Text
Aku sadar betul, ketika menambah peran dan amanah dengan bekerja kantoran itu pastiiiii capeknya akan dobel-dobel.
Ya gimana ya, pagi siapkan bekal Utsman dan makan keluarga untuk seharian, kemudian siapkan baju kerja abinda, baju utsman (plus gantinya buat di sekolah), daan bajuku sendiri. Lanjut kerja sampai sore, kalo ada ngaji ya ngaji, kalau nggak ada ya beberes rumah. Gitu berulang terus.
Dan dari awal nggak terlalu berharap dibantu abinda, doi bisa pulang sore aja alhamdulillah wkwk. Seringnya ya isya, lebih sering lagi ya malam hampir tengah malam.
Padahal sadar juga kondisi diri, yang nggak ngapa-ngapain aja sudah melelahkan. Ditambah seabrek pekerjaan lainnya.
Makanya aku kalau sudah di luar jam kerja emohh pegang kerjaan kantor lagi. Niatnya work life balance tapi aslinya ganti pegang kerjaan lain 🤣.
Jadi IRT saja aja, sudah banyak kerjaan. Nambah gara-gara dengan jualan buku dan punya reseller. Ditambah lagi kerja kantoran. Capeknyaaa minta ampuuunnn. Yaaa resiko yang sudah disadari tapi tetap nekat dijalani hahahahaha.
Tapi yaa begitulah lika-liku kehidupan. Yang terpenting sih, ketika kita tidak disibukkan dengan hal yang bermanfaat, maka kita akan sibuk dengan maksiat dan hal yang sia-sia. Dan aku sudah terlalu lama menghabiskan waktu dengan kesia-siaan. Jadi semua lelah dan sibuk ini adalah anugerah. Perlu disyukuri bangeettt.
Masih kecapekan dan belum pandai managemen kerjaan yaa wajar, baru dua minggu. Yaak semangat, setelah ini insya Allah makin mahir 💪🏻.
12 Januari 2023, 21.11 WIB
11 notes
·
View notes
Text
Baru masuk kantor beberapa hari aja sihh, tapi jadi sadar, ternyata kerjaan jadi Full time Ibu Rumah Tangga itu memang pekerjaan paling berat 😭💪🏻.
Mungkin ya juga karena aku masih anak baru yaa kerjaannya belum banyak dan masih belajar secara bertahap juga. Tapi ya Allah, capeknya di kantor vs capeknya ngurus kerjaan rumah tuh jadi makin kerasa dan kelihatan perbedaannya 🙈.
Mungkin di kantor cuma butuh otak ya, fisiknya banyak diam. Tapi di rumah butuh effort otak dan fisik juga 🥺. Ya mikir triknya gimana biar jemuran bisa tetep kering pas gak ada matahari, ya ngangkat juga, ya lipet setrika juga. Belum lagi urusan makanan, memperkirakan budgeting, belanja, menata menu dan menentukan resep, potong-potongnya, ya masaknya, ya nyucinya juga, managemen bahan masakan dan waktu masak juga, masya Allah 😭. Itu baru jemur baju dan masak, belum yang laiinnn yang ngurus anak dll.
Alhamdulillah ala kulli haal, semoga setiap lelah kita menjadi pahala dan keberkahan ❤️.
2 notes
·
View notes
Text
Previlege
Kenapa ya banyak orang alergi dengan kata-kata ini?
Padahal, previlege bukan cuma soal kelebihan yang kita dapat, kesempatan yang kita miliki, dan keluasan yang kita nikmati saja.
Tapi previlege juga adalah tanggung jawab.
Ketika orang lain mulai dari nol, kita mulai dari 10, 20, 30, dst. Untuk apa? Untuk memberi lebih lagi. Untuk meluaskan manfaat lebih luas lagi.
Beda tanggung jawabnya.
Yang satu harus meniti karir dari bawah. Yang satu langsung jadi direktur, dengan tanggung jawab sekian kepala karyawan.
Beda kan?
Yang jelas, setiap peran yang kita ambil, disitu ada tanggung jawabnya. Semangaattt.
30 Desember 2022, 01.52 WIB
2 notes
·
View notes
Text
IRT tapi bekerja 🔥
Pekan depan, insya Allah, aku melepas gelar stay-at-home-mom yang kadang berpenghasilan kadang nggak sesuai mood ajaa dan mengganti karir jadi ibu pekerja yang beneran kerja kantoran dengan gaji tetap.
Deg-degan doongg bangeettt.
Tapii yang aku mau highlight bukan di sisi apa yang aku rasakan. Lebih ke tentang persepsi orang hahahaha.
Waktu itu binaanku ada yang komentar ketika aku bilang akan bekerja, "Yaah ustadzah, padahal aku pengen jadi IRT (tanpa bekerja kantoran) gara-gara Ustadzah!"
Kaya kecewa gitu lhoo mereka menganggap karir ideal seorang perempuan yaa di rumah saja.
Padahal, jika kita lihat Ummahatul Mukminin, mereka tidak mencukupkan pekerjaan rumah saja. Tapi juga berkarir lewat dakwah. Bunda Aisyah fokus di pendidikan. Bunda Khadijah di bisnis. Dan ummahat lain juga keluar rumah, berkumpul dengan orang-orang lain. Karena apa? Karena ada manfaat yang bisa diluaskan lebih luas lagi di luar rumah.
Memang salah, ketika perempuan bekerja untuk menafkahi keluarga. Karena itu bukan tugasnya. Itu tugas suami. Kalau uang kita akhirnya kita infaq-kan untuk urusan rumah tangga, ya itu kebaikan kita. No more.
Dan yang terpenting adalah bagaimana kita meluaskan manfaat.
It means yaa yang wajib-wajib harus terpenuhi dulu haknya.
Misal, aku gitu yaa udah ada Utsman. Ya harus tetep urus Utsman, mendidik dia, karena itu kewajibanku. Kerja adalah peran tambahan yang sunnah. Jangan sampai setelah kerja, malah yang wajib-wajib terabaikan. Peringatan sih ini buat aku sendiri wkwk.
Jujur, rasanya sudah pusing duluan mikir daycare-nya Utsman, terus ternyata daycare-nya nggak menyediakan makan, artinya pagi-pagi aku harus siapkan bekal buat Utsman seharian kan ya.
Terus belum lagi ngurus rumahnya hahahaha. Pening bok.
Tapi yaa aku perlu keluar dari zona nyaman ini sih. Ada banyak potensi dan manfaat yang perlu dikembangkan. Juga birrul walidain. Bukan dari sisi duit wkwk tapi dari sisi peran dan tenaga, yang hanya bisa diberikan lewat aku bekerja.
Bismillah yaa semoga Allah ridhoi segala ikhtiar kita, apapun, bagaimanapun, dan dimanapun ❤️.
29 Desember 2022, 14.28 WIB
1 note
·
View note
Text
Membaca postingan mang maul yang ini, justruu aku malah teringat kebaikan saudara-saudara lain, terutama ikhwah di Mesir dulu 🥺.
Yaa biasa ya saling bantu ini itu, karena seperantauan dan sepenanggungan.
Tapi yang paling terkenang adalah waktu masa hamil dan melahirkan 🥺. Dua masa yang kata Allah adalah lemah selemah-lemahnya, dan Allah hiasi masa-masa itu dengan saudara-saudara terbaik 😭😭❤️.
Masa hamilku qodarullah home rest (istilah ngarang 😂). Alias tidak boleh kemana-mana, tapi tidak sampai bed rest. Tidak boleh kerjakan kerjaan rumah sama sekali. Di saat yang sama, abinda buanyaakk kerjaan.
Memang ya Allah beri rezeki sesuai kebutuhan wkwk di saat butuh delivery makan terus-terusan, ya Allah kasih juga duitnya 🤣.
Tapii akhirnya aku jadi kesulitan ketika dikhawatirkan ada hal-hal darurat. Ada imeh, kiko dan ulfa yang seriingg menemani, antar ke dokter, menginap, bantu urusan kuliah, bahkan urusan paspor dll.
Juga geng se konspi lainnya. Inget banget makanan terakhir yang kumakan sebelum lahiran (yang mana sudah nggak bisa makan apa-apaa, kontraksi hari ke empat ituu sudah nggak mampu sholat juga 🤣), juga dari kak ria, tiba-tiba antar el abd ke rumah ❤️.
Pas lahiran deng, dodol ya memang namanya juga newbie, aku dan abinda nggak bawa tas 🤣. Imeh dan ulfa yang bawakan, nginap juga, bantu semua-semuaa ❤️. Se geng juga yang pertama menyambut di rumah 😍.
Belum lagi para ummahat, yang selalu jadi penjenguk pertama 😍. Dibantu-bantu yang kami nggak paham. Masih ingat banget, pas di RS ada mbak Lely, kak Wafy, teh Ishmah. Pas di rumah ada kak Jeki dan kak Lidii. Pertama tahu betul cara menyusui yang benar juga pas dikunjungi kak Jeki 😍.
Pas Ghazi kami curigai ada kegawatdaruratan, juga kak Jeki dan Ust Mufid yang pertama bantu, bahkan membawakan selimut tebal (waktu itu kami belum punya karena noob 🤣). Membawakan uang untuk jaga-jaga, dan ternyata kami butuhkan.
Ketika Ghazi meninggal juga ikhwah lain gercep bantu-bantu. Waktu itu lupa ammu siapa yang bantu setirin. Kemudian ust Haris dan keluarga mengurus untuk penguburan, shalat jenazah dan urusan administrasi lainnya
Ammu Faaz mengurus mobil dan lain-lain untuk kami sekeluarga dan para pelayat. Kemudian banyaakk yang datang ke rumah, menghibur, mendoakan. Waktu itu ammu Faaz sampai bikin puisi lhoo bener-bener ikut merasakan kesedihan kami, yang bikin kami terharu banget 😭😭😭.
Eh ingat juga ada syahidah, ninda, kak mpri, dkk yang bantu beberes wkwk sungguh hidup dengan dua newborn tidak mudah yaa ternyataa tapi bikin kangen juga 🙈.
Aku inget banget waktu itu ada Kiyo yg ngasih hadiah propolis, yang aku tahu harganya mahal 🙈. Berkesann banget dan sangat berguna buat pemulihan 😭.
Juga akhwat satu ngaji yang bergiliran antar makanan jadi. Juga semua yang dengan penuh pengertian nggak bertamu dan nggak menanyakan apa-apa saat kami nggak berkenan terima tamu
Jugaa para panitia pelaksana aqiqah yang luar biasa, beneran deh yang terharu itu juga umi abiku, juga mbah pun sampai nangis lihat kami punya banyak teman di sana yang bantu ini itu, ikut merayakan dan meramaikan 😭😭😭.
Itu baru sebagian kecil kebaikan yang kami rasakan di masa-masa terendah kami. Dan ada banyak masa lain yang dipenuhi dengan hadirnya pertolongan dan persaudaraan disana-sini, yang saking banyaknya tidak bisa kusebutkan, tapi insya Allah saaangat berarti 🥺.
Semoga Allah balas semua kebaikan teman-teman dengan sebaik-baik balasan 😭❤️.
Masa-masa di Mesir memang masa-masa aku bisa merasakan ukhuwwah yang sebenar-benarnya 😭.
Sungguuhh beruntuungg banget, dipertemukan dengan circle orang-orang sholih ini 😭.
29 Desember 2022, 14.15 WIB
1 note
·
View note
Text
Ini adalah gambar kurva BBnya Utsman sejak mulai MPASI. Bulan pertama cenderung melandai, dan di bulan kedua anjlok karena sempat sakit.
Sebenarnya garis hijau tua belum menjadi prioritasku. Karena Utsman lahir mepeet sekali di garis hitam. Jadi bisa mencapai range sekitar hijau saja masya Allah bahagianya. Eh ini harus anjlok segala hiks.
Sepanjang perjalanan ASI 6 bulan pertama, sebenarnya tidak terlalu berliku. Memang anaknya terlampau santai dan terkadang cenderung malas menyusu, tapi Alhamdulillah BBnya selalu naik dan kenaikannya bagus. Lumayan lah buat tabungan sebelum mulai MPASI yang katanya jauhh lebih menantang. Sempat ada halangan kesusahan memberi asip karena Utsman agak milih-milih, dan mungkin susunya mengandung lipase yang tinggi, namun alhamdulillah tidak terlalu ada kendala yang berarti.
Nahh untuk memulai perjalanan MPASI, aku mencoba menamatkan beberapa jurnal panduan yang dikirimkan di grup HapPy, kemudian menamatkan HL di instagram dr. Meta. Maklum nyari gratisan, kebetulan awal pandemi, aku belum bisa meluangkan sedikit untuk mengikuti kelas MPASI berbayar.
Dan Masya Allah tabaarakallah salah satu berkah usai Utsman sakit; bapaknya jadi lebih aware dengan kebersihan dan kesehatan, lebih taat protokol selama pandemi, dan umminya jadi belajar lagi masalah pemberian makan pada bayi. Ternyataaa selama ini aku punya beberapa kesalahan. Dan ternyata Utsman kurang doyan bubur. Pup nya pun tidak setiap hari meski sudah diakali dengan banyak cara. Setelah sakit ini masya Allah Utsman malah maunya makan nasi, dan bisa habis banyak sesuai target. Makannya jadi lebih teratur dari segi jadwal. Produksi asiku juga banyak lagi. Bisa pup setiap hari. Alhamdulillah semua atas kuasa Allah. Meski masih harus terus belajar dan berjuang, insya Allah ya nakk kita sama-sama berusaha agar 5 tahun pertamamu bisa dioptimalkan dengan baik. Dari segi pemenuhan gizi, pemenuhan kebutuhan perkembangan, dan pemanfaatan golden age. Suliittt dan butuh usaha sekuat tenaga. Tapi insya Allah atas izin Allah pastii kita bisa.
Kalau begini barulah paham betul kenapa ibu harus berpendidikan tinggi, harus terus belajar. Beneran deh, jadi ibu dan istri itu butuh ilmu yang mumpuni. Karena mengemban amanah ini beraatt sekali. Karena nasib generasi ada di tangan kita. Huhuu semoga semua penerus kita Allah karuniakan ketakwaan dan kekuatan, aamiinnn.
19 Juli 2020, 10.17 pm clt.
1 note
·
View note
Photo
I’ve changed the path of my life many times! Don’t be afraid of unclear or different paths- the straightforward path isn’t always the best for everyone. You can always make the best of any path you end up on! 🌱✨
Chibird store | Positive Pin Club | Webtoon
3K notes
·
View notes
Text
Ya Allah ujian terdrama dalam hidup 🤣.
Masya Allah tabaarakallah bisa terlewati sejauh ini, meski belum setengah jalan puun.
Jadi awalnya ujian untuk kami, tingkat akhir, penuh dengan ketidakpastian. Padahal udah tinggal lulusin jalur giveaway kan nggak papa ya, aku ikhlas sangat, pun pasti semua orang pun maklum. Tapi ohh tidak semudah itu. Wkwkwkwk.
Hingga akhirnya kami pun jadi ujian, yang baru dikabarkan sekitar seminggu sebelum hari H. Jadwal yang lumayan membuat kening berkerut, juga pertanyaan besar tentang nanti bagaimana, dan kekhawatiran yang jauhh lebih besar lagi.
Dan masya Allah gaeess masya Allah wkwkwkwkwkwkwkwk. Ingin ku tertawa sajaa. Bapake yang biasanya pengangguran alhamdulillah lha kok tiba-tiba banyak kerjaan. Alhamdulillah kan yaa rezeki kapan lagi datang ndak boleh ditolak.
Tapi, impianku untuk full belajar pun pupus. Padahal wis kadung senang, bisa fokus belajar, biar urusan rumah dan nak bayik diurus bapaknya. Ternyata semua itu hanya mimpi.
Sudah begitu, sempat berantem juga sama bapake lumayan parah. Padahal kami jaraangggggg banget berantem beneran. Kayanya selama hampir 3 tahun ini ya cuma dua kali deh. Salah satunya pas masa ujian ini 🤣🤣🤣🤣.
Dan lagi aku sempat-sempatnya lengah, lupa memperhatikan makanan yang masuk, sampai maag kambuh parah banget banget sampai lemas sholat pun tidak mampu dan akhirnya sholat sambil duduk dan itu pun nggak mampu sujud. Iya, separah itu, karena tumben banget ngidam jus nanas eh terus dapat kiriman roti boi dan kumakan tanpa suudzon apapun. Hmmmm. Sampai akhirnya utsman dititip darurat di tetangga, dan aku menerjang kerumunan orang untuk ke rumah sakit terdekat.
Oke, kemudian dilanjut diare hingga dua hari selanjutnya. Dalam hati ku ingin diinfus karena lemas masya Allah, tapi takuutt.
Ehh kemudian qodarullah Utsman tiba-tiba demam tinggi sekitar sejam sebelum aku berangkat ujian tadi pagi. Padahal sebelumnya ceria banget. Emang kerasa agak anget, tapi kupikir karena haus saja, karena sebelumnya panasnya hilang usai minum asi. Sampai sebelum aku berangkat demamnya sampai 38,8 dc guys. Bahkan beberapa saat sebelum ujian dimulai dia sempat 39 dc, tapi bapake nggak cerita, karena aku bilang sudah sebentar lagi mulai ujian. Tadinya doi mau nyuruh aku pulang 🥴. Usai ujian alhamdulillah katanya demamnya turun, aku bisa santuy sejenak. Eh ternyata tidak ferguso, setelah diberi parcet drop pun demamnya turunnya tidak seberapa. Alhamdulillah dsa nya sempat membalas wa ku, langsung menyuruh kami ke klinik karena demamnya Utsman tinggi.
Masya Allah yaa hari ini panas banget wkwkwk. Pulang ujian yang macet itu aku belum istirahat sudah harus caw ke dokter. Kemudian dokter merekomendasikan apotik yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami, yaweslah sekalian berkelana. Dan tentu sajaa namanya bayi lagi sakit yo rewel dikit karena badannya kurang nyaman. Alhamdulillah tapi demamnya langsung turun, sukses. Meski kata dokter Utsman harus disuntik sekian hari dan akan ada after effects dari demamnya nanti di hari ketiga Insya Allah.
Okexip saat gengs yang lain pas ujiannya jarak dua hari pada nyempetin nonton, aku sampai jam segini sudah sangat bersyukur akhirnya bisa rebahan 🤣🤣🤣. Dan besok kudu nyuci baju setumpuk karena baju bekas kami pakai keluar rumah sudah memenuhi ember dan mesin cuci rendaman. Hmm. Plus nyapu ngepel, menggulung karpet, gosok wc dan lipat baju. Pokoknya aku belum mau mendekati dapur, masya Allah semasa sakit maag kemarinan ini sampai sekarang, hidungnya sensitif sekalii macam sedang hamil muda 🤣.
Btw aku jadi terlewat berapa kali entah waktu minum obat, padahaal obatnya harus diminum on time. Antibiotik kayanya. Piye iki jal. Sekalian nggak usah diminum aja deh 😂. Ya Allah semoga segala penyakit ini atas izin-Mu terangkat semua ya Rabb.
Alhamdulillah ala kulli haal, sesiangan tadi ada teman yang dengan heboh penasaran kenapa aku bisa kurus banget cenah hahahahahahahaha dia nggak tahu aja kalau ternyata yang membuatku kurus ya drama-drama seperti ini.
Masya Allah tabaarakallah, akhirnya bisa melihat Utsman dan abinya tidur tenang beristirahat. Tanpa aku seharian tadi pasti berat untuj mereka berdua. Aku jugaa harus segera istirahat agar kuat menjalani hari bebersih feat lanjutan pemulihan Utsman. Wish us luck, doakan pula kami semua sehat wal afiat, dijaga dan diberi kesempatan panjang oleh Allah. Aamiinnn.
9 Juli 2020, 00.50 clt.
1 note
·
View note
Photo
You’re still growing! 🌱💕 Let yourself go down your path without feeling bad when you look at other people’s paths! It’s totally normal to compare yourself, but remember that everyone is on such a different journey. It’s like comparing bunnies to butterflies. 🐰
This motivational potted bun is available as July’s positive pin when you join the pin club on Patreon!
2K notes
·
View notes
Text
Allah itu udah baik banget ya, semuanya bisa jadi ibadah. Nggak perlu jadi orang pinter dulu, atau menteri, atau presiden. Semua yang dikerjakan, bisa bernilai ibadah, tergantung niatnya. Maka dari itu nggak boleh berputus asa dari rahmatNya, karena seisi semesta ini sudah bertasbih sebab rahmatNya. Kita nggak akan pernah ditelantarkan. Sekalipun kita merasa begitu.
406 notes
·
View notes
Text
Hmm seperti biasa aku cuma mendatangi tumblr buat buang-buang sampah 🤣.
Kayanya hari ini tepat 7 bulan sejak hari meninggalnya Ghazi. Apa besok ya? Tbh aku nggak begitu ngeh pas itu meninggalnya hari apa wkwk. Terlalu riweh aja gitu 😂.
Aku mau apa yaa pengakuan dosa mungkin ya. Pengakuan atas semua penyesalan. Semua pengandaian yang belum kuikhlaskan.
Secara umum, i live my life, tapi kadang ada aja masa-masa baper nyesek gimanaa gitu. Dan disitulah aku tahu, ada banyak hal yang sebenarnya belum kuikhlaskan sepenuhnya.
Memang, mengandai-andai adalah jalannya setan. Tapi izinkanlah sekali ini saja, aku ingin coba menghempaskan semua duri di kerongkonganku, semua air mata yang belum dikeluarkan, juga rasa bersalah (yang sebenarnya aku yakin betul, itu bukan salahku. Atau memang itu kesalahanku yang belum kuakui) yang perlu dibuang.
Aku menyesal, kenapa pas masih bisa bepergian, aku tidak mengiyakan pinta abi untuk pulang saja ke indonesia dan lahiran disana. Dimana banyak keluarga, banyak yang membantu. Aku waktu itu berpikir tentang ujian. Due date-ku antara november hingga desember. Pastiiii banget bisa kupastikan, aku gak bakal balik lagi ke Mesir sampai paling tidak usia bayik 3 bulan. Belum lagi kalau banyak yang menahan wkwk. Prioritasku yang menjadi komitmen setelah menikah adalah lulus segera. Sebenarnya tuntutannya hanya lulus, tak harus sesegera mungkin, tapi bukankah semakin cepat lulus, maka aku bisa segera fokus dengan bayiku? Itulah yang kupikirkan. Aku juga memikirkan tentang biaya. Aku cukup trauma dengan punya ke Indonesia setelah menikah, karena otomatis kan si bapake nggak ada kerjaan. Aku merasa tertekan dan merana, tidak bisa menikmati hidupku. Nggak nyaman karena ketidaknyamanan bapake ketika kami harus 'meminta' pada orang tua kami. Aku pun merasa agak stres karena sudah mana di indonesianya nggak bisa makan enak dan nyaman, balik ke mesirnya pun nggak bisa bawa bekal logistik yang memadai, padahal kesempatannya ada. Aku sebenarnya seneng aja nerima apapun dari kedua orang tuaku atau kedua mertuaku, karena ummi abi mer pernah bilang, apa yang keduanya beri harus kami terima, karena itu bagian dari rezeki kami. Dan kecukupan ortu kami itu bagian dari privilege yang tidak bisa dinikmati oleh semua orang. Aku mikir buat apa ya nanti aku ke indo malah repot, nggak mampu beli baju buat si kembar, beli printilan bayi. Mending aku di mesir aja, biaya lahiran murah, beli printilan bayi yang esensial doang sudah cukup juga alias nggak ada yang protes gitu yaa gak kaya di indo.
Kemudian aku menyesal sudah berdoa biar melahirkan pas ummi abi belum sampai sini. Aku waktu itu inginnya pas ummi abi sampai, aku sudah pulang ke rumah. Simply biar ummi abi lebih nyaman. Padahal yaa aku butuh bantuan 24 jam dari yang ahli dan berpengalaman.
Aku juga menyesal, waktu itu ummi mer pas hari h lahiran bilang, bayi-bayi di inkubator aja karena keduanya kecil sekali. Aku setuju sebenarnya, tapi bapake tidak setuju karena keduanya menurut dokter sudah cukup sehat untuk dibawa pulang. Tbh, aku dari di ruang observasi usai operasi pas dr Azzah mengabarkan kondisi bayi, aku sudah mau bilang, pengennya mereka di hadhonah dulu meski kondisinya bagus. Paling nggak, mereka terawat dengan baik hingga aku diizinkan pulang. Tapi aku waktu itu percaya aja kata bapake, emang boleh gitu ya bayi sehat ditaruh hadhonah? Lah, pikirku kan ya kita ini yang bayar kan kenapa gak boleh 😂. Aku menyesal waktu itu nggak ngotot karena aku lemeess banget. Tapi harusnya aku bisa ngotot. Entahlah.
Aku nggak terlalu menyesal ketika memperbolehkan beberapa ummahat menjengukku. Meski sempat ditegur oleh perawat, tidak boleh banyak tamu karena bayinya kecil dan rawan. Karena i need a lot of help dari ummahat yang sudah punya anak sekian. Dari di rs pun yang jenguk aku ummahat aja. Karena aku pun banyak dibantu dan diberi saran. Aku berhasil menyusui pun atas bantuan ummahat. Yang agak aku sesali, dan sebenarnya tidak terlalu juga sih, pas malam sebelum Ghazi dibawa ke rs, aku sudah agak merasa wajahnya membiru tapi aku tidak yakin dengan hal itu. Padahal ada ummahat yang menemani. Padahal aku sudah membuat skenario dalam pikiran kalau Ghazi dibawa ke dr Majdi saat itu juga, kira-kira bakal gimana. Aku menyesal atas ketidakterlalupercayaanku atas firasatku sendiri. Dan ternyata, aku pun baru tahu dua-tiga bulanan setelah itu, kalau ternyata Ghazi sempat dipukul oleh anak salah satu ummahat yang datang ke rumah. Ummahat itu kepikiran dan berpikir bahwa itu penyebab Ghazi meninggal. Tbh aku nggak begitu yakin, karena Ghazi mimiknya kuat banget dan ketika diperiksa Ghazi turun bb 300gram, masa iya dalam semalam aja akibat dipukul itu? Ya bisa aja sih, tapi dari awal lahir juga Ghazi lebih pucat tone kulitnya dari Utsman. Yaa yaudah lah ya aku nggak menyalahkan ummahat itu dan anaknya. Cuma aku jadi mikir aja gitu, si anak kurang dilatih gross motor nya alias motorik kasarnya. Ya emang sih anaknya bagus dalam hal lain, cuma ini jadi penyemangat aku buat belajar banyak hal, karena anak-anak suka memukul itu salah satu akibat dari stimulasi motorik yang kurang. Bisa yaa ternyata kaya gitu. Aku juga baru tau dari ig nya mbak Apik. Yhaa meski dalam kenyataannya aku belum belajar seserius itu.
Terus apa lagi ya penyesalanku. Aku menyesal nggak ngasih merk sufor lebih banyak. Aku menyesal nggak maksa bapake buat buka stok botol yang banyak. Aku menyesal nggak menikmati lebih banyak, aku menyesal bilang ke bapake dan orang-orang lain kalau dengan dirawatnya Ghazi ke rs, berarti Allah kasih waktu istirahat buat kami. Sebenarnya itu biar bisa jadi penyemangat, biar rasa bersalah kami nggak terlalu banyak, tapi ternyata malah Allah ambil Ghazi selamanya 😭.
Yang jelas aku nggak menyesal dengan no sleep night-ku, aku bisa mengetahui dan menyadari banyak sekali perbedaan antara Utsman dan Ghazi karenanya. Aku nggak menyesal hidupku waktu itu bener kaya nyusuin doang sepanjang hari. Aku nggak menyesal tidur sambil duduk sepanjang 3 hari itu demi mangku si Ghazi yang manjaahh meski ofc luka sesarku sama sekali belum sembuh. Aku nggak menyesal ngotot membawa Ghazi ke rs, meski aku menyesal kenapa nggak nge-briefing Ust Mufid yang waktu itu nganter bapake dan Ghazi ke rs. Padahal aku tau banget bapake kalo udah panik suka ada aja yang lupa tersampaikan. Aku menyesal kenapa nggak nyuruh bapake ngotot buat meriksa Ghazi lebih dalam dan menyeluruh. Aku menyesal kenapa harus membiarkan Ghazi kesakitan dini hari itu. Aku yakin betul dia kesakitan, tapi aku masih denial, aku nggak tahu harus apa, aku pagi itu nangis minta sama Allah biar Ghazi gak papa, tapi aku nggak segera bawa Ghazi ke rs. Memang aku bisa jadi nggak salah, karena pas Ust Mufid lihat juga Ghazi nggak keliatan gimana-gimana alias kelihatan sehat wal afiat. Aku nggak menyesal tidak mengikuti saran-saran sesat ummahat lain. Yaa namanya juga ummahat nggak ngaji ya, apa bisa aku salahkan coba.
Segini dulu, mau shalat subuh dulu. Alhamdulillah banyak beban yang terangkat, meski aku tahu, luka ini, ah bukan luka sih. Kesedihan mungkin lebih tepatnya, nggak bakal hilang hingga misak dengan izin Allah punya anak lagi sepuluh biji. Karena ternyata masya Allah, gini ya rasanya cintanya orang tua, terkhusus aku sebagai ibu, kepada anaknya. Padahal anaknya cuma sekian hari bersama. Padahal ada anak lain yang Allah sisakan. Tetap saja, ada posisi khusus yang tak tergantikan. Ada air mata khusus yang selalu tersediakan. Masya Allah.
Dan aku yakin, penyesalan ini bukan cuma aku yang merasakan. Pasti bapake juga. Karena ada banyak yang tidak ia ceritakan, simply karena ia seorang laki-laki, yang tidak semua bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku yakin rasa bersalah dan tanggung jawabnya begitu besar. Bahkan hingga sekarang. Terlihat dari gerak-gerik bawah sadarnya.
Tapi ala kulli haal aku cuma berharap satu hal. Semoga dengan meninggalnya Ghazi ini, aku, bapake, juga Utsman bisa selalu ingat untuk taat pada Allah, menjauhi maksiatnya dengan penuh kesadaran, minimal atas motivasi agar kelak bisa berjumpa lagi dan berkumpul lagi dengan Ghazi di Surga. Aamiinn. Bantu doakan kami ya?
With love, umminya dek Utsman sholih yang banyak polah wkwk dan abang Ghazi yang sedang menunggu sambil bermain dalam asuhan nabi Ibrahim di Surga.
Tulisan ini ditulis pada hari Rabu, 17 Juni 2020, ditulis sekitar 5 menit sebelum subuh dan selesai jam 3.49.
0 notes
Text
Jeda
“Untung saja dulu aku mengalaminya. Kalau tidak, bisa-bisa sekarang aku ….”
Seberapa sering kalimat semacam itu terlontar dari mulut, atau sekadar terlintas di dalam pikiran kita? Kita mensyukuri sebuah kejadian di masa lalu. Padahal, dulu pada saat kejadian itu berlangsung, kita menangis sejadi-jadinya.
Kita marah.
Kita protes.
Kita kecewa.
Kita mencari kambing hitam untuk disalah-salahkan. Entah itu orang tua, teman, seseorang yang tak kita kenal, takdir, Tuhan, atau siapa saja. Rasanya, kejadian itu bukan hanya melukai, tetapi akan bikin masa depan kita makin sulit.
Waktu terus berjalan. Bumi masih berputar. Kita membaca banyak buku, bertemu banyak orang, mendengar banyak cerita, merasakan aneka pengalaman baru.
Luka yang tercipta oleh kejadian itu sudah sembuh, tetapi menyisakan bekas. Anehnya, melihat bekas itu, kita tak lagi merasa marah atau kecewa. Bahkan, alih-alih protes pada Tuhan dan menyalah-nyalahkan orang lain—sebagaimana yang kita lakukan dulu—kita justru berterima kasih. Bahwa kejadian itu, telah jadi semacam teguran, peringatan, pemicu, penyadar, atau apa saja yang membuat kita jadi manusia yang jauh lebih baik di hari ini.
Sebagian ilmu yang datang dari pengalaman, seringkali baru tampak setelah kita mengambil jarak dari pengalaman itu. Setelah hari demi hari berlalu.
Pemahaman butuh jeda.
***
Buku jangan dulu patah Pre-Order 2-5 Desember 2019 Info: azharologia.com/jdp
376 notes
·
View notes
Text
Berapa sih, untung yang didapat, sampai mengabaikan empati cuma demi sedikit uang? Yaa aku nggak tahu sih dia sebutuh apa dengan uang. Bisa jadi memang dia sebutuh itu. Tapi aku jadi sadar, bahwa bisa dan mampu berempati dan benar-benar peduli pada orang lain adalah hal yang sangat sulit dan mahal. Reminder nih, jangan mara-mere lagi kalo paksu mau pergi bantuin orang 😂😂😂. Dan jangan berpikir dua kali untuk membantu, atau minimal bertanya kabar pada orang lain.
0 notes
Photo
Kata banyak orang, menulis itu menyembuhkan. Kuharap seperti itu. Dan biasanya pun aku 'sembuh' dengan menulis. Menulis, please do your magic untuk kali ini. Pertama, aku memilih platform ini karena ku yakin tumblr tidak seramai tempat lain, aku sendiri pun jarang banget bukanya, cuma untuk posting kemudian ditinggal. Pun aku bukanya di browser, bukan via aplikasi. Jadinya aku bebas dari tanggungan notifikasi dan tanggapan dari orang lain. Kedua, aku nggak tahu, apakah yang aku lakukan ini boleh atau tidak, tapi yang ku tahu, aku perlu menulis, aku perlu jujur pada diriku sendiri agar aku merasa lebih baik. Ya, foto di atas adalah foto almarhum salah satu bayi kembarku, Ghazi. Si kecil yang kita beri nama sangar, agar meski ia mungil dan imut sekali, tapi ia bisa tangguh. Sejujurnya, entah kenapa, kemarin-kemarin aku bisa lega, bisa tegar, bisa 'biasa saja' dan berlagak kuat. Entah karena aku memang sudah benar-benar menyiapkan diri untuk semua kemungkinan terburuk, atau aku memang benar-benar siap. Atau mungkin aku hanya berbohong. Yang jelas, baru-baru ini, barulah muncul rasa-rasa rindu, rasa bersalah, rasa menyesal... sekaligus rasa takut. Rindu, ketika memandang wajah Utsman (yang baru kusadar kalau Utsman dan Ghazi itu ternyata mirip sekali, selama ini aku selalu merasa mereka berbeda dan nggak ada mirip-miripnya), sambil berangan-angan, seandainya Ghazi masih ada, aku lagi gendong dia, seperti aku gendong Utsman. Aku ajak dia jalan-jalan, seperti aku ajak Utsman. Astaghfirullah, harusnya nggak boleh ya berandai-andai kaya gitu. Toh Ghazi sekarang lebih bahagia, hidupnya sudah terjamin di Surga sana. Merasa bersalah, teringat malam-malam riweuh mengurus di kembar, takut bahwa banyak sekali haknya yang terabaikan, karena bingung, lelah, dan banyak sok tahu. Aku merasa Ghazi jadi korban ke-sok-tahu-an-ku, aku merasa Ghazi jadi korban kemalasan dan kelalaianku, aku merasa Ghazi terabaikan olehku. Dan menyesal, kenapa waktu itu aku tidak lebih memperhatikan Ghazi, padahal dia butuh perhatian yang jauh lebih banyak. Kenapa aku tidak banyak menikmati masa-masa malam bergadang berdua bersama Ghazi. Kenapa waktu skin to skin terakhir bersamanya aku malah ketiduran, bukannya mendekap dia dengan sungguh-sungguh dan membelai dia hingga dia merasa lebih baik. Kenapa aku nggak lebih tega lagi memaksa dia minum susu, baik asi, sufor, atau menyusu pada ibu susunya. Masya Allah, pada akhirnya, di atas semua rasa bersalah dan rasa 'sepertinya aku bersalah' itu, ada qodarullah yang tak bisa kita elakkan. Bisa jadi, usaha maksimal kemarin memang bukan kesalahan, bisa jadi memang kami tidak bersalah, tapi semua memang kehendak Allah. Aku harusnya lebih banyak lagi bersyukur, bukan toxic positivity yah, tapi atas semua itu, atas rasa sedih dan bersalah itu, aku tetap harus banyaakkk sekali bersyukur. Bersyukur karena Allah beri kesempatan merasakan kehamilan kembar yang sehat, banyak lho orang lain yang berusaha hamil tapi susah, yang berusaha promil tapi tetap belum Allah beri amanah. Aku harus tetap bersyukur, cuma sekali promil sudah Allah beri kembar. Aku juga seharusnya bersyukur, menjalani persalinan yang mudah, pemulihan yang sangat cepat. Aku pun sudah seharusnya bersyukur, diberi nikmat sempat merasakan ribetnya mengurus si kembar. Apalagi, aku lebih banyak mendapat kesempatan mengurus si Ghazi, dibandingkan suamiku. Karena si Ghazi jauh lebih heboh dibanding Utsman, ku tak tega harus membiarkan paksu yang sudah seperti zombie mengganti popok Ghazi, nanti dia makin spaneng hehe. Alhamdulillah, aku juga menghabiskan banyak waktu malam memandang wajah Ghazi, karena Ghazi kalau tidur mintanya dikelonin emaknya. Dan pada akhirnya si Utsman iri dong, akhirnya di malam terakhir bersama Ghazi, sempat ganti shift ngelonin Utsman, meski sebentar hehe. Alhamdulillah, Allah beri kesempatan ikhtiar tertinggi kami dengan menyerahkan Ghazi untuk dirawat sesiang dan semalam di Rumah Sakit, hingga pada akhir hidupnya kami tidak bersamanya. Yang jelas, aku sangat bersyukur dan sama sekali tidak menyesal, sudah membawa Ghazi sesegera mungkin ke Rumah Sakit. Aku sangat bersyukur, bisa segera mengenali keanehan pada Ghazi, sehingga ia segera dibawa ke Rumah Sakit. Aku lebih tidak bisa membayangkan kalau Ghazi meninggal di rumah, dalam dekapan kami, mungkin kami lebih dalam penyesalannya dan gagal move on-nya. Alhamdulillah, aku harus sangaaatt bersyukur, karena tidak semua orang bisa memiliki tabungan di Surga, seperti kami. Kami yang masih jauhh dan sangat jauh menuju Surga, tapi sudah Allah izinkan memiliki kartu emas untuk mempermudah kami menuju Surga. Kini aku makin sadar, bahwa ikhlas itu memang berat. Memang, seberat itu. Bahkan lebih jauh lagi, aku berpikir, apa jangan-jangan selama ini, dalam hal-hal lain, aku bukan ikhlas, tapi menyerah dan 'yaudahlah' alias lebih ke pasrah, bukannya ikhlas. Karena ternyata ikhlas itu seberat ini. Move on itu seberat ini. Dan pantaslah, jika kehilangan ini berhadiah tabungan di Surga, karena memang, berat sekali. Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah, Ghazi sedang bermain-main di taman Surga sekarang, Ghazi sedang menunggu kita sekarang. Ghazi sudah menjadi anak-anak muda abadinya Surga. Malah kita yang belum pasti, apakah kita bisa bertemu dan berkumpul lagi dengan Ghazi di Surga atau tidak. Apakah kita bisa menerima sambutan Ghazi di Surga atau tidak. Well, mungkin segitu saja curhat colongan kali ini. Aku merasa jauh lebih baik, apalagi saat menulis ini dijeda nangis bombay dan makan indomie+nasi sampai nambah tiga kali. Setelah melahirkan, aku tidak kenal dengan yang namanya kenyang wahahahahahaha. Mungkin menulis memang menyembuhkan, tapi mengikhlaskan adalah obat yang sesungguhnya. Bantu kami dengan doa, karena hanya doalah yang dapat membantu kami tetap kuat. Bantuan materi dan moral sangat kami hargai dan pasti kami terima dengan sangat senang hati, tapi kami selalu berharap doa terbaik dari kalian semua, terutama yang sudah membaca curahan hatiku ini. Terima kasih semua, jangan lupa untuk selalu bersyukur. Bukan mengabaikan perasaan atau kesedihan, tapi bersyukur adalah sebuah kewajiban kita sebagai hamba Allah. Karena jika kita mau menelaah lagi, kesedihan dan kesusahan kita sangat kecil dan tidak seberapa dibanding nikmat yang diberi-Nya. Nggak pantas bangetlah kita mengeluh. Boleh aja sih, tapi jangan lama-lama yaa. Udahan dulu deh. Si Utsman memanggil hihi. PS: sekarang aku tahu rasanya ndak jadi makan indomie rebus karena anak nangis wkwkwkwkwkwkwkwk.
0 notes
Text
Tiap habis makan; pusing, mual, panas dingin, sakit perut. Yang aman cuma sereal+susu dingin. Apakah aku harus berhenti makan saja? 😂😂😂
2 notes
·
View notes
Photo
👩: "Mas, pengen donat. Tapi cuma ada ini, mahal ih sayang banget, nggak tau pula enak atau nggaknya." 👨: "Yaudah gapapa, kan nggak setiap hari. Jarang-jarang ini." 👩: (langsung cus kirim format orderan yang udah dipilih sebelumnya 😂) Sebenarnya, mau mahal juga bodo amat ya, kepengen mah teteeup. Cuma butuh sedikit tasyji' biar dengan ringan hati bisa memesan apapun itu. Wkwkwkwk.
0 notes
Photo
Baru ngeh kalau obatnya diminum 2 kali, karena 3 hari terakhir paksu cuma di rumah numpang bobo mandi masak 😂. Padahal pas jam minum obat doi selalu nelpon ngingetin, akunya aja yang bener-bener nggak ngeh 😂. Untung hari ini doi berangkat agak siangan dikit jadi nggak sesat lagi minum obatnya 😅😆. Pantesan pula semalam jadi susah tidur, badan cekat-cekit nyeri 🤔 rupanya karena memang jatahnya harus minum obat gaes 😂😂😆.
0 notes