76ipan-blog

[76ipan-blog]

Bukan sejarah yang terulang kembali, melainkan pola sejarah itu yg kembali terulang. Rumah adat Jawa (Joglo) memiliki "Soko Guru" 4 buah tiyang yg menyangga sbg inti kekuatan rumah joglo, 4 tiyang ini merupakan gambaran 4 penjuru mata angin dan manusia berada pada titik perpotonganya, sedangkan Joglo sendiri yg menunjuk pada atap rumah yg menyerupai gunung, mengapa demikian? tak lain dan tak bukan karena gunung dianggap tempat tertinggi dimana disana adalah singgasana para dewa dengan arti yg sederhana puncak gunung adalah tempat yang suci. Ini sebuah kronologi sejarah, sesuatu peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terkait dengan Mikrokosmos dan Makrokosmos. Kini di era serbaneka ini, pola itu kembali terulang, tyang rumah di ikat dengan selembar kain jarik (batik) orang Jawa menyebutnya "Sewek" pada saat hujan lebat desertai angin kencang. Hal ini dengan tujuan agar tyang rumah menjadi kuat dan tak akan roboh. Inilah yg disebut kosmologi orang Jawa, entah yg lalu ataupun sekarang msyarakat Jawa umumnya meyakini antara Mikrokosmos (jagad alid) kekuatan diri sendiri dan Makrokosmos (jagad gede) kekuatan alam semesta. "Tak ada yang lebih kuat dari kelembutan, tak ada yang lebih lembut dari kekuatan yang tenang" ~Soedirman~

[76ipan-blog]

Karena bahagianya tak cukup hanya dengan ungkapan :D

[76ipan-blog]

Lawan Sastra Ngesti Mulya ~Ki Hajar Dewantara~ Pendidikan karakter sejak dini, dimulai dr hal yg ringan, seperti halnya tamasya, dalam dunia pendidikan merupakan salah satu metode menunjukan sebuah realita bahwa Indonesia itu kaya, ya memang benar kaya Budaya, Sejarah, dan Sumber dayanya. Terlebih kesadaran akan kekayaan Sejarah dan Budaya haruslah dimulai sejak dini, agar kita bangsa Indonesia punya harapan pada generasi setelah kita menjaga dan melestarikanya.

[76ipan-blog]

Usia bukan halangan untuk sebuah hobi, Fun Bike Paingan Kabupaten Blitar. Never Stop Adventure Opa... #funbike #biker #adventure

[76ipan-blog]

Djawa Dwipa, di tempat ini sesungguhnya kaya akan filosofi namun, perkembangan hingar bingar masyarakat pasca sistem feodal hingga detik ini, kekayaan (filosofi) susah bertemu dengan hati jikalau hati tak benar benar berusaha memahami. Suatu musim dimana langit labil dengan air matanya, sang petani membunyikan pita suaranya "iki seng ngisor sandange, seng nduwur papane" (ini yang bawah pakaiannya dan yg atas makanannya) sambil memegang satu tanaman jagung. Mungkin, dua bauh jagung dalam satu tanaman diibaratkan, satu buah untuk kebutuhan primer dan satu buah lagi untuk kebutuhan sekunder. Sekali lagi Djawa Dwipa.

[76ipan-blog]

Merah darahku putih tulangku itulah kita wahai junior :D

[76ipan-blog]

Kafein, protein, karbohidrat dan pelengkap sejuk paru paru (Oksigen) #citycare #green #greenpeace #verticalgarden #malanghijau #indonesiahijau

[76ipan-blog]

Satu satu tunas muda bersemi Mengisi hidup gantikan yang tua Tak terdengar tangis tak terdengar tawa Redalah redalah Waktu terus bergulir Semuanya mesti terjadi Daun daun berguguran Tunas tunas muda bersemi #songofiwanfals

[76ipan-blog]

Sederhana saja, hari itu aku bahagia, kembali melintasi masa kecilku. "TOS" kata itu simbol abadi persahabatan dengan teman sebaya. Kini hal itu ku ulang lagi dengan mereka, iya mereka adik adik penerusku kelak. Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpimu "Hirata" ya... bermimpilah dan wujudkan dengan caramu sang pengibar merah putih. (di Perkebunan Teh Wlingi_Blitar)

[76ipan-blog]

Hai... adik manis...Tarikan jemarimu, ekspresikan imajinasimu, wujudkan mimpimu. dan lalu buatlah bangga orang tuamu. Itulah dirimu wahai adik manis. #kelasinspirasiblitar2 #kelasinspirasi #indonesiamengajar

[76ipan-blog]

Ah saya hampir lupa. Cita-cita saya kan ingin jadi penulis novel sejarah klasik. Menulis tentang tokoh tak tersebutkan di buku sejarah kerajaan. Cem tentang Panji Saprang.

Tidak familiar ya nama Panji Saprang? Iya lah, remaja jaman sekarang kan lebih kenal dengan Edward Cullen dari pada tokoh sejarah bangsanya. Apalagi tokoh yang jarang disebut semacam anak kedua Ken Arok-Ken Dedes itu.  (via jagungrebus)

[76ipan-blog]

Hiruk pikuk kota tak mereka hiraukan, hanya beberapa petak tanah bekas tanaman padi menjadi lahan keriangan mereka. Pakaian warna merah dan putih seakan mengajakku kembali ke masa sekolah dasar, kala itu. Bermeter meter benang terlilit di kaleng bekas cat, kerangka bambu yang tersusun rapi dengan pakaian kertas siap diterbangkan. Sorak sorai, riang gembira ah... sederhananya kebahagian mereka. Sedang aku hanya melamunkan kesederhanaan mereka.

[76ipan-blog]

Sahabat Sayap Kiri

Tetiba getaran berirama bunyi khas handphone, mengajak mataku segera melihatnya. Entah apa gerangan kalimat itu terasa menyentuh, seakan kau wahai sodaraku, tau menau isi dalam bahuku. Ia: Kepalanya terkulai lagi di atas bangku, apa kabar sodaraku. Aku: Empat dinding batu berjejer terselip silau matahari, tetap semangat wahai sahabat kiri. Ia : Akal dan pikiran itu alat untuk menyelesaikan masalah dalam hidup, adaptasi atau kita mati. Aku: ....dan itulah filantropi. Kepastian itu mati,budi pekerti akan beradaptasi.

[76ipan-blog]

Dari pada kata-kata yang indah, saya lebih suka pada pola pikir yang unik dalam sebuah tulisan. Memainkan diksi bisa dipelajari, tapi jalan berpikir yang menarik dan bijaksana tak semua orang beruntung bisa memiliki

Isi, konsep, makna, dan pelajaran dari sebuah tulisan, adalah jiwa dari tulisan itu sendiri. Adapun rima, pemilihan kata, dan majas yang beraneka rupa, adalah pakaiannya.  (via jagungrebus)

[76ipan-blog]

Lelaki Penuh Rencana

Suatu sore, di sebuah taman, aku berjalan bersama adik perempuanku. Sebagai kakak lelaki, jika sedang libur kerja, seusai ia kuliah aku selalu menjemputnya di kampus. Kami biasanya sesekali menyempatkan singgah di taman dekat kampus. Menikmati senja sore dengan berbincang-bincang.

Dan di sini lah kami saat ini. Saling bertanya dan menjawab. Seringkali, pertanyaan dan jawaban yang saling kami utarakan adalah usaha untuk mengenal masing-masing dari jenis kami. Aku mewakili laki-laki, dia mewakili perempuan.

��Menurut kakak, apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang lelaki untuk menyikapi perasaannya kepada orang lain?” tanya adikku dengan penasaran.

Wajah penasarannya selalu terlihat lucu berpadu dengan jilbab putih yang dia pakai.

Aku memilih kalimat pertama untuk menjawab. “Menurut kakak, seorang sikap seorang lelaki atas perasaannya pada akhirnya akan berujung pada tanggung jawab.”

“Untuk itu, lelaki yang bertanggung jawab adalah lelaki yang penuh dengan rencana.”

“Rencana kak?” kali ini dia bertanya diikuti dengan kepalanya yang sedikit dimiringkan.

“Benar, rencana. Rencana adalah bentuk tanggung jawab pertama seorang lelaki atas perasaannya. Misalnya, ketika seseorang lelaki mencintai ibunya, maka dia akan berusaha membuat ibunya bahagia. Kalau ibunya bahagia ketika lelaki tersebut bisa menyelesaikan studinya tepat waktu, maka lelaki tersebut harus bertanggungjawab atas kebahagiaan ibunya dengan memiliki rencana untuk bisa lulus tepat waktu. Jadi, kebahagiaan yang dirasakan oleh ibunya bukan kebahagiaan yang serta merta. Melainkan kebahagiaan yang direncanakan.”

Adikku manggut-manggut.

Aku melanjutkan, “Itu juga berlaku untuk perempuan yang kita cintai. Lelaki yang bertanggungjawab, akan menyusun perasaan cinta pada perempuan tersebut dengan ratusan rencana, atau bahkan ribuan. Kalau mereka belum menikah, maka rencana lelaki tersebut diarahkan untuk menuju pada pernikahan. Jika lelaki tersebut belum mapan, maka dia akan menyusun rencana untuk menjadikan dirinya mapan. Jika dia masing kurang pemahaman agamanya, maka dia akan menyusukan rencana untuk menjadikan dirinya paham agama. Dan kamu tahu dik, sebaik-baiknya rencana adalah rencana yang tampak nyata. Rencana besar yang disusun bertingkat menjadi rencana-rencana yang lebih kecil.”

Adikku mengangguk setuju.

“Tapi seperti yang kakak tadi bilang, rencana adalah tanggung jawab pertama” aku mengingatkan

“Kalau tanggung jawab yang kedua kak?” adikku kembali bertanya.

“Tentu saja dilaksanakan donk” aku tersenyum.

“Oh iya, benar juga kak. Eh kak, terus rencana kakak buat ke rumah kakak ‘itu’ kapan?” adikku tersenyum, mengisyaratkan pertanyaan yang dimaksudnya adalah tentang pernikahan.

“Lho ibu belum bilang kamu? In-syaa Allah bulan depan.” Aku kembali tersenyum.

Penulis: bagus-adikarya

[76ipan-blog]

Kejutan

Senyum, ketawa, bahagia, tegar, semuanya terangkum telalu dalam kepalsuan diri ini. Kala mulai merangkak lebih dari dua punden berundak, entah gerangan ap yang mengajakmu menendang rangkaan pasti itu. Aku tak tau, aku terbelenggu, dan akupun kian merasa pilu. Saat itu, kini, dan entah kapan, yang ku tau saat itu engkau sengaja.

Rela, itu hanya pemanis buatan saja yang kulontarkan, agar apa yang memang memaksa menendang tak mencengangmu manis.

[76ipan-blog]

Tak ada batas berimajinasi. Itulah seruan kata untuk kakek nenek kita. Lembaran kain bermuka polos sebagai tempat penuangan imajinasi antara rasa dan realita. Titik titik tersambung menjalin hubungan yang erat antara seni, budaya, dan strata sosial. Salamku untuk Indonesia di hari ini "Selamat Hari Batik"