yujikaori
yujikaori
Yuji Kaori
3 posts
Aku; Sepetak embun yang kamu timbun di balik buku-buku dongeng tua berisi sembilan kuku abadi. 𓍢ִ໋🌷͙֒
Don't wanna be here? Send us removal request.
yujikaori · 2 years ago
Text
MEMPERKENALKAN, PARA WAYANG!
SANG PEMERAN UTAMA, YUJI KAORI.
Tumblr media
TENTANG YUJI KAORI:
0 notes
yujikaori · 2 years ago
Text
KUKU DAN CINTA.
OLEH SHIORI.
Trigger warning: Genre kisah ini mengarah ke surealisme dan psychological thriller.
PROLOG I: DONGENG PENCURI KUKU.
Tumblr media
DARI SUDUT PANDANG GADIS BERMATA BULAN, YUJI KAORI.
***
Pada suatu ketika, di musim kuku, 2023.
Kisahku dimulai saat aku terbangun dan meringis kesakitan gara-gara terbentur kaca mobil. Aku tidak ingat kalau aku menempelkan sebagian wajahku di jendela lantaran sudah kepalang ngantuk! Kata Rui, saudari kembarku, aku langsung terlelap ketika kepalaku bertemu dengan bantalan kursi.
Pandanganku kuedarkan ke jalanan di sisi kanan dan kiriku, kuil-kuil putih bisa kulihat tanpa harus menyipitkan mataku, sepasang burung hitam sedang terbang menuju rembulan di atas langit. Sepertinya kami telah sampai di kota Takamatsu karena gedung-gedung dan kuil-kuilnya nampak asing.
"Kita sudah meninggalkan Matsue?" tanyaku sambil mengangkat alis. Matsue adalah separuh jiwaku. Kota itu adalah saksi bisu kehidupanku yang baru mekar, seperti bunga sakura pink di musim semi. Terlalu banyak kenangan manis, asam, pahit yang telah kuukir bersama dengan teman-temanku di sana. Dan, memulai segalanya dari awal tentu bukanlah hal yang mudah bagiku.
Terkadang, aku bertanya-tanya; "Seandainya aku bukanlah Si Anak Terkutuk dan ibuku bukanlah seorang *shaman, apakah semuanya akan berubah? Apakah aku bisa tetap tinggal di Matsue dan tidak harus berpisah dengan teman-teman satu sekolahku? Apakah aku tidak akan pernah memulai kehidupan baru di Takamatsu?"
(*Shaman: Dukun. )
Tetapi, aku percaya bahwa semua hal yang terjadi di duniaku memiliki dua sisi. Ada hitam, ada putih; Ada siang, ada malam; Ada kepala, ada ekor. Mereka adalah satu kesatuan. Jadi, seharusnya aku mendambakan kejutan yang akan kudapatkan di Takamatsu, alih-alih menenggelamkan diriku ke dalam lautan kenyataan bahwa aku pindah ke Takamatsu untuk mematahkan kutukanku. Sayangnya, aku masih belum bisa melakukannya. Perasaanku dipenuhi oleh berbagai emosi! Yang hitam berusaha memakan yang putih, sedangkan yang putih terus berjuang keras, meski Ia tahu bahwa aku tidak berniat untuk membantunya.
"Sudah sampai di Takamatsu, Kaori." Ibu menjawab pertanyaanku seperti orang asing, wajahnya bahkan tidak dipalingkan ke arahku sama sekali, seolah jalanan di hadapannya lebih menarik dariku. Ayahku tak ada bedanya. Dia justru mengunci mulutnya rapat-rapat dengan resleting yang tak kasat mata.
"Hmm." Aku merogoh tas kecilku sembari memutar bola mataku dan mencebikkan bibirku. Di dalamnya ada permen lolipop merah yang biasanya kupakai untuk menyumpal mulutku kalau aku kehabisan topik. 
Sepertinya keheningan adalah satu-satunya hal yang mampu membuat mereka bahagia saat ini. Tumben? Dulu, kerjaannya berantem melulu? Energinya sudah habis, ya? Aku mengedikkan bahu, lalu menepuk-nepuk poni hitamku dan menyentuh ujung kelopak mataku yang sudah diberi eyeliner.
"Ingat pesan Ibu, 'kan?"
Aku hampir memutar bola mataku lagi. Akan tetapi, aku mengurungkan niatku. Aku malah menundukkan kepalaku dengan gaya sok patuh! Ibu lalu menoleh ke arahku dengan alis terangkat. Kenapa? Heran, Bu?
"Ya, ya, ya! Jangan memakai make up serba hitam dan outfit gothic lagi, Kaori. Ya, ya, ya! Jangan membicarakan tentang misi mencuri sembilan kuku manusia untuk menumbuhkan bunga kejujuran, kecuali pada Dokter Nishimura." Aku menirukan ucapan Ibu yang sering kudengar. Seperti orang yang tak pernah diajari sopan santun, aku melipat kakiku dan menopang daguku. Aku mengeluarkan permen lolipopku dari mulutku sembari memasang wajah 'Apa?' hingga membuat Rui menatapku.
Ibu mengangguk sekali, alisnya terangķat sebelah, "Bagus, Kaori. Sekarang, coba beritahu Ibu, apa alasanmu pindah ke Takamatsu?" tanyanya dengan serius, seolah pertanyaan itu akan muncul di soal ujian sekolah.
"Ehm, karena bunga kejujuran hanya bisa tumbuh di Takamatsu? Dokter Nishimura adalah satu-satunya orang yang menyimpan pupuk pemakan kuku," jawabku dengan air muka datar sambil menjulurkan lidahku.
"Ķaori!" Buset, deh? Bentakan Ibu membuat pundakku terguncang, saking kagetnya!
"Oke, maksudku, kita pindah ke Takamatsu karena pekerjaan Ayah," ralatku cepat.
Ibu manggut-manggut seperti patung kucing selamat datang yang sering kulihat di toko-toko.
"Ibu?" Tolong, ya, kepada Yang Terhormat Tuan Yuji alias ayahku, dan Rui, dimohon untuk bersabar, karena aku masih harus melanjutkan perbincanganku dengan Ibu SAJA.
"Ya?"
"Apakah Ibu menyesal?" Aku menopang daguku dan menempelkan sikuku di jendela mobil.
"Maksudmu?" jawab Ibu tanpa menatap mataku.
"Ibu, 'kan, penulis novel Dongeng Pencuri Kuku? Apa Ibu menyesal karena tidak sempat mengirimkan naskah Ibu ke penerbit?" Aku tertawa kecil, "Menjadi shaman yang mewarisi ilmu Nenek itu nggak mudah, ya? Ibu harus membuang mimpi Ibu, deh?" Maaf, maaf, maaf, aku sengaja membuka lukamu, Bu. Habisnya, aku penasaran.
"Apa Ibu tahu kalau jalan cerita Dongeng Pencuri Kuku tidak bisa kulupakan karena Ibu selalu membacakannya sebelum aku tidur?" tembakku.
Lalu, wajah Ibu memutih dan bibirnya pun ikut pucat pasi. Keringat dingin mulai membasahi kening dan pelipisnya.
"Maafkan Ibu, Kaori." Aku tak bisa membedakan tatapan Ibu, mana yang tulus, mana yang bersandiwara? Mana yang nyata, mana yang khayalan? Kepalaku diisi oleh sebuah pohon kecil yang baru berbuah. Masing-masing buahnya diisi oleh setiap bagian novel Ibu yang naskahnya telah dibuang ke dalam tong sampah, sebulan yang lalu.
Tumblr media
***
PROLOG II: ALASAN IBU MEMINTA MAAF.
Tumblr media
***
Aku tidak pernah membayangkan kalau seorang psikiater bisa berkepribadian menyenangkan seperti wanita yang sedang duduk di hadapanku. Dia adalah Dokter Nishimura dari kota Takamatsu. Selama ini, aku punya pemikiran yang err ... buruk tentang psikiater. Bagaimana kalau aku dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa padahal sebenarnya aku nggak gila? Bagaimana kalau aku disiksa? Bagaimana kalau aku dijadikan kelinci percobaan? Maklum! Aku sering membaca novel bergenre thriller. Ah, aku janji. Lain kali, aku akan membuang novel-novel itu.
Setelah ngobrol panjang lebar dikali tinggi dengannya, akhirnya, sebuah pertanyaan serius meluncur dari bibirnya; "Nona Kaori, bisakah kamu memberitahuku tentang apa yang kamu rasakan? Sedikit saja nggak masalah, kok." Dia mengangkat ujung bibirnya dengan sorot mata yang tak bisa kubaca. Lagaknya seperti anak muda! Sesekali, Ia memandangi langit-langit berwarna putih di dalam ruangannya yang sudah kulihat belasan kali.
Aku menghela napas ketika dia melipat tangannya sambil menatapku dalam-dalam, mataku kukerjapkan dengan dingin, sebuah senyum miring muncul di sudut bibirku, "Aku merasa bodoh, sih, Dok." Punggungku bersandar di bantalan kursi, rambutku kugaruk cepat sembari mengangkat-angkat bahu.
"Bodoh karena mempertanyakan jati diriku sendiri, HAHAHAHAHAHA!" Lalu tertawa sembari menutup-nutupi bibirku seperti orang sinting.
"Tapi, di saat aku menemukan jawabannya, aku malah merasa nggak waras, tuh? Kenapa, ya, kira-kira?" Aku menitipkan sikuku di atas meja, lalu mengetuk-ngetuk meja itu dengan kukuku yang dicat hitam. Kutatap Dokter Nishimura terus menerus untuk memberitahunya bahwa aku sudah nggak sabar, ingin segera mendengar jawabannya.
"Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaanmu kalau aku tidak mendengar jawaban yang kamu temukan, Nona?" Dia tersenyum penuh arti. Hmm, benar juga. Masuk akal! Baiklah, karena dia cukup pintar, maka aku akan menjawabnya dengan senang hati.
"Sebenarnya aku adalah tokoh utama novel ibuku, Dongeng Pencuri Kuku, yang bernama Kairi. Kisahnya mirip dengan kisahku, namanya pun mirip dengan namaku. Aku nggak yakin kalau itu hanyalah kebetulan. Dokter, apa pun bisa terjadi di dunia ini, termasuk kenyataan bahwa aku adalah reinkarnasi Kairi. Apa Dokter mau mendengarnya?" Aku tersenyum kecil, mataku berbintang, wajahku kuangkat dengan bangga ketika daguku memintaku untuk memamerkan kecantikannya di depan Dokter Nishimura.
"Tentu, Nona Kaori." Ayolah? Kenapa, sih, wajah Si Dokter malah jadi serius begitu? Ck, nggak asyik lagi, deh.
"Kairi dan saudara kembarnya, Satō, adalah anak terkutuk di dalam keluarga karena ibunya bermain api dengan pria lain. Ayah mereka awalnya tak tahu kalau Si Kembar bukanlah anaknya. Namun, ketika kutukan dari keluarga ibunya diwariskan kepada Si Kembar, barulah Ayah Kairi sadar bahwa ada sesuatu yang ganjal." Aku menceritakan alur cerita novel Ibu dengan cara yang tidak biasa.
"Aku sering mendengarmu berbicara tentang kutukan. Memangnya, kutukan macam apa itu, Kaori?"
"Ibu Si Kembar adalah shaman, seperti ibuku. Di dalam keluarganya, ada kutukan yang akan diwariskan secara turun-temurun kepada anak-anak mereka kalau mereka tidak setia dengan pasangan mereka. Alasannya cukup logis, loh? Itu karena mereka adalah keturunan Dewi Asmara." Oh, siapa pun, tolong beritahu aku kalau aku tidak gila. Aku menjeda ucapanku hanya untuk mengambil lolipop merah dari tasku yang masih terbungkus dengan rapi.
"Kutukannya aneh, sih." Aku menggaruk-garuk hidungku, "Anak perempuan mereka akan menjadi pencuri kuku yang bertugas untuk menyimpan sembilan kuku manusia. Jangan salah sangka dulu. Mereka tidak mencuri potongan kuku yang utuh, kok. Yang mereka curi adalah ujung kuku yang biasanya kita potong ketika sedang memotong kuku. Dari sembilan kuku itu, salah satunya pasti milik cinta sejati mereka."
"Ceritanya menarik, loh, Kaori?" Aku tidak tahu mengapa Dokter Nishimura tersenyum cantik alih-alih menatapku dengan mata membeliak. Air mukanya terlalu tenang saat mendengarku membicarakan hal yang tidak-tidak. "Novel Ibumu pasti populer, ya?" Dia malah salah fokus, duh?
Populer apanya? Dok, Dok? Ck! Aku menggeleng sekali sambil memutar bola mataku. Lidahku kudecakkan sebal.
"Sembilan kuku itu, termasuk kuku milik Si Cinta sejati, harus ditanam di dalam pot kecil menggunakan pupuk pemakan kuku."
"Lalu, apa yang tumbuh di dalam pot kecil itu, Nona Kaori?"
"Bunga kejujuran. Kutukan itu membuat Kairi menjadi gadis yang dipenuhi oleh hawa nafsu duniawi, seperti nafsu untuk memiliki barang mewah yang berlebihan dan sifat yang meledak-ledak! Sebentar-sebentar marah, sebentar-sebentar mellow. Huft." Aku menekuk bibirku dengan imut.
"Teman-temannya kabur karena sifatnya berubah menjadi buruk, begitu juga dengan kisah cinta monyetnya yang langsung kandas, bahkan sebelum Ia memulainya."
Dokter Nishimura memang mengangguk. Namun, aku tak tahu isi hatinya. Apakah dia percaya padaku? Atau sebaliknya? Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Aku mulai memakan permen lolipopku, meskipun kali ini aku tidak sedang kehabisan topik.
"Sayang, bunga kejujuran milik Kairi tidak kunjung tumbuh walaupun dia sudah mengumpulkan sembilan kuku. Usut punya usut, ternyata, bunga kejujuran tak akan tumbuh kalau dia tidak mengirimkan sihir *pemikat cinta melalui salah satu kuku yang Ia simpan. Tentu, sihir itu seharusnya dia kirimkan kepada Si Pemilik Kuku."
(*Pemikat cinta: Semacam guna-guna.)
"Selain itu, dia tidak menanamnya dengan pupuk pemakan kuku. Dokter tahu, apa yang lucu? Kata Ibu, Dokter adalah satu-satunya orang yang memiliki pupuk pemakan kuku dan bisa membantu Kairi menyelesaikan masalahnya. Dan, yah, singkat cerita, aku mengalami hal yang sama persis dengan Kairi. Jadi, apa Dokter mau membantuku?" Aku menyatukan tanganku sambil menatap Dokter Nishimura lekat-lekat. Rona di wajahnya menghilang dalam sekejap mata, entah kenapa. Namun, rupanya, dia bisa mengubah ekspresinya dengan cepat. Keteduhan dan ketenangan yang selalu menjadi sayap pelindungnya kini muncul di sisi kanan dan kirinya.
"Bisakah kamu memberitahuku, bentuk dari pupuk pemakan jiwa, Nona?"
"Kata Ibu, bentuknya seperti kapsul dan aku harus memakannya." Mataku mengerjap beberapa kali seperti anak kucing yang tersesat di dalam pusat perbelanjaan dan ibunya bahkan tidak punya waktu luang untuk mencarinya. Kedua orang tuanya terlalu sibuk mencari uang dan memperbaiki kehidupan mereka sembari menutup mata atas peristiwa perselingkuhan yang terjadi di dalam keluarga mereka. Lalu, saat Sang Ayah sudah menjadi orang yang berhasil di kota Takamatsu dan hendak memboyong keluarga kecilnya ke sana, semuanya sudah terlambat. Anak-anaknya, Yuji Kaori dan Yuji Rui, sudah mewarisi kutukan istrinya.
(Kisah ini dilanjutkan di buku harian milik Yuji Rui, saudari kembarku. Jadi, pastikan untuk membacanya juga!)
***
1 note · View note
yujikaori · 2 years ago
Text
Tumblr media
1 note · View note