Text
so wrong, yet feels so good
starring jeong yunho x fem! reader
cw // sex scene , mdni , office affair
“Is he gonna mad at me?”
“Siapa? Terus kenapa?”
“San. Soalnya gue bakalan having sex sama ceweknya.”
“Kita nggak pacaran—Ahh, gila.”
Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi berpikir. Semua akal mengalir ke selangkangan. Buru-buru dia menutup pintu hingga bunyi berdebum cukup keras dan aku segera ia dorong hingga punggungku membentur kasur. Di kamarnya.
“Dia suka sama lo. Dia udah bilang ke anak-anak.”
Nggak. Aku nggak suka ketika kita sedang terburu-buru dan bergegas untuk segera bersenggama, dia masih membicarakan cowok lain seperti ini.
“I don’t care. Bisa cepetan nggak, sih?” ujarku, sedikit menuntut dan dihadiahi dengan kekehan pelan darinya. Beruntungnya kantor kami yang tidak memberikan aturan berpakaian sehingga kini, Yunho, dengan hanya kaos berwarna hitam miliknya, segera ia buka dengan tergesa-gesa. Pun tidak jauh berbeda dengan aku yang kini hanya berbalut tanktop berwarna hitam karena kaos yang semula aku pakai kini telah berserakan di lantai apartemennya.
“Sabar dong, Cantik.“
Yunho merakit langkah menuju kasur, hingga dalam hitungan beberapa menit saja, kondisi kami sudah saling mengenaskan tanpa sehelai benang. Tubuh tinggi besarnya kini berada di atasku, menguasai dan mengambil kendali.
Aku pasrah di bawahnya. Mata kami bertemu dan beradu pandang cukup lama sebelum kedua bibir kami saling bertautan. Kalau merasakan bibirnya, ini bukanlah kali pertama. Ada banyak kegiatan-kegiatan yang telah kami berdua lakoni hingga mengarahkan kami kepada cumbuan panas yang biasanya terjadi di kantor. Namun, kali ini aku dan Yunho setuju untuk melakukan lebih jauh dari ‘biasanya’.
Setelah selesai, bibirnya turun semakin ke bawah. Menjelajahi mulai dari rahang, leher, tulang selangka, dada, hingga perutku. Sensasi gesekan antara rambut halusnya dengan kulit telanjangku benar-benar membuat perutku bergejolak. Geli.
“Sayang banget San nggak bisa liat lo dalam keadaan kayak gini.” Wajahnya kembali muncul di hadapanku. Tangan kirinya ia letakan di sebelah kepalaku, berusaha menopang berat tubuh besarnya agar tidak menindihku secara langsung, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengangkat rahangku. Mata gelapnya mengunci netraku. “Muka lo merah, cantik banget. Bikin makin turn on.”
Aku tidak memberikan respon selain wajahku yang maju secara perlahan, mencoba meraih bibirnya kembali untuk bergulat sebelum masuk ke bagian intinya.
“Yunho…. Hnghh….”
Sentuhannya benar-benar terasa tepat mengusap pada bagian-bagianku. Tangannya meremas pinggulku dengan tidak sabar dan bagian selatannya menggesek paha bagian dalam milikku.
Kami sudah sama-sama siap untuk menjemput surga kami.
“Please let me know if i’m doing it too rough. I don’t want to make you feel uncomfortable,” ujarnya sebelum memutuskan untuk benar-benar memasuki miliknya ke dalam milikku.
Aku mendesah cukup nyaring, secara otomatis kuku yang berada di jari-jemari milikku, yang tidak pernah aku biarkan panjang, mencakar punggung telanjangnya yang surprisingly ternyata atletis juga. Dalam kondisi ini, yang bisa aku ingat hanyalah tubuh panas dan bidangnya ini memang hasil dari rutin work out selama dua minggu sekali di gym yang terletak di gedung yang sama dengan apartemennya, di lantai bawah.
“Fuck… this feeling is too good to be true.” Yunho meracau. Kedua tangannya memegang dengan erat sisi pinggulku, sedangkan bagian bawah tubuhnya bergerak maju dan mundur. Sesekali cowok itu menutup matanya, merasakan bagaimana rasanya diselimuti kenikmatan duniawi yang tentu tidak bisa sembarangan ia dapatkan.
Aku juga sama, mendesah dan menyebut namanya seakan tidak ada hari esok ketika gerakannya semakin menggila. Temponya semakin cepat dan tidak beraturan. Aku berada di puncak dunia.
“Yunho—hah…. Fuck—nghhh.”
“Jangan berisik. Seneng lo kalo orang lain denger?” Telapak tangan besarnya meraih mulutku, menutupnya seakan-akan aku tidak diberikan izin untuk bersuara—mendesah. Aliran darahku rasanya berjalan semakin cepat, secepat hentakan yang dia lakukan.
Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Dan berkali-kali yang tentu saja aku bahkan tidak sanggup untuk mengatakan seberapa banyak dan seberapa kuatnya Yunho.
Aku semula mengerang dengan keras dan tidak jelas karena mulutku masih ditutup oleh telapak tangan besarnya. Namun, ketika Yunho hendak menarik tangannya, aku dengan segera menahan pergerakan tersebut. Menanggalkan sisa-sisa harga diri dan rasa malu, aku menarik telapak tangannya dan memasukkan dua jari tangannya ke dalam mulutku. Mengulum jari panjang dan berurat miliknya yang sejujurnya beberapa kali aku kagumi ketika aku melihatnya sibuk mengetik di atas laptop.
Dia tidak suka jika aku mengeluarkan suaraku dengan nyaring, kan? Persetan dengan harga diri dan rasa malu, setelah pergulatan kami selesai, aku yakin aku tidak lagi punya muka untuk muncul di hadapannya, berpapasan di kantor, atau bahkan kembali makan siang dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
“You drive me crazy,” ujar Yunho sambil terkekeh. Aku menggeleng dengan ribut dan cepat. Mencari alternatif lain untuk menyalurkan rasa nikmat yang menyelimutiku.
“You’re the one who drive me crazy.” Aku menjawab sambil mengeluarkan jari-jari itu dari mulutku.
Tubuh bagian atasku sedikit maju, hendak meraih bibirnya untuk aku cium dan untungnya Yunho adalah pribadi yang pengertian. Ia langsung memajukan tubuhnya dan menciumku dengan menggebu-gebu.
Setelahnya, aku menarik diri, melihat wajah Yunho yang berkeringat sedekat ini. He’s attractive as hell. Tanganku terulur untuk mengusap dengan seduktif pipi bagian kanannya.
“Temen gue suka banget sama lo,” ujarku di tengah-tengah percintaan kami. “I guess they also want you to fill them up, tapi ternyata malah gue yang dipake sama lo.”
Ego laki-laki itu melambung ketika mendengar penuturanku, ditandai dengan cengkraman yang kian mengeras di pinggulku.
“Enak kan dipake sama gue? You should tell them. Tell them how good I am when I ride you like this.”
Aku mendesah dengan nyaring, terjebak dalam konversasi kotor yang aku buat sendiri. Jadi ini rasanya, keenakan ketika aku hendak menjemput klimaksku. Yunho pun juga sepertinya paham sehingga ia kembali mempercepat gerakannya seperti orang kesetanan.
“Yunho—fuck…. g-gue… gue keluar.”
“Yeah, show me.”
Aku akhirnya sampai, tapi tidak dengan Yunho. Belum.
Yunho kembali melakukan beberapa hentakan tajam hingga akhirnya aku dapat merasakan bahwa ia telah sampai pada putihnya.
Kami terengah-engah dengan dada yang kembang kempis. Yunho segera mencabut miliknya dan membaringkan tubuh besar dan tingginya di sebelahku. Untung Yunho memiliki tipe kasur berukuran king size sehingga kita tidak perlu saling berdempetan hanya untuk muat dalam satu ranjang.
“That was amazing,” ujar Yunho. “Lo enak, banget.”
Belum sempat aku membalas ucapannya, ponsel yang aku letakan di atas nakas kamar Yunho bergetar beberapa kali, tanda ada pesan masuk. Dengan sisa tenaga yang ada, aku sedikit beringsut untuk melihat isi pesan tersebut—takut jika ada hal mendesak atau penting.
Ternyata dari Choi San.
San
I cooked a dinner for us mumpung besok weekend
Jangan lupa dateng ya
Misal kamu masih di kantor terus ada Yunho, ajak dinner bareng aja sekalian. Aku masak banyak
See you tonight!
Aku tersedak selama beberapa detik ketika membaca pesannya. Aku lupa kalau agenda di hari Jumat malam adalah aku menyambangi unit apartemennya untuk makan malam, tapi malam ini aku lupa dan malah berakhir di ranjang Yunho.
Aku menunjukkan pesan yang San kirimkan tadi ke Yunho. Laki-laki itu hanya bisa terkekeh membacanya dan ia segera bangkit, meraup celana jins yang terbengkalai di atas lantai. Yunho memakai kembali celana panjangnya dan berjalan ke arah kamar mandi yang aku asumsikan dia hendak membersihkan diri.
“Gue mandi dulu, habis itu lo. Kalo udah rapih, kita naik ke atas buat makan di unitnya San.”
7 notes
·
View notes