adeiswd-blog

[adeiswd-blog]

Sumpah, jangan buat aku seperti dulu lagi ya..

[adeiswd-blog]

Puncak Pato

[adeiswd-blog]

Ketika antara kesenangan dan kesakitan tidak bisa dibedakan maka itulah kenikmatan sex tertinggi

De sade

[adeiswd-blog]

Muntah negeri yang tertelungkup

Aku terlahir di Tanah perjuangan nenek moyangku. Luka darah yang terkoyak disiapkan untuk perlawanan demi anak cucu. Rasukan kemiskinan dan derita sampai lupa diri, nyata bagai roh baru yang mendiami jasad kekar akan kebebasan. Berlarian, teriakan dan tangisan tengah malam di usap dengan tangan yang berlumuran lumpur merah. Aku bangsaku, aku Negaraku dan aku sejarahnya bukan dia, mereka dan kalian sang penjelajah. Tanah ku dipupuk dengan air keringat pahlawan dan pejuang. Laut ku di hempas oleh ombak kesatria dan kejantanan menolak untuk dipaksa dan dihiasi bidadari pasir putih yang kemayu tapi tajam dan bisa menusuk sampai melukai. Hutan ku lebat dan hijau dicerminan pemikir kemajuan bangsa. Dan bila dipejamkan mata, udara ku dibumbui kemajemukan dari sabang hingga merauke bukti unjuk persatuan yang kekal. Tidak! Menjadi budak ditanah sendiri, pantang sipendatang duduk dikursi emas. itu isyarat sumpahku dan janjiku garuda akan selalu mencengkram Bhineka dan membawanya terbang dan mengitari merah putih Tunggal Ika. Ideologi bangsa pantang dibayar dengan manisnya madu negri orang, pancasila mengikrarkan sehatnya batang tubuh negara yang kemilau bak mutiara didasar lautan. Sehingga tersilaukan mata sipejalan kaki. Disorot, diteropong bahkan diulurkan menu yang menarik kedalam jengkal lalu digenggam hingga kita terjepit dan sesak dinegeri yang bahari ini. Kebanggaan bangsa dalam harmoni kemajemukan berada dalam genetik dan hidup tiap denyutan nadi ranah Indonesia. Dimensi kemajemukan itu mengusung dalam setiap hentakan yang dihadapi tanah surga kata mereka. Perbedaan menghantui setiap perjalan panjang menuju bangsa yang sejahtera dan makmur. Pertikaian disalib diantara jurang-jurang kebhinekaan Indonesia Raya. Dan hukum berdalih dalam nyanyian itu. Siapa dibalik segalanya, apa mungkin budak-budak berdasi? Atau putihnya Kaum-kaum bersorban? Bahkan bisa mungkin masyarakat yang beradat? Andaikan ada yang lain, Jawabannya aku simpan untuk kalian. -swd-

[adeiswd-blog]

Understanding

Bila jarak yang membuat kita terpisah jauh maka jadikanlah itu semua pengingat tentang diriku Bila waktu yang sedikit kita miliki untuk bertemu maka biarkanlah waktu itu tersimpan lama dalam fikiranmu Dan jua bila ingatan ku tak mampu ingat selalu dengan dirimu karena kesibukanku maka disanalah kebijaksanaan perasaan kita untuk memahami bagaimana mencintai seseorang Aku belajar banyak disini bagaimana rasanya jauh darimu, bagaimana berjalan tanpa ada kamu, namun aku kuatkan hatiku selalu berasamamu. Ingin aku selalu bersama mu setiap saat namun itu pula yang akan membuat kita resah dan mungkin berujung bosan. Aku teringat perkataan mentorku ; cinta dan mencintai itu tidak ada batas. Berarti waktu, jarak dan kesibukkan bukan hambatan kita untuk saling mencintai dan aku percaya semua itu! Aku sudah banyak berjanji padamu maka janjiku akan kutepati padamu. Lupa aku menyapamu, aku tutup dengan selamat malam Nadia berilah cinta ketika kamu mengingatku...

[adeiswd-blog]

Dia tetaplah wanita biasa. Saat orang melihatnya begitu tegas menghadapi apapun, orang-orang tidak tahu seberapa besar perjuangannya untuk membujuk diri sendiri sabar, membujuk dirinya untuk melepaskan, melupakan, dan semua hal yang ringan dikatakan tapi berat dilakukan. Karena bila bicara tentang penerimaan yang tulus, hanya yang bersangkutanlah yang tahu seberapa ikhlas dia berdamai dengan sesuatu.

Tere Liye (2016)"Tentang Kamu"