tira-lapan
tiralapan
2K posts
Suka dengan pendidikan anak usia dini, parenting, nilai dan makna kehidupan.
Don't wanna be here? Send us removal request.
tira-lapan · 7 days ago
Text
Pintu yang Ditutup
Beberapa hari lalu, merasa sangat beruntung karena bisa mendapatkan perspektif ini saat ngobrol dengan salah seorang guru kami.
Tak akan ada seorang manusiapun yang pernah bisa mengambil rezeki kita. Mau bagaimapun caranya. Meski ia menutup semua pintu yang kita miliki, rezeki itu akan tetap datang dengan jalan yang lain.
Kalau saat ini, kita melekatkan rezeki pada pekerjaan, pada hal-hal yang sedang kita lakukan. Semua itu bisa tiba-tiba hilang entah karena bencana alam, karena kemalingan, karena kecelakaan, karena di PHK, dsb. Mungkin kita akan jatuh, keyakinan kita ikut jatuh. Pikiran kita kalut, berujung depresi. Berujung ketakutan untuk mengambil keputusan-keputusan besar yang baik. Dan berbagai macam hal yang tak mampu kita lakukan karena takut rezeki yang telah kita genggam, hilang.
Ketakutan yang membuat hidup terasa semakin sempit, menilai diri begitu kecil, hingga tidak lagi memberi arti-arti besar pada mimpi-mimpi sewaktu kecil. Tak mampu lepas dari keterpurukan yang berlarut-larut. Karena takut, hilang rezeki.
Jangan takut.
Mau dunia sebentar lagi berakhir. Jika ada sesuatu yang memang jadi rezekimu, ia akan datang menghampirimu. Selama kita memiliki iman dan islam, maka itu sudah lebih dari cukup.
Cukuplah untuk terus berpikir baik pada diri kita sendiri dan Sang Pencipta. Karena Ia yang mampu menciptakan alam semesta ini, apa yang kita mintakan di dunia ini tidak sulit sama sekali bagiNya. <3
254 notes · View notes
tira-lapan · 23 days ago
Text
Hanya melalui pertentangan terhadap gagasan-gagasan kita dapat belajar bersikap kritis terhadap diri sendiri, berupaya mencapai kerendahhatian intelektual.
— Tariq Ramadhan
88 notes · View notes
tira-lapan · 23 days ago
Text
Apakah Aku Harus Hidup dengan Caranya Agar Juga Berhasil?
Mendewasa, membuat kita mungkin terpapar dengan bagaimana cara orang lain menjalani kehidupannya. Ada yang begitu tenang, ada yang begitu cepat, ada yang mengejar dunia, ada yang mengejar akhirat, ada yang bekerja terus menerus, ada yang memilih keluarga sebagai prioritas utama, dan berbagai macam cara menjalani hidup.
Lalu kita melihat bagaimana diri kita sendiri menjalani hidup. Mulai berpikir, "Apakah aku harus seperti mereka juga untuk bisa berhasil? Apakah aku harus menggunakan cara hidup yang sama agar bisa mencapai semua mimpi-mimpiku? Apakah benar jalan untuk ke mimpiku adalah jalan yang sama dengan milik orang lain?"
Meski kita kadang lupa bahwa latar belakang setiap kita itu sangat berbeda. Ada yang lahir dari keluarga bahagia yang tanpa trauma, tapi ada yang sebaliknya hingga hidupnya dipenuhi rasa tak percaya kepada orang lain. Ada yang hidup dengan berkecukupan, ada yang dulunya kekurangan. Ada yang memiliki keluarga kecil yang hangat bersama pasangan, ada yang setiap hari isinya pertengkaran. Ada yang keluarganya sangat mendukung mimpi-mimpinya, ada yang keluarganya memiliki mimpi yang berbeda dengannya. Ada yang harus jadi tulang punggung keluarga, ada yang tidak memiliki tanggungan apapun di hidupnya. Ada yang bisa sekolah dengan mudah, ada yang harus berhenti sekolah karena tidak adanya biaya.
Sebeda itu latar belakang yang kita miliki tapi kenapa kita terus menerus berpikir bahwa jalan kita harus sama. Apalagi menjejalkan kepada orang lain agar bisa seperti dirinya, harus menjadi seperti apa yang ia lakukan sebelum-sebelumnya?
Untuk itu, kenalilah dirimu dengan baik. Kenali hal-hal yang menjadi nilai yang membentukmu. Telusuri jejak perjalanan hidupmu. Pahami mengapa kamu ada di dunia ini. Lihat lebih jeli peran-peran apa yang membuatmu bisa menjadi manusia yang berarti. Tidak selalu hidup itu harus bergelimang materi. Tidak harus dikenal oleh semua orang. Tidak harus hidup di kota-kota metropolitan.
Hiduplah dan hidupi dirimu. Perhatikan dengan seksama orang-orang yang amat menyayangimu, yang jika mereka kehilanganmu mereka akan terus mengingatmu serta tak berhenti mendoakanmu. Bukan mereka yang dengan mudah menggantikanmu, bahkan saat kamu masih ada. (c)kurniawangunadi
137 notes · View notes
tira-lapan · 24 days ago
Text
Belajar Mengakhiri
Tumbuh dewasa mempertemukan kita dengan banyak hal yang rasanya harus kita pelajari. Menempatkan diri kita pada kondisi awal untuk banyak hal, belajar ini dan itu, memulai ini dan itu. Banyak hal yang ingin kita kuasai, ingin kita segera lakukan.
Sampai-sampai di saat dewasa, seiring berjalannya peran-peran baru yang mungkin kita ambil, prioritas yang mulai berubah, dan segala hal yang terjadi membuat kita harus mengakhiri sesuatu. Tapi, kita tidak tahu cara mengakhirinya dengan baik.
Beberapa pertemanan juga mungkin telah melewati masanya, orang-orang yang dulu dekat, suka pergi bareng, tiba-tiba menjauh dengan sendirinya. Tidak ada masalah apapun, tapi tiba-tiba saja rasanya semakin jauh dan semakin jauh hingga benar-benar menghilang tanpa sempat kita ucapkan salam perpisahan.
Mungkin kita juga belum pernah belajar mengakhiri pekerjaan. Saat kita bekerja di tempat orang lain atau bersama dengan orang lain. Saat kita menemukan kesempatan yang lebih baik, menemukan hal yang kita cari. Kita harus mengakhiri satu hal untuk kemudian memulai hal baru lainnya.
Dalam perjalanan, bahkan saat kita mungkin sedang kebingungan bagaimana caranya bisa memulai fase baru menjalani kehidupan berumah tangga. Ada teman kita yang kesulitan untuk mengakhiri rumah tangganya yang sudah sulit diselamatkan karena perselingkuhan, kekerasan, dsb. Ia tidak pernah diajarkan keberanian untuk mengakhiri sesuatu. Dan kita pun demikian, belum cukup belajar keberanian untuk mengakhiri hal-hal buruk yang menyelinap dalam kehidupan kita.
Ada banyak hal yang butuh kita akhiri untuk keluar dari masalah atau untuk memulai hal baru. Tapi, apakah kita telah belajar banyak tentang cara mengakhiri agar sesedikit mungkin menyakiti diri sendiri? Agar apa yang kita akhiri itu benar-benar berakhir tanpa meninggalkan masalah-masalah baru?
Apa hal yang sedang ingin kamu akhiri tapi kamu sendiri kesulitan hingga saat ini?
(c)kurniawangunadi
283 notes · View notes
tira-lapan · 1 month ago
Text
Tenang di Dunia Yang Sibuk
Kalau kamu lagi ngerasa galau banget tentang hidup ini, aku saranin untuk nontonin konten Youtube dari Kang Zein Permana. Ajib banget.
Beberapa minggu kebelakang memang lagi marathon konten-konten beliau di Youtube. Ternyata ada loh psikolog muslim yang easy going dan relate banget sama anak muda.
Saat ini aku lagi baca buku beliau yang berjudul "Tenang di Dunia Yang Sibuk". Buku ini ngebantu banget dalam proses berdamai dengan gemuruh pikiran.
Boleh jadi, sebab riuhnya pikiran kita bukan soal dunia luar, tapi hilangnya komando kita untuk mengontrol pikiran kita sendiri. Kata beliau dalam bukunya, konflik terbesar yang dialami manusia adalah konflik dengan dirinya sendiri.
Pikiran kita ibarat lalu lintas yang padat berisi harapan-harapan, ekspektasi, memori, dan penyesalan masa lalu yang bermuara kepada persimpangan yang berisi utopia kehidupan, ekspektasi, standar orang lain, tekanan keluarga, atau ketakutan dalam menghadapi masa depan.
Lalu gimana caranya kita tenang?
Yang pertama adalah kesadaran. Ini mirip banget sama isi buku Remake dari mas Bagas Rais di tulisanku yang berjudul hidup untuk orang lain.
Kita harus sadar bahwa kita tidak bisa mengontrol faktor eksternal, yang bisa kita kontrol adalah persepsi kita sendiri. Dari sini kita harus menyeleksi arus informasi yang berpotensi menghilangkan jati diri. Hidup ini nggak boleh mematok standar dari orang lain. Seminimalnya itu.
Yang kedua adalah tanggungjawab. Hidup kita adalah tanggungjawab kita untuk mengaturnya. Mulai dari input seperti apa dan mau dibawa kemana.
Terkadang kesalahan kita tidak mampu menganalisis kebutuhan yang cocok untuk diri sendiri dan tujuan apa yang hendak dicapai. Dari sini akan berpotensi menjadi stress dan cenderung menyalahkan pihak lain atas kegagalan dari ekspektasi kita. Padahal semua bermula dari input yang kita berikan untuk diri kita sendiri yang kurang pas atau kadang too much information.
Yang terakhir adalah kemampuan menavigasi komplektivitas hidup. Soal ini kita perlu pinter-pinter cari lingkungan. Kita akan jadi wangi kalau dekat dengan penjual parfum.
Manusia tidak bisa hidup dengan dirinya sendiri, perlu ada orang yang saling mengingatkan satu sama lain dalam kebaikan. Tapi ya namanya manusia pasti banyak mengundang kecewa kan? Ini balik lagi ke soal Tauhid bagaimana kita benar-benar meresapi kabar bahagia dan pertolongan dari Allah beriringan dengan ujian yang diberikanNya juga.
Urusan teknis, kita jalani apa yang bisa kita ikhtiarkan sembari tetap jangan hilang harapan. Kegagalan dunia itu adalah proses untuk pendewasaan diri.
Ya intinya jalani dan hadapi. Semoga Allah mudahkan. Aamiin.
Ahad, 08 Desember 2024 Sedang Belajar Tenang
68 notes · View notes
tira-lapan · 1 month ago
Text
Pengakuan Kesalahan
Mengikuti ego tidak akan ada habisnya
Justru itu seperti bola api
Maka, jika egomu sedang tergores diamlah
Kamu hanya butuh waktu mencerna semua lalu melihat dari sudut pandang kebaikan, jamgan ikuti egomu.
Bukankah kamu pernah bilang, kamu merasa seperti kehilangan dirimu sendiri?
2 notes · View notes
tira-lapan · 1 month ago
Text
Afirmasi
Kamu berharga dan layak mendapatkan hal-hal baik. Kamu punya banyak hal baik. Kamu memiliki kesempatan-kesempatan itu.
Hanya saja, mungkin selama ini kamu ketemu sama orang yang kurang tepat. Mereka yang terus menerus membuatmu merasa kurang, bersalah, dan merasa tidak berarti.
Hanya saja, mungkin selama ini kamu terjebak di tempat yang salah. Tempat yang terus menerus membuatmu merasa semakin merasa kecil, merasa kamu tidak bisa apa-apa, dan berujung pada hilangnya kepercayaanmu pada diri sendiri. Keraguanmu pada hidupmu sendiri semakin besar.
Kamu berharga. Kamu hanya butuh sedikit keberanian untuk pergi dari mereka dan meninggalkan tempat-tempat itu. Memang menakutkan, karena semuanya terasa samar di depan. Tapi lebih menakutkan lagi hidup dengan kondisi sekarang, seterusnya, selamanya. (c)kurniawangunadi
401 notes · View notes
tira-lapan · 1 month ago
Text
Membuat Pijakan Baru
Tumbuh dewasa dengan perasaan kalah, tidak berharga, dan buntu adalah proses yang amat melelahkan. Hal yang bahkan, kalau kamu lihat-lihat lagi, tidak pernah ada di dalam dirimu di masa lalu. Semua pikiran itu muncul karena mungkin kamu ketemu dengan orang-orang yang menggerogoti hal-hal berharga yang kamu miliki.
Tanpa terasa, lambat laun kamu kehilangan jati diri. Hingga untuk menumbuhkannya lagi, terseok-seok. Perasaan berharga yang pernah kamu miliki telah tercabik-cabik. Kepercayaan dirimu memudar. Dan keyakinanmu atas dirimu sendiri, menguap. Kamu menjadi orang pertama yang terus menerus menyangsikan mimpi dan keputusanmu. Dihantui dengan rasa takut akan hari esok, kegagalan, dan berbagai bentuk kekhawatiran yang ternyata sengaja ditumbuhkan di momen-momen sebelumnya.
Tapi sungguh, keberanianmu untuk keluar dari lingkaran setan itu adalah sebuah keputusan yang sangat luar biasa. Tidak mudah, tidak semua orang bisa, tidak semua orang berani. Meski kini kamu mengalami kegelisahan dan kecemasan yang luar biasa, setidaknya hidupmu kini dalam kendalimu lagi.
Kamu bisa mengarahkan tujuanmu lagi. Menata sedikit demi sedikit mimpi yang pernah kamu miliki setelah bertahun-tahun dimatikan oleh orang lain.
Kamu hanya perlu kembali percaya bahwa kamu berharga. Kamu layak mendapatkan yang baik. Kamu pantas untuk memiliki mimpi-mimpimu. Dan selalu ada orang yang akan percaya dan yakin dengan kekuatanmu, kamu hanya belum menemukan mereka dalam jumlah banyak sebab kamu tidak pernah membicarakan mimpimu dan berjalan di atasnya selama ini.
Jalanlah. Meski dengan seluruh keraguan dan ketakuanmu. Teruslah melangkah! (c)kurniawangunadi
320 notes · View notes
tira-lapan · 1 month ago
Text
Memilih Pasangan Hidup
Setiap orang jelas memiliki valuenya masing-masing. Dan ketika kita bicara value, ini bisa bertentangan satu sama lain. Hanya saja, tulisan ini tidak ingin mempertentangkan itu. Penulis akan menggunakan sudut pandang orang pertama yang bersumber pada pengamatan, karena ini hal yang dirasa berlaku secara universal. Ada tiga hal yang mau kutulis, di luar soal bagaimana hubungan ia dengan Tuhannya. Aku mau nambahin beberapa aspek yang menurutku sangat krusial untuk dipertimbangkan secara mendalam.
Pertama, cara bicara dan apa yang dibicarakan. Karena dua hal tersebut mencerminkan isi kepalanya. Kalau kamu mendapati orang yang suka bergunjing, sindir menyindir, memfitnah, berkeluh kesah, berkata kasar, dan berbagai macam pembicaraan buruk. Pikirkan ulang untuk memilihnya sebagai pasangan hidup. Mungkin ia bisa jadi fit sama kamu, tapi apakah itu yang kamu harapkan saat kalian menjadi orang tua dan mendidik anak? Sampai sekarang, dalam berbagai kesempatan dan pengamatan. Kenapa anak-anak yang kutemui bisa sekasar itu, bisa senegatif itu, salah satunya dampak dari bagaimana bahasa dan cara bicara sehari-hari orang tuanya. Apalagi saat di level orang tua menganggap pembicaraan itu sebagai hal yang biasa, bukan hal buruk.
Bagiku, lebih penting mengajarkan anak bisa berbahasa yang baik alih-alih bisa banyak bahasa. Karena kalau ia bisa menggunakan bahasa yang baik, tahu tata bahasa, tahu kapan penggunaan dan cara menggunakannya dalam beragam situasi. Itu jauh lebih penting daripada ngajarin dia bisa bahasa macem-macem. Nanti kalau sudah besar, ia bisa belajar bahasa-bahasa yang lain. Kedua, hubungannya sama harta. Ini sebuah hal yang mungkin tidak bisa secara kasat mata dilihat, tapi bisa diamati jika sudah mengenal. Bagaimana cara pandangnya terhadap uang. Apakah segala sesuatu diukur dari uangnya. Apakah uang jadi tujuan hidupnya. Apakah pengambilan keputusannya sangat bergantung dengan ada tidaknya uang. Dan berbagai percakapan yang bisa kamu simpulkan sendiri, ini orang dikit-dikit nyingung duit. Mulai pertimbangkan lagi. Uang (harta) penting, tapi bukan segalanya. Tidak semua hal didunia ini diukur dengan uang. Nanti kita lupa untuk bisa belajar ikhlas, bisa belajar tulus. Mengira semua hal pasti ada maksud dan tujuannya. Melakukan sesuatu karena ada maunya. Karena nanti anak-anak pun akan belajar cara hidup dan cara berpikir kita sebagai orang tuanya. Dan saat itu, saat kita mulai berhitung. Semuanya akan jadi transaksional. Ketiga, bagaimana ia ngehargai dirinya sendiri dan ngenal dirinya sendiri. Orang-orang yang pandai menghargai dirinya sendiri akan mudah respect sama orang lain. Bisa membuat keputusan-keputusan penting untuk dirinya dengan lebih mudah. Nanti, saat kita jadi orang tua. Ada banyak sekali keputusan yang bakal diambil, aku nemu banyak sekali orang tua yang membuat keputusan yang bagiku aneh, bahkan cenderung tidak masuk akal untuk hal-hal yang amat sederhana. Penilaian ini memang subjetif, tapi jika mau dilihat secara objektif pun tetap aneh.
Kemampuan untuk membuat keputusan yang baik adalah bekal yang krusial saat jadi orang tua. Karena waktu anak-anak kita masih kecil, kitalah yang akan membuatkan keputusan untuk mereka. Menemukan orang yang mengenal dirinya dan menghargai dirinya sendiri jadi sesuatu yang menurutku perlu untuk diupayakan. Selain kita juga berusaha untuk jadi seperti itu. Seseorang yang tak bisa membuat keputusan justru akan merugikan dan merepotkan orang lain, entah anaknya sendiri, pasangannya, atau bahkan orang-orang di sekitarnya. Semoga membantu :) (c)kurniawangunadi
443 notes · View notes
tira-lapan · 2 months ago
Text
“NGERTENI GAYANE GUSTI ALLAH”
"Allah knows and you do not know".
Hidup sering kali berjalan dengan cara yang tidak kita duga. Orang yang kita pikir akan selamanya bersama, tiba-tiba menjauh. Orang yang dulu hanya kenal sebatas nama, kini menjadi bagian penting dalam hidup kita.
Semua ini membuat hati bertanya, “Kenapa semua ini terjadi?” Jawabannya sederhana, tapi mendalam: Allah punya caranya sendiri.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
Ayat ini seperti alarm yang mengingatkan, bahwa kita manusia hanya mampu berencana, tetapi Allah yang menentukan. Perjalanan hidup yang penuh liku ini adalah bagian dari rencana-Nya yang sempurna, meski sering kali tak terlihat oleh mata manusia yang terbatas.
Ada saatnya Allah menjauhkan kita dari sesuatu yang kita inginkan. Tapi, pernahkah kita berpikir, mungkin Allah menjauhkan untuk mendekatkan yang lebih baik? Ketika sebuah pintu tertutup, itu bukan tanda kegagalan, melainkan sinyal bahwa ada pintu lain yang lebih cocok untuk kita. Mahfudzot Arab berkata, “Man jadda wajada, wa man shabara zhafira” (Siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkannya, dan siapa yang bersabar akan menang). Sungguh, tidak ada perjuangan yang Allah biarkan berlalu sia-sia.
Maka, berhentilah mengira bahwa segalanya harus sesuai dengan keinginan kita. Kehidupan ini lebih besar dari apa yang kita rencanakan. Percayalah, Allah tidak pernah keliru dalam meletakkan takdir. Dia tahu kapan waktu terbaik untuk mempertemukan, memisahkan, mendekatkan, atau bahkan menjauhkan. Tugas kita hanya berusaha sebaik mungkin, lalu bersandar sepenuhnya pada-Nya.
Hiduplah dengan keyakinan bahwa setiap langkah, baik atau buruk di mata kita, adalah bagian dari kasih sayang-Nya. Sebab, yang tertakar tak akan tertukar. Apa yang ditetapkan Allah akan selalu menjadi yang terbaik, bahkan jika saat ini kita belum bisa memahaminya.
19 notes · View notes
tira-lapan · 2 months ago
Text
Jurang
Hi semua. Tulisan ini mungkin cukup sensitif dan membutuhkan empati untuk membacanya dengan hati-hati, karena akan menggunakan sudut pandang perbanding-bandingan. Sesuatu yang mungkin tidak nyaman untuk dibaca bagi sebagian orang.
Dalam proses mengamati sekaligus menjalani kehidupan selama 34 tahun ini, terasa sekali bahwa fase yang sedang dijalani saat ini itu benar-benar jelas sekali garis batas kehidupan satu sama lain, antara diri kita dengan orang lain itu kelihatan sekali.
Dulu sewaktu kecil, sewaktu seru-serunya menjadi anak-anak, tidak memandang dunia dari sisi materi, tidak bingung bangun tidur harus bekerja, bahkan ini mungkin terjadi hingga kita SMA. Antara kita dengan teman kita itu sama, sama-sama di fase berjuang. Lagi di fase belajar untuk mewujudkan mimpi masing-masing. Ngerasain kelas yang panas tanpa AC bareng-bareng, naik motor iring-iringan, dan semua aktivitas yang membuat kita terasa tidak ada bedanya satu sama lain. Coba deh perhatikan, teman-teman kita semasa TK, SD, SMP, ataupun SMA dulu. Inget nggak serunya bermain bersama, paling satu-satunya hal yang membuat kita berkompetisi saat itu adalah rangking kelas. Itu pun kadang sadar diri kalau udah ada yang langganan juara kelas berturut-turut, kitanya juga nggak berkecil hati karena tidak juara kelas, enjoy aja, dan ya berjalan sebagaimana biasanya.
Tapi coba lihat semuanya sekarang. Perbedaan antara kita dan teman-teman bisa kayak bumi dan langit dari sisi kehidupan. Di umur yang sama, ada yang masing single, ada yang sudah punya anak mau masuk SD. Ada yang sudah punya rumah, ada yang masih ngontrak. Ada yang kerja dengan gaji puluhan bahkan ratusan juta per bulan, ada yang berjuang biar bisa UMR aja alhamdulillah. Ada yang lagi jalan-jalan ke berbagai kota atau negara, ada yang lagi langganan ke psikolog/psikiater. Ada yang berubah jadi kriminal, ada yang menjadi seorang alim. Ada yang lagi kesulitan finansial, ada yang lagi lapang banget sampai bisa bersedekah tanpa berpikir panjang. Ada yang pernikahannya bahagia, ada yang sudah menjadi duda dan janda.
Perbedaan itu terpampang secara nyata. Dan itu dialami oleh diri kita sendiri dan juga orang-orang yang dulu sekali, tidak begitu lama, mungkin 15 atau 20 tahun yang lalu adalah orang-orang yang bareng sama kita. Yang dulu sama-sama memikirkan tugas sekolah, les bareng-bareng, kalau libur sekolah bikin agenda kelas, kalau ramadan bikin acara bukber kelas. Kalau lebaran, rame-rame keliling antar rumah-rumah.
Tapi perbedaan nasib, garis takdirnya bisa sejauh itu. Kadang, diri sendiri pun merasa begitu asing dengan segala jurang yang ada, begitu tinggi perbedaan yang dimiliki. Kadang, diri juga mengukur-ukur diri sendiri, bertanya-tanya mengapa ada yang bisa sejauh itu sementara kita terasa jalan di tempat, gitu-gitu aja.
Tanpa sadar, bahwa "gitu-gitu aja"nya diri ini juga ternyata jadi sesuatu yang amat berharga bagi teman kita yang lain. Hidup yang saling melihat ini, rasanya semakin membelalakkan mata di umur sekarang. Umur-umur yang menurut kita harusnya sudah bisa mencapai hal-hal tertentu dalam hidup, tapi kita baru mencapai sebagian kecil atau bahkan belum sama sekali.
Kemarin waktu baca threads, ada sebuah utas yang kurang lebih bilang begini : "Umur 42, belum punya rumah sendiri, masih ngontrak pindah-pindah, kendaraan cuma motor ada 1, anak ada dua udah sekolah semua, tiap bulan gaji ngepres buat semuanya. Nggak apa-apa kan?" Dan jawaban orang lain yang membalas, begitu "nyesss" pada baik-baik.
Kadang mulai mikir juga, apa selama ini kita terlalu lama hidup dalam bubble. Hidup dalam perspektif bahwa keberhasilan-keberhasilan itu harus mencapai ini dan itu. Ditakut-takuti jika kita tidak begini dan begitu, nanti hidup kita akan menderita. Hidup kita akan gagal. Gagal menurut orang yang menebar ketakutan tersebut.
Dan kita lupa dan tidak pernah diajari untuk bagaimana caranya bisa bahagia dengan alasan-alasan yang amat sederhana. Kebahagiaan kita penuh dengan syarat, syarat yang kita buat sendiri, tapi sekaligus syarat yang amat sulit untuk kita sendiri penuhi. (c)kurniawangunadi
212 notes · View notes
tira-lapan · 2 months ago
Text
Jadi makin yakin 😉
Mempertanyakan
Berselancar di media sosial, terus banyak ketemu sama kekhawatiran orang. Beberapa pertanyaan, mengusikku. Membuatku bertanya-tanya apakah aku hidup dalam bubble? Atau, serandom apa sih lingkungan seseorang hingga untuk hal yang basic aja masih dipertanyakan? Misal pertanyaan seperti ini: ada nggak sih cowok yang baik, shalat 5 waktu, tidak merokok, bertanggungjawab, tutur katanya baik, kalau suka sama cewek langsung berniat baik buat menikah, bukan buat main-main?
I mean, seperti apa sih lingkungan orang yang bertanya hingga shalat 5 waktu itu sebuah hal yang asing, bertutur kata yang baik juga hal yang asing? Aku yang hidup di lingkungan yang biasa melihat itu kan jadi bingung, itu ada di mana? Aku yang berelasi dengan teman laki-laki yang pada mashaAllah baiknya, saleh, terakhir kali aku 1on1 sama seorang laki-laki yang lagi diskusi mau nikah juga sebaik itu niatannya untuk memuliakan calon istrinya. Ini yang bertanya, berada di lingkungan seperti apa hingga ada pertanyaan seperti itu? Dan kalau sadar bahwa di lingkungannya demikian, kenapa tidak berusaha keluar dari sana? Apakah pikiranku ini jadi nirempati? Aku pun bingung.
Belum lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang berasal dari kata tanya yang senada : Masih ada gak sih? Masih ada gak sih yang menilai seseorang bukan dari fisiknya?
Masih ada gak sih yang nggak ngumpetin uang dari pasangannya?
Masih ada gak sih yang bersedia tinggal serumah sama ortuku nanti kalau aku menikah?
Masih ada gak sih yang setia sama satu pasangan aja?
Masih ada gak sih yang ini dan itu....
Dan beragam pertanyaan mirip lainnya. Aku belum bisa memahami. Dia tinggal dimanakah? Apakah yang terjadi dalam hidupnya? Sehingga dia tidak bisa menemukan semua itu di dalam radar pengelihatan dan hati di sekelilingnya? (c)kurniawangunadi
146 notes · View notes
tira-lapan · 3 months ago
Text
Dipikirkan Lebih Dalam
Dipikir-pikir, kasihan sekali orang-orang yang hatinya dipenuhi rasa benci dan pendendam. Menyimpan bara sekian lama dalam hati, menyimpan semua hal buruk itu seorang diri. Sementara orang yang tak disukainya, melupakan semua hal buruk yang terjadi. Apalagi, jika kesalahan itu bukan berasal dari orang lain, melainkan tersebab oleh diri sendiri. Diri sendiri yang kerasa kepala dan merasa benar. Sungguh kasihan.
Dipikir-pikir, kasihan sekali orang yang hidupnya penuh dengan prasangka dan kecurigaan. Susah membangun kepercayaan kepada orang lain. Hidupnya kesepian, mudah kehilangan dan menghilangkan orang-orang yang ingin percaya padanya, tapi hanya karena kesalahan setitik, dihapus semua kebaikan-kebaikan yang pernah terjadi. Diputus pertemanannya. Pasti sulit sekali hidupnya yang tak percaya siapapun.
Dipikir-pikir, kasihan sekali orang yang hidupnya penuh dengan amarah. Merasa menjadi korban dari semua kondisi hidup, mungkin disebabkan oleh trauma dari keluarganya, dari orang-orang terdekatnya di masa lalu. Hingga, untuk merasakan bahagia saja tidak bisa. Isinya hanya marah-marah, mudah marah. Pasti sesak sekali hidupnya.
Dipikir-pikir lagi, kalau ketemu dengan orang-orang yang seperti itu. Memang ada rasa kesal, rasa marah, rasa kecewa yang mungkin akan muncul. Akan tetapi, berujung pada rasa kasihan karena betapa hidupnya sulit tenang, sulit bahagia, setiap hari harus bergulat pada pikirannya sendiri, tidak mampu menerima kenyataan bahwa dirinya terluka dan sangat mudah melukai orang-orang disekitarnya. Hingga akhirnya, dia pun ditinggalkan, dijauhi.
Dipikir-pikir lagi, memiliki pikiran yang tenang itu rasanya berharga sekali. Hidup yang penuh interaksi dilema dengan banyak manusia, bisa lebih mudah dijalani karena bisa lebih tenang dan tidak reaktif. Kadang, arus kehidupan yang deras ini bukan untuk kita lawan sekuat tenaga. Malah nanti kita kehabisan tenaga.
Setelah dipikir-pikir semakin mendalam, makin banyak-banyak berdoa agar diberikan ketenangan jiwa. Jika ada luka dan trauma di dalam diri, semoga itu tidak melukai orang lain. Jika itu melukai orang lain, aku tidak merasa terlalu tinggi hati untuk meminta maaf duluan :)
(c)kurniawangunadi
162 notes · View notes
tira-lapan · 4 months ago
Text
Dear, semesta.
Aku ingin menjadi perempuan yang menyikapi sekelumit liku dengan perilaku yang tenang. Meski kadang cara bicaraku masih sama berisiknya, meski cerita-cerita yang aku sampaikan masih sama riuhnya, dan meski kesedihan yang sesekali aku tunjukkan pada beberapa orang masih sama sembabnya.
Tetapi, semesta..
Aku ingin menjadi perempuan yang mengusahakan untuk tidak melimpahkan amarahku di hadapan orang yang juga sama belajar damai sepertiku. Aku hanya ingin menjadi perempuan yang tidak merahasiakan kesulitanku, namun tidak juga membuat orang lain kesulitan memahami maksudku.
Karena semesta,
Aku mengerti jika dunia tentu berputar pada radarnya masing-masing, perbedaan melahirkan teka-teki untuk manusia seperti kamu menemukan jawabannya.
90 notes · View notes
tira-lapan · 4 months ago
Text
Ah kenapa mirip sekali dengan keadaanku sekarang :)
Mewujudkan Mimpi di Umurmu Kini
Takut ya? Lebih menakutkan daripada bertahun yang lalu? Saat mimpi dibenturkan sama realita dewasa, bekerja dari pagi hingga petang, bahkan kadang jarang pulang. Harus membiayai diri sendiri, sebagian yang lain ikut membiayai keluarga, adik-adik, bahkan saudara jaug. Saat tanggungan diri seolah-olah hanya bertumpu pada diri kita. Mimpi kita terasa semakin tak nyata, jauh tak tergapai. Takut untuk mengubah lajur hidup, karena penuh ketidakpastian. Takut mengubah arah, karena takut ditertawakan.
"Buat apa susah-susah ke sana, padahal yang sekarang sudah pasti. Cari yang pasti-pasti saja!" Ujar mereka.
Aku tahu hatiku bilang apa, tapi otakku tak bisa menerima. Bahwa hidup yang sementara ini, jangan hanya memikirkan diri sendiri, katanya. Tapi hatiku bilang, kalau tidak bahagia, tiada ketenangan, buat apa dipertahankan?
Aku ingin sekali mengikuti kata hatiku. Tapi aku sangat takut tak bisa membeli makan besok. Takut tak bisa hidup nyaman. Takut sekali seperti tak bertuhan. Astaghfirullah hal adzim.
Kalau aku meniliki diriku berpuluh tahun lalu, aku tak sebahagia itu. Apakah aku bisa hidup dengan pilihanku? Apakah aku bisa menjalani hidup ini tanpa harus berpikir materialistik? Ya Allah, anugerahkan kepadaku rasa cukup, anugerahkan kepadaku keberanian. Anugerahkan kepadaku rasa aman. Bahwa menjadi hambamu, aku tahu takkan Kau biarkan kekurangan, takkan kau biarkan tersesat di jalan. Sebagaimana Engkau anugerahkan kepadaku saat aku kecil dulu, untuk berani bermimpi, mudah bahagia, dan tak melihat dunia ini dari sudut pandang uang. Sehingga aku merasa sangat berkecukupan :) (c)kurniawangunadi
338 notes · View notes
tira-lapan · 5 months ago
Text
Aamiin
Ini cerita tentang rumah yang aku impikan. Rumah yang artinya adalah tempat pulang, tidak harus berupa bangunan, bisa jadi ia adalah seseorang. Tempat paling nyaman untukmu bercerita apa adanya. Perihal hidup yang tidak selalu mudah. Perihal mimpi yang menggebu-gebu.
Tempatmu menjadi diri sendiri, tanpa takut dicaci. Berani berpendapat karena kamu didengarkan meski tak selalu dimenangkan. Berani mengkritik tanpa takut diisolasi. Bahwa sebanyak apapun perbedaan dan kesalahan, selalu memiliki ruang maaf dan maklum untuk kembali memberi rasa aman lagi. Rasa nyaman yang tak sembarang orang bisa mengisinya dengan tulus tanpa pamrih.
Rumah yang didalamnya adalah sepasang yang saling mengusahakan satu sama lain. Saling menjaga. Saling percaya. Saling merasa ingin memberi lebih untuk mencipta bahagia. Saling memeluk rasa takut satu sama lain. Dan tentunya saling menggenggam tangan untuk tidak meninggalkan saat alur cerita sedang jatuh-jatuhnya.
Semoga dalam perjalanan hidup ini, setidaknya kamu memiliki rumah itu. Tempat pulang untuk sejenak mengambil jeda. Untuk sedikit menghela napas. Untuk sekedar saling menguatkan "kita akan baik baik saja".
Putri
61 notes · View notes
tira-lapan · 5 months ago
Text
2024 dan Pekerjaanmu
Teman-teman, cuma mau bilang, kalau di tahun saat ini kondisi ekonomi lagi nggak baik-baik saja. Kalau kamu tidak ada alasan yang kuat untuk resign kayak sakit, kesehatan mental, lingkungan toxic, harus pulang karena ortu sakit, dsb. Bertahanlah dengan pekerjaanmu meski itu mungkin menjemukan. Saya sebagai orang yang saat ini jadi karyawan (kerja ditempat orang lain), jadi freelance, dan sekaligus punya usaha sendiri. Ngerasa banget lesunya ekonomi selama beberapa bulan terakhir. Sampai beberapa kali saya sendiri harus mengurangi jumlah karyawan karena efisiensi. Bukan keputusan yang mudah bagi pemilik usaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja, tapi memang keadaannya tidak bisa dipungkiri dan keputusan harus diambil.
Buat teman-teman yang dapat rezeki lebih soal harta, tolong jangan disimpan aja, diputarlah dengan dibelanjakan ke dagangan teman, ke pasar, dan lain-lain agar terjadi perputaran uang di tengah-tengah kondisi saat ini. Itu akan sangat membantu bagi orang lain.
Buat teman-teman di sini yang jadi pemilik usaha, UMKM, dan sebagainya. Semangat yaaa :)
289 notes · View notes