Text
Bergetar rasanya, bukan tentang gaun atau acara. Tapi mengingat perjalanan panjang kita hingga sampai pada titik ini. Bukan hal mudah, tapi di sinilah kita sekarang, di depan pintu masuk dunia yang benar" baru. Thank you for stay by my side.
Senin, 4 Oktober 2021

1 note
·
View note
Text
Kami belajar untuk membangun mezbah doa bersama. Beberapa yang jadi pokok doa kami adalah hubungan kami dan segala rencana" ke depan, juga keluarga kami masing-masing. Awalnya tidak mudah, kami coba dengan 2 kali dalam seminggu. Yang jelas setelah 6 tahun lost contact kami belajar banyak hal. Sekarang kami memulai kembali dengan dasar yang baru. Ini akan menjadi perjalanan yang berbeda. Saya bersyukur untuk semua hal itu. Let's growing up together.
0 notes
Text





Selasa, 11 Juni 2019
Beberapa hari terakhir Kota Samarinda dilanda banjir. Sebenarnya fenomena banjir di kota ini bukanlah hal yang jarang terjadi, namun menurut cerita katanya banjir kali ini cukup parah. Mungkin kejadian banjir terakhir yang paling teringat bagi warga Samarinda adalah saat jebolnya bendungan pada tahun 1998. Dan ya, banjir kali ini seperti kembali mengingatkan masa kelam 21 tahun yang lalu itu. So, kebayang dong separah apa banjir kali ini.
Dare To Care, saya sendiri gatau siapa pencetusnya, sepertinya atasan kami yang juga tergabung di dalamnya. Kami adalah kawan sekantor, dan beberapa adalah mantan karyawan sekantor. Saya kadang merasa kagum dengan orang" ini yang rela bersibuk" mengurusi aktivitas kami. Ada yang rutin tiap awal bulan meng-update komposisi dana dan daftar rekan yang sudah membayar, ada yang sibuk cari info lokasi atau aktivitas yang akan dilakukan, malahan nih ya, ada satu rekan yang lagi hamil besar dan masih mau mondarandir di pasar nyari belanjaan yang akan disumbangkan. Oh my God.. apa yang mereka pikirkan?
Hari ini Dare To Care memberikan bahan makanan untuk korban banjir melalui salah satu posko. Jelas itu bukan hal besar, tapi seperti menantang diri sendiri untuk menjadi lebih dari sekedar BONEKA yang dituntut mengikuti template dunia, mereka ini sedang menjaga keMANUSIAannya.
1 note
·
View note
Text
Yeremia Pasal 29

Puji Tuhan, sungguh penghiburan-Mu selalu ada bagiku. Kali ini melalui surat yang dituliskan oleh nabi Yeremia untuk orang-orang buangan di Babel.
“Janganlah kamu diperdayakan oleh nabi-nabimu yang ada di tengah-tengahmu dan oleh juru-juru tenungmu, dan janganlah kamu dengarkan mimpi-mimpi yang mereka mimpikan!”
Sungguh hampir hilang semangat hidupku, mati sekarang pun tak apa rasanya.
“Masih adakah yang dapat aku lakukan? Masih adakah masa depan bagiku? Semuanya gelap. Habislah sudah. Gak ada harapan.”
Hanya itu yang terlintas di kepalaku beberapa bulan belakangan. Entah dari mana datangnya. Namun sungguh senang rasanya mengetahui Firman yang ditujukan kepada orang-orang buangan di Babel, yang sama dengan kondisiku saat ini, hanya dalam situasi yang berbeda.
Terimakasih atas penghiburan-Mu. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Kau tahu dengan baik secara psikologis aku sudah seperti mayat hidup. Suara-suara yang terus terlintas di kepalaku menggerus harapanku sedikit demi sedikit. Terimakasih untuk mengingatkan aku agar jangan diperdayakan oleh suara-suara di kepalaku yang mungkin selama ini menjadi nabi-nabiku yang aku dengarkan dan aku yakini.
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Terimakasih Tuhan. Terimakasih.
0 notes
Text
Where Is Freedom?
Ya, kebebasan adalah ketiadaan. Apapun yang diklaim bebas hanyalah khayalan. Tak ada yang benar-benar bebas selama kau tetap eksis. Bebas hanya ada dalam ketiadaan.
Sejak kecil kau di didik menjadi anak yang pandai, memperoleh nilai yang bagus, berkuliah, kemudian mendapatkan pekerjaan yang mapan dan hidup bahagia dengan orang yang kau cintai. Betapa manusia harus hidup seperti boneka, mengikuti template yang ada demi memenuhi nafsu dunianya. Itulah yang dilakukan manusia di muka bumi yang busuk ini, bumi di mana tak akan kau jumpai kebebasan.
Saya pribadi menganggap diri saya bebas saat sendiri, tak ada siapapun yang menyela, semuanya dapat ku kendalikan sesuai keinginanku. Tapi apakah aku bebas? Nyatanya pikiran masih dipenuhi dengan berbagai tanggung jawab yang tidak ada pilihan lain selain harus dipikul. Mungkin kebebasan hanya ada dalam kematian. Tapi apakah mati benar-benar bebas? Who know..
Lalu di mana kebebasan itu sebenarnya? Mengapa aku terus hidup seperti budak? Ditekan.. ditekan.. ditekan lagi.. ditekan terus.. sampai tak bersisa. Kapankah kematian datang? Sungguh aku tak sabar bertemu dengannya. Berharap dalam sekejap mata seluruh beban akan runtuh olehnya.
“Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”
0 notes
Text
Thanks
Malam ini - dalam perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya, ku buka lagi aplikasi Alkitab yang biasanya hanya seminggu sekali. Bukan untuk tujuan merenungi, hanya penasaran dengan kitab Roma pasal 8 yang barusan saya liat di Instagram. Di akhir ayatnya tertulis seperti ini,
“Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, …….. , tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”
Terimakasih untuk penghiburan-Mu, sangat melegakan bagiku.
0 notes
Text
Me vs Dead
Masih tentang kematian, bayang-bayangnya tak pernah lepas, terus mengintimidasi dan merenggut satu per satu angan. Berapa sisa umur yang saya punya? Sempat gak ngelakuin ini itu ini itu? Bagaimana dengan keluarga impianku. Dapatkah aku membangunnya? Mau kerja apa aku ini? Bisa sembuh gak ya? Harus sembuh! Ikuti program pengobatan selama 6-12 bulan ke depan. Mencari pekerjaan lain untuk bertahan hidup dan pengobatan. Setelah itu kembali mengadu nasib sesuai impian. Tapi bagaimana sekarang? Jangankan mau berobat, tinggal aja gatau mau tinggal di mana? Apa pulang kampung aja ya? Tapi mau ngapain di sana? Toh juga tidak ada uang, sama saja seperti di sini kan. Jadi sekarang mau apa? Urus KTP - urus BPJS - berobat. Tapi emangnya sempat? Gak keburu parah duluan baru BPJS nya jadi? Bisa! Bisa! Tapi.. Tapi.. Tapi.. Tapi..
Gak ada habisnya. Saya gak bisa nanggung ini sendiri. Adakah jiwaku menyadari keberadaan Tuhan yang siap sedia menanggung semua ini bersamaku? Ohh sungguh saya tak berdaya seorang diri, Tuhan.
0 notes
Text
Never Lose Hope
Saya beruntung mendapatkan kesempatan berkuliah. Saya beruntung mengalami nikmatnya makan nasi hanya dengan sambal ulek buatan sendiri, atau dengan hanya sepotong tempe goreng. Saya beruntung pernah memungut kembali makananku dari tempat sampah. Saya beruntung pernah merasakan akan tidur di jalanan, di taman, atau di emperan toko, meskipun sampai sekarang itu belum pernah terjadi. Saya beruntung atas segala pencapaian-pencapaian saya sejauh ini. Saya beruntung atas orang-orang yang saya temui selama ini, mereka yang hanya sebentar atau yang tinggal lama. Saya beruntung bahwa saya dikaruniakan perasaan belas kasih. Dan saya merasa beruntung mencicipi perasaan menjelang kematian yang pernah dirasakan bapak dan mamaku. Bagaimana degdeg-an nya, bagaimana mempersiapkan hati menghadapi kemungkinan terburuk, mencoba untuk tidak mati dalam kekhawatiran karna banyak hal yang belum tercapai, tapi juga seperti gembira dengan akan berakhirnya waktuku dalam busuk.
Siapa mengira saat-saat seperti ini tiba begitu cepat bagiku. Belum jelas memang kapan waktunya, saya tidak ingin mendahului Tuhan. Dan jujur saja saya sebenarnya masih ingin berlama-lama, membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia, mendidik anak-anakku menjadi orang yang lebih peduli keadaan di sekitarnya, dan memenuhi panggilanku. Hanya saja fakta bahwa kedua orangtuaku meninggal karena penyakit hati membuat ini semua seolah-olah jelas bagiku.
But my life will be a sad story if I die now. So I will continue to live, in the name of Jesus I will recover from the illness that took both of my parents. And do some miracles with Him before I die.
0 notes
Text
Surat Untuk Tuhan
Kepada Yth. Tuhan semesta alam, Bapa yang saya panggil dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Perlukah saya memperkenalkan diri sebelumnya? Saya khawatir Kau tak mengenaliku. Terkadang saya mungkin menjauh dan tak peduli padaMu. Salah seorang hambaMu yang begitu lembut tutur katanya, Pdt. Samuel Rondo Noenoehitoe, menamai saya Yoel. Lalu atas inisiatif guru SD yang juga tetangga saya, menambahkan nama ayah saya sebagai nama belakang saya. Maka jadilah nama lengkap saya Yoel Marthen. Saya adalah manusia yang pada mulanya Engkau tempatkan di Indonesia, pulau Sulawesi bagian tenggara, Kota Kendari, di tengah keluarga yang penuh cinta kasih. Tuhan, sejak kecil Kau berikan saya banyak kesempatan untuk mengamati. Maka jadilah saya tumbuh menjadi anak yang berpegang pada pemikiran logis manusia. Saya tahu menjadi logis itu baik untuk mengenalMu. Hanya saja saya khawatir bahwa saya terlalu mengandalkan pertimbanganku dan mengambil alih apa yang menjadi bagianMu. Sungguh itu hanya akan memecahkan kepalaku, Tuhan. Membuatku khawatir akan sesuatu yang bahkan belum terjadi. Untuk itu Tuhan, saya ingin Kau angkat setiap kekhawatiranku. Mengajariku untuk melakukan bagianku sesuai pertimbangan yang logis, dan mempercayakan sepenuhnya kepadaMu apa yang menjadi bagianMu. Saya ingin menggantungkan hidupku padaMu, tapi bukan dengan memasrahkan seluruhnya kepadaMu, karna ada tanggung jawab yang perlu saya kerjakan sendiri. Ajari saya untuk membagi semua hal sesuai porsinya. Selain itu Tuhan, saat ini saya sangat perlu mujizatMu. Seandainya Engkau berkenan, tunjukkanlah sekali lagi padaku kekuasaanMu itu. Seandainya Engkau berkenan, arahkanlah pandanganMu kepadaku. Ingatlah aku dengan belas kasihanMu. Biarlah kiranya penyertaanMu selalu jadi bagianku. Agar tetap tegar langkah kakiku, agar tak gentar aku di hadapan tembok-tembok yang menjulang tinggi. Terakhir Tuhan, ajari saya untuk lebih peka terhadap suaraMu. Agar saya dapat mengerti akan panggilan hidupku. Demikian Tuhan. Terimakasih atas waktuMu yang Kau luangkan untuk membaca suratku ini. Salam hangat dari anakMu yang nakal Yoel Marthen
0 notes
Text
Saya Belum Selesai
Telah ku saksikan sendiri Satu per satu gugur terhempas realita Bukan soal kurang teguhnya idealisme Atau perihal siapa kuat siapa lemah
Kita hanya berusaha melukis hidup Menempatkan mimpi pada kondisi ideal Nyatanya situasi tidak selalu ideal Kita terpaksa sepakat dengan itu
Sampai sini saja Ini sudah cukup Tak ada lagi pertanyaan Sampai sini saja
Sungguh menakutkan rasanya Melihat bagaimana dunia menaklukkan hati Lalu mencampakkannya begitu saja Meninggalkannya di pinggir pinggir jalan Di emperan toko Di kolong kolong jembatan
Sungguh hanya oleh anugerah Saya masih dapat beradu Meskipun selalu sulit Takkan ku biarkan hatiku tunduk
Malang, 22 Juli 2017 dalam ke-luntanglantung-an
0 notes
Text
Rangkuman Pidato Mark Zuckerberg
Hari ini saya membaca terjemahan pidato Mark Zuckerberg (alih Bahasa: Hilman Fajrian) yang sedang viral di media sosial. Pidato tersebut disampaikan di hadapan lulusan Harvard pada tanggal 26 Mei 2017. Kemarin sebenarnya saya sudah menonton penggalan pidatonya yang menceritakan kenangan terbaiknya selama di Harvard, yaitu bertemu dengan istrinya, Priscilla. Dan hari ini saat saya membaca keseluruhan pidato tersebut, saya agak heran dan bertanya dalam hati,
“Dari sekian padatnya pandangan baru yang disampaikan Mark Zuckerberg, kenapa video yang disebarkan di media sosial kemarin itu hanya bagian ungkapan ‘sanjungan’ terhadap istrinya? Apakah generasi muda sekarang memang terlalu ‘gampangan’ terhadap hal-hal ‘manis’ semacam itu?”
Lalu timbul rasa kasihan dengan generasi ini. (btw saya ga lupa kok kalo saya juga nonton penggalan video itu wkwk…)
Karena saya merasa tergugah dengan isi pidato Mark Zuckerberg itu, saya ingin merangkum beberapa poin yang saya pahami dan membuat saya tergugah. Hanya sebagai pengingat bagi saya. Tapi syukur-syukur kalo juga bisa jadi pengingat untuk kalian. Berikut ini beberapa poin penting yang saya tangkap.
● Tantangan generasi kita adalah menciptakan sebuah dunia dimana setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan. Bagi para generasi millenial menemukan tujuan seharusnya timbul secara naluriah.
● Tiga cara menciptakan dunia dimana setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan: dengan (1) melaksanakan pekerjaan bermakna secara bersama-sama, (2) mendefinisikan kembali kesetaraan sehingga setiap orang memiliki kebebasan untuk mencapai tujuan, dan (3) membangun komunitas di seluruh dunia.
1) Salah satu kisah favorit saya (Mark) adalah ketika Presiden John F. Kennedy mengunjungi pusat antariksa NASA. Ia melihat seorang petugas kebersihan membawa sebuah sapu. Ia datangi dan bertanya kepada petugas itu apa yang sedang ia kerjakan. Petugas kebersihan itu menjawab, “Tuan presiden, saya membantu mengirimkan manusia ke bulan.”
Tak ada seorang pun yang tahu ketika mereka baru memulai. Gagasan tidak dating secara utuh. Gagasan hanya jadi terang dan jelas ketika Anda melakukannya. Anda hanya harus memulainya. (waktu baca ini langsung keingat kembali waktu saya bersama dua orang teman berencana membentuk sebuah konsultan. Apa kabar gagasan yang hampir utuh itu? Hahaha)
Bagus untuk menjadi idealis. Tapi bersiaplah untuk disalahpahami. (ini bener banget sih hiks..)
Ini adalah masa bagi generasi kita untuk mendefinisikan kembali apa itu pekerjaan masyarakat (mungkin yang dimaksud semacam pekerjaan dengan tujuan sosial. Saya juga belum nonton videonya jadi belum tau kata dalam bahasa Inggrisnya apa, belum nemu wifi hehe..). Bagaimana dengan menghentikan perubahan iklim dengan melibatkan jutaan orang memproduksi dan memasang panel surya? Bagaimana dengan menyembuhkan semua penyakit dan meminta relawan melacak data kesehatan dan membagikan data genome mereka? Bagaimana dengan memodernkan demokrasi sehingga setiap orang bisa memilih secara online, dan menpersonalisasikan pendidikan agar setiap orang bisa belajar?
Pencapaian-pencapaian ini berada dalam jangkauan kita. Mari kita wujudkan dalam berbagai cara yang mampu memberikan peran bagi setiap orang dalam masyarakat. Mari kita lakukan hal-hal besar, tak hanya demi menciptakan kemajuan, tapi untuk menciptakan tujuan.
2) Facebook bukan hal pertama yang saya bangun. Saya pernah menciptakan game, system chat, perangkat belajar, dan pemutar musik. Saya tidak sendirian. JK Rowling ditolak 12 kali sebelum menerbitkan Harry Potter. Bahkan Beyonce harus membuat ratusan lagu sebelum menciptakan lagu Halo. Semua kesuksesan besar ini datang dari kebebasan untuk gagal.
Setiap generasi memperluas definisi akan kesetaraan. Sekarang giliran kita untuk mendefinisikan kontrak social baru bagi genersai kita.
Kita mesti menciptakan masyarakat yang mengukur kemajuan tak hanya berdasarkan metric ekonomi seperti PDB, tapi berapa banyak dari kita memiliki peran yang bermakna. Kita mesti mengeksplorasi gagasan seperti universal basic income (jaminan pendapatan dasar) demi memberikan sandaran bagi setiap orang untuk mencoba hal-hal baru. Dan seiring dengan teknologi yang terus berubah, kita perlu masyarakat yang lebih berfokus pada pendidikan yang berkelanjutan di sepanjang kehidupan kita.
Kita semua bisa memberi pertolongan kepada orang lain. Mari kita memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengejar tujuan mereka — tidak hanya karena itu adalah hal yang benar, tapi karena ketika lebih banyak orang yang bisa mengubah impian mereka menjadi sesuatu yang besar, kita semua akan hidup lebih baik karenanya.
3) Dalam sebuah survei kepada para millennial di seluruh dunia soal apa yang menentukan sebuah identitas, jawaban paling banyak bukanlah kewarganegaraan, agama, atau etnis, namun ‘warga negara dunia’. Ini benar-benar sesuatu yang besar.
Setiap generasi memperluas lingkaran orang-orang yang kita sebut sebagai ‘bagian dari kita’. Untuk saat ini, hal tersebut mencakup keseluruhan dunia.
Kita memahami bahwa prasasti besar dalam sejarah manusia tercipta ketika orang dalam jumlah banyak berkumpul – mulai dari suku hingga bangsa – untuk mencapai sesuatu yang tidak bisa dikerjakan sendirian.
Kesempatan terbesar kita saat ini adalah globalisme. Tantangan terbesar kita memerlukan respon global pula. Kemajuan saat ini memerlukan kebersamaan yang tak hanya lingkup kota atau negara, tapi juga komunitas global.
Ini adalah pergulatan masa kita. Kekuatan kebebasan, keterbukaan, dan komunitas global melawan kekuatan otoriter, isolasi, dan nasionalisme. (Sedih rasanya tahu saat orang di luar sana sudah berbicara persatuan secara global, kita di Indonesia malah masih berjuang soal nasionalisme yang dilawan dengan kesukuan, agama, ras, dst)
Hal ini tak bisa diputuskan semata-mata oleh PBB. Ia terjadi di tingkat lokal, ketika kita merasa kesadaran akan tujuan dan stabilitas hidup kita jadi sesuatu untuk mulai memedulikan orang lain.
Perubahan dimulai dari tingkat lokal. Bahkan globalisasi pun bermula dari kecil – dengan orang-orang seperti kita. Di generasi kita, perjuangan untuk terhubung lebih banyak orang, untuk mencapai kesempatan terbesar, bergantung pada hal ini: kemampuan Anda membangun komunitas dan menciptakan dunia di mana setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan.
● Bila seorang anak SMA yang tak tahu seperti apa masa depan namun tetap ingin menjalankan peran untuk membuat dunia lebih baik, kita berhutang kepada dunia untuk melaksanakan peran kita.
Naskah terjemahan: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10209174590783135&id=1271215198
0 notes
Text
Orang Kristen dan Ahok
Saya belum nonton atau baca berita hari ini, tapi dengar dengar Ahok divonis 2 tahun penjara katanya. Media sosial rame, tidak ketinggalan orang Kristen juga ikut rame. Sebenarnya saya agak resah dengan kebanyakan orang Kristen yang gak tau sih apa motifnya, cuma sepertinya sudah terlalu berlebihan menanggapi segala sesuatu tentang Ahok. Kalo istilah remaja-remaja Kendari, "terlalu hega". Saya sendiri juga adalah pengagum Ahok, dan saya juga kecewa dengan kegagalan Ahok di pilkada DKI. Kekaguman saya terhadap Ahok dimulai sejak video marah-marah beliau menjadi viral di media sosial (waktu itu sudah jadi gubernur atau masih wakil ya? lupa). Jujur saja, sebagai orang Kristen, siapa sih yang gak bangga melihat Ahok bersinar? Atau gini deh, gak usah agama, daerah asal aja. Siapa yang gak bangga melihat ada tokoh hebat yang berasal dari kampung yang sama dengan dia? Nyatanya memang orang Indonesia gak bisa lepas dari bayang-bayang identitas golongannya, dan ya memang identitas golongan itu tidak harus dihilangkan. Meskipun kita satu bangsa Indonesia, kita tetap saja berasal dari pulau, suku, agama, ras yang berbeda. Masalahnya saya melihat kecenderungan orang Kristen kebanyakan terjebak di sini, dan itu bikin saya agak risih. Masa kampanye pilgub, orang Kristen koar koar jangan pake SARA. Ehh, dia sendiri Kristen, etnis Tiongkok, satu golongan dengan Ahok. Padahal beda kota loh, beda provinsi, beda pulau. Apa ya kira-kira motifnya mendukung Ahok? Kalo menurutku sih karna solidaritas golongan, satu rasa sebagai minoritas. Tapi yang paling meresahkan adalah Ahok sampe dibawa-bawa dalam renungan dan (pasti juga) dalam khotbah-khotbah di gereja. Oke lah konteksnya mungkin tentang integritas Ahok sebagai orang Kristen. Masalahnya, isunya disampaikan di waktu dan tempat yang kurang tepat, jadi maknanya bias. Banyak orang memaknai itu sebagai dukungan kepada Ahok. Maka jadilah orang-orang Kristen "asal percaya saja" ini menjadi Ahoker Ahoker militan. Maksudnya gausah lah mencampur adukkan masalah politik dalam urusan agama. Jangan sampe kita jadi sama seperti yang sempat rame-rame tuh di Monas. Mungkin memang ada yang motifnya ikut benar-benar untuk membela agama, tapi nyatanya masa yang besar adalah senjata politik paling joss. Lalu setelah Ahok kalah pilkada, isunya berubah jadi "bubarkan paham radikalisme". Plis deh, agama mana yang tidak menutut pengikutnya untuk radikal(1)? Agama mana yang tidak menuntut militansi(2)? "Para pengikutku, silahkan mengikuti saya dengan ala kadarnya, sesempatnya." Gak ada!! Pada level tertentu, semua agama menuntut umatnya menjadi radikal, menjadi militan. Jadi yasudah lah, toh sama aja belangnya. Mana tau ternyata isu radikalisme itu adalah mekanisme balasan untuk melemahkan kubu lawan. Kan posisi kita dipermainkan jadinya, hanya alat politik yang disebut "masa". Posisi kita jadi sama kayak yang rame-rame di Monas. Percaya lah sama pemerintah. Mereka wakil Tuhan kan? Mereka tau mana yang membahayakan NKRI. Sekarang Ahok divonis 2 tahun penjara, orang Kristen gak kalah ramenya. Satu hal yang saya pelajari dari pilpres 2014 adalah keinginanku belum tentu sesuai dengan rencana Tuhan. Suara saya untuk Prabowo waktu itu. Saya kecewa berat ternyata Jokowi yang terpilih. Tapi seiring berjalannya waktu, saya merasa bangga dengan kinerja Jokowi sejauh ini. Maksud saya tau dari mana sih kalo keinginan kita itu yang lebih baik daripada yang sudah terjadi? Sekarang Ahok sedang di hadapkan sama konsekuensi pilihannya maju ke dunia politik. Gak mungkin lah Ahok sebego itu tidak menyadari konsekuensi-konsekuensi yang akan dia hadapi. Kita orang Kristen mah mestinya selow aja. Waktu Yesus di salib juga murid-murid gak ada rame rame tuh. Siapa coba yang rame? Orang-orang yang menolak Yesus kan?. Jadi ya biarkan semua mengalir sesuai rencana Tuhan untuk Ahok. Kita doakan saja Ahok dikuatkan. Atau anggap aja Ahok beneran salah deh dengan kata-katanya di Pulau Seribu. Kita tau seberapa banyak amal ibadah dan perbuatan baik yang dilakukan Ahok, tapi toh masih juga dihukum untuk satu kesalahan. Ya mungkin memang itu lah tugas pelayanan seorang Ahok. Tuhan ingin Indonesia di selamatkan. Tuhan ingin kasih tau kalo Dia yang sempurna itu juga menuntut kesempurnaan loh dari umatnya untuk imbalan surga. Satu saja dosa bisa menghapus sejuta kebaikan dan menggagalkan kita masuk surga. Nah masalahnya yang namanya manusia kan gak ada yang sempurna. Itu lah mengapa Yesus mati di kayu salib, yaitu untuk menyempurnakan manusia dari ketidakmampuannya. Di anggap seperti itu lebih tenang kan? So teman-temanku, kakak-kakakku, saudara-saudaraku seiman, segolongan, praise the Lord!! Note: Berdasarkan KBBI (1) radika/ra·di·kal/ a 1 secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip): (2) militan/mi·li·tan/ a bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras:
1 note
·
View note
Text
Lagu Indonesia Raya
Stanza 1
Indonesia Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe Di sanalah Akoe Berdiri Djadi Pandoe Iboekoe Indonesia Kebangsaankoe Bangsa Dan Tanah Airkoe Marilah Kita Berseroe Indonesia Bersatoe
Hidoeplah Tanahkoe Hidoeplah Negrikoe Bangsakoe Ra'jatkoe Sem'wanja Bangoenlah Djiwanja Bangoenlah Badannja Oentoek Indonesia Raja
(Reff Diulang 2 kali, red) Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja
Stanza 2
Indonesia Tanah Jang Moelia Tanah Kita Jang Kaja Di sanalah Akoe Berdiri Oentoek Slama-Lamanja Indonesia Tanah Poesaka P'saka Kita Semoenja Marilah Kita Mendo'a Indonesia Bahagia
Soeboerlah Tanahnja Soeboerlah Djiwanja Bangsanja Ra'jatnja Sem'wanja Sadarlah Hatinja Sadarlah Boedinja Oentoek Indonesia Raja
(Reff Diulang 2 kali, red) Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja
Stanza 3
Indonesia Tanah Jang Seotji Tanah Kita Jang Sakti Di sanalah Akoe Berdiri ‘Njaga Iboe Sedjati Indonesia Tanah Berseri Tanah Jang Akoe Sajangi Marilah Kita Berdjandji Indonesia Abadi
S'lamatlah Ra'jatnja S'lamatlah Poetranja Poelaoenja Laoetnja Sem'wanja Madjoelah Negrinja Madjoelah Pandoenja Oentoek Indonesia Raja
(Reff Diulang 2 kali, red) Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja.
0 notes
Text
1:30
Entah sejak kapan Sejak mengenalnya Sepertinya menjadi awal baru Di tengah gemerlap ia terawat Menjadi diri sendiri Untuk impian yang mulia Seperti kuncup di tengah taman Yang tampak istimewa di antara mekar Yaa.. katakanlah 1:30 *bagian pertama*
0 notes
Text
Life Must Go On
Pukul 02.45 aku terbangun, tidak seperti biasanya. Seharusnya tak ku telusuri lagi tentangmu. Tapi mengetahui kamu adalah seorang yang pandai - asisten, ternyata membuatku turut bangga. Entah karna kamu masih ku simpan di sudut-sudut ingatan, atau hanya karna sepi. Namun satu yang jelas bagiku, aku tau aku tidak salah mencintaimu. Ya, wanita sepertimu yang kuat, ga banyak tingkah, pandai. Akankah ku temukan kamu yang lain? Tentu tak ada kamu yang lain! Hanya saja aku senang mengakui, bahwa aku (pernah) mencintaimu.
0 notes
Text
Warung Kopi
Haii.. :)
Kok rada aneh ya sapaan pembukanya? Tapi gapapa lah, anggap aja itu sapaan untuk seseorang yang gak pernah berhasil disapa *ups.. xixixi
Jadi gini, sekitar setengah jam yang lalu saya kok rasanya “gimana gitu”, mengetahui orang yang bukan apa-apa saya, yang jauh di sana, ternyata dekat dengan orang lain. Ya sebenarnya gak 100% bukan apa-apa juga sih, katakan lah masa lalu. Cuman manusia itu memang kadang aneh, suka merasa sesuatu itu miliknya, padahal yo bukan.
Btw sebenarnya bukan itu inti yang mau saya ceritakan. Maapkeun kalo agak baper hehehe… Kembali ke topik utama..
Jadi sembari saya merasa “gimana gitu” tadi, saya dan teman kerja mampir ke warung kopi. Kami duduk di sebelah warung kopi, menghadap ke jalan raya. Di belakang kursi kami ada salon yang sudah tutup, juga menghadap ke jalan raya. Nah, udah bisa ngebayangin kan posisinya gimana?
Singkat cerita di situ ada pelanggan lain (sebut saja si A) yang, maaf, kalo diliat dari gaya berpakaiannya sih nunjukin kalo nih orang jahat nih kayaknya, nakal, brutal, keras. Si A mesen 1 cangkir kopi. Saya kira si A mau nambah, tapi kok kopinya belum habis sudah mau nambah lagi? Pikirku. Kopi selesai dibuatkan, diambil sama si A, tambah roti juga 1 bungkus. Kebetulan kursi di situ dipenuhi sama kami bertiga (saya dan teman kerja), saya kira si A ini mau nyari tempat duduk lain, dia jalan ke kanan saya, ke pojokan depan salon. Di situ ada orang gila yang entah dia kedinginan atau gimana, soalnya duduknya sambil jongkok dan melipat lututnya ke dada. Nah yang bikin nyesek, kopi sama roti itu ternyata dipesankan si A untuk orang gila itu. Saya kaget dong. Bukan apanya, saya yang minumannya sudah habis setengah gelas, gak ngeliat kalo di pojokan sono ada orang gila yang duduk. Rasanya kayak tersindir gitu loh. Bayangin aja, daritadi saya duduk di situ, nyeruput energen sampe bunyi bunyi “sruuttt…”, dengan pakaian yang ya setidaknya keliatan seperti orang baik-baik lah, bukan seperti si A. Tapi saya gak tau kalo di pojokan sono ada orang kedinginan. Malah yang keliatan seperti orang baik-baik ini yang nggak peka sama lingkungannya. Malu saya rasanya duduk di situ. Hanya 5 meteran di sebelah kananku loh.
Dalam hati saya berpikir (ehh mikir itu pake pikiran deng, bukan hati), “Kurang ajar sekali kau ini, siapa kau berani berani menilai orang, hanya dari tampilannya pula! Kon musti belajar lebih banyak lagi. Malu 5 tahun di kampus tapi gak pintar pintar.”
So, setelah itu perasaan “gimana gitu” yang tadi melanda langsung berubah jadi malu. Malu karna tau belum bisa berbuat banyak untuk orang-orang kurang beruntung seperti orang gila tadi. Malu karna hanya tampilannya tok sing keren, hatinya beku. Malu karna sekali lagi - meskipun sudah selalu mengingatkan diri agar tidak menilai orang dari tampilannya, tapi toh kebablasan juga. Malu wes pokoknya.
Sekali lagi, di depan mataku sendiri, terbukti, tampilan luar tidak selalu mencerminkan hati. Maka seharusnya jangan pernah menilai orang dari tampilannya.
*kecuali kalo ada anak muda dengan rambut jabrik warna warni, celana sobek-sobek, baju kutang, gelang besi di kiri kanan, pake anting, tindik di bibir, dst.. datang ke rumah untuk melamar anak perempuanku. :v
0 notes