"Jika Mati adalah Kewajiban, maka Hidup adalah Kesialan."
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
siapa dirimu kini...
Belakangan aku sering bertanya, sebenarnya seberapa banyak waktu untuk kita bisa mengenali seseorang yang sesungguhnya? Mengenali keaslian dari kepalsuan yang diperlihatkannya? Setahun? Dua tahun? 5 tahun? Lama sekali aku merenung. Akhirnya aku tiba pada kesimpulan bahwa Kita tak butuh waktu untuk mengenali keaslian seseorang. Cukup BERIKAN semua yang di inginkannya. Setelah itu kau pasti dapat mengenali dirinya yang sesungguhnya. Itulah antara aku dan dia.
Lama sekali aku menginginkannya. Membawa namanya dalam setiap bait doa. Sebab aku menyayanginya. Menginginkannya lebih dari apapun. Baik sekali, ya dia baik sekali. Dia terlihat begitu menginginkanku.
Tuhan... jika kau izinkan, satukanlah aku dengannya. Aku siap mendampingi orang ini lebih dari selamanya. Izinkan kami sama2 belajar menjadi manusia.
Itulah doaku untuknya. Bertahun.
Dia berikan aku cinta yang begitu dalam, sampai aku hanyut dan tenggelam. Aku tak takut, sebab aku tau dia pasti akan mengulurkan tangan, menolongku.
Namun... ternyata aku salah. Aku hanya tenggelam dan hanyut sendirian dalam kisah ini. Aku tak tahu apakah dia pergi atau tengah mencari tali. Aku tak dapat melihat apapun selain kegelapan yang menutup mata dan keheningan yang menyiksa jiwa.
Pada siapa kau pernah jatuh cinta sampai kau sulit bernafas tanpanya? Pada siapa kau pernah menanamkan kasih sayang sampai kau lupa menyayangi dirimu sendiri? Pada siapa kau pernah memohon perhatian sampai kau lupa memperhatikan dirimu sendiri? Pada siapa kau pernah memberikan segalanya yang kau punya meski hanya sehelai rambut saja? Pada siapa kau pernah menyemai bahagia namun menghasilkan luka?
Itulah aku kepadamu. Itulah cinta suci seorang hina dan pendosa. Tulus kepadamu.
Tapi rupanya nafas itu menyesakkan dadamu. Kasih sayangku menjerat tubuhmu. Perhatianku memenjarakan dirimu dalam kebosanan. Ternyata yang kuberikan tak cukup membahagiakanmu. Tak cukup meyakinkanmu akan ketulusanku. Tak cukup. Semuanya hanya menumbuhkan kepura-puraan dalam tawamu. Dan kebodohanku tak menyadari semua itu sejak awal dulu.
Maaf jika aku tak bisa menjadi rumah untukmu berteduh. Tak mampu menjadi ruang untukmu bersandar. Tak cukup menjadi kebahagiaan untukmu tertawa. Sebab aku hanya seutas benang yang mengikatmu dalam kebosanan.
Siapa dirimu kini..? Sungguh aku tak mengenali.
Hari ini, untuk kesekian kalinya dadaku terasa penuh. Seperti ada yang sakit. Tapi aku tak tahu dimana. Aku berharap semoga ini cepat menjadi biasa saja. Biasa saja Ketika kau memutuskan sepihak pembicaraan kita. Biasa saja Ketika kau meninggalkanku dalam keadaan hati yang berharap dan hampa. Biasa saja Ketika kau menghilang dan kembali saat kau membutuhkannya. Semoga.
Jika hari esok masih ada untuk kita.. tugasku hanya mengalah. Mengalah pada rasa yang pernah kau semai sedemikian indah. Yang pernah kau rajut dengan sempurna.
Jika kau ingin pergi, ingin menjauh dan menghilang dari semua ini.. maka pergilah. Kapanpun kau pulang, aku akan selalu ada. Aku akan menghapus setiap kecewa dan mengobati setiap luka yang kau rasa. Kau sangat berarti di seluruh aliran darahku. Sangat berarti. Bahkan aku tak tahu sampai kapan aku harus menanggungkan sebab dari rasa mencintai yang terlalu dalam ini. Kini biarlah aku berhayal dan berandai dalam heningnya malam ini.. “Jika Tuhan mau mengabulkan satu permintaan, aku ingin memutar waktu. Aku ingin berada di titik dimana aku dan kamu tak pernah menjadi kita. Dimana aku tak pernah terlalu dalam mencinta.”
Untukmu.. seseorang yang tak lagi ku kenali kini.
2 notes
·
View notes
Text
siapa dirimu kini...
Belakangan aku sering bertanya, sebenarnya seberapa banyak waktu untuk kita bisa mengenali seseorang yang sesungguhnya? Mengenali keaslian dari kepalsuan yang diperlihatkannya? Setahun? Dua tahun? 5 tahun? Lama sekali aku merenung. Akhirnya aku tiba pada kesimpulan bahwa Kita tak butuh waktu untuk mengenali keaslian seseorang. Cukup BERIKAN semua yang di inginkannya. Setelah itu kau pasti dapat mengenali dirinya yang sesungguhnya. Itulah antara aku dan dia.
Lama sekali aku menginginkannya. Membawa namanya dalam setiap bait doa. Sebab aku menyayanginya. Menginginkannya lebih dari apapun. Baik sekali, ya dia baik sekali. Dia terlihat begitu menginginkanku.
Tuhan... jika kau izinkan, satukanlah aku dengannya. Aku siap mendampingi orang ini lebih dari selamanya. Izinkan kami sama2 belajar menjadi manusia.
Itulah doaku untuknya. Bertahun.
Dia berikan aku cinta yang begitu dalam, sampai aku hanyut dan tenggelam. Aku tak takut, sebab aku tau dia pasti akan mengulurkan tangan, menolongku.
Namun... ternyata aku salah. Aku hanya tenggelam dan hanyut sendirian dalam kisah ini. Aku tak tahu apakah dia pergi atau tengah mencari tali. Aku tak dapat melihat apapun selain kegelapan yang menutup mata dan keheningan yang menyiksa jiwa.
Pada siapa kau pernah jatuh cinta sampai kau sulit bernafas tanpanya? Pada siapa kau pernah menanamkan kasih sayang sampai kau lupa menyayangi dirimu sendiri? Pada siapa kau pernah memohon perhatian sampai kau lupa memperhatikan dirimu sendiri? Pada siapa kau pernah memberikan segalanya yang kau punya meski hanya sehelai rambut saja? Pada siapa kau pernah menyemai bahagia namun menghasilkan luka?
Itulah aku kepadamu. Itulah cinta suci seorang hina dan pendosa. Tulus kepadamu.
Tapi rupanya nafas itu menyesakkan dadamu. Kasih sayangku menjerat tubuhmu. Perhatianku memenjarakan dirimu dalam kebosanan. Ternyata yang kuberikan tak cukup membahagiakanmu. Tak cukup meyakinkanmu akan ketulusanku. Tak cukup. Semuanya hanya menumbuhkan kepura-puraan dalam tawamu. Dan kebodohanku tak menyadari semua itu sejak awal dulu.
Maaf jika aku tak bisa menjadi rumah untukmu berteduh. Tak mampu menjadi ruang untukmu bersandar. Tak cukup menjadi kebahagiaan untukmu tertawa. Sebab aku hanya seutas benang yang mengikatmu dalam kebosanan.
Siapa dirimu kini..? Sungguh aku tak mengenali.
Hari ini, untuk kesekian kalinya dadaku terasa penuh. Seperti ada yang sakit. Tapi aku tak tahu dimana. Aku berharap semoga ini cepat menjadi biasa saja. Biasa saja Ketika kau memutuskan sepihak pembicaraan kita. Biasa saja Ketika kau meninggalkanku dalam keadaan hati yang berharap dan hampa. Biasa saja Ketika kau menghilang dan kembali saat kau membutuhkannya. Semoga.
Jika hari esok masih ada untuk kita.. tugasku hanya mengalah. Mengalah pada rasa yang pernah kau semai sedemikian indah. Yang pernah kau rajut dengan sempurna.
Jika kau ingin pergi, ingin menjauh dan menghilang dari semua ini.. maka pergilah. Kapanpun kau pulang, aku akan selalu ada. Aku akan menghapus setiap kecewa dan mengobati setiap luka yang kau rasa. Kau sangat berarti di seluruh aliran darahku. Sangat berarti. Bahkan aku tak tahu sampai kapan aku harus menanggungkan sebab dari rasa mencintai yang terlalu dalam ini. Kini biarlah aku berhayal dan berandai dalam heningnya malam ini.. “Jika Tuhan mau mengabulkan satu permintaan, aku ingin memutar waktu. Aku ingin berada di titik dimana aku dan kamu tak pernah menjadi kita. Dimana aku tak pernah terlalu dalam mencinta.”
Untukmu.. seseorang yang tak lagi ku kenali kini.
2 notes
·
View notes
Text
Nyatanya, di saat kau jatuh semua orang bisa dengan mudah pergi meninggalkanmu, kecuali keluarga, meski sehancur apapun, mereka akan menerimamu dengan hati yang tulus.
1 note
·
View note
Text
Tuhanmu Tak Sedang Bercanda
Kita gak tahu masa depan akan jadi seliar apa karena kita gak pernah tahu secara pasti waktu akan membawa kita ke mana.
Bisa jadi hari ini kita mengusahakan sesuatu. Besoknya gagal.
Lusa kita coba lagi. Gagal lagi.
Bulan depannya kita putar otak, ganti tujuan, ubah strategi, dan kerja lebih keras. Gagal lagi.
Hampir sebulan lamanya kita terjerembab dalam keputusasaan dan menangisi keadaan, bertanya-tanya, mengapa harus kita yang mengalami hidup sesial ini?
Tak lama setelah itu kita mulai menerima keadaan dan memasang ekspektasi yang terasa lebih realistis dari sebelumnya. Kemarin kita sempat putus asa, namun kini kita memutuskan setidaknya untuk tidak berhenti melanjutkan hidup yang berharga ini.
Pelan tapi pasti, keberhasilan-keberhasilan kecil kita capai satu demi satu. Mungkin bagi orang lain ini bukanlah apa-apa, tapi bagi kita pencapaian ini sungguh luar biasa sebab kita sangat paham apa itu kegagalan dan bagaimana rasanya berada di titik terendah.
Selang dua atau tiga tahun kemudian, datang kesempatan yang tak disangka-sangka. Cita-cita kita yang dulu sempat padam kini bergelora kembali dan menjadi kenyataan. Alhamdulillah, terbayar sudah semua keringat, luka, dan perih yang selama ini kita rasakan.
Sepintas lalu, hidup terasa seperti bercanda. Sekali waktu dihempaskannya kita ke titik terendah, dan di lain waktu dilambungkannya kita ke titik tertinggi justru ketika kita tak berani berharap banyak pada diri sendiri.
Tapi ternyata, Tuhan tak pernah bercanda dalam menguji dan mentarbiyah hamba-Nya. Kita diperjalankan dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim yang lain dalam hidup ini agar kita benar-benar mengerti hakikat sabar dan syukur serta bagaimana menghambakan diri seutuhnya bukan kepada dunia, melainkan kepada Dia, Tuhan semesta alam.
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Taufik Aulia (@taufikaulia)
692 notes
·
View notes
Text
Menetap bukan cuma soal rasa nyaman, tapi juga kemampuan untuk bertahan. Bertahan dalam ujian. Bertahan dari godaan.
—Taufik Aulia
1K notes
·
View notes
Text
“Ada hal-hal yang harus kamu selesaikan seorang diri.”
—
Ada hal-hal yang harus kamu lewati seorang diri.
Tidak ada satu manusia pun yang bisa membantumu, kecuali tekadmu dan kesungguhanmu.
Itu persoalanmu dengan dirimu sendiri.
Hadapi.
649 notes
·
View notes
Text
Jika janji hanya janji apala hidup ini, makasi untuk kesepakatan yang telah kita sepakati, terimakasih telah mengajarkan ku arti hidup ini, di sini ku selalu menanyikan mu.e
0 notes
Text
Seperti matahari, aku telah redup kini.
Kau adalah angin yang meniup mati apiku, hingga semua terasa gelap dan pekat. Aku kehilangan arah, tersesat didalam kenangan kita. Ah.. biarlah begini, barangkali tangis ini harus ku nikmati, bersama rindu yang pelan-pelan akan terkikis oleh waktu.
Akulah dia,
Pengharap yang telah lama hilang muka. Pengharap yang tak lagi di harap. Pengharap yang hanya memungut sisa-sisa harapan.
Kamulah juga,
Kebahagiaan yang pernah singgah. Datang, berbincang, lalu pulang. Menyisakan cangkir-cangkir kosong keheningan. Sunyi...
Tapi biarlah...
Aku akan mati bersmaa kenangan, rahasia, perasaan dan kesan. Ketika kelak maghribku telah tiba, disanalah kesedihan akan berakhir jua. Kan ku benamkan harapan dan kenangan bersmaa kain kafan yang membalut tubuh di dalam liang.
Terima kasih telah menghidupkan cahaya meski hanya sebentar. Cukup bagiku untuk melihat segala sisi dunia yang begitu indah. Melihat segala warna yang ada. Tangis, tawa, senyum, dan bahagia. Meskipun pada akhirnya si lilin kecil ini harus padam, meleleh dan terbuang. Sebab kau telah memiliki mentari di ujung sana, yang siap menyinarimu kapan saja. Biarlah. Terima kasih, untukmu yang pernah singgah dan memberi arti namun berujung lirih.
Kau akan bahagia, tentu saja! Sebab aku tak kan pernah berhenti berdoa.
Kuala Tanjung, 20 Juli 2020
Pkl. 02.46 wib.
(Membujuk ngantuk, namun tak berhasil)
2 notes
·
View notes
Text
Kau dapat membaca ketakutanku? Aku takut jika takdir tak merestui kita bersatu.. aku cemas jika bukan aku masa depanmu. Aku tak sanggup menerima kenyataan jika ternyata aku hanya menjadi bagian dari masa lalumu.
Sayang...
Tetaplah berjuang. Hilangkan kecemasan ini. Aku percaya padamu, aku mencintaimu.
1 note
·
View note
Text
Jika seisi dunia berkhianat padamu, berlarilah ke arahku, datangi aku. Sendiri.. aku akan mengobati lukamu.
0 notes