hari pun tanpa mengabari kegiatan saya disini. Saling bertukar kabar lewat chat adalah cara paling nyaman untuk saya, meskipun sebenarnya saya tau ibu menginginkan video call supaya bisa mendengar dan melihat putri bungsunya, maaf bu, begini lebih nyaman :) Sudah berulang kali saya bilang kepada ibu, tak perlu perayaan apapun atas pencapaian yang bahkan tak banyak berarti untuk saya, ibu menolak dan terus seperti itu. Saya pun sadar bahwa sering sekali tidak menjenguk ibu di rumah, sering pula menolak untuk ini dan itu, jika hanya memenuhi satu keinginan ibu untuk tetap mengikuti prosesi terkutuk ini saya masih menolak, saya egois, egois. Mencoba meyakinkan diri untuk mengambil undangan dan menyelesaikan syarat yang ada, semua sudah terlewati, tinggal datang dan duduk ber jam-jam menghabiskan waktu bersama robot lainnya, untung pakaian yang diwajibkan berwarna hitam, setidaknya ada satu hal yang bisa saya nikmati nanti. Meredam diri demi keinginan ibu, sudah dalam kondisi seperti itu masih saja ngeyel mau ikut datang ke acara wisuda putrinya, ternyata sifat keras kepala ini turunan dari ibu ya. Bu, saya yakin tak akan ada efek apapun di acara itu, tidak sedikit pun. Sampai tiba saatnya ibu mengirim pesan yang pada akhirnya memang ibu belum diperbolehkan hadir, saya sudah mempersiapkan semuanya termasuk kondisi seperti ini. Akan lebih baik sebenarnya jika saya pulang, tapi baru kali ini seorang ibu menolak bahkan tidak menerima kepulangan putrinya. "Sedikit lagi nak, abang sama bapak yang datang nanti, baru kamu boleh pulang, ya!" Usaha saya untuk pulang tak pernah berhasil beberapa hari terakhir ini. Dan tak ada tenaga rasanya untuk membantah lagi dan lagi. Pertanyaannya adalah, kenekatan seperti apa yang akan saya lakukan esok? Maaf ibu
7 notes
·
View notes
Photo

PENERIMAAN Bahagia rasanya, bisa kembali bergabung dan merasakan suasana damai ditengah keramaian. Ternyata damai itu tidak melulu me time, di tempat sepi nan teduh, bukan, damai yang aku maksud adalah dikelilingi oleh orang-orang ber-energi positif dengan ketulusan yang nyaman. Kali ini masih juga tentang cerita ku, tapi ditemani sama Evan dan kawan-kawan gemasnya. Beberapa kali aku menolak tawaran kawan sekaligus senior untuk membantunya melakukan aktivitas out door, sampai pada akhirnya setelah prioritas ku selesai aku pun meng-iya-kan ajakannya. Salah satu TK dan KB di Sukoharjo sedang asik melaksanakan kegiatan out door yang dilakukan di Kemuning Karanganyar, tentunya bersama tim kami sebagai tripplanner. Ada beberapa aktivitas yang akan dinikmati oleh anak-anak tulus itu, seperti games, flying fox, petik daun teh, sampai berenang di kolam air gunung lawu, seru baaaaanget!! Semangat mereka terlihat nyata, buktinya dengan cuaca gunung di bulan November mereka masih bisa tertawa lepas meskipun jas hujan tetap menempel ditubuh mereka. Basah, kotor dan lumpur dimana-mana tak jadi masalah sepertinya, seperti Evan yang mencuri perhatian kami. Dia polos, lucu, dan satu yang tidak ingin keluar dari kolam..Heiii Evan! Itu airnya dingin banget kenapa kamu betah disitu? Evan juga lah yang banyak menginspirasi kami saat itu, anak-anak lain sama hebatnya kok dengan Evan, sampai kami dibuat bingung dengan tingkah mereka yang sebentar konyol, sebentar lucu dan tiba-tiba muncul kebijaksanaan disana. Oh God tubuh kecil itu menyimpan banyak kejutan untuk kami, kata-kata yang tak terbayangkan sebelumnya akan keluar dari mulut mungil itu, bahkan tindakan yang patutnya dilakukan oleh orang dewasa, mereka lihai melakukannya. Evan menjadi salah satu peserta yg harus diberi polesan bedak di pipi, dan Evan juga yang cukup sering mendapatkan hukuman itu. Semua temannya tertawa puas, dan salah satu guru bertanya kepada Evan "Kamu dihukum terus kenapa malah tertawa?" "Karena yang lain tertawa bunda" Ya! Evan menyukai tawa teman-temannya, Evan menganggap semua tertawa karena bahagia dengan tingkahnya, senang dengan dirinya. Sederhana sekali pemikiranmu Evan, tak perlu waktu lama untuk membahagiakan orang di sekitarmu, tak butuh banyak materi untuk sekedar membuat mereka menganggapmu ada, yang kamu lakukan hanyalah penerimaan yang lapang. Menerima untuk sekedar memberi kebahagiaan kepada yang lain, selama tak ada satu pun yang merasa dirugikan, aku rasa penerimaan itu sah saja hukumnya, you did it well Evan. Semuanya belajar darimu, simple dan kami mudah menangkap pesan tulus itu. Terkadang hanya untuk bisa menerima saja kami orang dewasa harus melewati emosi dulu, atau bahkan melukai diri sendiri dulu, tapi kamu melakukannya tanpa beban. Penerimaan yang lapang akan jadi PR untuk kami, dalam hal apapun. Terimakasih Evan dan kawan gemas lainnya :)
0 notes
Text
Rindu adalah pelanggan setia saat sepi jadi bintang utama
2 notes
·
View notes
Text
kangen (lagi)
Masih suasana liburan, libur kuliah, libur terpanjang sebelum memulai kembali, intinya suasana yang pas banget buat selonjoran di sofa nonton tv dengan remote ditangan kiri dan biskuit ditangan kanan all day long. Yang kayak begini nih aku sebenernya menikmati banget, tapi kalau terlalu lama juga nggak enak, nggak ada aktivitas lain bikin bosen, finally nulis tumblr aja kalau gitu (mau revisi kapan?mau submit kapan? ). Nulis apa juga awalnya bingung, setelah scroll tulisan sendiri di tumblr, jadi inget sama lanjutan kisah yang ternyata belum usai aku tulis, kisah nggak penting sih tapi ditulis aja lah biar jadi selfreminder suatu saat kalau aku tiba-tiba males. Jadi keinget juga sama pesannya Gita Savitri idola anak muda yang inspiratif banget, entah itu blog nya, vlog nya semua bikin termotivasi, salah satunya yang aku masih inget “nulis atau buat video itu jangan pikirin seberapa likers nya, berapa yang nonton, tapi jika memang kamu suka sama kegiatan itu, ya udah buat aja” yah..kurang lebih kayak gitu pesannya. Nah biasanya yang aku tulis itu kebanyakan sampah doang, kalau yang aku reblog insyaAllah bermanfaat #halah.
Otak ku yang pas-pasan ini berusaha mengingat lagi, lebih dari satu tahun yang lalu, tepatnya Maret 2016 di Jogjakarta. Banyak sebutan untuk kota ini, kenapa begitu banyak istilah yang dapat diutarakan untuk kota ini? Entah! mungkin karena istimewa adalah miliknya, nyatanya aku juga sama saja dengan yang lain, aku menyebutnya PULANG. Aku tidak terlahir di kota ini, tapi semua keluarga dari pihak ibu tinggal disana, sedangkan kedua eyang memang terlahir,hidup dan berkeluarga di kota ini. Rasanya menyenangkan sekali punya tujuan untuk pulang, minimal 1 tahun sekali aku pulang kesana, mudik kebanyakan orang bilang. Ketika aku melanjutkan belajar di kota budaya yang tidak jauh dari Jogja (read:Solo, kuto cilik ning urusan ngangeni ncen ra ono tunggale), aku semakin sering mengunjungi kota Jogja, sabtu minggu jika memang tak ada kegiatan aku lebih memilih pulang ke Jogja, hanya 45 menit jika ditempuh dengan kereta api. Apa yang aku lakukan hanyalah me time, menikmati suasana rumah eyang yang ga pernah ngebosenin, sok-sok an bantuin bude masak, ngambilin matoa punya pakde, lanjut ke kali (sungai) yang bisa ditempuh dengan beberapa langkah saja dari pohon matoa samping rumah pakde (kapan ya punya rumah sampingan sama sungai). Intinya Jogja itu pulang, tempat istirahat hati#eh.
Oke! Perjalanan selanjutnya di Jogja bersama kedua teman ku, lagi. Yupp lagi-lagi bareng mereka berdua, yang satu tahun sebelumnya juga menjadi partner ku di Undip Semarang. Mereka berdua aku bilang gila, gila usahanya, gila tekunnya, gila hebatnya, aku mah gila malasnya aja. Kali ini aku lupa siapa yang pertama kali ngajakin buat ikutan acara ini SCI-FI NEOTRON 2016 yang diselenggarakan di Universitas Gajah Mada. Soal perjuangannya hampir sama dengan sebelumnya, tanpa pembimbing dalam pembuatan proposal, kesulitan nyari dana, dan bahkan kami sempat meminta tambahan waktu ketika mendengar bahwa kami lolos kepada panitia untuk registrasi ulang beserta pengiriman proposal kami. Parahnya ketika diberi kesempatan 2x24 jam untuk pengiriman, kami yang waktu itu terkendala tanda tangan dosen, baru bisa mengirimkan proposal bukti orisinalitas tepat hari H penutupan. Panitianya baik lah untungnya, kami aja yang manajemen waktunya kurang *hiks.
Selama 3 hari kami disana, hari pertama kami mengikuti seminar di auditorium FK UGM, tema yang diangkat tentang pengetahuan dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan SDG’s (Sustainable Development Goals), dibawakan oleh beberapa pembicara yang salah satunya adalah dosen. Hari kedua perlombaan di mulai, dalam sehari ada beberapa lomba yang berlangsung, seperti karya tulis ilmiah, dietitian contest, dan diselingi dengan diskusi ilmiah bersama salah satu entrepreneur yang sharing tentang usahanya membuka catering sehat setelah lulus dari S1 gizi, ada juga yang sukses dengan usaha berjualan herbal, bermula dengan memungut kulit mahoni yang terserak di jalanan dan akhirnya beliau bisa menjual herbalnya hingga ke luar negeri, sangat menarik. Setelah itu kami pun berjalan ke gedung Ismangoen lantai 3 dimana lomba karya tulis ilmiah dimulai. Kami bersyukur bisa ditemani oleh 2 orang delegasi dari almamater yang sama, mereka memasuki ruangan dan menyaksikan selama perlombaan berlangsung, sebuah semangat tersendiri waktu itu (bilang aja grogi). Diruangan tersebut lagi-lagi hanya kami bertiga swasta yang nyangkut disana, kami kembali merasakan atmosfer yang sama seperti dulu, ter te kan L. IPB, UGM, UNDIP dan UI mereka memberikan presentasi yang luar biasa, ide yang disampaikan pun tak habis pikir aku melihatnya. Sungguh banyak kesempatan kami untuk belajar disini, ya gini nih enaknya bisa melihat dunia luar lewat diskusi dengan banyak kepala yang menyimpan potensi, lalu entah kapan dan apa yang terjadi jika isi kepala itu meledak . Beruntung sekali ketiga juri adalah sosok kritikus yang sangat inspirtif, karena selain mengkritik dan member saran, ketiganya sangat mengapresiasi setiap ide yang kami semua sampaikan, bahkan tak sedikit tawaran untuk mematenkan dan melanjutkan ide itu dalam sebuah usaha bidang gizi. Oh iya kami juga ada city tour ke Sendratari Ramayana di Prambanan, beruntung lagi nih kami bisa foto bareng pemeran utama Rama dan Shinta yang ternyata Shinta diperankan oleh mahasiswi cantik salah satu universitas negeri di Jogja, masih semester awal tapi prestasinya luar biasa, bakat yang dia punya ternyata sudah diasah sejak kecil degan seringnya mengikuti perlombaan tari, memang benar bahwa tak ada usaha yang sia-sia, hanya butuh sabar dan tekun, *lah jadi sok bijak
Kali ini kami juga belum berhasil membawa pulang piala, tapi kami beruntung masih bisa mendapatkan kategori teraktif waktu itu. Setidaknya nggak malu-malu amat pas pulang haha *apasih. Intinya bukan disitu, tapi pengalaman 3 hari singkat itu yang kami bisa bagi ke adek tingkat untuk memberikan sedikit semangat kepada mereka, semangat untuk lebih baik, berjuang lebih keras lagi untuk mancari sebanyak-banyaknya ilmu dan pengalaman, yang selama ini belum maksimal kami usahakan (eh aku aja deng bukan kami). Terlebih bisa diceritakan ke anak nantinya “dek mama pernah tersandung di depan perwakilan mahasiswa seluruh Indonesia” nah…nyakitin kan? Dan pada akhirnya anak aku nanti bakalan ngejawab “mah..kayak gitu gak usah diceritain, malu-maluin aja” -_-“
1 note
·
View note
Text
Rumah
Bagaimana jika aku ingin mendefinisikanmu sebagai rumah?
Rumah sepertimu adalah saat aku menerima jauh lebih banyak dari yang kuberikan.
Rumah sepertimu adalah saat aku merasa aman dan dapat kembali baik-baik saja setelah banyak rutukan dan keluhan pada hari-hariku.
Rumah sepertimu adalah saat aku selalu menjadi yang pertama tahu akan kebaikan maupun keburukanmu tanpa harus aku bertanya lebih dulu.
Rumah sepertimu adalah saat aku tak lagi merasa perlu mengenakan topeng untuk menutupi kurangku, karena tanpanya pun kamu sudah menerima lebih dan kurangku.
Rumah sepertimu adalah saat aku terus bergerak menjadi lebih baik karena ingin selalu memberikan yang terbaik untukmu.
Rumah sepertimu adalah saat aku tidak lagi hanya menyampaikan rasaku dengan tiga kata saja, melainkan menggantinya dengan sikapku kepadamu.
Dan rumah sepertimu adalah saat aku juga merasa telah menjadi rumah.
Hujan Mimpi
416 notes
·
View notes
Text
Terburu-buru Jangan
Jangan Terburu-Buru
Jangan terburu-buru merasa telah mengenali seseorang hanya karena membaca tulisan-tulisannya. Sebab, kamu mungkin tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik tulisan-tulisan itu. Dengan membaca tulisannya, yang bisa kamu lakukan adalah menangkap makna dan mencoba memahami apa yang sedang ditulisnya, bukan menelanjangi kepribadiannya.
Jangan terburu-buru merasa telah mengetahui seluruh pola pikir seseorang hanya karena membaca opini-opini yang ditulisnya tentang sesuatu di sosial media. Sebab, kedalaman pola berpikir seseorang tentu tidak sedangkal terlihat dari caranya menulis saja. Ada banyak sekali hal lain yang mungkin diketahuinya dan ia pun memiliki opini tentang hal itu, tapi tidak dituliskannya dalam halaman-halaman sosial media. Dengan membaca tulisannya, yang bisa kamu lakukan adalah mencoba memahami bagaimana pola berpikirnya atas sesuatu, bukan atas segala sesuatu.
Jangan terburu-buru merasa mengetahui bagaimana kabar diri dan hati seseorang hanya karena membaca satu-dua paragraf yang dituliskannya. Sebab, tak ada yang bisa memastikan bahwa kebahagiaan yang dituliskannya berarti kebahagiaan sesungguhnya, juga tak ada yang bisa mengetahui bahwa kesedihan yang disampaikannya berarti kesedihan sesungguhnya. Dengan membaca tulisannya, kamu tengah membaca kabar tulisannya yang bisa jadi memang bukan kabar dirinya yang sesungguhnya.
Jangan terburu-buru merasa telah mengenal dengan baik seseorang yang belum pernah kamu temui hanya karena seringnya kamu membaca tulisan-tulisannya yang entah ia tuliskan dalam kondisi apa. Perkenalan semacam itu belum seberapa, sebab kamu belum pernah melakukan perjalanan, bermalam, dan bertransaksi jual beli dengannya. Kemudian, miris rasanya jika tiga hal itu belum pernah terjadi, tapi kamu sesuka hati menyimpulkan bahwa seseorang yang kamu baca tulisannya itu berkarakter begini dan begitu.
Jangan terburu-buru, ya! ;)
284 notes
·
View notes
Text
Jangan mudah berprasangka, apalagi menyalahkan, tidak..mereka tidak bersalah! Jika saja mereka memahami, atau sekedar tau, mereka pasti akan mengindahkan mu. Tapi jika mereka telah mengetahui dan tetap tidak mengindahkanmu, itu juga bukan kesalahan, tapi keterlaluan. Selfreminder
0 notes
Text
Satu per satu pada akhirnya akan berjalan membawa 'kepunyaan', yang entah berasal darimana kepunyaannya itu, entah dari keringat siapa kepunyaannya itu, entah dari pikiran siapa kepunyaannya itu. Terakhir, penonton tak akan bertanya soal itu, penonton hanya akan memberi tepuk tangan. Selfreminder!
1 note
·
View note
Quote
Bisa tidak, bila memang aku yang tengah kau perjuangkan, diamlah. Sembunyikan saja segala perasaan. Sesulit apapun kau menahan. Cukup saja kau dan Tuhan yang tahu. Aku, jangan dulu. Apalagi telinga-telinga yang seharusnya tidak dulu mendengar. Sebab aku benci berteman dengan yang namanya fitnah. Aku benci bila bertemu dengan gosip tentangku dan kamu.
Kumohon bantu aku, menjaga aku. Sekaligus kamu. (via febriantiambar)
Astaghfirullah
133 notes
·
View notes
Conversation
Abang : dek kedepan bentar dipanggil bapak
Adek : apaan?
Abang : buruan..
Lari lah si Adek dikira bakal dibelikan cilok sama si Bapak
..
Adek : mereka siapa pak? Kok berhenti depan rumah?
Bapak : bapak minta tolong adek bikin teh ya, 4 yang 2 gak pake gula.
...mendadak hening....
Adek : oke pak, bikin doang kan ? Nanti yang ngasih biar ibu aja ya *sambil lari ke dapur
Bapak : ibu tadi ke warung
Mendengar jawaban dari bapak, si Adek cemas
Beberapa menit kemudian si Adek keluar bawa nampan dengan 4 gelas teh seperti yg bapak pesan
Adek : monggo diminum dulu..
Tante : ini pasti Ani ya, uda besar sekarang, masih inget Budi nggak? Temen kecil dulu...yang suka.....kayak pas.....uda nggak pernah......@(#+#&&+@()
Adek : hehe iya tante *cengar cengir berharap jangan sampai muncul pertanyaan terkutuk -_-
....
Tante: sudah semester akhir ternyata, Budi sekarang sudah lulus lho, tapi ya gitu belum nemu jodohnya
Adek : oh gitu ya tante hehe
Tante : Ani uda punya calon belum? Kapan2 main kerumah lah main sama Budi
Adek : .......Terlalu sadis caramu....*ani persembahkan lagu untuk Bapak
1 note
·
View note
Photo



PASAR TRIWINDU SOLO
Sudah menjadi agenda rutin untukku pribadi, ketika aku akan pulang kerumah pastilah aku mampir kesini, pasar antik aku menyebutnya. Menginjak tahun kedua belajar di kota budaya ini, aku mulai mengenalnya, tidak sengaja menemukannya ketika aku tersesat waktu itu. Rencana awal hanya ingin mengetahui lokasi gedung dakwah yang lumayan ramai setiap ahad pagi *tidak usah sebut merk. Namun seperti biasa aku terlambat, kesiangan membuatku tak bisa memasuki gedung itu, ketika yang lain berbondong-bondong hingga menyiapkan tikar di luar gedung demi menuntut ilmu, aku hanya ingin melihat kondisi gedung itu, cukup melihat,tidak lebih, tapi sayang aku belum bisa masuk kedalam karena dipenuhi dengan lautan orang. BTW lokasi pasar Triwindu ternyata tepat berada di samping gedung dakwah itu, aku yang gagal memasuki gedung itu akhirnya melangkahkan kaki ke seberang gedung. Dari sana aku mulai tertarik dengan adanya bangunan yang terbuat dari kayu, tidak terlalu terlihat jelas karena posisinya sedikit jauh dari pinggir jalan. Pasar Triwindu tidak seperti pasar pada umumnya, apa yang kalian bayangkan? Ramai? Sesak? Bau ikan dimana-mana? Sama sekali jauh dari kata Pasar.
Dalam pandangan dan pikirku waktu itu, tempat ini justru mirip museum, sepi, tak banyak pengunjung dan pembeli, bahkan banyak kios yang tidak ada penunggu/ pemiliknya. Kondisi di dalam memang terdapat kios-kios yang membedakan setiap barang yang dijual, beberapa tempat terlihat remang dan tidak terurus, bau oli dan debu juga kerap menyengat hidung kala aku memasuki lorong bagian kios besi dan furniture. Tidak semua tempat berbau seperti itu, kios yang menjual kain tenun, topeng, kaset tape lawas, batik, lukisan tua, pernak pernik kaca jaman dahulu, lampu gantung tua, dan masih banyak barang-barang antik yang mampu menghipnotisku untuk betah berada di dalamnya. Di pasar ini untuk mendapatkan barang bisa melalui jual beli atau bisa juga dengan barter, harganya pun sesuai dengan umur barang, semakin lama barang itu semakin mahal pula harganya.
Hal yang juga membuatku nyaman disana yaitu para penjual disana sangat ramah, bahkan ketika aku sering berkunjung kesana bukan untuk membeli melainkan hanya melihat dan mengambil beberapa foto, mereka sama sekali tidak berkeberatan, tidak jarang mereka menceritakan umur barang dan bagaimana barang itu bisa mereka dapatkan, semua itu mengalir begitu saja tanpa aku meminta untuk diceritakan. Ah memang benar aku rasa, orang solo ya seperti ini, ramah. Karena merasa malu terlalu sering kesana tapi tidak membeli apapun, akhirnya terakhir aku kesana aku memutuskan untuk membeli satu barang yang mampu menyita waktu ku untuk memandanginya. Sendok berbentuk hati rangkap 5 dengan ukuran bertingkat dari ukuran besar sampai terkecil, dan disetiap sendok itu terdapat tulisan belanda, aku tidak tau artinya, menurutku itu lucu, bisa jadi akan menghiasi kamar kos ku kelak atau bahkan bisa saja aku gantung di ransel ku, karena ukuran sendoknya tidak sebesar sendok pada umumnya, jadi pada akhirnya aku menjadikannya gantungan kunci. Oh iya satu yang tidak pernah absen dari tangan usil ku, mesin ketik tua yang selalu aku mainkan ketika berkunjung kesana, aku sampai merekam suara mesin ketik itu.
Entah kenapa sampai sekarang seperti tak ada bosan – bosannya aku kesana, padahal tidak ada yang berubah dan barangnya pun itu-itu saja. Mungkin karena suasana yang tidak terlalu ramai sehingga ketika aku menaiki tangga dan melewati lorong sampai terdengar langkah kaki ku menggema diruangan. Satu lagi hal yang menarik disana yaitu banyak spot bagus untuk di foto, spot dengan background barang-barang antik sangat mudah ditemukan disana, tentunya gratis. Yuk main kesana sama aku
7 notes
·
View notes
Photo

Kangen Fase 1
Daripada bingung mau revisi apa lagi, dosen juga susah ditemuin, gak buruan dikoreksi pula #curhat, yaudah ngetik yang lain aja, ngetik masa lalu yang lagi dikangenin apalagi sekarang mahasiswi tingkat akhir ini sedang menunggu kapan bisa diperbolehkan submit penelitiannya.
Aku mulai dari tahun 2015, dua tahun yang lalu, tepatnya waktu itu bulan….dulu bulan…bentar…lupa akunya, pokoknya dulu aku lagi males-malesnya kuliah, jarang masuk kelas dan pelarianku adalah mencari kegiatan di luar kampus, ya apapun kegiatannya asal tetap ingat jati diri sebagai muslimah, gitu kan ya?. Aku yang dipandang seperti bukan anak kuliahan waktu itu oleh kawanku gara-gara jarang kelihatan di kampus, diajaklah aku buat ikutan daftar karya tulis ilmiah dan debat inovasi, tujuan awal dia ngajakin sebenernya bukan karena rasa pertemanan, TAPI ……ah sudah lah
Aku langsung tertarik tuh diajakin daftar, bikin proposal, nyari dana, nyari dosen yang mau bimbing (faktanya kami jalan sendiri gak pake dosen pembimbing). kenapa aku tertarik? Kan menyita waktu banget ikutan acara kayak gitu, butuh pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran, hati gak perlu dikorbanin, MAHAL!. Alasan terbesar adalah karena hadiah utamanya, aku paling suka kalau disuruh ngerjain sesuatu tapi ada hasil nyata yang bisa aku dapat, nggak melulu materi, apapun yang penting jangan sampai apa yang aku lakuin unfaedah (?).
Gak semudah yang aku pikir, terutama dalam hal nyari dana buat registrasi setelah dinyatakan proposal kami lolos. Aku sempat bingung mau bilang ortu takut jadi beban, aku udah sampai tahap ini, gak mungkn mundur, pikirku saat itu. Akhirnya aku ambil uang jatah bulanan ku, biaya daftar waktu itu hampir separuh dari uang bulanan ku, mau gimana lagi, namanya juga berkorban. Sedikit curhat lagi nih, di kampus ku memang susah soal pendanaan kegiatan diluar UKM, apalagi ini keputusan sepihak alias kami sendiri yang inisiatif buat ikutan acara ini, endingnya kami pakai uang pribadi karena deadline pembayaran. Bodo amat nanti mau makan pake uang darimana yang jelas aku bisa registrasi dulu, ngutang di warung bunda juga masih boleh (astaghfirullah).
Nah..akhirnya semua persyaratan udah terpenuhi, saatnya berangkat ke Semarang. Oh iya ini acara namanya DIPONEGORO SCIENCE CHALLENGE dilaksanakan di Undip Semarang. Acaranya gak cuma debat dan inovasi ilmiah aja sih, ada city tour juga di beberapa spot di Semarang. Kalo nggak salah 3 harian kami disana, lupa udahan, ternyata waktu itu kami satu-satunya universitas swasta yang lolos di acara ini. Cuma satu yang muncul di kepala ku saat itu, aku ikutan acara ini karena modal iseng, sekarang aku merasa terjebak di dunia orang-orang berotak encer, nah otak ku aja pas pasan Ya Allah kesalahan apa yang aku buat ini . Down Syndrome kali ya wkwkw bukan ding naudzubillah, pokoknya rasanya down aja waktu itu.
Semua berjalan normal, karena pada awalnya kami sudah down dan tak mau mengharapkan apapun lagi selain cepat pulang cepat kembali jangan pergi lagi, eh…ya gitu deh kami udah pasrah, singkatnya kami banyak mendapatkan pengalaman, teman baru dan ilmu baru disana, belum beruntung mendapat piala.
Rasanya setelah di flashback jadi kangen ngampus, kangen wira wiri, kangen ikutan kegiatan yang bikin bisa alasan bolos praktik hahaha, sekarang ada hikmahnya juga sih, jadi bisa mengabadikan momen lewat tulisan, dulu..jangankan nulis tumblr, mau nulis laporan praktik aja kudu nunggu diatas jam 10 malam (ah muncul pleno dipikiranku). Gitu dulu aja deh, next time aku tulis lagi yang lain, sekarang sudah sedikit terobati kangennya, tapi kangen sama kamunya belom
1 note
·
View note
Text
Penikmat proses
Belajar memang tak hanya a-z, lebih dalam dari itu, lebih luas. Seharusnya bukan hanya menerima tapi juga menemukan, bagaimana bisa menemukan jika menerima saja terasa tak pernah cukup? Selama ini saya tak pernah memulai sesuatu dengan tahu,mengerti, apalagi paham, semua serba nol besar. Saya juga tidak jarang menemui batu besar yang mengharuskan saya untuk melompatinya terlebih dahulu, jika tidak bisa lompat saya harus memanjatnya. Mungkin diluar sana beberapa bisa dengan mudah mendapatkan sesuatu yang mereka cari, dan untuk mencapainya pun bukan hal yang sulit. Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Bagaimana bisa semudah itu? Ketika melihat orang lain lebih mudah mencapai satu titik, itu hanya cover. Proses yang mereka jalani itu tidak semudah yang terlihat. Tiba-tiba muncul pernyataan " dia terlahir sempurna, wajar jika semua berjalan lancar". Hey stop! Masing-masing punya ujian yang berbeda, punya kapasitas penerimaan yang berbeda, punya kelapangan hati yang berbeda, jangan disamakan!. Saat ini mungkin gagal, besok belum tentu, lalu kapan sampai? Kenapa tidak coba dinikmati dulu? Proses yang harus dijalani itu tidak butuh tepuk tangan orang lain, tidak butuh gunjingan bahkan pujian, bersabarlah. Tuhan pasti siapkan sesuatu dibalik setiap kesukaran, meskipun terasa sangat berat dan tak kunjung sampai, ujian besar ini punya makna istimewa. Tuhan berikan ujian sesuai porsi si penerima, jika memang orang lain terlihat lebih mudah, mungkin setiap kita lebih bisa bersabar dalam proses, lebih baja. Jika diberi kelengkapan kedua belah mata kenapa harus menilai dengan kedua telinga saja? Melihat dan mendengar itu perlu, kebijaksanaan kerap muncul dari keduanya. Bismillah saya masih berusaha :)
2 notes
·
View notes
Text
Nomaden
Ini adalah penyakit! Ya penyakit yang ada dalam diriku. Salah satu kawan yang sedang berproses mengenalku(begitupun sebaliknya) menanyakan hal-hal yang menurut orang lain mungkin aneh, tapi buatku itu pertanyaan yang entah kesekian kalinya aku dengar "Ajeng semalem tidur mana? Kok pagi-pagi buta buka pintu kamar?" "Lho kamu jalan sambil tidur?" "Baju mu ada di kamar kikek tuh, mau di bakar ato di pake lap pel aja?" "Alat mandi uda banyak banget, tiap kamar ada, cowok satu pun kagak punya buk?" -_- "Ini ransel isinya kebanyakan pakaian dalam sama alat tempur, buku-buku lo kemanain jeng?" .........-@%$+@&)$@+&@& Pertanyaan yang lebih nyessss juga ada tapi ya uda sih ya, jawab seluangnya, gak sempat jawab kasih senyum ajahh Bukan bermaksud membuka aib, tapi ada saran atau kritikan untuk orang yang kesulitan menetap di satu tempat dalam waktu lama? Aku bisa tidur dimanapun, berdiri pun sangat mungkin jika memang aku ngantuk (asal ada senderan aja), tiba-tiba datang ke kamar atau rumah seseorang untuk sekedar meletakkan ransel lalu merebahkan badan kemudian bisa saja pergi tanpa permisi, isi ransel itu macem-macem uda kayak mini home ku. Parahnya di kamar teman-teman dekat ku pasti ada minimal 1 barang ku, tak jarang aku punya barang pribadi lebih dari satu karena aku sering sengaja meninggalkan di tempat lain yang akan aku singgahi kembali nanti. Sudah itu dulu, aku mau ke pom bensin dekat hypermart, kali aja handsinitizer ku tertinggal disana -%#&-@+@+-#-%$
1 note
·
View note
Photo

S I M B O K
“Mbok, kita kan sekarang cuma tinggal berdua, kenapa simbok tetap masak segitu banyak? Dulu waktu kita masih komplet berenam aja simbok masaknya selalu lebih. Mbok yao dikurangi, mbook…ben ngiriit..” kataku dg mulut penuh makanan masakan simbokku siang ini: nasi liwet anget, sambel trasi beraroma jeruk purut, tempe garit bumbu bawang uyah, sepotong ikan asin bakar, dan jangan asem jowo. Menu surga bagiku.
Sambil membenahi letak kayu2 bakar di tungku, simbok menjawab, “Hambok yo ben toooo…”
“Mubazir, mbok. Kayak kita ini orang kaya aja..” sahutku
“Opo iyo mubazir? Mana buktinya? Ndi jal?” tanya simbok kalem. Kadang aku benci melihat gaya kalem simbok itu. Kalo sudah begitu, ujung2nya pasti aku bakal kalah argumen.
“Lhaa itu?, tiap hari kan yo cuma simbok bagi2in ke tetangga2 to? Orang2 yg liwat2 mau ke pasar itu barang??” aku ngeyel.
“Itu namanya sedekah, bukan mubazir.. Cah sekolah kok ra ngerti mbedakke sodakoh ro barang kebuang..”
“Sodakoh kok mben dino?! Koyo sing wes sugih2o wae, mbooook mbok!” nadaku mulai tinggi.
“Ukuran sugih ki opo to, Kir?” Ah, gemes lihat ekspresi kalem simbok itu!
“Hayo turah2 le duwe opo2..Ngono we ndadak tekon!”
“Lha aku lak yo duwe panganan turah2 to? Pancen aku sugih, mulo aku iso aweh…”.
Tangannya yg legam dg kulit yg makin keriput menyeka peluh di pelipisnya. Lalu simbok menggeser dingkliknya, menghadap persis di depanku. Aku terdiam sambil meneruskan makanku, kehilangan selera utk berdebat.
“Le, kita ini sudah dapat jatah rejeki masing2, tapi kewajiban kita kurang lebih sama: sebisa mungkin memberi buat liyan. Sugih itu keluasan atimu untuk memberi, bukan soal kumpulan banda brana.
Nek nunggu bandamu nglumpuk lagek aweh, ndak kowe mengko rumongso isih duwe butuh terus, dadi ra tau iso aweh kanthi iklas.
Simbokmu iki sugih, le, mben dino duwe pangan turah2, dadi iso aweh, tur kudu aweh.
Perkoro simbokmu iki ora duwe banda brana, iku dudu ukuran. Sing penting awake dewe iki ora kapiran, iso mangan, iso urip, iso ngibadah, kowe podo iso sekolah, podo dadi uwong.. opo ora hebat kuwi pinaringane Gusti, ing atase simbokmu iki wong ora duwe tur ora sekolah?”, simbok tersenyum adem.
“Iyo, iyoooooh..”
“Kowe arep takon ngopo kok aku masak akeh mben dino?”
“He eh.”
“Ngene, Kir, mbiyen simbahmu putri yo mulang aku. Jarene: "Mut, nek masak ki diluwihi, ora ketang diakehi kuwahe opo segone. E….mbok menowo ono tonggo kiwo tengen wengi2 ketamon dayoh, kedatangan tamu jauh, atau anaknya lapar malam2, kan paling ora ono sego karo duduh jangan..”.. ngono kuwi, le.
Dadi simbok ki dadi kulino seko cilik nyediani kendi neng ngarep omah kanggo wong2 sing liwat, nek mangsak mesti akeh nak ono tonggo teparo mbutuhke. Pancen niate wes ngunu kuwi yo dadi ra tau jenenge panganan kebuang2… Paham?“
Aku diam. Kucuci tanganku di air baskom bekas simbok mencuci sayuran. Aku bangkit dari dingklikku di depan tungku, mengecup kening keriput simbokku, trus berlalu masuk kamar.
Ah, simbok. Perempuan yg ngga pernah makan sekolahan dan menurutku miskin itu hanya belajar dari simboknya sendiri dan dari kehidupan, dan dia bisa begitu menghayati dan menikmati cintanya kepada sesamanya dg caranya sendiri.
Sementara aku, manusia modern yg bangga belajar kapitalisme dgn segala hitung2an untung rugi, selalu khawatir akan hidup kekurangan, lupa bhw ada Tuhan yang menjamin hidup setiap mahluk yg bernyawa.
Simbokku benar, sugih itu kemampuan hati utk memberi utk liyan, bukan soal mengumpulkan utk diri sendiri.
Semoga betmanfaat.
44 notes
·
View notes
Text
Resign
Ku kira memasuki dunia gizi itu fokus di makanan, semula. Aku yang 3tahun lalu sempat menjadi kulinerers (mikir lama…2 jam berlalu..) akhirnya kecemplung juga di program studi gizi dengan praduga bersalah (?), nol besar intinya saat memilih studi tersebut. Karna memang tak terselip sedikitpun dalam list to do daaaannnn sebenarnya aku bukan lah aku saat itu.ehh udah malah curhat.
Selama menjalani perkuliahan (merasa benar-benar kuliah kira-kira semester 5) aku mencoba ikut arus saja, sempat shock gara-gara itu tadi, yang awalnya aku kira bakal belajar soal makanan dan makanan, eh ternyata ketemu lagi sama matematika *duh, ketemu juga sama kimia *hiks, gak ketinggalan ada skill lab dengan laporan sejak semester awal *ngusapingus. Aku bertanya kepada Allah “ ini salah jurusan, serius ini kesalahan, aku harus bagaimana Ya Allah?”. Pernah juga aku mencoba ikut tes namanya sbmptn, untuk merasakan bagaimana rasanya daftar lewat jalur tes seperti itu, yaaa ternyata rasanya sakit juga, gak ketrima soalnya. Ketika mencoba daftar jurusan lain di sela-sela aktivitasku menjadi mahasiswi gizi dan gak hoki juga ternyata, aku memutuskan untuk mengenal dan mencintai gizi di semester 5 (proses taaruf kelamaan, dosa gak ya?). Fix aku mulai nyaman, semakin menua semakin jadi, di semester atas mulai fokus dengan klinik, penyakit, diet, dan praktik pun menjadi lebih menyenangkan, karena terjun langsung ke pasien dan masyarakat.
Meskipun dunia gizi mulai terasa manis, nyatanya asam garam dan getir itu akan tetap ada sebagai bumbu. Dosen disini berperan sebagai bumbu. Ini nih dosen A anankastik bikin hectic, dosen B baik sih tapi ada waktunya, dosen C masyaallah buat menemui beliau itu butuh upaya yg gak biasa, dosen D….ah sudahlah, yg jelas disini tempat ujian dimulai, dosen A sebagai tokoh utama.
Bertahun-tahun dosen A mengajar, sejak 1997- sekarang katanya, tapi beliau bukanlah nyonya menir, beliau terkadang juga masih terlihat duduk di kursi. Waahhh beliau ini sosok idola ketika baca CV nya yang tak kunjung usai, tapi fakta terbaru beliau di demo oleh mahasiswa satu angkatan. Bagaimana bisa??? Tak usah membicarakan aib, badai pasti berlalu. Akhirnya singkat cerita dosen A ini, dosen dengan tingkat perfeksionis yang moderate…eh tinggi, dosen dengan sejuta karya, dosen klinik ter…., dosen paling idealis menurut penulis pribadi, yang selalu hafal sama mahasiswa yang ter…., beliau memutuskan resign.
Gak tau mau berekspresi seperti apa,,tapi perkuliahan yang beliau bawahi selama ini gak main-main. Berbobot dan disiplin adalah beliau, profesional dan efisien adalah beliau. Ilmu yang dibagi tak akan ada habisnya bu, itu yang aku yakini. Bersama dengan kabar itu, aku mulai memikirkan skripsi ku, apa kabar kamu nak? Bagaimana nasibmu? Jika beliau sebagai pengampu, Kepala Program Studi, Pintu akses persetujuan ACC proposal, memutuskan untuk resign. Ada yang bisa bantuin jawab?
Bye aja, sekedar lewat mau curhat adanya cuma tumblr, gak penting banget ini apaan. Kembali tidur……
3 notes
·
View notes