Don't wanna be here? Send us removal request.
Photo
MELACAK BAHAGIA 26/05/2017 Konon, pd abad pertengahan di daratan eropa, diceritakan ada seorg manusia bernama Diogenes, dia terkenal dg sebutan manusia yg paling bahagia. Dia hanya hidup di dalam sebuah tong (rumah) & tdk memiliki apa2 kecuali mantel, tongkat & kantong roti. Kehidupannya yg begitu sederhana menjadi buah bibir banyak org, hingga suatu saat pemberitaannya sampai kepd sang raja pd zamannya. Suatu hari, ketika diogenes se&g duduk disamping tongnya menikmati matahari pagi, dia dikunjungi raja agung tsb, sang raja berdiri didepannya & bertanya apakah dia dapat melakukan sesuatu utk membantu diogenes. Raja bertanya, "adakah sesuatu yg diinginkannya?", "Ya", jawab diogenes, raja berbalik tanya, "silahkan sebutkan keinginanmu?", diogenes menjawab, "minggirlah kesamping, anda menghalangi matahari". Tentang rasa bahagia, kita lupa jika bahagia itu punya durasi, ada yg berdurasi sesaat, ada jg yg berdurasi lama, bahkan kekal. Bahagia sesaat biasanya punya level, tdk pernah puas, & bersifat sementara. Seperti air laut yg diminum & kita sangka dapat mengusir rasa dahaga, bknnya hilang, malah menyebabkan dahaga yg tdk berkesudahan. Manusia cenderung akan terus mencari kesenangan & menjauhi segala bentuk penderitaan, terus meningkatkan leveling bagaimana cara mendapatkan bahagianya, karena terdapat kata bosan diantara satu level kesenangan dg satu level kesenangan berikutnya. Kesenangan adalah bahagia yg sesaat. Pelajaran yg bisa diambil dari cerita Diogenes adalah bhw kebahagiaan sejati tdk terdapat dalam kelebihan lahiriah seperti kemewahan materi, kekuasaan politik, atau kesehatan yg baik. Kebahagiaan sejati terletak pd “ketidaktergantungan” pd segala sesuatu yg acak & mengambang. & kebahagiaan tdk terletak pd keuntungan-keuntungan semacam ini, semua org dapat meraihnya. Lebih-lebih, begitu berhasil diraih, ia tdk akan pernah lepas lagi, (Jostein Gaarder). Diogenes tdk kalah bahagia & kaya dibandingkan dg sang raja yg ada dihadapannya. Kebahagiaan tdk mudah dicuri dari kehidupannya, & dia telah memiliki semua yg diinginkannya. Justru ketergantungan kepd sesuatu akan membuat hidup kita jauh tdk lebih bahagia, seorg tukang kuli merasa bahagia ketika mengajak keluarganya makan & piknik bersama di pinggir kali, namun di belahan dunia lain seorg CEO perusahaan ternama mengajak keluarganya pergi pelesir ke luar negeri hanya utk merasakan bahagia dg level yg sama. Keduanya merasakan sensasi bahagia yg sama namun dg cara yg berbeda, ada hal-hal materi yg menjadi tolak ukur kebahagiaan disana. Coretan ini bkn utk menggurui bagaimana cara terampil utk meraih bahagia, tapi setidaknya ada ajakan perenungan bersama bhw bahagia itu tdk melulu soal kemewahan dunia semata, bahagia bisa direngkuh dg cara2 sederhana, tedapat rasa syukur diantara level bahagia yg satu dg satu level bahagia berikutnya. Yuk, sudah saatnya kita lepas gantungan-gantungan bahagia yg bersifat materi & sementara, jangan pernah menggantungkan nasib kita kepd takdir org lain, karena buah bergantung pd manusia adalah kekecewaan, semoga perenungan bersama ini mempertemukan kita pd satu pikir yg sama bhw “kita hanya sedang belajar bahagia”.
0 notes
Photo
"ILUSI OPTIK ALAM SEMESTA" 09/05/17 Katanya: kegelapan itu tidak ada, karena gelap adalah ketiadaan cahaya. Cahaya bisa dipelajari, sementara gelap tidak, kita bisa menggunakan teori prisma newton untuk memecah cahaya menjadi beberapa warna dan mengukur berbagai panjang gelombang setiap warna. Secara sederhana ruangan gelap akan terang walau hanya dimasuki setitik cahaya. Banyak hal yg belum kita ketahui, ilmu pemgetahuan begitu luas, tapi ilmu mengenal Tuhan menjadi prioritas. "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya kalimat Allâh tidak akan habis ditulis". [Luqmân/31:27]. #travelingindonesia #backpacker #exploresurabaya #suramadubridge #belajardarialam
0 notes
Photo
"BELAJAR DARI KAMPUNG JODIPAN" 08/05/17 Adalah kampung wisata warna-warni yang terletak di bantaran kali berantas kota Malang. Berawal dari masalah sampah, sanitasi, dan kekumuhan, sejumlah mahasiswa salah satu universitas di kota Malang yang tergabung dalam kelompok guyspro menginisiasi melakukan pengecatan, kata warga setempat, sebanyak 30 tukang cat dibantu masyarakat dengan bantuan tentara dan juga salah satu produsen cat di Malang. Sekitar 107 rumah warga di sini tampak dicat dengan 17 warna, dengan gambar yang dilukis oleh komunitas mural. Alhasil, gagasan sekelompok mahasiswa tersebut berhasil mereka bawa dari dunia ide menuju dunia nyata, ide tsb terealisasi, masalah sanitasi, sampah dan kekumuhan teratasi, pola prilaku masyarakat berubah kian hari, sekarang warga lebih menjaga lingkungan karena kampung mereka telah menjadi destinasi yg dikunjungi banyak pewisata. Yang lebih membuat WOW KEREN, ternyata kawasan kampung jodipan ini adalah termasuk kawasan ilegal yg terancam digusur oleh pemerintahan kota, meski begitu, setelah perubahan ini terjadi, Wali Kota Malang justru menetapkan permukiman warga Jodipan dan Ksatrian di bantaran sungai Brantas sebagai obyek wisata. Ini adalah satu bentuk protes nyata sekelompok mahasiswa, protes terhadap kegelapan dan kekumuhan, dg kekuatan dunia ide, niat baik akan menumbuhkan kebaikan, dan terus menerus tak berhenti meregenerasikan kebaikan. Tidak usah banyak bicara, apalagi teriak keras pakai TOA, karena perubahan bukan sekedar getar vita suara. Sejujurnya saya tidak suka mahasiswa, Karena saya lebih suka mahasiswi. SEKIAN #exploremalang #travelingindonesia #agentofchange #manusiakreatif #pesanuntukjakarta
0 notes
Photo
"RUH KOSMIK DALAM SECANGKIR ROBUSTA" 07/05/17 Terdapat dua beda ketika kita membandingkan antara sebungkus kopi harga sachet yang diseduh alakadarnya dengan secangkir kopi yang diracik barista handal di sebuah kedai kopi ternama. Dua beda itu bernama rasa dan harga. Belajar dari manusia kreatif peracik rasa bernama barista, dalam formula mereka, cita rasa kopi kualitas terbaik tidak hanya ditentukan oleh karena faktor kualitas biji kopi pilihan saja, tetapi kemampuan sang peracik atau barista pun menjadi kunci keberhasilan dalam mencipta secangkir rasa. Tidak hanya itu, barista terbaik bukan hanya mampu menghadirkan rasa nikmat sesaat pada ujung lidah semata. Namun hasil racikannya dapat menembus belahan dada para penikmat robusta. Lidah adalah indrawi yang bersifat terbatas, rasa nikmat akan hilang setelah kopi berhasil melintasi batang leher. Ketika syaraf lidah sibuk menerjemahkan banyak rasa utk dikirim ke otak, inti jiwa kebingungan mempertanyakan "darimana asal rasa?" Dalam kondisi ini, seseorang akan merasakan satu nikmat tak terbatas, saat tugas lidah selesai mengecap rasa, inti jiwa akan lebih hidup menjawab tanya. Semakin sibuk inti jiwa menjawab tanya "dari mana asal rasa?", semakin kekal cita rasa robusta dalam jiwa. Hingga akhirnya jiwa bersekutu dengan alam raya Dan kemudian berhasil menjawab tanya: Bahwa terdapat "Ruh kosmik dalam secangkir robusta" Jawaban itu menjadi puncak level nikmat tertinggi para penikmat robusta, dimana harga bukan lagi sebatas nominal angka, tetapi harga berbentuk kepuasan batin yang tak terkira. Bukankah empat ribu tahun yang lalu kaum Epicurean sudah memfatwakan pada umat manusia bahwa "kebaikan tertinggi adalah kenikmatan". Jadi dalam secangkir kopi bukan hanya berbicara tentang bagaimana rasa tercipta, tapi ini tentang bagaimana cara menikmati rasa dengan melibatkan inti jiwa. Buang jauh2 kalimat "jangan lupa bahagia!" Karena bahagia bukan soal ingatan semata Tapi, bahagia hadir karena dirasa. Selamat menikmati banyak rasa, Apalagi rasa yang dulu pernah ada. Salam kopinis indonesia! SEKIAN 📸someone #kopinusantara #pencintakopi #malang #travelingindonesia
0 notes
Photo
TETAP. ADA. 03/04/16 Ketika aku mencari, maka aku menemukan-Nya. Adalah "ADA" yang berputar pada poros takdir yang tetap. Menggenggam... Mengepal... Tapi tidak untuk dimiliki, Hanya sekedar singgah lalu kita syukuri. Melepas... Mengikhlas... Tapi tidak untuk melupa, Tapi tidak untuk melenyap, Tak perlu sedu sedan itu, Kita hanya sedang belajar bahagia, Tak perlu sedu sedan itu, Kita hanya sedang melatih rasa, Tidak lebih dari itu! Setiap hari Semesta mempergilirkan banyak rasa, dari rasa yang satu bergerak menuju rasa yang lain. Lapar-kenyang, nyeri-sembuh, patah-tumbuh. Setiap hari Semesta mempergilirkan kata "ADA", dari ketiadaan menuju keabadian, dari yang satu mungkin menuju dua yang nyata. Sistem kerja semesta memang penuh dengan kejutan. Semua tetap "ADA" Pada ketetapannya, Pada waktunya, Pada tempatnya, Tak pernah meleset sejengkal pun, Tak pernah telat atau lebih cepat sedetik pun. TEPAT! AKURAT!
0 notes
Video
tumblr
Sederhana saja, Kau tau? ini bukan hanya soal saling bertukar kabar, ini lebih kepada menjaga apa-apa yang seharusnya dijaga. Kisah yang akan kita bangun ini jelas sangat berbeda; berbeda dengan kisahmu yang sebelumnya, berbeda pula dengan kisahku yang kemarin. Yang harus kau fahami bahwa cinta adalah “kata kerja”, dan sebagai kata kerja ia membutuhkan tindakan, bukan hanya sekedar perasaan.
Mengertilah Ditulis: @lidyaanggrainia Dibacakan: @mangatapurnama
126 notes
·
View notes
Text
tiket
“The only source of knowledge is experience”
Kita diasuh oleh keputusan yang kita buat. Karenanya, kita terdidik untuk beradaptasi terhadap beraneka situasi yang lahir dari sikap tertentu di masa lalu. Pepatah klasik berbunyi, “pengalaman adalah guru terbaik”. Lalu kalau pengalaman merupakan guru, maka keputusan yang kita buat adalah sekolahnya. Kita mendaftar di sana, berkomitmen untuk menempuh proses akibatnya dan kelak akan lulus dari pendidikannya.
Enggak heran kalau mereka yang terbiasa mandiri dalam berkeputusan, punya tingkat kedewasaan yang berkembang dengan alami karena di balik setiap keputusan sering hadir pergulatan batin yang sengit sebelumnya dan konsekuensi yang selalu diboyong sesudahnya.
Dua hal besar yang membuat saya belajar keras hampir setaun terakhir adalah beristri dan berketurunan. Bahwa keduanya membutuhkan persiapan yang keliatannya rumit, betul. Tapi kalau kerumitannya enggak coba diurai, kapan siapnya? Saya bersyukur karena keputusan untuk kedua hal besar tersebut dibuat lebih awal dibanding perkiraan sebelumnya. Artinya, saya diberanikan untuk mendaftar sekolah dan berguru lebih awal lewat keputusan menikah dan melalui pengalaman sebagai suami serta ayah.
Mungkin sama dengan kebanyakan laki-laki di angkatan kami, dulu saya berpikir bahwa saya akan menikah di umur 28 taun. Rasanya, laki-laki di umur tersebut udah punya tingkat kemapanan yang cukup merata dalam berbagai aspek pendukung baik mental, spiritual maupun finansial. Nyatanya, saya ditakdirkan menikah di umur 25 taun - lebih awal 3 taun dari rencana.
Juga sama dengan para sahabat di lingkaran kami, saya berpikir untuk punya anak 1 taun setelah menikah. Rasanya, akan terasa lebih indah kalau awal pernikahan dihabiskan dengan berduaan dulu sepuasnya sambil mematangkan persiapan. Setelah dirasa puas berdua, barulah si kecil diikhtiarkan kehadirannya. Nyatanya, kami ditakdirkan berketurunan di umur pernikahan yang baru dua bulan - lebih awal sepuluh bulan dari rencana.
Selain rasa syukur yang layak dipanjatkan atas kesegeraan hadirnya pasangan dan keturunan, mengedepankan keberanian dalam membuat keputusan ternyata jadi hal penting yang saya syukuri keberadaannya sekarang. Kalau saya enggak dimampukan untuk lebih yakin dengan ketentuan-Nya, keberanian untuk mengambil “tiket” sebagai suami dan ayah akan terasa mengerikan.
Akhirnya, saya dibuat tersadar bahwa menanti kemapanan untuk menghadapi tantangan cuma alasan dari ketakutan yang dipelihara oleh diri sendiri, grafik positif perkembangan kedewasaan selalu dimulai dari kemauan untuk menghadapi tantangan dan terkadang kesiapan enggak melulu berasal dari matangnya persiapan tapi juga dari keberanian untuk melanjutkan pembelajaran.
Kenapa “melanjutkan”, bukan “memulai”? Karena keberanian yang terukur memerlukan sedikit kepantasan, bukan menjadikan diri sebagai martir dari takdir semata dan tumbang karena keputusan sembrono.
Saya belajar bahwa ternyata ketidaksiapan berasal dari ketakutan dan ketakutan berasal dari keraguan. Selama kita belum mau belajar menaruh keyakinan lebih dengan ketentuan-Nya, selama itu pula keputusan besar dalam hidup (yang justru mendatangkan kebaikan) akan semakin menjauh dari kenyataan.
Jadi, bentuk permohonan doa yang juga mendasar ialah meminta kesigapan dalam membuat keputusan. Bukan meminta kemudahan atau kelancaran karena mungkin keduanya belum tentu lebih baik dari kesukaran atau hambatan. Tapi kesigapan untuk mengambil tiket pembelajaran dan berkeputusan untuk jadi murid teladan dari setiap pengalaman yang dihadirkan-Nya.
Kahlil Gibran pernah menulis, “March on. Do not tarry. To go forward is to move toward perfection. March on, and fear not the thorns, or the sharp stones on life’s path.”. Maka, berkeputusanlah dengan-Nya dan terus melajulah.
416 notes
·
View notes
Text
Breaking Bad (1)
Pada segala tingkat, rasanya, tidak ada serial televisi yang melebihi Breaking Bad. Game of Thrones? Sebagai sebuah pertunjukan yang diadaptasi dari saga novel yang memadu-padankan silat, naga, cinta segi tiga di dalam bujur sangkar, politik, zombi penjaja es loli, dan darah, Game of Thrones hanya mampu membuat kita berharap agar segera berjumpa pekan yang akan datang. Breaking Bad, mejeng sebagai serial yang membuat kita memikirkan ulang berbagai hal.
Salah satu kekuatan utama pada serial ini adalah pada detil. Hal tersebut membuat Breaking Bad bukan asupan yang cocok untuk anda yang sekedar menonton, bukan memirsa, apalagi anda yang memiliki kebiasaan multi tasking: menyimak layar kaca seraya tangan membuka-tutup aplikasi Instagram, berulang, hanya untuk memastikan apakah dia-yang-kau-sebut-namanya-dalam-doa telah memberikan tanda hati pada foto anda yang anda unggah 16,75 menit lalu dengan pose berdiri, leher sedikit serong ke kiri atau ke kanan, diterpa sinar senja dari horison di belakang anda, dan tentu ditambah beberapa bait puisi yang anda comot dari entah tentang harap-harap cemas, atau pura-pura tegar. Tapi jika anda adalah penyuka drama dengan tingkat detil yang maha-apik, kisah Walter White dan Jesse Pinkman ini akan membawa anda pada standar yang tinggi tentang sebuah tayangan.
Ini adalah kisah seorang Walter White. Pada ulang tahun yang ke 50, ia mendapati dirinya diserang oleh kanker paru-paru. Batuk berulang, hingga semaput di tempatnya bekerja paruh waktu. Ia kalut. White membutuhkan uang dalam jumlah besar. Seandainya ia hidup di Indonesia, ia akan menghadiri sebuah seminar cara kaya dalam empat puluh hari empat puluh jam empat puluh menit emp… Tapi ia tidak hidup di Indonesia. White tinggal di sebuah negara bagian Amerika Serikat yang didominasi gurun, dan pencandu narkotika jenis methampethamine, atau sabu. Ia butuh uang. White menyadari betul, gajinya sebagai seorang guru kimia di sekolah menengah, tidak akan cukup untuk menghidupi keluarganya ketika ia nanti mati. Ia memiliki seorang isteri berambut pirang, anak laki-laki berkebutuhan khusus, dan nanti akan lahir seorang bayi perempuan lucu yang wajahnya senantiasa mendesak saya anda untuk segera memutuskan siapa yang akan anda pilih untuk dipeluk pada saat menghadapi malam-malam paling dingin, dan anda lindungi dari kecoa terbang paling terkutuk. White butuh uang. Ia frustasi.
Pada saat-saat frustasi, otak biasanya bekerja dengan lebih baik, meski acap pada kantor yang keliru. Ia akhirnya memutuskan untuk meracik sabu, setelah ia mengetahui bahwa demikian besarnya uang didapatkan dari menjual sabu (satu pelajaran: bayar guru-guru dengan gaji tinggi!). Sebelum itu, ia ikut pada suatu perjalanan tugas menggerebek sebuah rumah peracik sabu (baiklah, tidak ada itu “rumah peracik sabu”. Guru bahasa anda akan murka, mendapati anda menulis istilah yang ambigu itu. Seharusnya, kan, “rumah yang diduga digunakan sebagai tempat pembuatan sabu”, barulah anda akan dapat nilai di atas KKM. Tapi itu kepanjangan bukan? Selama anda paham, tulis saja sesukanya!). Pada penggerebekan itulah, ia memergoki seorang yang ia pernah kenal, diduga termasuk dalam geng peracik sabu, meski ketika penggerebekan seseorang yang White kenal itu tengah…anda saksikan sendiri. Sepulangnya, ia menghampiri seseorang itu: Jesse Pinkman.
Pendek cerita, White dan Pinkman akhirnya memulai bisnis bersama. White sebagai koki, dan Pinkman bertugas di bagian pemasaran. Dalam situasi bisnis sabu yang menguntungkan namun berbahaya ini, White menyadari kankernya adalah bom waktu. Belum lagi, saudara iparnya adalah seorang opsir pemberantas obat terlarang. Tapi ia tak punya pilihan lain, tak ada sawah yang bisa dijual, tak ada warisan yang bisa dikuasai sendiri, ia memilih tikungan itu. Ia berubah.
Pada suatu adegan, ia mengatakan: “kimia, secara teknis adalah pelajaran tentang materi. Tapi, aku melihatnya, kimia, sebagai pelajaran tentang perubahan.” Kata-kata itu sebenarnya merefleksikan tema besar serial ini. Perjalanan hidupnya berubah 180 derajat, juga hidup orang-orang di sekitarnya. “Itulah hidup, kan?” kata White filosofis, yang disambut dengan tanggapan, apa sih, dari murid-muridnya.
Ada sebuah adagium terkenal; dalam hidup, tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Nampaknya, perubahan ditakdirkan menjadi kata kerja yang nasibnya seperti tokoh aku dalam puisi Chairil Anwar. “Perubahan” akan hidup 1000 tahun lagi, mungkin lebih. Bahkan manusia yang merasa dirinya tak ada perubahan, secara fisik, ia mengalami perubahan. Perubahan terlibat di sana. Ia mengada bersama manusia dan hidup.
Sovyet, dengan sejenis kesombongan pernah berhadap-hadapan dengan Amerika Serikat setelah perang dunia II berakhir. Amerika Serikat membalas dengan kesombongan serupa. Seolah dunia harus memilih, biru atau merah. Keduanya tarik menarik dukungan. Negara-negara diseret untuk memilih salah satunya. Agen-agen disebar, pabrik senjata didirikan, lalu diekspor ke negara-negara yang memiliki kecenderungan perang saudara.
Namun, tokh, akhirnya Sovyet bubar menjelang akhir abad 20. Hal itu juga diikuti oleh hampir semua makmumnya. Ekonomi dibuka, lebih ramah terhadap investasi terutama dari Amerika dan kolega dan organisasi moneter internasional. Tak ada lagi lagi L’Internationale. Bersatulah kartu kredit dan hutang sedunia! Tembok pembatas diruntuhkan. Inilah akhir sejarah, kata Fukuyama. Coba lihat bagaimana The Scorpions menangkap momen bersejarah itu dengan lagunya yang paling terkenal: The Wind of Change (tapi jika anda tengah patah hati, maka Still Loving You akan jadi lagu mereka yang paling terkenal di telinga anda. Kecuali anda memiliki sejenis optimisme a la Adele)
6 notes
·
View notes
Text
kalau kita bukan seseorang itu
hanya ada satu nama yang bisa menyentuh inti hati setiap manusia. hanya ada satu nama yang bisa menjadi yang teristimewa. terima kenyataan itu.
seperti adit untuk kica. seperti kica untuk adit. seperti banyu untuk rasya. seperti adit untuk faza. hanya ada satu nama–yang meskipun kadang hanya dipertemukan tanpa dipersatukan–yang bisa memiliki tempat itu.
nama itu punya daya pikat luar biasa. nama itu, mendengarnya saja bisa membuat air mata menguap tiba-tiba. seseorang itu begitu menarik, sehingga segala hal kecil yang disukainya juga mencuri perhatian kita. seseorang itu cita-citanya, mimpinya, ingin kita perjuangkan juga.
tapi terima kenyataannya. hanya sedikit sekali yang dipilihkan bersama dengan seseorang itu. kebanyakan tidak. kebanyakan, pilihan terbaik menurut Tuhan bukan yang terbaik menurut kita.
ada yang lebih susah daripada bersama dengan seseorang yang bukan seseorang itu, daripada ikhlas melepaskan seseorang itu–yaitu menjadi seseorang yang bukan seseorang itu, ikhlas diterima sebagai bukan seseorang itu. sebab selamanya, kita tidak pernah menyentuh inti hatinya.
tetap bersyukurlah–pun kalau kita bukan seseorang itu. sebab kita adalah seseorang itu, kata Tuhan. kita mungkin tidak bisa menyentuh inti hatinya. siapa tau, kita justru bisa menyentuh dan mendiami surga-Nya.
895 notes
·
View notes
Text
KAJIAN KEPUTUSAN: ANTARA NALAR & NURANI
KAJIAN KEPUTUSAN: ANTARA NALAR & NURANI. Tuhan telah menyematkan gelar istimewa kepada manusia sebagai satu-satunya mahluk Tuhan yang paling mulia/sempurna diantara mahluk ciptaan lainnya, gelar istimewa itu tiada lain karena dua anugerah yang telah dimilikinya, yaitu Nalar dan Nurani. Nalar dan Nurani adalah dua perangkat lunak yang sudah terinstal dalam diri manusia sejak lahir, keduanya memiliki cara kerja dan fungsi yang berbeda. Nalar bertugas untuk berpikir, menilai apa yang nampak (urusan dzahir), sedangkan nurani bertugas sebagai indera perasa, merasakan apa yang tidak nampak (urusan batin). Keduanya saling bersinergi dan melengkapi tatkala bertemu dalam dialog di sebuah ruang yang disebut “kontemplasi”, misinya sederhana yaitu melakukan chek and balance guna memperoleh kata “sepakat” untuk mengambil sebuah “keputusan”. Proses ini menjadi sebuah langkah penting dalam kehidupan seseorang, apalagi menyangkut keputusan-keputusan yang bersifat krusial seperti keputusan untuk menentukan arah kehidupannya kedepan. Namun sayangnya, tidak sedikit diantara kita sering mengalami “crash” atau terjadinya semacam “disfungsi” saat kedua perangkat tersebut sedang dipergunakan, seakan nalar dan nurani tidak bisa bertemu, bahkan tidak saling meramu. Kondisi seperti ini tidak memungkinkan keduanya untuk bersinergi dalam memperoleh kata sepakat, karena keduanya memiliki ego sendiri untuk mempertahankan reason masing-masing, nalar bertahan dengan apa yang ia pikirnya, sedangkan nurani bertahan dengan apa yang ia rasa, dalam titik ini orang menyebutnya dengan istilah “instabilitas kejiwaan” atau juga sering disebut “kegalauan”. “You are what you eat, what you think, what you believe. But your real life is what you decide.” Begitulah kalimat bijaknya, kehidupanmu adalah keputusanmu. Sehingga kualitas hidupmu tergantung dengan bagaimana kualitas keputusanmu. Lalu pertanyaannya adalah apa penyabab terjadinya “instabilitas kejiwaan” tersebut? dan Bagaimana cara mengatasinya? Penyebab utama dari “instabilitas kejiwaan” tersebut tiada lain adalah karena kurangnya perhatian kita terhadap nalar dan nurani itu sendiri. Sehingga cara mengatasinya adalah dengan cara merawat dan melatih kedua perangkat tersebut. Ketika nalar & nurani terawat dan terlatih maka fungsinya akan semakin optimal dan tajam saat dipergunakan. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam merawat dan melatih nalar dan nurani: 1. Ilmu. Merawat dan melatih nalar bisa dilakukan dengan cara memberikannya asupan nutrisi, nutrisi nalar adalah ilmu. Karena nalar adalah tempatnya berpikir, logika, kalkulasi dan assasment. Berikan asupan nutrisi (ilmu) sebanyak-banyaknya kepada nalar, sehingga nalar kita menjadi jernih dan sehat serta produktif untuk melahirkan pikiran-pikiran yang berdampak baik bagi setiap keputusan dalam kehidupan kita. “Ilmu adalah pemandu amal, kurang ilmu akan kurang amal. Ilmu adalah pupuk iman, kurang ilmu iman akan melemah” (Aagym). 2. Sikap Jujur. Yang paling berbahaya dalam hidup manusia adalah ketika terjadinya disfungsi nurani (mati rasa/buta hati), sejatinya nurani diciptakan untuk meraba kebenaran yang tidak bisa dilihat secara kasat mata, karena naluri tidak bisa berbohong kepada siapapun bahkan terhadap dirinya sendiri, hanya saja manusia membuatnya menjadi disfungsi akibat ulahnya sendiri yaitu dengan melakukan ketidakjujuran, semakin sering kita berbohong (tidak jujur) maka semakin tumpul fungsi nurani kita. Oleh karenanya jujur adalah sikap penting dalam merawat dan melatih fungsi nurani. Buatlah nurani kita terlatih untuk jujur, minimal terlatih jujur terhadap dirinya sendiri. “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan” (HR. Bukhari). 3. Melibatkan Tuhan. Ini yang paling penting, terkadang kita hanya asik dan sibuk dengan soal obrolan nalar dan nurani saja, sehingga kita lupa kepada Tuhan yang telah menciptakan keduanya. Oleh karenanya kita tidak boleh lupa untuk meminta petunjuk dalam doa dan melibatkan Tuhan dalam setiap proses pengambilan keputusan kita, langkah konkret dari poin ini adalah meningkatkan kapasitas Ibadah kepada Tuhan yang Maha Kuasa. “Aku jauh, engkau jauh, aku dekat, engkau dekat, hati adalah cermin, tempat dan pahala dosa bertarung” (Bimbo, dalam lirik lagu “Tuhan”). 4. Minta pendapat kepada orang paling dekat dalam hidup kita. Poin ini adalah poin/saran bonus dari saya, mintalah pendapat kepada “orang yang paling dekat” dalam setiap proses pengambilan keputusan kita. Orang yang paling dekat itu bisa keluarga, orangtua atau teman. Dan setahu saya orang yang paling dekat dalam hidup kita tiada lain adalah Ibu, bersyukur dan beruntunglah bagi kalian yang memiliki seseorang yang masih bisa dipanggil ibu, karena ibu adalah satu-satunya orang yang pernah hidup dengan jarak paling dekat selama hidup kita, bagaimana tidak paling dekat? Selama kurang lebih sembilan bulan kita pernah berada dan hidup di dalam rahimnya dan tak terpisahkan. “Ibu itu punya intiusi hawa yang sering kali memang agak sulit dijelaskan dengan logika tapi biasanya intuisi itu memberikan firasat kuat yang akhirnya hanya tinggal tunggu waktu untuk membuktikannya” Melisa Dawson. Semoga Bermanfaat… SEKIAN
0 notes
Text
THE SLEEPING GIANT
(Peran pemuda dalam menggapai cita-cita bangsa dan menangkal segala ancaman negara)
Usia kemerdekaan bangsa Indonesia sekarang bukanlah rentang waktu yang singkat, perjalanan bangsa ini untuk menjadi satu negara-bangsa telah melalui proses sejarah yang panjang, penuh liku, perjuangan, darah, air mata, dan cinta. Diawali dengan mengikrarkan sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 maka berdirilah bangsa Indonesia dan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 maka berdirilah negara Indonesia. Dalam rentang waktu sejarah yang begitu panjang itu, kita sebagai warga negara menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa yang sarat dengan kepahlawanan, mempertahankan dan membangun negeri yang berdaulat menuju masyarakat maju, berdikari, adil dan sejahtera. Kehidupan yang aman dan sejahtera menjadi mimpi dan cita-cita bersama bagi bangsa Indonesia, mimpi ini yang mempersatukan seluruh elemen bangsa dalam berjuang untuk melawan penjajah pada masa lalu, pada masa itu perbedaan menjadi kekuatan, semua agama merapatkan barisan, ego etnis dan primordialisme menjadi terabaikan karena di atas itu ada kepentingan yang lebih besar yaitu kemerdekaan bangsa, semua elemen bangsa bersatu padu dan menjadi sebuah kekuatan kolektivitas, kekuatan kolektivitas itu bernama semangat kebersamaan (gotong royong) yang membuat para pahlawan bertempur tanpa kendur dan melawan para penjajah hingga akhirnya proklamasi kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sejalan dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, usaha untuk mewujudkan mimpi-mimpi bangsa Indonesia yaitu untuk mencapai kehidupan aman dan sejahtera hingga saat ini masih jauh panggang dari api, rezim pemerintahan dengan segala dinamika politiknya silih berganti, namun mimpi itu masih belum terwujud sebagaimana mestinya. Negeri ini adalah negeri yang padat dan ramai namun mencemaskan, negeri yang kaya sumber daya alam namun banyak kemalingan, negeri yang masyarakatnya majemuk namun masih terjadi banyak diskriminasi dan konflik komunal, perang antar etnis, antar agama, potret kondisi masyarakat Indonesia seperti ini sering dibahasakan oleh para pakar sejarahwan bahwa “proses menjadi Indonesia kita belum selesai”. Belum lagi pemerintahan yang korup, pembisnis yang oportunis dan kaum intelektual yang apatis, dan persoalan-persoalan lainnya. Betul jika ada ungkapan “Indonesia adalah negara yang dimanja oleh Tuhan”, dunia mengakui bahwa negara Indonesia kaya dengan sumber daya alamnya, jika kita tarik benang merah sejarah Indonesia dari dulu hingga saat ini, motif bangsa asing menjajah Indonesia adalah karena sumber daya alam yang terkandung didalamnya, dalam sebuah artikel Mr. Kim (kepala lembaga penelitian dan pengembangan teknologi Korea Selatan) pernah mengatakan bahwa Indonesia itu seperti raksasa yang sedang tertidur (The Sleeping Giant), beliau mengungkapkan seperti itu karena melihat potensi luar biasa yang dimiliki Indonesia berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, saking kagum dan tertariknya terhadap Indonesia, dia berkali-kali selalu mengatakan ingin mati dan dikubur di bumi Indonesia. Hal ini menunjukan sebuah ekspresi kejujuran yang diutarakan bangsa lain tentang betapa luar biasanya kekayaan alam Indonesia, oleh karenanya kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga dan cinta kepada tanah air ini melebihi kecintaan bangsa lain.
Seiring terjadinya perubahan dan perkembangan pada dunia global, ancaman terhadap kedaulatan NKRI pada masa kini berbeda dengan tantangan dan ancaman pada masa sebelumnya, berbeda zaman berbeda pula ancaman dan tantangan yang akan dihadapi oleh setiap generasi bangsa. Ada dua jenis ancaman negara yaitu ancaman internal dan ancaman eksternal. Pertama, ancaman internal adalah ancaman yang murni datang dari dalam negeri sendiri, contohnya adalah disintegrasi bangsa, gerakan separatis, konflik komunal, isu politik dan ekonomi. Kedua adalah ancaman yang datang dari luar negeri (eksternal), ancaman eksternal terbagi menjadi dua, yaitu berasal dari sebuah negara (state actor) dan bukan negara (non state). Ancaman yang bersifat state actor merupakan ancaman yang datang dari negara lain, misalnya ancaman militer dari negara lain atau perang terbuka, sedangkan ancaman yang bersifat non state actor adalah ancaman yang datang dari aktor non negara, yang termasuk kategori non state actor atau aktor non negara adalah multi national corporate (MNC), Non Government Organization (NGO), media, lembaga internasional, dll. Gerakan aktor non negara ini tidak mengenal batas-batas territorial suatu negara, secara legal formal mereka tidak sejajar dengan negara, inilah yang disebut dengan asimetris warfare atau peperangan yang tidak seimbang.
Pada era globalisasi ini, model ancaman non state actor lebih eksis daripada ancaman yang bersifat state actor, trend peperangan semacam ini memiliki prinsip bahwa pihak utama yang berperang (berkepentingan) tidak terlibat langsung saat perang terjadi, model peperangan ini disebut dengan perang proxy (proxy war). Istilah proxy war belakangan ini gencar di populerkan oleh Panglima TNI kita Jendral TNI Gatot Nurmayanto, beliau mengidentifikasi bahwa proxy war akan menjadi ancaman utama Indonesia di abad 21. Selain itu Panglima TNI berpandangan bahwa bahwa ”operasi” proxy war di Indonesia tidak menggunakan tank dan pesawat tempur, melainkan melalui instrumen lain. Melalui proxy war, pelemahan dan penghancuran dilakukan melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara secara masif dan terus-menerus, tanpa kita sadari. Lebih lanjut Panglima TNI mencontohkan, peredaran narkoba, tawuran pelajar dan mahasiswa, aksi anarkisme, adu domba antar komponen bangsa, pembentukan opini dan rekayasa melalui media massa merupakan bagian dari proxy war, kesemuanya bertujuan untuk menciptakan generasi yang tidak berkualitas (lost generation) dan melemahkan bangsa sehingga pihak luar mudah menguasai sumber daya alam Indonesia yang melimpah.[1]
Penelitian British Petroleum (BP) tahun 2011, menyimpulkan minyak dunia akan habis pada 2056. Perubahan geopolitik akan terjadi menjelang krisis minyak, di mana konflik dunia yang sekarang berputar-putar di Timur Tengah (negara-negara kaya minyak) akan bergeser ke kawasan equator yang kaya sumber pangan, di mana Indonesia berada di dalam zona khatulistiwa[2], tanda-tanda ini sudah mulai muncul dengan adanya kebijakan luar negeri Amerika untuk menerapkan kebijakan rebalance yang kemudian difokuskan ke kawasan Asia Pasifik[3]. Sehingga, fokus kebijakan luar negeri Amerika Serikat tidak lagi ke kawasan Timur Tengah melainkan Asia. Selain itu Amerika menarik sebagian pasukannya dari Irak dan memindahkannya ke kawasan Asia Pasifik dengan maksud untuk mengimbangi pengaruh dan kekuatan Cina di Asia Pasifik, fenomena ini disebut dengan rebalancing power di Asia Pasifik.
Dari jenis berbagai ancaman tersebut, approach dan respon yang harus dilakukan untuk melawan dan menangkal ancaman tersebut berbeda-beda, eksistensi peran pemuda sangatlah vital, karena pemuda merupakan salah satu sasaran dari berbagai ancaman tersebut, terutama ancaman proxy war. Namun disamping itu, pemuda sendiri juga berperan dalam melawan dan menangkal ancaman tersebut, adapun beberapa peran pemuda dalam melawan dan menangkal berbagai ancaman tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan rasa nasionalisme, nasionalisme adalah rasa cinta tanah air, jika pemudanya sudah tidak peduli terhadap tanah airnya sendiri maka sudah tidak ada harapan lagi bagi eksistensi suatu negara, karena harapan suatu negara adalah generasi penerusnya. John Spanier, dalam bukunya “Games Nations Play” mengemukakan bahwa nasionalisme masih merupakan kekuatan terpenting dalam percaturan internasional, dan belum ada penggantinya sampai sekarang.[4] Lebih lanjut Spanier mengolaborasi bahwa nasionalisme telah membuat sulit penaklukan dan penjinakan wilayah dan penduduk lain. Kini negara kecil tidak mudah ditaklukan negara besar, semakin di tekan malah semakin kuat, karena serangan asing justru menjadi stimulan dahsyat bagi nasionalisme, hingga akhir abad 20, nasionalisme menjadi ideologi terkuat di dunia.
2. Mendorong prinsip-prinsip demokrasi Pancasila agar terinternalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta membantu pemerintah merevitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah pergaulan masyarakat dunia dan era globalisasi ini, terkadang kita sering lupa “pedal rem”, kebijakan-kebijakan pemerintah kita sering diluar kendali dan kebablasan bahkan cenderung liberal, sehingga banyak sekali produk undang-undang atau aturan yang hilang kendali dan dibuat tidak relevan dengan kebutuhan dan kehidupan bangsa dan negara ini, padahal Pancasila diwariskan oleh founding father kita untuk menjadi “pedal rem” yang begitu pakem dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, pemuda harus rajin mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila yang kian hari kian dilupakan oleh warganya, karena sekali lagi pancasila adalah dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, menurut T. S. Eliot “dasar kehidupan adalah pandangan hidup”.[5] Jika pandangan hidup (philosophy of life) kita sebagai warga negara Indonesia adalah pancasila, maka tujuan hidup dalam bernegara pun haruslah diambil dari nilai-nilai pancasila, dengan demikian langkah dalam membangun Indonesia yakni dengan menanamkan kepada masyarakat kita bahwa pancasila merupakan landasan bernegara sekaligus pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara.
3. Konsolidasi komunitas dan organisasi kepemudaan dalam menyamakan persepsi/pandangan tentang ancaman bangsa, terutama ancaman ideologi lain terhadap eksistensi Pancasila, kegiatan ini bisa dilakukan melalui dialog, diskusi, dinnertalk, aftertea, ataupun bentuk forum lainnya. Kelompok pemuda merupakan kelompok yang paling mudah terprovokasi, kelompok yang paling agresif dibandingkan kelompok lainnya, oleh karena itu diperlukan upaya konsolidasi di setiap lini, khususnya di kalangan kepemudaan.
4. Mampu berdikari dan kuat secara financial. Dalam dunia yang penuh persaingan ini, peningkatan kompetensi sumber daya manusia merupakan sebuah kewajiban, jika tidak maka akan tertinggal oleh bangsa lain, sesungguhnya perang yang terjadi dalam dunia global ini bukanlah perang dengan letusan api, tapi perang ekonomi, perang kreatifitas dan perang inovasi. Belum lagi Masyarakat Ekonomi Asean yang sudah didepan mata, pemuda Indonesia mau tidak mau harus mengadu skill dengan pemuda lintas negara, Oleh karena itu pemuda hari ini dituntut agar dapat meningkatkan hard skill dan soft skill. Selain itu eksistensi pemuda dalam dunia usaha dan ekonomi kreatif masih sangatlah minim, data terakhir menunjukan bahwa jumlah pengusaha Indonesia 1,6% dari total jumlah penduduk Indonesia[6], Jumlah wirausaha di Indonesia masih ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN lainnya.
5. Memanfaatkan Media Sosial. Dunia hari ini adalah dunia yang saling terkoneksi, tanpa batas ruang dan waktu (borderless), manusia hari ini terlahir di dua dunia yaitu dunia nyata dan dunia maya, manusia bisa begitu dengan bebas untuk berkomunikasi, manusia yang berada jauh disudut wilayah manapun bisa mengetahui kejadian-kejadian yang ada wilayah lainnya, segala informasi bisa diakses dengan mudah (the world in your hand). Media sosial sangat begitu digandrungi oleh para pemuda (generasi z) untuk bersosialisasi, menurut data International Telecommunication Union (ITU), sampai akhir 2014 sebanyak tiga miliar manusia di dunia akan terkoneksi dengan internet, sebanyak 1,3 miliar diantaranya menggunakan facebook, lebih dari 800 juta foto di-upload setiap bulannya, 13 juta anggota secara rutin mengupdate status mereka, dan sebanyak 7 juta video klip juga di-upload, dalam 20 menit terdapat 1 juta share link,2 juta request pertemanan dan 3 juta pesan yang dikirim[7], melihat data tersebut, media sosial dapat dimanfaatkan oleh para pemuda untuk melawan berbagai ancaman negara yang bersifat non state actor, karena berbagai ancaman tersebut bisa berbentuk propaganda provokatif yang masuk dan disebarkan melalui media sosial, seperti perang opini, kampanye ideologi-ideologi ekstrem, dan lain-lain. Pemuda Indonesia dapat berkreatifitas dan mengisi ruang-ruang media sosial dengan konten nasionalisme dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Kesimpulan
Pemuda hari ini mengemban amanah baru, yaitu bergerilya untuk menularkan rasa cinta tanah air dan berupaya untuk merevitalisasi nilai-nilai Pancasila terhadap masyarakat agar menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemuda Indonesia harus mampu mandiri, berdikari, kreatif dan inovatif serta kuat secara financial. Dengan begitu, pemuda dapat melawan dan menangkal setiap ancaman yang bersifat internal maupun eksternal.
“Suksesnya suatu bangsa adalah akumulasi suksesnya individu”
---Marwah Daud Ibrahim---
[1] source: http://nasional.sindonews.com/read/1034939/18/panglima-tni-proxy-war-dan-khatulistiwa-1440032533
[2] ibid
[3] http://www.rmol.co/read/2012/02/05/53931/Prioritas-Militer-Bergeser-ke-Asia,-AS-Optimis-Eropa-Tetap-Kompak-
[4] Yudhoyono, A. H. (2012). 10 Pelajaran Berharga Kepemimpinan Ala Militer. JAKARTA
[5] Tafsir, A. (2010). Filsafat Pendidikan Islām. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
[6] http://www.neraca.co.id/article/53112/jumlah-wirausaha-ri-ketinggalan-dibanding-negara-di-asean
[7] Kamil, R. (2014). Tetot, Aku kamu dan media sosial. Bandung: Sygma Creative Media Corp
1 note
·
View note
Text
“SPIRIT THE UNLIMITED OCEAN OF LOVE” “Akh Ucup, Biarkan Kami Bersaudara”
Gambar di atas saya ambil dari jendela pesawat Garuda ketika hendak landing di bandara Sentani Papua tahun 2015 yang lalu. Tulisan ini merupakan renungan saya tentang kehidupan dan persaudaraan manusia yang diambil dari pengalaman saya ketika berkunjung ke tanah Papua, diantara kalian pasti mengerenyutkan kening mengapa anak judulnya “Akh Ucup, Biarkan Kami Bersaudara?”, seperti salah satu judul film yang dibintangi oleh teh Laudya Cyintia Bela! ia betul sekali, saya memplesetkan judul film tsb, lantas apa hubungannya dengan tulisan ini? Tidak ada, hanya untuk mengundang perhatian anda saja agar tulisan saya dibaca.he
Sejujurnya, film ini yang memotivasi untuk menuliskan renungan-renungan saya, arah substansinya pun tidak akan jauh berbeda, hanya saja latar dan tokoh utamanya saja yang berbeda, di film itu berlatar tanah NTT sementara di tulisan ini Tanah Papua, tokoh utamanya diperankan oleh teh Bela dan di tulisan ini peran utamanya oleh “aa” saya sendiri. he���
Puji Syukur saya sudah pernah tiga kali berkunjung ke Bumi Cendrawasih itu, statement itu bukan karena rasa saya ingin dinilai keren atau rasa ingin pamer, hanya sedikit mengucap rasa syukur saja karena saya adalah orang yang beruntung bisa diberi kesempatan untuk pergi kesana, setiap kunjungan saya ke Papua adalah murni untuk urusan pekerjaan, dan yang terpenting bagi saya, saya bisa mendapat banyak renungan kebaikan dari perjalanan itu. Jarak tempuh Jakarta-Papua kurang lebih menelan waktu enam jam, take off dari bandara Soeta Jakarta sekitar pukul 01.00 WIB dan landing di bandara sentani Papua pukul 08.00 Pagi WIT karena perbedaan waktu dua Jam lebih cepat dari Jakarta. Ada rasa lelah yang menghampiri, bagi yang pernah naik pesawat dengan waktu selama itu pasti pernah merasakannya.
Entah kenapa di detik-detik pesawat hendak landing, dari langit Papua terlihat pemandangan cantik menggoda mata, gunungan-gunungan bak istana kecil yang seolah diselimuti lumut menghilangkan rasa lelah yang baru saya keluhkan, dada saya mengalami sebuah guncangan berskala richter rendah, sepertinya saya sedang mengalami jatuh cinta, sebuah ungkapan mengatakan bahwa “kelemahan seorang lelaki terdapat pada pandangannya”. Ya… saya termasuk tipe orang yang sangat sulit sekali menjaga pandangan, oleh karenanya saya gampang sekali jatuh cinta, apalagi sama kamu! Eh…!
Saat itu saya takjub dan terpesona oleh pemandangan yang terlihat dari jendela pesawat, karena takut kehilangan moment, dengan tergesa saya abadikan dalam bidikan kamera ponsel. Cekrek! Dan saat itu juga saya teringat syair lagu Edo Kondolangit yang berbunyi Papua adalah surga kecil yang jatuh ke bumi. Hati ini tetiba menggebu, tidak sabar ingin segera turun untuk sekedar jalan-jalan.
Pada kunjungan kali ketiga itu saya bertemu dengan kawan saya, namanya Michael, mahasiswa jurusan Matematika UNCEN yang saat itu menjabat sebagai wapres BEM UNCEN. Orangnya baik sekali, pun juga kepribadiannya dalam bergaul, dari sorot matanya saya menerka bahwa orang ini penuh tanggung jawab, terutama bertanggung jawab terhadap setiap keinginan dan mimpi-mimpinya. Yang minat berkenalan dan berteman silahkan @yarisetouw.
Saat itu, saya dan teman-teman BEM UNCEN bekerjasama menggelar sebuah kegiatan, yaitu kegiatan seminar dan talkshow dengan mengangkat tema “Peran Pemuda Papua dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”. Diluar kegiatan itu kami banyak berbincang dengan teman-teman UNCEN, betukar pikiran, bertukar informasi.
Sungguh mesra sekali dialog kami, seperti teman lama yang tidak pernah bertemu berwindu-windu, dalam perbincangan yang hangat itu, saya yang lebih banyak bertanya dan mendengar ketimbang berbicara. Kemudian saya berinisiatif mengajukan sebuah pertanyaan tentang bagaimana kehidupan toleransi antar umat beragama disana, karena Orang Asli Papua (OAP) mayoritas beragama Nasrani, hal ini akan membuat perbincangan lebih menarik, gerutu saya dalam hati.
Menanggapi pertanyaan yang saya ajukan, mereka menuturkan jika kehidupan toleransi dalam beragama disana cukup baik, jarang sekali terdengar meletus konflik SARA, lebih lanjut mereka menuturkan bahwa salah satu program kerja BEM mereka adalah kegiatan BERQURBAN (saya lupa lagi istilah prokernya), mereka ikut berpartisipasi berqurban pada saat moment hari raya IDUL ADHA yang diperingati umat Islam tiba. Yang paling menarik, ada banyak kader organisasi BEM yang notabennya beragama Nasrani ikut bergabung dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi ekstra kampus yang berlatarbelakang Islam, seperti HMI dan organisasi semacam lainnya. Lanjut tuturnya, mereka merasakan banyak manfaat, merasa bertambah wawasan dan tercerdaskan melalui diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh oraganisasi ekstra Islam tsb. Cerita tidak berhenti sampai disana, bulu kuduk saya berdiri ketika mendengar cerita pada saat bulan Puasa tiba, dari penuturanya diketahui bahwa masyarakat disana sering mengadakan patroli/jaga pada saat umat islam sedang melaksanakan ibadah shalat terawih, semacam membuat pagar manusia agar tercipta kondisi aman.
Jujur, saya langsung meriang mendengar cerita ada kehidupan masyarakat seromantis itu!
Namun, tiga bulan kemudian tepatnya pada hari Raya Idul Fitri tahun 2015, saya dikagetkan dengan kabar berita adanya konflik antar warga yang menyebabkan terbakarnya mesjid di kabupaten Tolikara Papua, sejenak saya menelaah kebenaran peristiwa tsb, dan ternyata benar peristiwa itu terjadi. Lalu saya penasaran untuk mencari penyebab persoalan itu apa? dan karena saya yakin jika persoalan Papua bukanlah soal agama atau SARA, karena bukan itu penyakitnya, penyakit Papua adalah soal ketidakadilan, kesenjangan, kemanusiaan dan kesejahteraan. Dan dugaan saya betul, masalah Tolikara lebih kepada persoalan miskom birokrasi setempat, tepatnya soal surat perizinan tempat dan himbauan yang tidak tersosialisasikan dengan baik kepada umat islam yang sebelum pelaksanaan shalat idul fitri dilaksanakan, hingga akhirnya konflik memuncak dengan terbakarnya mesjid oleh beberapa oknum yang memang sengaja menginginkan konflik untuk bergejolak, itu yang saya pahami dari pemberitaan di media.
Saya sadar betul ada banyak hal yang tidak saya ketahui, namun sedikit informasi yang disampaikan oleh teman-teman disana membuat hati saya terenyuh. Betapa indahnya mejalani kehidupan dalam beragam perbedaan. Saya pikir semua bangsa merindukan kehidupan masyarakat yang tentram dan damai, kehidupan yang selalu mengedapankan musyawarah, kehidupan yang memandang bahwa segala persoalan bisa diselesaikan di meja dialog, teringat perkata salah seorang aktifis HAM bahwa “jika ada masalah berdialoglah, jika masih belum juga bisa diselesaikan nasehatnya adalah tetap buka meja dialog yang baru, bukalah dialog, dan bukalah dialog lagi, karena berdialog tidak akan membunuhmu!”
Potret kehidupan masyarakat semacam itu sering disebut dengan istilah “persatuan dalam keragaman” atau dalam bahasa Inggrisnya “Unity in Diversity” atau dalam bahasa sangsakerta “Bhineka Tunggal Ika” atau lebih populernya “Gotong Royong”, dan atau dalam bahasa sunda ”sabiruyungan” (tidak lupa misi untuk ngamumule bahasa sunda, red: membudayakan bahasa sunda).
Seorang Indonesianis garda depan Benedict Anderson memahami nasionalisme sebagai komunitas khayalan (imagined community) yang disatukan oleh sebuah persahabatan horisontal yang mendalam di mana anggota-anggotanya diyakini mengkonstitusi (menciptakan) sebuah en-titas yang kuat dan utuh.
Saya yakin betul, bahwa kehidupan masyarakat seromantis itu tercipta karena sebelumnya telah mengalami sebuah jalinan “persahabatan horisontal yang mendalam” seperti yang dimaksud Anderson diatas, semisal batin yang saling terhubung dari setiap individu hingga membuat mereka bersatu. Kemudian soal nasionalisme, menurut saya nasionalisme tanpa “nasi” akan menjadi tidak penting karena menjadi “onalisme”. He… intermezo… (yang IQ nya tinggi pasti mengerti). Tidak! Bukan begitu, menurut saya nasionalisme adalah impact dari proses jalinan pesahabatan horizontal tsb, dan ujungnya kita bertemu dalam ruang kesapakatan yang disebut negara. Karena dari sana akan lahir jalinan-jalinan lain, terutama jalinan cinta kasih. Darinya tumbuh rasa saling, yaitu saling memiliki (sense of belonging), saling menjaga dan saling menghargai.
Renungan yang begitu panjang ini mengantarkan saya pada sebuah titik dimana saya merasa mencintai semua jenis manusia, untuk itu ijinkanlah saya mengungkapkan perasaan dari lubuk hati yang terdalam bahwa “Aku mencintaimu saudaraku!” Titik ini disebut dengan istilah “SPIRIT THE UNLIMITED OCEAN OF LOVE” [1].
“Kewarganegaraan adalah urusan administrasi
Kenapa aku cinta Indonesia, tetapi juga cinta Malaysia, Thailand, Belanda, Amerika dan lainnya? Cintaku luas, menembus batas teritorial.” (Pidi Baiq)
SEKIAN
[1] istilah “The Unlimited Ocean Of Love” sebagaimana yang digunakan oleh Dr. Komaruddin Hidayat, dalam bukunya Tragedi Raja Midas; Moralitas Agama dan Krisis Modernisme, Penerbit Paramadina, Jakarta tahun 1988. “The Unlimited Ocean Of Love” merupakan proses meretas spiritualitas manusia dengan Yang Maha Kasih yang memunculkan kesadaran imperatif; komunikasi sosial yang bersifat memberi, melimpah kasih, bukan komunikasi yang bersifat dominatif-eksploitatif. Dalam pandangan mistikus, kualitas manusia dan kemanusiaan yang paling primordial adalah bahwa ia merupakan makhluk spiritual puncak ciptaan Tuhan dan oleh karenanya watak dasar manusia adalah bersifat baik, senantiasa merindukan kedamaian, kebahagiaan, hubungan cinta kasih dan selalu ingin berdampingan dengan Yang Maha Kasih. Tatkala seseorang berusaha mencintai sesamanya dan berusaha menciptakan kedamaian bagaikan arus sungai yang mengalir dari lautan kasih dan lautan damai yang tak terbatas, (Moh. Toriqul Chaer , 2012).
6kZtnv2�*?�� �
0 notes
Photo
Seorang santri terbiasa digembleng kyainya utk selalu mendekat kepada ilahi apapun masalah yang dihadapinya... #ApiTauhid #SGD – View on Path.
0 notes
Photo
Paket wisata paling murah "pangandaran beach" bersama Adfun Travel, info selengkapnya: adfun-travel.com – View on Path.
0 notes
Photo
Jika cinta adalah kata kerja, maka bekerjalah utk apa yg kau cintai. bagiku Indonesia adalah cinta pertamaku... #LoveIsVerb – View on Path.
0 notes