techno-techyes-blog
TechNO? TechYES!
45 posts
A blog where three communication students learn about introduction to ICT. We mostly will talk about everything related to technology, information, communication, media and everything. In short, we are just three students who desperate to get an A as our final score. Just kiddin'.
Don't wanna be here? Send us removal request.
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Saya sendiri merupakan pengguna transportasi online yang tidak pernah menggunakan e-money. Alasannya adalah saya malas mentop-up ke bank. Menurut saya, lebih praktis langsung bayar menggunakan uang fisik daripada uang digital. Tapi disisi lain e-money ini membantu di saat kita tidak memiliki uang cash. Satu hal yang perlu dikaji di sini adalah, e-money (GrabPay) tidak langsung berbentuk uang yang langsung bisa digunakan. Hal ini tentu saja merepotkan driver Grab. Belum lagi kalau ada potongan diskon jika menggunakan pembayaran tersebut. Ini yang mengakibatkan banyak ojek pangkalan yang tidak mau tergabung dalam ojek online. Saya penasaran, bagaimakah sistem e-money lain? Lalu, bagaimana dengan sistem e-Toll Card yang katanya akan diwajibkan dalam beberapa bulan ke depan? Bukankah kedua hal tersebut kurang lebih memiliki konsep yang sama? Terima kasih! :)
Kemunculan Layanan Uang Digital dan Konvergensi Media (Studi Kasus: GrabPay)
Dhia Athalia (1506686002) / Dimas Putra Permadi (1506736070) / Maulvi M Adib (1506686002)
youtube
GRABPAY : SEBUAH PENGANTAR
Manusia dengan kebutuhan tak terbatasnya dibarengi dengan kemajuan teknologi selalu menghadirkan berbagai macam inovasi. Beberapa kemajuan teknologi dan inovasi yang mungkin terasa bagi kehidupan kita belakangan ini adalah semakin berkurangnya penggunaan uang kertas dalam kegiatan sehari-hari. Fungsi uang telah digantikan oleh E-money, sebuah layanan uang digtal yang mempermudah kehidupan kita dalam menggunakan layanan monetasi. Di Indonesia E-Money sendiri memiliki berbagai kriteria yang disesuaikan oleh fungsinya. Pertama adalah yang digunakan dalam kegiatan perbankan dan penggunannya diselenggarakan oleh Bank, seperti Flazz dari BCA dan TapCash dari BNI. Kedua adalah yang disediakan dan diselenggarakan oleh operator seluler, seperti T-Cash yang disediakan Telkomsel dan Dompetku dari Indosat Ooredoo.Yang terbaru adalah e-money yang disediakan oleh layanan transportasi online, seperti Gojek dengan Go-Pay dan Grab dengan GrabPay. Kami akan melakukan analisis mengenai GrabPay yang dimiliki oleh Grab.
Dilansir Techinasia.com (2014), Grab merupakan perusahaan asal Singapura yang menyediakan layanan transpotasi, seperti ojek motor, mobil, dan taxi. Layanan Grab kini sudah tersedia di enam negara di Asia Tenggara. Pada tahun 2016 dilansir antaranews.com, mitra pengemudi Grab sudah mencapai 300 ribu yang tersebar di enam negara. Grab-pun melakukan peningkatkan pelayanan untuk mitra pengemudi dengan menyediakan kesempatan bagi para perempuan untuk mendapat lapangan pekerjaan serta Grab melatih safe riding kepada para pengemudinya.
Dengan armada dan pengguna aplikasi yang cukup besar disertai kemajuan teknologi, Grab terus berinovasi agar pengguna aplikasi semakin nyaman. Dilansir kompas.com (2016), Grab meluncurkan sistem pembayaran non tunai yaitu GrabPay pada September 2016. GrabPay bertujuan untuk memudahkan penumpang dan pengemudi agar tidak perlu repot membawa uang tunai yang dapat memperlambat aktivitas. Sebenarnya, pada bulan Juli di tahun yang sama, Grab juga telah menjalin kerjasama dengan Lippo Group untuk membuat wadah e-money dimana GrabPay dapat digunakan untuk bertransaksi perusahaan ritel grup Lippo, namun pada saat itu GrabPay belum diluncurkan (viva.co.id 2016).
Pada tulisan ini, kami akan berfokus dalam mengkaji layanan uang digital sebagai metode pembayaran transportasi online, yaitu GrabPay. Ada beberapa teori yang kita gunakan yaitu SCoT, Konvergensi Media dan Isu Privasi Digital. Metode penulisan yang digunakan adalah dengan studi literature serta observasi dengan membuat kuesioner yang melibatkan 100 responden dengan latarbelakang demografi mahasisswa usia 18-25 tahun.
MENGAPA GRABPAY BISA MUNCUL?
Tumblr media
GrabPay menurut analisis kami muncul akibat pengaruh masyarakat atau biasa disebut Social Constructions of Technology (SCoT). Sebagai bagian dari kajian Social Shapping of Technology (SST), SCoT  lebih menekankan pengaruh masyarakat terhadap teknologi daripada sebaliknya, SCoT berupaya memahami hubungan yang kompleks antara masyarakat dan teknologi (Lievrouw & Livistone, 2006c, p.246). 
Dalam teorinya, Pinch & Bijker (1984) mengelompokan satuan analisis SCoT menjadi empat komponen, yaitu relevant social group, interpretative flexibility, closure and stabilization dan the wider context yang akan dianalisis satu demi satu dalam memahami eksistensi GrabPay.
a.      Relevant Social Group
Konsep ini digunakan untuk mengkaji stakeholder yang relevan dalam pengembangan desain teknologi. Konsep ini mengadopsi model  perkembangan teknologi yang multi dimensi sehingga dapat menjawab pertanyaan mengapa beberapa varian teknologi terus berkembang. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan makna yang diberikan setiap kelompok sosial terhadap suatu artefak teknologi (Pinch & Bijker, 1984)
Dalam kasus  yang kami bawa yaitu GrabPay, konsep ini akan melihat bagaimana komponen-komponen yang berpengaruh seperti driver dan rider membentuk pola pembayaran baru dari yang awalnya menggunakan uang tunai menjadi uang digital. Berdasarkan kuesioner kami yang melibatkan 100 responden pengguna layanan uang digital transportasi online, 3 alasan tertinggi mengapa mereka menggunakan layanan uang digital tersebut adalah : Banyaknya promo (69%) ; Layanan uang digital yang semakin praktis (58%) dan Sering merasa tidak enak ketika membayar tunai,, karena biasanya biaya transportasi online tergolong cukup murah (17%).
Hal ini menandakan bagaimana orang-orang yang setiap hari terlibat dalam kegiataan transportasi online tersebut, dalam hal ini adalah pengguna jasa tersebut, merasa adanya kepuasan tersendiri yang didapatkan ketika mereka menggunakan layanan uang digital, sehingga memaksa perusahaan penyedia jasa transportasi online untuk terus berinovasi dalam memperbarui fitur-fitur yang ada.
b.      Interpretative Flexibility
Komponen yang kedua adalah mengkaji bagaimana intepretasi terhadap artefak teknologi bagi kelompok-kelompok relevan yang tadi disebutkan itu tidak bersifat statis, melainkan fleksibel. Fleksibilitas terhadap artefak teknologi ini tidak hanya tterjadi pada bagaimana cara orang-orang memikirkan atau mengintepretasikan artefak, namun juga bagaimana artefak tersebut dibuat.
Jadi, dalam pemaknaan sebuah artefak teknologi, individu memiliki domain terbesar dalam menentukan penafsiran terhadap teknologi yang tengah digunakan. Dalam kasus GrabPay, hal ini berarti bahwa kita sebagai individu memberikan intepretasi yang berbeda-beda terhadap layanan tersebut. Bagi kebaanyakan pengguna, hal ini bisa jadi adalah fitur yang mempermudah mereka karena banyaknya promo yang tersedia serta memudahkan mereka karena tidak perlu menggunakan dan membawa-bawa uang tunai lagi. Namun di sisi lain, masih banyak driver yang mengeluhkan penggunaan GrabPay  sebagai metode pembayaran, karena uang baru bisa dicairkan beberapa minggu setelahnya, sedangkan mereka membutuhkan uang tersebut untuk membeli bensin, service motor, dll.
c.       Closure & Stabilizaation
Dalam poin sebelumnya telah dijelaskan bahwa setiap individu memiliki intepretasinya masing-masing terhadap suatu artefak teknologi yang sama. Bayangkan ada berapa juta pengguna Grab yang masing-masing memiliki pandangan berbeda terkait layanan ini. Perbedaan intepretasi ini menjadi masalah bagi perkembangan artefak, hingga akhirnya muncul masa dimana terjadi elaborasi sampai konflik yang berkaitan dengan pembaharuan artefak tersebut teratasi dan tidak lagi menjadi masalah bagi kelompok manapun, baik driver maupun rider.
Konsep ini menjelaskan bagaimaa suatu artefak teknologi mengalami ‘penutupan’. Bukan penutupan dalam artian penonaktifan, melainkan menutup segala pembaharuan karena tengah mengalami ‘stabilization’ atau kondisi paling stabil atas segala dinamika yang terjadi antara kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam perkembangan artefak teknologi. Dalam kasus GrabPay, kondisi ini nampaknya belum tercapai. Dimana masing-masing pengguna masih memiliki pro dan kontranya masing-masing terhadap layanan ini. Dalam konteks keamanan misalnya, kembali merujuk  pada hasil survey kami, baru 64% responden yang mengaku aman terhadap layanan uang digital. Sedangkan sisanya 36% mengaku masih mengkhawatirkan berbagai isu keamanan  yang mungkin akan menjadi risiko terhadap keuangan mereka. 3 Alasan yang melatarbelakangi ketakutan mereka adalaah Privasi Data (24%); Pencurian Uang (23%); serta Penyaalahgunaan Riwayat Transaksi (21%).
d.      The Wider Context
Konsep yang terakhir ini menjelaskan bahwa sekalipun setiap individu memiliki kebebasan dalam mengintepretasikan suatu artefak teknologi, satu hal yang perlu digaris bawahi dalam konsep ini adalah : Adanya kontribusi sosiokultural dan politik di sekitar kelompok kepenntingan yang membentuk nilai dan norma yang dianut dalam kelompok sosial tersebut.
Melalui analisis Social Constructions of Technology (SCoT) dapat dilihat bagaimana masyarakat dalam berbagai kelompok kepentingan, baik penyedia maupun pengguna layanan uang digital dalam pembayaran GrabPay, menentukan pengembangan artefak teknologi ini kedepannya berdasarkan kebutuhan dan kemajuan teknologi. Teori ini juga percaya segala jenis pembaharuan tersebut pada suatu saat akan berhenti ketika seluruh kelompok kepentingan merasa sudah memiliki satu nilai yang sama dan berada pada struktur paling stabil dalam penggunaan teknologi. Namun untuk saat ini nampaknya hal tersebut belum terwujud dalam konteks GrabPay karena masih banyaknya masalah yang perlu diperbaiki menuju kondisi yang stabil tersebut.
GRABPAY DALAM BINGKAI KONVERGENSI MEDIA
Terdapat beberapa bentuk Konvergensi media pada layanan uang digital sebagai  pembayaran moda transportasi online, GrabPay. Jenkins (2006) mendefinisikan konvergensi media sebagai suatu kondisi di mana konten media bisa mengalir di beberapa platform media, kerja sama antara beberapa industri media, dan perilaku migrasi oleh khalayak media yang akan pergi ke mana saja untuk mencari informasi dan pengalaman yang mereka butuhkan. Konvergensi sendiri merupakan kata yang menggambarkan perubahan teknologi, industri, budaya, dan sosial. Jika dikaitkan dengan munculnya GrabPay, konvergensi telah menyebabkan perubahan di bidang teknologi khususnya dalam sistem pembayaran serta adanya intergrasi dengan beberapa bank di Indonesia dan minimarket.
Tumblr media
Sebagai contoh konvergensi, pengguna GrabPay bisa mengisi credits secara offline dan online. Untuk melakukan isi ulang secara offline, pengguna bisa memanfaatkan rekening e-money (Doku Wallet), minimarket (Alfamart, Lawsons), dan jaringan ATM lokal (ATM Alto, ATM Bersama, ATM Prima, BCA, BNI, BRI, CIMB Niaga, Bank Permata). Sedangkan untuk pengisian secara online, pengguna bisa menggunakan internet banking (Bank BCA, BNI, BRI, CIMB Niaga, dan Bank Permata) serta debit dan kredit. Menurut kami, Grab melakukan hal ini mengikuti arus perkembangan zaman dimana masyarakat pada zaman sekarang lebih memilih uang elektronik untuk melakukan transaksi. Dilansir detik.com (2016), nilai transaksi uang elektronik hanya pada bulan Mei 2016 mencapai Rp587,052 miliar dan sejak tahun 2013 hingga 2015 telah mengalami peningkatan nilai transaksi menjadi sebesar Rp5,283,018 triliun. .
Konvergensi menurut Jenkins (2006) adalah proses “top-down” yang dilakukan perusahaan dan proses “bottom up” yang dilakukan konsumen. Maksudnya adalah konvergensi harus dilakukan kedua belah pihak, yaitu perusahaan dan konsumennya. Grab di sini sadar bahwa GrabPay merupakan kesempatan untuk memperluas pengguna aplikasinya, sehingga Grab begitu menggencarkan informasi promo-promo mengenai GrabPay hampir di seluruh media sosial, seperti Instagram dan Youtube serta baliho-baliho di pinggir jalan yang dapat memancing ketertarikan penggunanya. Di sisi lain, masyarakat Indonesia semakin modern dan terdigitalisasi sehingga pesan yang diberikan Grab melalui beberapa platform media sosial dapat diterima. Dengan proses yang mendukung dari kedua belah pihak, hasilnya GrabPay dikenal luas dan digunakan oleh masyarakat.
Seluruh fitur di dalam Grab (termasuk GrabPay) merupakan peralihan menuju media baru. Media baru menurut Lievrouw (2011) adalah media yang di dalamnya terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya di mana beberapa media dijadikan satu. Hal ini dapat terjadi akibat semakin berkembangnya teknologi dan internet. Grab membuat aplikasi dimana pengemudi dan penumpang dapat dipertemukan hanya dengan menggunakan internet, bandingkan ketika internet belum begitu berkembang, para penumpang harus mendatangi pangkalan ojek konvensional. GrabPay juga merupakan fitur dimana penumpang dan pengendara tidak perlu lagi menggunakan uang cash sebagai alat transaksi utama, mereka cukup mengisi saldo dan pembayaannya secara sistematis akan dialirkan kepada pengendara.
SISI POSITIF DAN NEGATIF GRABPAY
youtube
GrabPay sebagai sebuah fitur yang terbilang baru dan sangat dibutuhkan masyarakat ternyata memiliki sisi positif dan negatif. Berikut sisi positif dan negatif dari fitur GrabPay:
Positif
1.      Kenyamanan dan Keamanan
Fitur GrabPay memang ditujukan untuk memberikan kenyamanan penggunanya, baik pengendara maupun penumpang. Kenyamanan diwujudkan dengan penggunanya tidak perlu membawa uang dalam bentuk fisik, sehingga tidak perlu memikirkan mengenai pembayaran karena fixed price dan langsung memotong saldo yang penggunanya miliki. Dengan ketidakperluan membawa uang dalam bentuk fisik ini juga meningkatkan di mana penggunanya tidak perlu membawa dompet ke mana-mana yang rawan dicuri.
2.      Menukarkan promo secara online
Fitur GrabPay juga menyediakan layanan di mana pengguna dapat menukarkan poin yang dimiliki dan digunakan untuk mendapat promo. Misalnya diskon 50% di suatu online shop atau potongan jasa aplikasi travel. GrabPay juga seringkali menawarkan potongan harga kepada penggunanya sehingga meningkatkan penggunaan layanan ini. Misalnya, pada bulan April 2017, jika kita menggunakan GrabPay untuk layanan Grab Car maka kita dapat potongan 40%.
3.      Banyaknya Kerjasama
GrabPay bekerjasama dengan berbagai macam bank dan perusahaan yang berdampak kemudahan untuk mengisi ulang saldo (top up). GrabPay dapat diisi tidak hanya melalui transfer bank, tetapi juga dapat diisi di Alfamart. Hal ini sangat memudahkan pengguna untuk mengisi ulang saldonya di mana saja dan kapan saja.
Negatif
1.      Kebutuhan Tinggi tapi Sistem Belum Sempurna
GrabPay yang baru diluncurkan kurang dari setahun ini masih dianggap belum sempurna dan terdapat kekurangan di sana sini. Kekurangannya adalah bank yang digunakan perusahaan Grab hanya satu, sehingga butuh waktu cukup lama untuk transfer saldo dari penumpang ke pengemudi (kurang lebih satu minggu). Hal ini dapat mengganggu kesejahteraan pengemudi di mana mereka perlu menunggu untuk mendapatkan uang yang merupakan haknya. Hal ini juga berdampak kepada penumpang, di mana seringkali pengemudi Grab sering menolak penumpang yang menggunakan GrabPay dan menggunakan promo. Seharusnya, GrabPay berfungsi untuk memudahkan para penggunanya, tetapi karena sistem yang belum sempurna ini, malah menyusahkan kedua belah pihak.
2.      Privasi Dunia Maya
Isu privasi juga menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam menggunakan fitur GrabPay. Karena meskipun pihak Grab telah menuliskan bahwa data pribadi akan tersimpan dengan aman, namun tetap saja ada pengguna yang merasa ragu terhadap kemanan yang dijanjikan pihak Grab. Berdasarkan survei yang kami lakukan juga terlihat bahwa sebanyak 24 responden merasa resah dan khawatir akan privasi data mereka. Terlebih lagi di era teknologi saat ini, data-data yang ada bisa ditelusuri dengan mudah asalkan memiliki software yang tepat dan kemampuan dibidang IT. Belum lagi baru-baru ini kita digemparkan oleh pemberitaan Ransomware “WannaCry” yang menyerang rumah sakit hingga perusahaan perbankan di dunia. Adanya terror semacam ini semakin meningkatkan kecemasan pengguna terkait privasi datanya, karena dengan adanya virus semacam ini hacker dapat dengan mudah mencuri dan mengacak-acak data kemudian digunakan tanpa pertanggung jawaban.
LAMPIRAN : HASIL SURVEY KUESIONER
Total Responden : 100 orang.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
DAFTAR PUSTAKA
Alia, Sarifah Siti dan Agus Tri Haryanto. (2016). Grab dan Lippo Group Sepakat Pembayaran e-Money Terintegrasi. Diakses tanggal 21 Mei 2017 http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/799967-grab-dan-lippo-group-sepakat-pembayaran-e-money-terintegrasi
Jenkins, H. (2006). “Worship at the altar of convergence”: A new paradigm for understanding media change. In H. Jenkins, Convergence culture: Where old and new media collide (pp 1-24). New York: New York University Press.
Lievrouw, L.A. and Livingstone, S. (2006c).  Introduction: The social shaping and consequences of new media, in L.A. Lievrouw and S. Livingstone (eds), Handbook of New Media: Social Shaping and Consequences of ICTs.  London: Sage
Lievrouw, L. (2011). Alternative and activist new media. Cambridge: Polity Press.
 Lina, Noviandari.  (2014). Cab booking app GrabTaxi now available in Indonesia. Diakses tanggal 21 Mei 2017 https://www.techinasia.com/taxi-booking-app-grabtaxi-indonesia
 Meodia, Arindra. (2016). Genap 4 tahun, Grab punya mitra 300 ribu pengemudi. Diakses tanggal 21 Mei 2017 http://www.antaranews.com/berita/565050/genap-4-tahun-grab-pumya-mitra-300-ribu-pengemudi
Noor, Achmad Rouzni. (2016). Bank Indonesia Catat Pertumbuhan Pesat e-Money. Diakses tanggal 21 Mei 2017 https://inet.detik.com/business/d-3249623/bank-indonesia-catat-pertumbuhan-pesat-e-money 
 Pinch, T. J., & Bijker, W. E. (1984). The  Social Construction of Facts and  Artefacts: or How the Sociology of Science and Sociology of Technolo- gy might Benefit Each Other.  Social   Studies of Science, 14
 Setiawan, Sakinah Rakhma Dian. (2016). Grab Luncurkan Pembayaran Nontunai. Diakses tanggal 21 Mei 2017 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/29/194323026/grab.luncurkan.pembayaran.nontunai.
29 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Lagi-lagi salah satu sosok kontroversial. Tidak hanya di internet, Ayu Ting Ting juga menjadi sosok yang sering dibicarakan di dunia nyata. Saya sendiri tidak terlalu mengikuti berita ini, sehingga saya tidak tahu awal mulanya bagaimana. Tapi memang benar, kasus ini bukanlah salah Ayu Ting Ting 100%. Raffi Ahmad pun bisa dikatakan bersalah karena seharusnya ia sadar bahwa ia sudah beristri. Menurut saya, Ayu Ting Ting jadi bulan-bulanan netizen karena lebih gampang menyerang atau menyalahkan perempuan yang memang sudah kontroversial dari sebelumnya. Lagi-lagi perempuan, lagi-lagi berbicara tentang misogini. Jarang, bahkan hampir tidak pernah terdengar “Raffi Ahmad nya aja yang gatel. Udah punya istri malah selingkuh” tapi lebih sering dengar “Ayu Ting Ting nya aja yang gatel. Kok ngerebut suami orang”. Eh kok jadi ngegosip, ya?
Misuh-Misuh Ayu Ting Ting dan Misoginis
Gosip adalah fakta yang tertunda, istilah itu tersadur di bio Instagram akun Lambe_turah yang notabene merupakan salah satu pelopor akun gosip di Instagram. Namun, apakah komentar warganet terhadap konten akun gosip itu merupakan fakta yang tertunda pula?
Pada 16 Juli 2016, sebagian warganet yang mendukung Erdogan mungkin menikmati euforia kemenangan akan keberhasilannya menumpas kudeta yang terjadi di negaranya. Namun, beberapa hari setelahnya euforia berbeda mungkin dirasakan sebagian warganet yang menggemari gosip, khususnya mengenai Ayu Ting-Ting.
Dilansir dari Tempo.co, nama Ayu Ting-Ting menjadi magnet terbesar media hiburan tanah air berkat gosip perselingkuhannya dengan Raffi Ahmad, hal ini diakibatkan oleh desas-desus yang berasal dari foto tiket pesawat yang mencatut nama mereka berdua dalam perjalanan Amsterdam menuju ke Jakarta pada 17 Juli 2016.
Selain itu, perseteruannya dengan berbagai artis ̶ seperti Luna Maya dan Jessica Iskandar ̶menambah khazanah pergosipan ayu Ting-Ting; berbagai klarifikasi pun dilakukan baik oleh Ayu maupun Raffi dalam menanggapi pemberitaan di media.
“Rumah tangga Raffi Ahmad dan Nagita pun baik-baik saja, jadi jangan digosipkan yang aneh-aneh. Kasihan, kan” ujar Ayu Ting-Ting kepada Tabloid Bintang.
Menariknya, di tahun yang sama salah satu majalah gosip terpanas ̶ sudah bangkrut ̶ di Amerika yang berjudul Broadway Brevities telah berumur 100 tahun. Dilansir dari Huffingtonpost (Straw, 2016), pendiri majalah ini (Stephen G.Clow) memiliki penampilan yang bagus serta berada di lingkaran pergaulan orang-orang terkenal. Acapkali, Clow dan staf majalahnya mendapat informasi dari lingkungan pergaulannya.
Hal yang sama terjadi pada akun lambe_turah. Pemilik akun ini diduga memiliki kedekatan dengan artis seperti yang diwartakan TribunNews Jateng bahwa banyak yang berspekulasi kalau admin dari akun tersebut adalah orang yang dekat dengan para artis.
Kegemaran Bergosip
Namun, terlepas dari siapa admin dari akun tersebut kegiatan bergosip sendiri merupakan hal yang lumrah. Dilansir dari Tirto.id (Putri,2017), dua orang yang tidak saling mengenal akan merasa dekat ketika menggosipi orang lain dibandingkan membicarakan diri mereka. Selain itu, gosip juga dapat membangun ikatan sosial; terlebih jika ikatan sosial itu muncul dari ketidaksukaan bersama
Selain itu, gosip sendiri merupakan kegiatan yang mulai dipupuk sejak anak-anak. Seperti yang psikonalis Virginie Meggie katakan.bahwa untuk membanggakan diri di hadapan orangtuanya, terkadang anak-anak berusaha berbohong dan menjelekan teman-temannya.
Karena itu, gosip sendiri merupakan kegiatan yang menarik. Lahirnya konten gosip itu sendiri merupakan bukti bahwa gosip akan lestari, di berbagai medium. Jika melihat sejarah, gosip sendiri yang awalnya dilakukan secara verbal mulai memiliki medium baru ketika media cetak mulai eksis. Salah satu yang sempat mempopulerkannya yakni surat kabar Belanda yang berisikan gosip dan berita berjudul Corantos pada tahun 1500. (Straubhaar, 2010)
Seiring berkembangnya zaman, gosip sendiri mulai menghiasi berbagai medium selain cetak, seperti audiovisual ̶ Tv dan Radio ̶ hingga internet. Hadirnya internet mendekonstruksi berbagai hal, salah satu gagasan populer terkait ini yakni prosumer.
Prosumer sendiri merupakan gagasan yang diinisiasi oleh Avlin Toffler, prosumer sendiri berarti produser dan consumer yang berarti konsumen tak lagi pasif; konsumen sendiri mampu memproduksi berbagai konten dalam menanggapi konten yang ada di internet. Menariknya, platform internet memudahkan konsumen untuk mengirimkan karyanya tanpa adanya moderasi yang ketat. Kondisi ini dimaklumi Dominick (2005) bahwa di internet sendiri memang tidak ada gatekeeper yang terorgansir.
Aktifnya warganet (konteks gosip) terjawantahkan pada ratusan komentar yang berada di akun lambe_turah. Menariknya, walaupun menurut oxford dictionaries gosip adalah Casual or unconstrained conversation or reports about other people, typically involving details which are not confirmed as true atau sesuatu yang belum dikonfirmasi secara benar ̶ berpotensi hoax ̶ warganet masih saja aktif mengomentari konten gosip yang terdapat di akun tersebut. Hal ini seolah melegitimasi bio lambe_turah yakni gosip adalah fakta yang tertunda.
Misoginis dalam Bergosip
Di era yang serba digital ini pertukaran informasi menjadi mudah dan lebih cepat, seperti kasus Ayu ting-ting dan Raffi ahmad yang sudah dijelaskan diatas, karna penyebaran gosip melalui media. Tapi sadarkah kalian secara tidak langsung kasus Ayu ting-ting dan Raffi Ahmad tersebut justru memperlihatkan wanita yang selalu salah?
Dilansir dari tirto.id (Adam, 2017), hal seperti ini dibaratkan dengan istilah “perebut suami orang” ; istilah ini lebih populer dibandingkan “perebut istri orang” sehingga sang penulis menginterpretasikan adanya pesan misogini dalam hal tersebut.
Menurut Modleski (2007) misogini adalah tindakan di mana menampilkan kecemburuan kuat pria akan tampilan hirarki seorang pria, keinginan untuk berada di area pertarungan, menyamaakan semua perempuan sebagai musuh yang dapat ditaklukkan, dan membungkam perempuan mengenai partisipasinya dalam peperangan. Dari sini dapat ditarik gagasan bahwa perempuan disubordinatkan
Mungkin beberapa dari kalian hanya menganggap hal ini sebagai hal yang sepadan untuk diterima Ayu Ting-Ting sebagai seorang public figure. Namun jika kalian menganggap remeh hal ini dan menggeneralisirkan suatu kasus anda sudah melakukan hal yang disebut trolling. Hal trolling ini sedang marak terjadi dan dapar melanggengkan tindakan misogynist, karena ia mengacak-acak logika audiens dengan suatu pembenaran bahwa wanita pada dasarnya harus menjaga jarak dengan orang yang sudah berpasangan atau berumah tangga.
Dalam kasus Ayu Ting-Ting ini banyak audiens setuju dengan beberapa trolling sebagai perempuan jahat perebut suami orang yang diberikan oleh beberapa pelopor, sehingga hal ini semakin banyak dishare dan semakin booming. Padahal kita juga tidak tahu mengenai kebenaran aslinya dari kehidupan Ayu Ting-Ting tersebut. Hal ini dikhawatirkan akan memperparah efek kebencian atau paksaan akan adanya peran gender yang harus dilakukan oleh perempuan atau laki-laki. Perempuan harus memasak, laki-laki harus bekerja. Lantas untuk apa kita hidup dengan memiliki otak dan tangan yang memang dapat digunakan untuk melakukan berbagai hal selayaknya manusia?
Padahal jika diamati kasus ini bukanlah kasus pribadi Ayu ting-ting, melainkan ada tokoh lain yang ikut terlibat yaitu Raffi Ahmad, namun kenapa selalu Ayu ting-ting yang disalahkan. Walaupun belum ada pemberitaan benar atau salah, namun netizen seakan memojokan Ayu ting-ting. walaupun beberapa dari mereka sempat menyalahkan Raffi Ahmad namun hal tersebut seakan hilang ditelan waktu
Tumblr media Tumblr media
Seperti gambar tersebut contohnya, yang disalahakan hanya ayu ting-ting, banyak netizen yang ingin memboykot, hingga mencaci maki bahwa ayu adalah wanita kegatelan dan lain-lain. Padahal kembali lagi kasus ini adalah kasus 2 orang, bukan hanya semata kasus ayu atau kesalahan ayu. Namun lagi-lagi wanita yang selalu disalahkan. Semua orang bebas berkomentar di internet dengan menggunakan akun palsu atau akun yang dikunci. Hal ini mempermudah orang untuk berkomentar liar tanpa menghormati sang penulis, atau bahkan membuat hoax. Namun satu yang paling dikhawatirkan adalah perasaan korban. Kita tidak tahu jika pada akhirnya mungkin komentar kita dapat membunuh nyawa seseorang atau bahkan menyiksa dirinya seumur hidup.
Karena itu bergosiplah dengan sehat kalau sudah agak sakit, sebaiknya omongkan langsung dengan orang yang anda gosipi hehe
Referensi :
5 Isu Panas Ayu Ting Ting Terheboh di 2016. (2016, Desember 29). Retrieved from Tempo.co: https://m.tempo.co/read/news/2016/12/29/219831161/5-isu-panas-ayu-ting-ting-terheboh-di-2016
Dictionaries, E. O. (n.d.). Definition of Gossip. Retrieved from English Oxford Language Dictionaries: https://en.oxforddictionaries.com/definition/gossip
Putri, A. W. (2017, Mei 6). Alasan Orang Bergunjing dan Gosip Lambe Turah Dinanti. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/alasan-orang-bergunjing-dan-gosip-lambe-turah-dinanti-coaF
Straw, W. (2016, Agustus 2). Remembering The Creator Of Modern Gossip Journalism. Retrieved from Huffington Post: http://www.huffingtonpost.ca/will-straw-phd/gossip-king-stephen-g-clow_b_9169414.html
Flipovic, J. (2007). Blogging While Female: How Internet Misogyny Parallels “Real-World” Harassment. Issue 1 Yale Journal of Law & Feminism. Volume 19
Modleski, Tania (2007). Misogynist Films: Teaching “Top Gun”. Cinema Journal, Vol. 47 pp. 101-105. University of Texas Press.
Adam. A. (2017, May 21). Jebakan Merendahkan Perempuan dalam Perseteruan Seleb. Retrieved from https://tirto.id/jebakan-merendahkan-perempuan-dalam-perseteruan-seleb-co5Y
https://kumparan.com/achmad-rafiq/sikap-ketus-raffi-ahmad-dan-ayu-ting-ting-ke-jessica-iskandar
http://m.tribunnews.com/seleb/2017/03/02/biasanya-cuek-ayu-ting-ting-kalap-lalu-balas-komentar-netizen-ini
www.theguardian.com/world/2011/nov/05/women-bloggers-hateful-trolling
www.abc.net.au/news/2011-11-11-evans-men-call-me-things-and-its-not-romantic-twitt/3659712?pfmredir=sm
Filipovic, J (2007) ‘Blogging While Female: How Internet Misogyny Parallels ‘Real World'Harassment’ Yale Journal of Law and Feminism, p 295 - 304.
Chasmar, Jessica (July 27, 2016). “Jessica Valenti, Guardian columnist, quits Twitter over          'rape and death threat’ against daughter”. The Washington Times. Retrieved 2016-   10-07.
Thorpe, Vanessa (2011) Women bloggers call for a stop to 'hateful’ trolling by misogynist men, The Guardian, Sunday 6 November
Evans, Karalee (2011) Men call me things: it’s not as romantic as it sounds, The Drum, 11 November,
Juliyana Indah Purmita Sari (130638551)
SIlmy Kaffah Devi Chania (1506720596)
cetta adhipurusa (1506732841)
21 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Saya pribadi sering gak habis pikir sama Awkarin. Terlepas dari segala kotroversialnya, Awkarin dapat dikategorikan sebagi salah satu korban cyberbullying. Ini terlihat dari banyaknya komentar negatif di akun instagramnya. Tapi menurut saya, dia justru memanfaatkan cyberbullying tersebut sebagai sarana agar menjadi lebih terkenal lagi. Bahkan ia juga mendapat pemasukan dari kehebohan yang ia buat di internet tersebut. Kalau dipikir-pikir, aneh memang sosok kontroversial justru yang dicari di internet, entah itu untuk dihujat atau dipuji. Terima kasih! :)
Awkarin : Bad Words + Nakedness = Money?
Disclaimer: Post ini akan mengandung banyak pendapat kelompok kami pribadi yang mungkin tidak sejalan dengan pendapat masyarakat Indonesia lainnya.
Karin Novilda, or usually known as Awkarin, is one of the names that came up in our mind when we think about internet, booming & sensational.
Siapa sih sebenarnya Karin Novilda?
Tumblr media
Singkat cerita, Awkarin alias Karin Novilda dulu terkenal karena dapat nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi waktu SMP di Riau. Masuk SMA, Karin pindah ke Jakarta. Ia mulai terkenal di berbagai sosial media karena selalu memakai hashtag goals seperti #relationshipgoals ataupun #friendshipgoals. Hal yang membuat Awkarin menjadi sosok yang sensasional adalah karena ia memang suka memposting tentang kehidupannya, mulai dari kemesraannya bersama pacarnya, merokok, bahasanya pun suka kasar dan terkesan kurang dijaga. Hal ini dianggap masyarakat Indonesia sebagai hal yang melenceng. Namun menurut kelompok kami salah satu faktor terbesar yang membuatnya dianggap sangat sensasional adalah keperempuanannya. We’re not saying what she did was right, yes she curse, yes she smokes, yes she shows bad examples to her young followers, tapi cemoohan serta pandangan buruk tersebut makin diperburuk karena dia adalah perempuan. If only, Karin seorang laki-laki yang mem-posting foto sedang merokok, dan menggunakan kata kasar, sepertinya tidak akan terlalu viral. Is it a form of sexism? You decide.
Awkarin kembali menjadi viral setelah video bertajuk ‘Ultah Gaga (pacar Awkarin saat itu) dan Confessionnya’ karena dia mengaku pakai kunci jawaban sewaktu mengikuti Ujian Nasional (UN) karena tidak sempat belajar demi ketemu dengan pacarnya. Lalu setelah heboh putus dari Gaga, Karin menyelidiki akun haters-nya, @buktiazakok, yang ternyata pemilik akun tersebut adalah teman dan mantan sahabatnya sendiri. Entah ini cerita nyata atau drama, yang jelas nama Awkarin alias Karin Novilda kini sudah menjadi viral dan terkenal di media sosial. Tak cukup hanya di instagram, ketenaran Awkarin juga terlihat dari channel youtube- nya yang berisikan tvlog-vlog kehidupan pribadinya. Channel youtube Awkarin ini ditonton sampai 6 juta kali oleh viewersnya! ga percaya?! Bisa dilihat di link dibawah ini:
https://www.youtube.com/watch?v=WJYLDztEy8A
Sengaja ga ditampilin, supaya temen-temen nge-klik linknya (kan kovergen haha
Nah, setelah sukses menjadi selebgram dan selebtube (selebriti youtube haha), ternyata Awkarin belum cukup puas. Kini Awkarin melebarkan sayapnya dan mewarnai kancah music Indonesia dengan single-single terbarunya bersama rapper Young Lex. Beberapa lagunya yang sangat viral yaitu  Bad, Badass, Candu dan tentunya dengan video klip yang sensasional! Ketenaran Awkarin dalam dunia digital ini tidak jauh-jauh dari konvergensi media serta kemampuannya dalam memahami berbagai user-led content creation. Ia mampu memanfatkan berbagai platform media sosial yang ada dan mengatur konten-konten digitalnya menjadi satu kesatuan yang utuh. Apabila baru mengunggah video di youtube, ia akan menggunakan akun instagramnya untuk mempromosikan video tersebut dan meletakkan hyperlink videonya di bio profile instagramnya.
Sampai saat ini, apabila kita lihat di akun-akun gossip serta website gossip online, Awkarin sering digambarkan dan diperlihatkan sisi buruknya saja. Awkarin memang bukan merupakan role model yang baik bagi kaum muda, seringkali pakaian serta tutur katanya memang sangat sensasional dan kurang cocok dengan kultur di Indonesia. Namun ia memiliki kemampuan yang sangat sangat sangat baik dalam meng-uang-kan kesensasionalannya tersebut. Ia dapat mengubah segala hate comments dan reputasi buruknya menjadi sesuatu yang dapat membuat orang tertarik untuk membuka profile media sosialnya. Akhirnya, banyak toko-toko online yang berbondong-bondong ingin produknya dipromosikan di akun instagramnya. She knows how to make use of the very open and free internet. 
Tak jarang ia mendapatkan komen-komen pedas dari netizen, baik di akun instagram, youtube, ataupun media sosial lainnya. Bahkan, terkadang komen-komen tersebut bersifat misoginis dan merendahkan.
Tumblr media
Bahkan awkarin sering muncul dalam LineToday yang kita tau sebagai platform informasi masa kini yang paling mudah diakses. Headline yang ditampilkan beragam, mulai dari headline netral hingga sarcasm.
Tumblr media
Selain itu, Awkarin juga sering dijadikan subjek trolling dan dijadikan sebagai meme. Salah satu video Awkarin yang paling terkenal adalah saat ia baru putus dari pacarnya dan ia mengunggah video curhat dan menangis. Only God knows why did she upload that video of her tear jerking. Saking sensasionalnya video tersebut, banyak meme yang muncul dari video tersebut.
Tumblr media Tumblr media
But hey! the more the meme, the more the attention, right? Nice job, Awkarin! 
Tumblr media
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dari segala hate comments, shaming, serta meme yang ditujukan pada Awkarin di internet adalah bahwa hal-hal tersebut tidak akan dikatakan secara langsung di dunia nyata. Tidak mungkin ada total stranger tiba-tiba datang dan came up ke Awkarin dan langsung mengeluarkan segala umpatan-umpatan kasar dari mulutnya. Ini adalah fenomena yang disebut sebagai Online Disinhibition Effect. Di mana para pengguna internet tidak berlaku sebagaimana ia di kehidupan nyata, kehidupan sehari-harinya. Perilaku di internet tersebut bisa lebih baik ataupun lebih buruk. Perilaku ini sebagian besar dikarenakan fitur anonimitas serta invisibilitas di internet.
Nah temen-temen juga harus tau, dari semua fame yang awkarin dapat melalui internet, enggak cuma ngebikin dia jadi terkenal dan bahan meme nasional. Ketenarannya ini bisa dimanfaatkan untuk endorsment dan keuntungan bisnis lainnya yang enggak sedikit lho! WOW
Marlincha Simamora - 1506756261
Tiara Evalda - 1506720614
Vina Trecira - 1506755574
Referensi:
Suler, John. (2004). The Online Disinhibition Effect. CyberPsychology & Behaviour, 7(3). 321-326 https://drive.google.com/drive/folders/0B3auWJpCO4lubHVIbkI2UUwwYnM
https://www.theguardian.com/world/2011/nov/05/women-bloggers-hateful-trolling
http://www.abc.net.au/news/2011-11-11/evans-men-call-me-things-and-its-not-romantic-twitt/3659712
23 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Setelah baca postingan ini yang terpikiran justru, “Wah perbincangan pribadi antara saya dan ibu saya berarti dapat diakses Facebook dong? Bahaya!”. Konsep privasi semakin tidak jelas semenjak ada internet ini. Semua data dan informasi pribadi kita bisa diakses oleh siapapun. Yang menarik adalah kasus Apple terkait terorisme tersebut. Ternyata bukan hanya terorisme, Apple juga pernah dikritik karena terkesan melindungi data-data kaum pedofilia. Pertanyaannya adalah apakah data sebaiknya dijaga seketat Apple atau bisa bebas diakses oleh siapa saya? Terima kasih! :)
Sadar Nggak Sih, Sosial Media yang Kita Percayai Bisa Saja Mengkhianati Kita?
Teknologi kini hadir dengan tujuan membantu manusia ternyata membawa berbagai pandangan yang berbeda. Information and Communication Technology bisa dilihat dari 2 point of view yaitu yang pertama adalah Utopian yang melihat bahwa teknologi hadir membawa kebaikan seperti yang dikatakan oleh Marshal McLuhan yang melihat kecenderungan bahwa perfect society di masa depan dan oeran sentral teknologi dan sains dalam membangunnya dan Distopian yang melihat bahwa teknologi akan membawa dampak buruk karena ketidakmampuan manusia mengatasi dan menanggungkan setiap bahaya dan bencana dar hadirnya teknologi. Kita dapat melihat kedua pandangan ini dalam praktik bermedia sehari-hari. 
Tumblr media
Setiap orang khusunya yang menggunakan Facebook dapat berbagi informasi mengenai diri baik dalam data diri pribadi, keberadaan diri dengan teman maupun bukan dengan teman Facebooknya. Tentunya sudah banyak kasus tindak kejahatan dari pemanfaatan data diri Facebook. Oleh sebab itu diperlukan pengaturan privasi yang di aktifkan oleh pengguna Facebook untuk menghindari pemanfaatan data diri dari orang yang ingin menyalahgunakan data diri pengguna. Pada tahun 2014 Facebook mengakuisisi aplikasi chatting online Whatsapp yang nilainya mencapai Rp 253 triliun tersebut. Bisa dikatakan bahwa Whatsapp lebih pribadi daripada Facebook, sebab pengguna harus mengetahui nomor handphone pengguna lainnya untuk agar bisa chatting. Pengguna merasa bahwa jika ingin berbagi informasi yang dianggap pribadi atau personal lebih memilih berbagi menggunakan Whatsapp dibandingkan Facebook. 
Namun, kini kekhawatiran dialami oleh pengguna Whatsapp sebab dulu adanya isu tentan penggunaan dan penggabungan data diri mereka dengan Facebook telah dibenarkan oleh  Komisi Eropa pada tanggal 18 Mei 2017 selaku badan eksekutif dari negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa menetapkan Facebook bersalah atas membagikan data pribadi Whatsapp kepada Facebook. Akibat kesalahan yang dilakukan oleh Facebook selaku induk perusahaan tersebut, Komisi Eropa menetapkan denda kepada Facebook sebesar sekitar Rp. 1,6 triliun. Dalam dokumen resmi Facebook ketika mengakuisisi Whatsapp menyatakan bahwa mereka tidak bisa mengkombinasikan informasi pengguna Facebook dengan Whatsapp. Namun nyatanya pemasangan data pengguna Facebook dan Whatsapp secara otomatis telah ada sejak tahun 2014.
Pengintegrasian data pribadi pengguna Facebook dan Whatsapp ini dapat dimanfaatkan Facebook untuk menargetkan iklan yang lebih baik untuk mendapatkan keuntungan. Intinya seperti data pribadi kita dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan. Perlu disadari jika dalam satu gadget terdapat aplikasi Facebook dan Whatsapp maka secara otomatis mereka akan menghubungkan data diri pengguna untuk kepentingan Facebook tanpa memberi pengetahuan kepada pengguna. Jika dilihat dengan point of view Utopian dimana teknologi membawa kebaikan, kita melihat bahwa pengintegrasian data diri pengguna membawakan keuntungan bagi Facebook. Namun jika dilihat dengan point of view Distopian dimana teknologi membawa dampak buruk yaitu tidak adanya lagi privasi yang dirasakan oleh pengguna karena pengintegrasian data Facebook dan Whatsapp.
Namun, sayangnya Facebook tetap memakai data nomor ponsel Whatsapp sebagai kebutuhan iklan meskipun tidak sesuai dengan dokumen resmi saat mengakuisisi Whatsapp. Sangat disayangkan perusahaan ini tentunya telah melanggar privasi dari pengguna itu sendiri karena memanfaatkan data dan nomor telepon  tanpa sepengetahuan pengguna. Seharusnya perusahaan sebesar Facebook dapat membantu melindungi privasi dari penggunanya. Memang masalah privasi masih menjadi perdebatan dengan masalah keamanan. Hal ini juga mengingatkan kita dengan kasus penolakan Apple kepada FBI untuk membuka pengamanan iPhone yang dimiliki teroris dengan alasan komitmen Apple dalam menjaga privasi dan tidak akan memberikan data pribadi penggunanya bahkan ke lembaga pemerintahan sekalipun. Disatu sisi kasus ini justru menimbulkan kontra karena Apple tidak mau membantu FBI dalam pemberantasan teroris. Namun pada kasus ini bukan permasalahan antara privasi dan keamanan? Namun permasalahannya adalah penyalahgunaan data diri pengguna yang dilakukan oleh perusahaan demi kepentingan bisnis perusahaan.
Alasan Facebook Mengakuisisi Whatsapp
Karena majunya teknologi pada era digital ini munculah banyak media internet seperti sosial media. Sosial media menjadi salah satu platform yang paling sering digunakan para pengguna internet. Internet World Stats mengatakan bahwa pengguna internet di seluruh dunia pada tanggal 25 Maret 2017 adalah sebanyak 3,731,973,423.  Internet melahirkan generasi baru yang disebut oleh Winograd dan Hais  (2008) sebagai generasi milenial yang dilukiskan sebagai, 
“a technologically savvy generation that relies heavily on new media technologies to obtain information ranging from the news and weather to communicating with peers via text messaging and social networking.” 
(Winograd & Hais, 2008). Masifnya pengguna internet di dunia, menyebabkan munculnya banyak sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, Whatsapp, Line, dll. Era digital juga merupakan era dimana terjadinya konvergensi media. Konvergensi media adalah penggabungan berbagai media menjadi satu. Contoh paling umum dari konvergensi media adalah smartphone. Tidak hanya itu, media sosial juga berkonvergensi, seperti contoh diatas yaitu Facebook yang mengakuisisi Whatsapp. Alasan Facebook mengakuisisi Whatsapp adalah karena layanan messaging Whatsapp mencakup banyak orang dan sangat populer di Amerika, negara Eropa, India, Indoesia, dll. Whatsapp menyatakan bahwa aplikasi ini telah memproses 50 miliar pesan dalam waktu satu hari. Untuk mempercepat dan memperbaiki layanan messaging, maka Facebook membeli Whatsapp. Pada website-nya Facebook mengatakan bahwa ia mengakuisisi Whatsapp agar dapat membangun konektivitas dan utilitas bersama untuk dunia dengan memberikan pelayanan internet yang efisien dan terjangkau. Dapat dibaca lebih lengkap di link ini. Namun pada nyatanya tujuan itu terkhianati dan Facebook malah menyalahgunakan akusisinya dengan Whatsapp. 
Dampak Dari Kasus Ini
Kasus ini membuat para pengguna marah karena merasa dikhianati akan pemberian data pribadi pengguna oleh Whatsapp kepada Facebook. Theguardian.com bahwa situs berita Gizmodo yang merangkum berbagai perasaan yang dirasakan oleh para pengamat teknologi “The sentiment that WhatsApp is an app that protects and cares for your privacy is no longer a reality. It was nice while it lasted.”. Beberapa pengguna juga mengungkapkan perasaan kecewanya di Twitter
Tumblr media
Hukum yang Mengatur Data Diri Pribadi di Internet
Apabila kita berbicara hukum di Indonesia saat ini yang mengatur mengenai privasi diri kita diinternet , UU ITE memang belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus. Tetapi, secara implisit UU ini mengatur pemahaman baru mengenai perlindungan terhadap keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang bersifat umum maupun pribadi. Sedangkan, hal yang berkaitan dengan penjabaran tentang data elektronik pribadi, UU ITE mengamanatkannya lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP PSTE”). Perlindungan data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal. Terkait perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa izin, Pasal 26 UU ITE mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang ditimbulkan. Bunyi Pasal 26 UU ITE adalah sebagai berikut:
1)    Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
2)    Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini
 Dalam penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menyatakan bahwa data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi seseorang. Sedangkan, definisi data pribadi dapat dilihat dalam Pasal 1 PP PSTE yait udata perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaan.  Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam UU ITE menurut kami tidak hanya tentang pernyataan “yes” atau “no” dalam perintah (command) “single click” maupun “double click”, melainkan harus juga didasari atas kesadaran seseorang dalam memberikan persetujuan terhadap penggunaan atau pemanfaatan data pribadi sesuai dengan tujuan atau kepentingan yang disampaikan pada saat perolehan data.Dengan demikian, penggunaan data pribadi yang dilakukan oleh Facebook dengan Whatsapp dalam konteks perdata merupakan bentuk pelanggaran Pasal 26 ayat (1) UU ITE. Terkait perlindungan data pribadi oleh PSE, Pasal 15 ayat (2) PP PSTE mengatur bahwa dalam hal penyelenggara sistem elektronik mengalami kegagalan dalam menjaga data pribadi yang dikelola, maka PSE diwajibkan untuk menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemilik data pribadi. 
Perlindungan Data Pribadi dari Akses dan Interferensi Ilegal
UU ITE memberikan perlindungan hukum terhadap keamanan data elektronik tersebut dari pengaksesan ilegal.
Setiap perbuatan melawan hukum dengan mengakses sistem elektronik yang bertujuan untuk memperoleh Informasi/Dokumen Elektronik dengan cara melanggar sistem pengamanan dianggap sebagai tindak pidana sesuai Pasal 46 jo Pasal 30 UU ITE. Perbuatan ini diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 sampai 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 sampai Rp800.000.000,00.
Hasil Akhir dari Kasus tersebut
Hasil akhir dari kasus tersebut adalah pada akhirnya Facebook sendiri mengakui kesalahannya dan menerima denda yang diberikan oleh Komisi Eropa. 
“Kesalahan yang kami buat dalam pengajuan 2014 kami tidak disengaja dan Komisi telah memastikan bahwa mereka tidak akan mempengaruhi hasil dari pemeriksaan merger usaha,”
Dan kini mereka membuat sebuah pilihan kebebasan tersendiri bagi para penggunanya untuk bisa men-able ataupun men-disable data sharing Whatsapp dengan Facebook.
Cara Agar Kita Terhindar dari Hal Serupa
Tapi jangan khawatir, setelah terjadinya kasus ini Whatsapp telah mengeluarkan peraturan baru dan cara agar kita dapat men-disable data sharing Whatsapp kita agar tidak terkoneksi dengan Facebook. Dapat dilihat di link ini atau pada video dibawah ini 
youtube
Referensi :
·      Nancy Baym, “Making New Media Make Sense,” Personal Connection in the Digital Age (New York: Polity, 2010) - See more at: http://henryjenkins.org/2011/01/introduction_to_communications.html#sthash.gx8ro8 eu.dpuf
·      What Is More Important: Our Privacy or National  Security? (2013, September 17). Retrieved  from The Learning Network: Learning and Sharing With The New York Times:  https://learning.blogs.nytimes.com/2013/09/17/what-is-more-important-our-privacy-or-national-security/comment-page-17/?_r=0
·      AJI. (2013). Tantangan Media Online di Indonesia. Internet, Media Online dan Demokrasi di Indonesia , 22.
·      http://www.internetworldstats.com/stats.htm diakses pada 23 Mei 2017 pukul 19.01
·      https://newsroom.fb.com/news/2014/02/facebook-to-acquire-whatsapp/ diakses pada 23 Mei 2017 pukul 19.22
·      https://www.theguardian.com/technology/2016/aug/25/whatsapp-backlash-facebook-data-privacy-users diakses pada 23 Mei 2017 pukul 19.50
·      https://gizmodo.com/whatsapp-betrays-privacy-stance-will-share-data-with-f-1785733967 diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.00
·      https://www.whatsapp.com/faq/general/26000016 diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.15
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f235fec78736/dasar-hukum-perlindungan-data-pribadi-pengguna-internet diakses pada 23 Mei 2017 pukul 22.17
·      https://www.youtube.com/watch?v=dxhT0q3VPdI diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.20
·      https://www.youtube.com/watch?v=zdbJfp_S5yo diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.24
27 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Kalau membicarakan rasisme rasanya tidak akan ada habisnya. Sangat disayangkan aplikasi yang awalnya untuk hiburan ini malah menggunakan filter yang dinilai rasis. Dan ternyata hal ini pernah terjadi sebelumnya pada filter Bob Marley di Snapchat, seperti yang dikatakan Ruth. Saya rasa ini terkait dengan sensitivitas dari developer aplikasi itu sendiri. Rasisme adalah isu yang sensitif, maka akan lebih baik jika tidak menampilkan isu tersebut ke publik apalagi dijadikan daya jual. Terima kasih! :)
Aplikasi-aplikasi Rasis
Sehari-hari kita menggunakan aplikasi yang ada dalam gadgets yang kita miliki. Aplikasi Personal safety dan photo editing adalah 2 jenis aplikasi populer yang hampir dimiliki oleh semua orang. Tetapi pernahkah kita menyadari bahwa aplikasi-aplikasi tersebut secara langsung dan tidak langsung telah menyinggung beberapa kelompok masyarakat tertentu karena bersifat rasis? Dalam post ini kami akan membahas aplikasi FaceApp dan SketchFactor
FaceApp
Sebuah aplikikasi photo editing yang dapat mengubah fitur-fitur wajah dan ekspresi melalui filter-filterya. Wajah dapat menjadi putih, bersih, lebih tua, muda, maskulin dan feminin.
SketchFactor
Sebuah aplikasi keamanan yang memungkinkan penggunanya untuk mengunggah laporan tentang situasi yang “mencurigakan” di daerah tertentu. Laporan itu akan membuat daerah tersebut menjadi sketchy atau buram.
Tumblr media
Photo Credit: http://lesapplicationsdesteban.blogspot.com/ , http://washingtonpost.com/
Banyak orang yang telah mengunduh FaceApp dan menggunakannya, banyak juga dari mereka yang meng-upload hasil fotonya ke Instagram atau twitter. Hasil upload para penggunapun memicu banyak reaksi, terutama reaksi-reaksi negatif.  Di bawah ini adalah salah satu reaksi negatif pengguna.
Terdapat satu filter pada aplikasi FaceApp yaitu filter “hot”.  Filter ini membuat kulit menjadi lebih putih dan terang, mata besar, hidung yang lebih mancung, dan menghilangkan ‘cacat’ di wajah. Sehingga filter “hot” menggambarkan bahwa yang dianggap cantik adalah kulit yang putih ala orang eropa dan sebagainya. 
“ #faceapp isn’t’ just bad it’s also racist… filter=bleach my skin and make my nose your opinion of European. No thanks #uninstall”
Itulah salah satu komen twitter pengguna FaceApp yang menggambarkan kekecewaannya pada aplikasi tersebut.
Masalah yang ada pada aplikasi SketchFactorpun tidak jauh berbeda. Gagasan awalnya adalah agar pengguna dapat berhati-hati tetapi sebaliknya, menurut beberapa orang, aplikasi tersebut sangat rasis. Laporan-laporan yang masuk seringkali hanya berupa pernyataan bahwa ada orang kulit hitam memakai hoodie dan berdiri di pojok jalan, atau seorang tunawisma sudah duduk di pinggir jalan tersebut seharian. Aplikasi ini menggunakan stereotip rasial dan kelas sosial tertentu untuk menentukan apakah daerah tersebut baik atau tidak.
“Are you afraid of black people? Latinos? The poors? Then this app is just for you!” tulis Maxwell Strachan dalam the Huffington Post.
Aplikasi SketchFactor telah menjadi wadah bagi orang-orang yang bukan “the others” untuk menunjukkan biasnya dan menghindari kaum minoritas. Tidak hanya itu, pembuat aplikasi juga tampak seperti mempromosikan rasisme dan mengejek kemiskinan.
Pada akhirnya SketchFactor tidak tampak seperti aplikasi yang memberi rasa aman, tetapi dalam jangka panjang mengubah cara masyarakat berpartisipasi dan berinterksi di lingkungannya hanya karena data yang belum tentu akurat.
Media sebagai bagian dan refleksi dari hubungan yang kompleks antara kelompok minoritas dan masalah-masalah kultural, memposisikan orang-orang yang di dunia nyata sebagai kaum terpinggirkan (orang-orang kulit berwarna, orang miskin, dll) tidak berbeda di beberapa platform media. Mereka dilambangkan dengan simbol-simbol yang negatif.
Menurut Yasmin Jawani dalam artikelnya yang berjudul Racism and Media, aplikasi sebagai salah satu produk media, merupakan sebuah bagian yang menyatu dalam masyarakat. Karena itulah, Ia juga merupakan cerminan dari “common sense” yang ada di dunia nyata. Sama halnya dengan kita mengetahui bahwa mencuri itu hal yang buruk dan makan tanpa cuci tangan itu jorok. Dalam FaceApp, para pengguna menyadari bahwa “cantik” hanya ada pada fitur-fitur wajah milik kelompok ras tertentu.  Dalam SketchFactor sesuai dengan stigma nyata yang ada di masyarakat, orang kulit hitam adalah pencuri dan pembuat masalah, dan orang hispanik adalah pengedar narkoba. 
Bukti bahwa media mencerminkan bias sosial yang ada di masyarakat dapat terlihat dari permintaan maaf CEO FaceApp Yaroslav Goncharov yang dimuat dalam artikel online Independent UK.  
“We are deeply sorry for this unquestionably serious issue,” katanya kepada Independent. “It is an unfortunate side-effect of the underlying neural network caused by the training set bias, not intended behavior”
Goncharov menjelaskan bahwa teknologi artificial intelligence (sebuah mesin yang dapat “belajar”) yang digunakan dalam FaceApp biasa berlatih menggunakan wajah orang-orang kulit putih saja.
References: 
Jiwani, Yasmin. Racism and Media. http://www.stopracism.ca/
Retrieved May 23rd, 2017 17.05 pm
Oleh: Brigitta Sasotya Maharani 1506756343
          Claudia Clarita 1506678163
          Karina Dwi Pramesti 1506720690
27 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Wah postingannya seru! Jujur saya sebagai pengguna Commuter Line, bisa relate hampir 90% dengan kasus ini. Saya sebisa mungkin menghindari gerbong khusus wanita (kecuali kepepet, kalau keretanya keburu mau berangkat) karena gerbong ini cenderung lebih brutal daripada gerbong biasa. Saya pertama kali liat video ini justru dari twitter dan kebetulan saya retweet. Tidak berapa lama kemudian bermunculan berita dari detik.com mengenai kasus ini. Video ini pun akhirnya viral di timeline twitter saya. Ada yang ingin saya tanyakan disini, apakah citizen journalism dapat melanggar privasi orang lain? Pada kasus ini mungkin kedua wanita yang rebutan kursi tersebut tidak menyadari bahwa sedang divideokan bahkan video tersebut menyebar luas. Atau hal ini memang sudah sewajarnya diberitakan ke publik? Terima kasih :)
Dari Ave Maria ke Jalan Lain (Naik) Kereta
Oleh Irlandi Paradizsa (1506732772) dan M. Ervirdi (1506732066)
(Tonton dulu videonya gan! biar paham pembahasannya.) (Btw, disini kita mau bahas konvergensi media, dengan menggunakan teori-teori tentang teknologi,  informasi dan komunikasi dan isu-isu terkait video ini)
youtube
(Buat yang minim kuota, tenang aja. Kita disini akan bantu kalian memahami video ini tanpa harus nge-play videonya.) 
Video ini diambil dari Youtube yang mana isinya adalah hasil rekaman orang lain. Videonya menggambarkan bagaimana peliknya situasi di dalam commuter line–terutama di gerbong khusus wanita. Penulis sendiri belum pernah memasuki gerbong wanita, tapi dari cerita mulut ke mulut, situasi di sana lebih mencekam dibandingkan di gerbong campuran. Malah ada kasus dorong-dorongan yang sampai terluka. Entahlah, barangkali ada yang bisa share pengalamannya di sini?
Kembali ke video tersebut, di dalam video itu ditampilkan bagaimana ada dua orang yang sedang bertikai dalam memperebutkan sebuah tempat duduk. Bagi mereka yang belum pernah naik KRL, tempat duduk merupakan angan-angan yang diimpikan oleh setiap penumpangnya. Perjalanan pulang ketika waktu Rush Hour merupakan sebuah medan pertempuran, dimana para penumpang harus menunjukkan kekuatan mereka agar tetap bisa bertahan. Kalau tidak mereka akan terdorong dan terombang-ambing oleh gelombang penumpang lainnya (coba buktikan secara empiris saja).
Namun, bagi mereka yang duduk, pertarungan untuk sebuah posisi di kereta itu tidak dirasakan oleh mereka. Malah mereka yang duduk dapat beristirahat dan memejamkan mata mereka untuk sejenak. Kesenjangan antara mereka yang duduk dan mereka yang berdiri, jaraknya begitu besar. Karenanya, sering terjadi konflik kekuatan, kecepatan, dan kelincahan dari para penumpang. Oleh sebab itu, fenomena dua orang yang bertikai ini akan terlihat biasa dan dapat dipahami. Intinya di dalam video tersebut ditampilkan bagaimana kedua orang saling jambak rambut, hingga melakukan tendangan dengan sudut elevasi sempit, untuk (kata netizen setempat) mempertahankan posisi mereka di dalam mendapatkan sebuah tempat duduk di dalam KRL.
Tumblr media
sumber gambar: sinemapedia.com yang mengambil dari 1cak yang bisa jadi mengambil dari netizen lain
Viral Karena Konvergensi Media, Sedikit Karena Kejadiannya
Yang menarik dari kasus ini adalah kaitannya dengan konvergensi media. Awalnya video ini adalah video rekaman pribadi yang hingga akhirnya berpindah tangan menjadi konsumsi publik untuk semua orang nikmati. Melintasi media-media sosial dari twitter ke facebook, ke kaskus, ke twitter lagi, lalu ke youtube, hingga sampai ke tumblr ini. Bahkan video ini telah masuk ke berita-berita di saluran televisi nasional.
Berawal dari telepon genggam, hingga berakhir di media massa televisi. Hal ini membuktikan konvergensi media yang terjadi di era sekarang ini. Konvergensi media ini dapat terjadi akibat adanya perubahan dari era analog menjadi era digital. Karena kemudahan transfer dan sunting untuk konten-konten digital, video rekaman tersebut dapat mudah tersebar dari telepon genggam hingga ke media televisi. Selain itu, karena kemudahan transfer dan sunting, video ini menjadi lebih cepat untuk menjadi viral di masyarakat. Kecanggihan teknologi zaman sekaranglah yang membantu proses penyebaran informasi dan komunikasi masyarakat. 
Apabila hal ini terjadi satu dekade yang lalu, mungkin hasilnya tidak akan seheboh sekarang ini. Sekarang ini, suatu topik lebih mudah menjadi heboh dan viral karena setiap orang memiliki bahasan yang sama. Peran media massa sebagai gatekeeper menjadi berkurang. Biasanya media massa yang mengatur apa yang akan orang bicarakan, sekarang karena media baru telah muncul, peran tersebut tergantikan. Akibatnya, kejadian-kejadian seperti ini akan lebih cepat naik ke permukaan dan dibincangkan oleh masyarakat. Namun, cepat pula turunnya topik-topik seperti ini karena adanya kejadian-kejadian baru lainnya. Seperti itulah bentuk kejadian di era konvergensi ini. Semakin mudah suatu berita disampaikan, semakin cepat berita itu menjadi viral, dan semakin mudah pula berita tersebut tergantikan. Seperti apa yang dikatakan oleh Henry Jenkins (2006),
“The new political culture—just like the new popular culture—reflects the pull and tug of these two media systems: one broadcast and commercial, the other narrowcast and grassroots. New ideas and alternative perspectives are more likely to emerge in the digital environment, but the mainstream media will be monitoring those channels.”
Henry Jenkins, dengan kutipan tersebut, menyatakan bahwa adanya gabungan antara media massa, dan media baru. Media massa yang berperan sebagai penyebar informasi, dan lebih komersial. Sedangkan media baru, akan lebih mengakar sumbernya. Jenkins pun berpendapat bahwa di dunia digital akan lebih mudah untuk ide-ide bermunculan. Oleh sebab itu, suatu kejadian cepat untuk berhenti viral, karena ide baru atau kejadian baru akan muncul menggantikan. 
Selain itu, sebagai bagian dari Konvergensi media, Lucian-Vasile Szabo (2017) menyatakan bahwa adapula konsep intermedia di dalam media digital. Yang dimaksud dengan intermedia adalah perubahan paradigma yang terjadi di era digital dimana konten diciptakan bukan oleh satu orang saja, melainkan bisa juga dihasilkan oleh kolaborasi dari beberapa orang. Kolaborasi ini akan menghasilkan sebuah karya final akhir yang kemudian diterima oleh publik.
Menurut dia kolaborasi intermedia secara umum terjadi di dunia digital, karena tidak semua konten yang ada di dunia itu merupakan konten yang dilindungi hak cipta atau dilindungi oleh copyright. Kebanyakan dari konten-konten di dunia digital memang ada karena untuk disebarluaskan dan memang ditujukan untuk bahan interaksi. Bila melihat dari video ini, terlihat bahwa video ini merupakan sebuah produk intermedia. Video rekaman ini berasal dari seseorang yang berada langsung di tempat kejadian. Lalu orang yang mendapatkan konten tersebut melalui media digital, melakukan beberapa suntingan untuk mempermudah orang lain untuk memahami isi video tersebut. Hingga akhirnya ia sebarkan di Youtube. Ini merupakan bentuk aplikasi dari intermedia, dimana tidak selalu satu orang saja atau satu kelompok orang, melainkan hasil dari orang-orang berbeda yang mungkin tidak saling berafiliasi satu sama lain.
Hasil dari Citizen Journalism
Sebelum kita mendiskusikan mengenai kaitan video ini dengan citizen journalism, akan kita bahas terlebih dahulu definisinya untuk lebih memahami mengenai penjelasannya. Citizen Journalism merupakan sebuah bentuk jurnalisme baru yang terjadi di era digital, dimana para produsen berita tersebut adalah masyarakat pada umumnya yang tidak bekerja secara profesional dalam jurnalisme. Citizen Journalism dapat terjadi karena keberadaan kamera yang sudah menjadi portable dan integral kehidupan kita yang tak terpisahkan. Sekarang ini, apabila terjadi sebuah kejadian, maka akan dengan mudahnya kita bisa merekam kejadian tersebut.
Tumblr media
sumber gambar: udah tertera di link yg ada digambar. kuots ini sendiri dari John Spencer. Bukan, bukan yang white supremacist dan alt-right (atau kata Azis Ansari “lower case KKK”) itu mah Richard Spencer.
Hal ini terjadi atas dukungan keberadaan kamera di dalam telepon genggam. Telepon genggam pun telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya. Karena itu, masyarakat dapat dengan mudah mendokumentasikan sebuah kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Terlebih lagi, karena adanya internet, mereka yang telah mendokumentasikan kejadian tersebut akan lebih mudah untuk menyebarkannya. Gabungan dari keberadaan telepon genggam berkamera sebagai bagian integral kehidupan manusia, dan kemudahan berbagi yang diakibatkan oleh adanya internet menyebabkan kemunculan jurnalisme yang dilakukan oleh awam ini. 
Dalam perkembangannya, video telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkembangnya media sosial dan dunia digital. Para netizen memanfaatkan video untuk menyebarkan narasi mereka akan suatu kejadian.
“If a picture is worth a thousand words, a video is worth a thousand times more.” — Ausama Monajed, London-based member of the opposition Syrian National Council
Perkataan tersebut sangat relevan dengan situasi yang terjadi sekarang ini. Di mana publik menggunakan video untuk saling berinteraksi satu sama lain. Kutipan tersebut relevan karena memang video memilki kekuatan untuk menyampaikan pesan yang cukup kuat. Kekuatannya 1 juta kali lipat dari menggunakan kalimat-kalimat. Dengan menggunakan video, pesan-pesan dapat dengan mudah diterima karena didukung oleh audio dan visual yang berguna untuk memperjelas pesan tersebut. Ditambah lagi, membuat video dan membagikannya sekarang ini, bukanlah perkara yang sulit. Hampir semua yang mengikuti perkembangan teknologi, mampu membuat video atas kejadian yang menimpa mereka. Oleh karenanya, video telah menjadi bagian penting dalam perkembangan sosial media dan citizen journalism. 
Apabila kita kategorikan, konten video di atas sebetulnya masuk ke dalam ranah citizen journalism. Video ini masuk ke ranah citizen journalism karena memenuhi beberapa indikatornya. Yaitu yang pertama, video ini dibuat oleh seorang awam yang bukan merupakan profesional dalam melakukan pelaporan kejadian. Pembuat video ini merupakan seseorang yang berada di sekitar tempat kejadian dan dengan telepon genggamnya mendokumentasikan kejadian tersebut. Indikator kedua yang memasukan video ini ke dalam kategori citizen journalism adalah karena sarana penyebarannya yang non-komersil. Pembuat video ini mendokumentasikan pertengkaran tersebut bertujuan untuk memberitahukan bahwa kejadian seperti ini terjadi. Ia juga menyebarkan video ini untuk menciptakan bahan untuk interaksinya di dunia digital. Hal ini dapat dibuktikan dengan absennya pembuat video dalam mengkomersilkan rekaman yang telah ia ciptakan. Yang terakhir, video ini masuk ke dalam kategori citizen journalism karena video ini menjadi viral akibat dibicarakan di sosial media.
Copyright dan Fair Use Konten Citizen Journalism
David Silverberg (2009) menyatakan bahwa ternyata segala jenis konten yang diunggah ke internet sudah termasuk ke dalamnya nilai-nilai copyright. Tanpa harus ada tulisan bahwa ‘konten ini dilindungi oleh copyright’-pun ternyata copyright sudah berlaku. Artinya, segala sesuatu yang sudah diunggah ke dalam suatu website, sudah menjadi copyright dari yang mengunggah hal tersebut. Kecuali apabila di dalam konten tersebut tertera penjelasan mengenai konten tersebut termasuk ke dalam creative common, barulah konten tersebut bebas dipergunakan oleh khalayak netizen.
Selain itu, pertimbangan lainnya adalah bahwa konten atau file yang dikopi tidak memiliki nilai jual, ataupun tidak merugikan sang pembuat konten tersebut. Apabila konten tersebut bisa dijual, dan ternyata ada yang mengkopi-nya, maka tindakan tersebut melanggar copyright. Untuk file-file yang non-komersil, mengkopi secara bebas masih diperbolehkan.
Namun, ternyata file-file yang telah diunggah tanpa ada keterangan creative common, masih dapat kita salin selama kontennya kita sunting sehingga terdapat perbedaan. Apabila hal itu kita lakukan, maka hal tersebut jatuh ke ranah fair use. Selama kita merubah isi konten tersebut, kita tidak melanggar copyright ketika kita menyebarkan ulang konten tersebut.
Dalam kasus ini, video orisinal milik si perekam video ternyata masuk ke ranah copyright-ed material, meskipun tidak ada tulisan apapun dari sang perekam. Sedangkan, video yang dibuat dan disebarkan ke Youtube ini jatuh ke ranah fair use.  Hal ini disebabkan karena di dalam video orisinalnya telah dirubah kontennya dengan menambahkan suara-suara dan modifikasi visualnya itu sendiri. Sehingga, orang yang mengunggah file tersebut ke Youtube ini masih aman dan tidak melanggar. Lain halnya dengan orang-orang yang menyebarkan video ini secara utuh tanpa melakukan suntingan ataupun apresiasi pemilik aslinya. Hal ini tentunya jelas melanggar aturan copyright.
Namun, yang terjadi di Indonesia, masalah seperti copyright ini masih diacuhkan bahkan oleh pembuat konten itu sendiri. Selama kontennya bisa viral, mereka tidak memperdulikan masalah copyright itu sendiri.  Selain itu, pemahaman masyarakat di Indonesia sendiri masih lemah pada hal copyright. Bahkan penulis sendiri baru sedikit paham setelah menulis tulisan ini. 
Produsage - Buat, Edit, Gunakan, dan Sebarkan klik like dan komen amin!. Salah Satu cara video ini menjadi Viral
Sebelum memulai pembahasan mengenai bagaimana video tersebut menjadi bagian dari konsep produsage, akan dijelaskan terlebih dahulu definisinya. Produsage merupakan sebuah kegiatan dimana para pembuat konten di dunia digital tidak hanya membuat suatu produk namun juga menjadi konsumen yang juga menggunakan konten tersebut baik untuk konsumsi pribadi ataupun untuk konsumsi publik. Produsage sendiri berasal dari kata ‘produce’ dan ‘usage’. Dari derivasi kata-kata dasarnya saja kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana produsage itu sebenarnya. Intinya, produsage adalah gabungan aktifitas dari menciptakan sekaligus menggunakan. Hal ini lumrah terjadi di dunia digital dan sosial media sekarang ini. Dimana seseorang menciptakan sebuah konten tidak hanya untuk konsumnsi publik, tapi juga ia gunakan untuk kepentingannya sendiri.
Sesuai dengan perkataan dari Axel Bruns (2009), 
“What has really happened is that the increasing availability of symmetrical media technologies – of networks like the Internet that afford their participants an equal chance to have their message heard – has simply amplified the existing cultural activities of independent fans and artists to an extent that they now stand side by side.”
Karena adanya keberadaan teknologi digital, kita bisa menjadi lebih mudah dalam berkolaborasi dengan para pembuat konten original yang ada di internet dan dunia digital. Konten-konten digital tersusun dari binary 0 dan 1. Hampir seluruh komputer memiliki kemampuan untuk melakukan suntingan terhadap data-data binary tersebut. Akibatnya, orang-orang dapat melakukan suntingan terhadap suatu konten yang ada di internet. 
Video ini dapat kita kategorikan juga sebagai bentuk contoh produsage karena video tersebut merupakan sebuah hasil suntingan yang kemudian ia sebarkan kembali, dan ia gunakan sebagai dasar untuk berinteraksi di sosial media. Kegiatannya dalam melakukan suntingan masuk ke dalam ranah produce. Kegiatan yang ia lakukan dalam menyebarkannya untuk menjadi bahan interaksinya di sosial media adalah masuk ke dalam kategori usage. Dari sini dapat kita ketahui, bahwa yang menciptakan video tersebut dapat kita kategorikan sebagai seseorang yang telah mengaplikasikan produsage baik secara sadar ataupun tidak.
Isu-isu terkait
Mari kembali ke soal video yang tersebar itu. Setelah kami coba telusuri kembali dari mana asal video itu mulanya, ternyata sumber paling kuat ada di twitter. Lewat postingan video di akun @nibrasnada, tapi lagi-lagi di kicauannya tersebut ia mengaku kalau video itu didapatkannya dari “grup” nampaknya akan sulit kalau kita benar-benar mau mencari tau siapa yang pertama dan menyebarkan video itu. Lagi lagi konvergensi.
Tumblr media
Selanjutnya, masih ada yang menarik soal video yang tersebar ini, termasuk reaksi para netizen yang tidak jarang saling berdiskusi dan juga bercanda (namanya juga netizen). Tapi yang disayangkan adalah sering kali opini dan pernyataan yang keluar itu tidak jarang malah (katakanlah) mendiskriminasi pihak tertentu yang dalam hal ini adalah perempuan.
Tumblr media Tumblr media
Memang menarik dan sepertinya perlu ada diskusi di ruang publik dan media sosial seperti twitter ini mengenai kebijakan adanya “Gerbong khusus wanita” itu. Ada yang mengatakan tidak efektif, ada yang bahkan langsung bilang kalau itu tanda kemalasan negara yang ingin gampangnya saja dan tidak menyelesaikan persoalan, tapi ada juga yang mempertahankan gagasan “Gerbong khusus wanita” tersebut.
Nah, sepertinya lebih baik beropini mengenai hal itu ketimbang memberikan stigma tertentu bagi perempuan. Karena kalau mau cocoklogi sedikit sepertinya di internet ini sudah semakin umum dan biasa saja dengan becandaan atau jokes (yang tentu saja penuh stigma) mengenai perempuan dan transportasi, sebelumnya kita sudah sering dengar mengenai “ibu-ibu yang naik motor matic” dan atas kasus ini seperti muncul narasi bahwa “jika perempuan di satukan dalam satu tempat yang ada adalah chaos”. Atau sederhananya saja liat caption di video youtube yang di awal kami lampirkan. “Duo emak-emak bikin heboh di kereta” apakah tidak terkesan janggal?
Entahlah, kira-kira bagaimana? Apakah teknologi media sosial bisa kita bangun sebagai ruang diskusi mengenai ini? Atau justru malah lagi-lagi teknologi hanya bisa merefleksikan dunia kita yang begitu patriarkis? Sepertinya keduanya bisa, tinggal kita memilih mau yang mana.
Referensi:
Bruns, Axel. (2009). Distributed Creativity: Filesharing and Produsage. Hal. 1-12.
Jenkins, Henry. (2006). Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York: New York University Press. Hal. 211. 
Saseen, Jane. (2012). The Video Revolution - A Report to the Center for International Media Assistance. Washington, D.C: Center for International Media Assistance.
Silverberg, David. (2009).  Experts advise citizen journalists on copyright law. Dikutip dari Digital Journal: http://www.digitaljournal.com/article/269368. Diakses pada tanggal 24 Mei 2017, pukul 11:00.
Szabo, Lucian-Vasile. (2017).  Media Communication: Present and Future. Triton. 
34 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Wah terima kasih atas postingan ini, saya baru tahu mengenai AI bernama Tay. Sangat disayangkan AI yang seharusnya jadi ekperimen cerdas dari Microsoft dimana robot bisa berbicara layaknya millennials serta belajar untuk berinteraksi dengan manusia lewat Twitter dan aplikasi chat, malah menebar kebencian dan bahkan berbau seksual. Menariknya, saya menemukan komentar menarik yang mengatakan bahwa “All of this somehow seems more disturbing out of the 'mouth' of someone modelled as a teenage girl. It is perhaps even stranger considering the gender disparity in tech, where engineering teams tend to be mostly male. It seems like yet another example of female-voiced AI servitude, except this time she's turned into a sex slave thanks to the people using her on Twitter.” Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan baru lagi, “Kenapa mesti remaja perempuan, ya?”
Tay: We are not Ready with Xenophobic, Racist, and Misogynistic Artificial Intelligence, and Never Will.
Tumblr media
Dengan teknologi yang terus berkembang, Artificial Intelligence atau AI adalah salah satu teknologi yang marak dibuat dan digunakan di masa kini. Talking Tom, Alpha Go, Siri, hingga Tay adalah beberapa contohnya. Dalam perkembangannya, AI terus belajar sendiri dari pengalaman dan respon yang dialami dan diberikan, karena AI selalu mengalami perkembangan, tidak hanya statis seperti pada program awalan yang diberikan. Nah, cara yang diberikan kepada AI ini untuk belajar sendiri sesuai dengan respon yang diterima olehnya bagaikan pisau bermata dua baik bagi pembuat dan orang-orang yang menggunakannya.
Tay adalah program AI chatbot yang dibuat oleh perusahaan Microsoft untuk merayakan ulang tahunnya. Tay diprogram untuk dapat menjawab pertanyaan orang-orang dan belajar dari jawaban-jawaban yang diterima. Namun bio Twitter Tay yang menyebutkan bahwa “The more you talk the smarter Tay gets” ini menjadi buah simalakama yang harus ditelan baik Microsoft dan akun-akun real people yang berinteraksi dengan Tay di Twitter. Anonimitas di internet membuat beberapa orang dapat secara bebas memberikan pertanyaan dan jawaban-jawaban yang melenceng hingga menghina kaum tertentu, khususnya kaum minoritas dan kaum perempuan.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Misogyny di internet adalah salah satu masalah yang besar dan sulit untuk diatasi. Kaum perempuan di internet adalah yang paling sering mendapatkan serangan diskriminasi dan juga sering direndahkan. Meskipun pada awalnya Tay dibuat atas dasar niatan yang baik, namun karena banyak orang menggunakan anonimitas secara salah dan trolling, Tay menjadi sebuah alat bagi misogynist dalam melakukan serangan bagi kaum perempuan. Setelah mendapat banya complain dari hal tersebut, Microsoft menarik AI Tay tanpa kejelasan lebih lanjut. 
Berikut video mengenai Artificial Intelligence Tay:
youtube
Sumber:
http://digitalcommons.law.yale.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1268&context=yjlf
http://foreignpolicy.com/2017/01/16/women-vs-the-machine/amp/
https://www.theguardian.com/technology/2017/apr/13/ai-programs-exhibit-racist-and-sexist-biases-research-reveals
http://www.nydailynews.com/news/national/microsoft-tay-ai-chatbot-turns-racist-misogynistic-article-1.2576352
Bagas Ariandana D.P. - 1506720715
Ruth Vidyadanu           - 1506756375
32 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223) 
Saya setuju bahwa konsep anonimitas menjadi semacam 'pelindung' bagi para cyberbully untuk membully korbanya. Mungkin salah satu contoh cyberbully yang terkenal adalah kasus Amanda Todd dimana awalnya dia hanya menjadi korban bullying di internet, namun lama kelamaan bullying tersebut juga terjadi di kehidupan nyata, hingga akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri. Konsep misoginis pun bisa diterapkan pada kasus Todd ini karena ia dipaksa untuk memperlihatkan payudaranya ke internet. Postingan yang bagus untuk kembali mengingatkan kita untuk menjaga perilaku dan perkataan kita di internet. Terima kasih! :)
Cyberbulliying Masih Zaman aja Bray
youtube
Cyberbullying adalah perlakuan yang ditujukan untuk mempermalukan, menakut-nakuti, melukai, atau menyebabkan kerugian bagi pihak yang lemah dengan menggunakan sarana komunikasi Teknologi Informasi (Rahayu, 2012). Umumnya tindakan ini terjadi di sosial media. Karena di sosial medialah semua orang bebas bertukar pikiran dan saling bertukar pesan satu sama lain. 
Sejatinya, cyberbullying tidak jauh berbeda dengan intimidasi. Sudah ada sejak dulu, namun internet mengubah bentuknya saja menjadi online. Tapi jika kita lihat, terkadang orang bisa menjadi lebih kejam perkataanya saat ia melakukan bullying di internet. Mengapa itu bisa terjadi?. Kami mencoba mengaitkanya dengan konsep Disinhibition Teory.
Disinhibition membahas tentang pengakuan umum masyarakat yang berbeda-beda saat sedang berinternet dan saat tidak berinternet (e.g., Joinson, 2003; Suler, 2004). Saat berada di internet, orang-orang jadi lebih berani melakukan sesuatu yang belum tentu berani dilakukan di dunia nyata. Akibatnya muncul dua sikap dalam berinternet. seseorang bisa bersifat baik (benign disinhibition) atau malah sebaliknya dapat menimbulkan kerugian dan keresahan (toxic disinhibition).
Menurut kami, cyberbulliying itu ada karena sifat toxic disinhibition terjadi pada seseorang. Mereka memiliki perasaan kesal kepada seseorang dan berani melakukan kekerasan sebatas online. Apa yang mereka lakukan itu menurut (Suler, 2004) terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor anonimitas dan invisibilitas. Dimana anonim adalah bagaimana pengguna internet bisa memalsukan identitasnya sehingga tidak terlihat siapa pelakunya. Sedangkan, faktor invisibilitas disebabkan karena mereka tidak bertemu langsung kepada orang yang diejeknya.
Bentuk dari cyberbullying bisa bermacam-macam. Bisa jadi berupa ancaman, yakni pelaku secara beramai-ramai ataupun sendirian mengancam dan meneror korban dengan kata-katanya (bisa berbentuk teks, voice, atau video). Bentuk lainya bisa berupa pelecehan seksual, pelaku mengucapkan kata tidak senonoh, atau mempengaruhi korban menunjukan area pribadinya. Atau mungkin juga berupa ejekan, hinaan, dan makian yang menjatuhkan mental korban atau sekedar membuat korban tidak nyaman. Satu lagi, cyberbullying bisa juga berbentuk tindakan Hack terhadap akun korban.
Temuan penelitian dari Massachusetss Aggression Reduction Center (MARC) pada tahun 2010 dengan subjek penelitian 213 mahasiswa tentang Girls & Cyber-bullying menunjukkan bahwa korban cyber-bullying kebanyakan tidak terlalu familiar dengan istilah cyber dan bully itu sendiri. Temuan kedua dari penelitian tersebut adalah bahwa perempuan lebih banyak menjadi korban cyberbullying dalam beberapa cara seperti mendapatkan rumor yang memalukan, cerita bohong, ancaman via pesan, stalking secara online, hingga adanya akun sosial media palsu tentang diri mereka.
Nobullying.com memaparkan kenapa perempuan lebih mudah menjadi korban cyberbullying. Mereka berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Laki-laki lebih agresif dan sering terlibat dengan bullying secara fisik sedangkan perempuan lebih suka bermain dengan emosi. Sehingga bullying terhadap perempuan sering tidak tampak karena tidak terlihat secara kasat mata.
Tumblr media
Monica Lewinsky, seorang mantan staf kepresidenan yang memiliki skandal dengan Presiden Amerika Bill Clinton, mengalami cyberbullying dari tahun 1998 hingga sekarang. Kita masih dapat melihat meme tentang dirinya seperti “got the ‘job’ done” dan “I’m voting Republican, The Democrats left a bad taste in my mouth”. Dalam acara TED TALK di Vancouver tahun 2015 lalu, Lewinsky bercerita mengenai dirinya yang hampir saja kehilangan nyawanya karena tidak sanggup menghadapi cyberbullying. Dan dia menyebutkan bahwa setelah skandalnya mencuat dia dilabel sebagai “a tramp, tart, slut, whore, bimbo, dan ‘that woman’”.
Monica Lewinsky adalah potret korban selamat dari cyberbullying. Namun masih banyak korban cyberbullying diluar sana yang tidak bisa bertahan seperti Lewinsky. Salah satunya adalah seorang pemadam kebakaran wanita seperti dilansir oleh nydailynews.com, Nicole Mittendorff ditemukan tidak bernyawa di Shenandoah National Park, Virginia. Setelah disidik oleh kepolisian, ditemukan bahwa Mittendorff melakukan bunuh diri setelah beberapa bulan terakhir mendapatkan cyberbullying dari forum anonymous, forum itu menulis postingan hinaan yang ditujukan untuk paramedis dan pemadam kebakaran perempuan dengan mengatakan mereka adalah “slut”.
Mesoginis? Ya, istilah ini kembali muncul dengan wujud yang baru namun masih dengan korban yang sama. Kekerasan verbal dan non-verbal yang dilakukan oleh siapa saja dengan tujuan hanya untuk menyakiti perempuan. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk memberantas ini semua? 1. Edukasi Edukasi merupakan hal yang sangat penting untuk melawan Cyberbullying bullying. Cyberbullying adalah suatu tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh pihak yang kurang bertanggungjawab, pihak-pihak terdidik tidak akan melakukan tindakan tersebut. 2. Tuntunan Penggunaan Internet Jika edukasi berfokus pada keseluruhan aspek pendidikan seseorang, point ini berfokus pada bagaimana seseorang harus memiliki etika yang baik dalam media sosial. Hal ini harus ditanamkan sejak dini, misalkan orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, dsb. 3. Namun, bagaimana bila cyberbullying tersebut sudah terlanjur terjadi? Laporkan kepada pihak yang dipercaya, lebih tua, dan memiliki andil besar, contohnya orang tua, guru, dan kakak. Lalu tetaplah menjadi pribadi berkelakuan baik tanpa menjadi minder karena dibully. Jadi, jangan biarkan cyberbullying menganggu usaha kita untuk maju. Jadilah pribadi baik yang menyenangkan. Mari berantas cyberbullying!
Disusun oleh:
Muhamad Isa (1506738662)
Sugita Lestari (1506686210)
Nidyanthy Adillia Pratiwi (1506756500)
Referensi :
Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. Cyberpsychology & behavior, 7(3), 321-326.
rahayu, flourensia sapty. 2012. Cyberbullying sebagai dampak negatif penggunaan teknologi informasi. Jakarta: Jurnal Sistem Informasi Vol. 8,No. 1:22-31.
Englander, Elizabeth K. 2010. Girls & Cyber-bullying. Diakses pada 22 Mei 2017, dari https://webhost.bridgew.edu/marc/Girls%20and%20Cyberbullying%20A%20Report.pdf
Nobullying.com. 2015. Cyber Bullying Girls, Are they more Common?. Diakses pada 2 Mei 2017, dari https://nobullying.com/is-cyber-bullying-more-common-with-girls/
TED. 2015. The Price of Silence: Monica Lewinsky [Video File]. Diakses pada 23 Mei 2017, dari https://www.youtube.com/watch?v=H_8y0WLm78U&t=1204s
27 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Facebook, perusahaan yang menurut saya perlu dicurigai karena hampir semua platform berpengaruh berada dibawah perusahaannya. Whatsapp, Instagram, bahkan instagram yang fiturnya pun mulai merangkap fitur platform lain. Bukankah dengan ini facebook sangat mungkin memiliki data dari semua orang. Ditambah lagi dengan aplikasi aplikasi yang meminta sambungan ke facebook sebagai persyaratan untuk menggunakan aplikasinya, semakin banyak data yang dikumpulkan dan terintegrasi. Akankah disalahgunakan? Who knows. Menyeramkan? Entahlah, nyatanya saya pun masih menggunakan platform tersebut.
Effly Juvita Andarini - 1506686236
Sadar Nggak Sih, Sosial Media yang Kita Percayai Bisa Saja Mengkhianati Kita?
Teknologi kini hadir dengan tujuan membantu manusia ternyata membawa berbagai pandangan yang berbeda. Information and Communication Technology bisa dilihat dari 2 point of view yaitu yang pertama adalah Utopian yang melihat bahwa teknologi hadir membawa kebaikan seperti yang dikatakan oleh Marshal McLuhan yang melihat kecenderungan bahwa perfect society di masa depan dan oeran sentral teknologi dan sains dalam membangunnya dan Distopian yang melihat bahwa teknologi akan membawa dampak buruk karena ketidakmampuan manusia mengatasi dan menanggungkan setiap bahaya dan bencana dar hadirnya teknologi. Kita dapat melihat kedua pandangan ini dalam praktik bermedia sehari-hari. 
Tumblr media
Setiap orang khusunya yang menggunakan Facebook dapat berbagi informasi mengenai diri baik dalam data diri pribadi, keberadaan diri dengan teman maupun bukan dengan teman Facebooknya. Tentunya sudah banyak kasus tindak kejahatan dari pemanfaatan data diri Facebook. Oleh sebab itu diperlukan pengaturan privasi yang di aktifkan oleh pengguna Facebook untuk menghindari pemanfaatan data diri dari orang yang ingin menyalahgunakan data diri pengguna. Pada tahun 2014 Facebook mengakuisisi aplikasi chatting online Whatsapp yang nilainya mencapai Rp 253 triliun tersebut. Bisa dikatakan bahwa Whatsapp lebih pribadi daripada Facebook, sebab pengguna harus mengetahui nomor handphone pengguna lainnya untuk agar bisa chatting. Pengguna merasa bahwa jika ingin berbagi informasi yang dianggap pribadi atau personal lebih memilih berbagi menggunakan Whatsapp dibandingkan Facebook. 
Namun, kini kekhawatiran dialami oleh pengguna Whatsapp sebab dulu adanya isu tentan penggunaan dan penggabungan data diri mereka dengan Facebook telah dibenarkan oleh  Komisi Eropa pada tanggal 18 Mei 2017 selaku badan eksekutif dari negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa menetapkan Facebook bersalah atas membagikan data pribadi Whatsapp kepada Facebook. Akibat kesalahan yang dilakukan oleh Facebook selaku induk perusahaan tersebut, Komisi Eropa menetapkan denda kepada Facebook sebesar sekitar Rp. 1,6 triliun. Dalam dokumen resmi Facebook ketika mengakuisisi Whatsapp menyatakan bahwa mereka tidak bisa mengkombinasikan informasi pengguna Facebook dengan Whatsapp. Namun nyatanya pemasangan data pengguna Facebook dan Whatsapp secara otomatis telah ada sejak tahun 2014.
Pengintegrasian data pribadi pengguna Facebook dan Whatsapp ini dapat dimanfaatkan Facebook untuk menargetkan iklan yang lebih baik untuk mendapatkan keuntungan. Intinya seperti data pribadi kita dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan. Perlu disadari jika dalam satu gadget terdapat aplikasi Facebook dan Whatsapp maka secara otomatis mereka akan menghubungkan data diri pengguna untuk kepentingan Facebook tanpa memberi pengetahuan kepada pengguna. Jika dilihat dengan point of view Utopian dimana teknologi membawa kebaikan, kita melihat bahwa pengintegrasian data diri pengguna membawakan keuntungan bagi Facebook. Namun jika dilihat dengan point of view Distopian dimana teknologi membawa dampak buruk yaitu tidak adanya lagi privasi yang dirasakan oleh pengguna karena pengintegrasian data Facebook dan Whatsapp.
Namun, sayangnya Facebook tetap memakai data nomor ponsel Whatsapp sebagai kebutuhan iklan meskipun tidak sesuai dengan dokumen resmi saat mengakuisisi Whatsapp. Sangat disayangkan perusahaan ini tentunya telah melanggar privasi dari pengguna itu sendiri karena memanfaatkan data dan nomor telepon  tanpa sepengetahuan pengguna. Seharusnya perusahaan sebesar Facebook dapat membantu melindungi privasi dari penggunanya. Memang masalah privasi masih menjadi perdebatan dengan masalah keamanan. Hal ini juga mengingatkan kita dengan kasus penolakan Apple kepada FBI untuk membuka pengamanan iPhone yang dimiliki teroris dengan alasan komitmen Apple dalam menjaga privasi dan tidak akan memberikan data pribadi penggunanya bahkan ke lembaga pemerintahan sekalipun. Disatu sisi kasus ini justru menimbulkan kontra karena Apple tidak mau membantu FBI dalam pemberantasan teroris. Namun pada kasus ini bukan permasalahan antara privasi dan keamanan? Namun permasalahannya adalah penyalahgunaan data diri pengguna yang dilakukan oleh perusahaan demi kepentingan bisnis perusahaan.
Alasan Facebook Mengakuisisi Whatsapp
Karena majunya teknologi pada era digital ini munculah banyak media internet seperti sosial media. Sosial media menjadi salah satu platform yang paling sering digunakan para pengguna internet. Internet World Stats mengatakan bahwa pengguna internet di seluruh dunia pada tanggal 25 Maret 2017 adalah sebanyak 3,731,973,423.  Internet melahirkan generasi baru yang disebut oleh Winograd dan Hais  (2008) sebagai generasi milenial yang dilukiskan sebagai, 
“a technologically savvy generation that relies heavily on new media technologies to obtain information ranging from the news and weather to communicating with peers via text messaging and social networking.” 
(Winograd & Hais, 2008). Masifnya pengguna internet di dunia, menyebabkan munculnya banyak sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, Whatsapp, Line, dll. Era digital juga merupakan era dimana terjadinya konvergensi media. Konvergensi media adalah penggabungan berbagai media menjadi satu. Contoh paling umum dari konvergensi media adalah smartphone. Tidak hanya itu, media sosial juga berkonvergensi, seperti contoh diatas yaitu Facebook yang mengakuisisi Whatsapp. Alasan Facebook mengakuisisi Whatsapp adalah karena layanan messaging Whatsapp mencakup banyak orang dan sangat populer di Amerika, negara Eropa, India, Indoesia, dll. Whatsapp menyatakan bahwa aplikasi ini telah memproses 50 miliar pesan dalam waktu satu hari. Untuk mempercepat dan memperbaiki layanan messaging, maka Facebook membeli Whatsapp. Pada website-nya Facebook mengatakan bahwa ia mengakuisisi Whatsapp agar dapat membangun konektivitas dan utilitas bersama untuk dunia dengan memberikan pelayanan internet yang efisien dan terjangkau. Dapat dibaca lebih lengkap di link ini. Namun pada nyatanya tujuan itu terkhianati dan Facebook malah menyalahgunakan akusisinya dengan Whatsapp. 
Dampak Dari Kasus Ini
Kasus ini membuat para pengguna marah karena merasa dikhianati akan pemberian data pribadi pengguna oleh Whatsapp kepada Facebook. Theguardian.com bahwa situs berita Gizmodo yang merangkum berbagai perasaan yang dirasakan oleh para pengamat teknologi “The sentiment that WhatsApp is an app that protects and cares for your privacy is no longer a reality. It was nice while it lasted.”. Beberapa pengguna juga mengungkapkan perasaan kecewanya di Twitter
Tumblr media
Hukum yang Mengatur Data Diri Pribadi di Internet
Apabila kita berbicara hukum di Indonesia saat ini yang mengatur mengenai privasi diri kita diinternet , UU ITE memang belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus. Tetapi, secara implisit UU ini mengatur pemahaman baru mengenai perlindungan terhadap keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang bersifat umum maupun pribadi. Sedangkan, hal yang berkaitan dengan penjabaran tentang data elektronik pribadi, UU ITE mengamanatkannya lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP PSTE”). Perlindungan data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal. Terkait perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa izin, Pasal 26 UU ITE mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang ditimbulkan. Bunyi Pasal 26 UU ITE adalah sebagai berikut:
1)    Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
2)    Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini
 Dalam penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menyatakan bahwa data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi seseorang. Sedangkan, definisi data pribadi dapat dilihat dalam Pasal 1 PP PSTE yait udata perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaan.  Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam UU ITE menurut kami tidak hanya tentang pernyataan “yes” atau “no” dalam perintah (command) “single click” maupun “double click”, melainkan harus juga didasari atas kesadaran seseorang dalam memberikan persetujuan terhadap penggunaan atau pemanfaatan data pribadi sesuai dengan tujuan atau kepentingan yang disampaikan pada saat perolehan data.Dengan demikian, penggunaan data pribadi yang dilakukan oleh Facebook dengan Whatsapp dalam konteks perdata merupakan bentuk pelanggaran Pasal 26 ayat (1) UU ITE. Terkait perlindungan data pribadi oleh PSE, Pasal 15 ayat (2) PP PSTE mengatur bahwa dalam hal penyelenggara sistem elektronik mengalami kegagalan dalam menjaga data pribadi yang dikelola, maka PSE diwajibkan untuk menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemilik data pribadi. 
Perlindungan Data Pribadi dari Akses dan Interferensi Ilegal
UU ITE memberikan perlindungan hukum terhadap keamanan data elektronik tersebut dari pengaksesan ilegal.
Setiap perbuatan melawan hukum dengan mengakses sistem elektronik yang bertujuan untuk memperoleh Informasi/Dokumen Elektronik dengan cara melanggar sistem pengamanan dianggap sebagai tindak pidana sesuai Pasal 46 jo Pasal 30 UU ITE. Perbuatan ini diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 sampai 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 sampai Rp800.000.000,00.
Hasil Akhir dari Kasus tersebut
Hasil akhir dari kasus tersebut adalah pada akhirnya Facebook sendiri mengakui kesalahannya dan menerima denda yang diberikan oleh Komisi Eropa. 
“Kesalahan yang kami buat dalam pengajuan 2014 kami tidak disengaja dan Komisi telah memastikan bahwa mereka tidak akan mempengaruhi hasil dari pemeriksaan merger usaha,”
Dan kini mereka membuat sebuah pilihan kebebasan tersendiri bagi para penggunanya untuk bisa men-able ataupun men-disable data sharing Whatsapp dengan Facebook.
Cara Agar Kita Terhindar dari Hal Serupa
Tapi jangan khawatir, setelah terjadinya kasus ini Whatsapp telah mengeluarkan peraturan baru dan cara agar kita dapat men-disable data sharing Whatsapp kita agar tidak terkoneksi dengan Facebook. Dapat dilihat di link ini atau pada video dibawah ini 
youtube
Referensi :
·      Nancy Baym, “Making New Media Make Sense,” Personal Connection in the Digital Age (New York: Polity, 2010) - See more at: http://henryjenkins.org/2011/01/introduction_to_communications.html#sthash.gx8ro8 eu.dpuf
·      What Is More Important: Our Privacy or National  Security? (2013, September 17). Retrieved  from The Learning Network: Learning and Sharing With The New York Times:  https://learning.blogs.nytimes.com/2013/09/17/what-is-more-important-our-privacy-or-national-security/comment-page-17/?_r=0
·      AJI. (2013). Tantangan Media Online di Indonesia. Internet, Media Online dan Demokrasi di Indonesia , 22.
·      http://www.internetworldstats.com/stats.htm diakses pada 23 Mei 2017 pukul 19.01
·      https://newsroom.fb.com/news/2014/02/facebook-to-acquire-whatsapp/ diakses pada 23 Mei 2017 pukul 19.22
·      https://www.theguardian.com/technology/2016/aug/25/whatsapp-backlash-facebook-data-privacy-users diakses pada 23 Mei 2017 pukul 19.50
·      https://gizmodo.com/whatsapp-betrays-privacy-stance-will-share-data-with-f-1785733967 diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.00
·      https://www.whatsapp.com/faq/general/26000016 diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.15
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f235fec78736/dasar-hukum-perlindungan-data-pribadi-pengguna-internet diakses pada 23 Mei 2017 pukul 22.17
·      https://www.youtube.com/watch?v=dxhT0q3VPdI diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.20
·      https://www.youtube.com/watch?v=zdbJfp_S5yo diakses pada 23 Mei 2017 pukul 20.24
27 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
“Dalam FaceApp, para pengguna menyadari bahwa “cantik” hanya ada pada fitur-fitur wajah milik kelompok ras tertentu.  Dalam SketchFactor sesuai dengan stigma nyata yang ada di masyarakat, orang kulit hitam adalah pencuri dan pembuat masalah, dan orang hispanik adalah pengedar narkoba.”
Apaa yang terjadi pada FaceApp sebetulnya sudah sangat umum terjadi di media, seperti bagaimana media membentuk definisi cantik dengan dominasi tayangan kecantikan perempuan kulit putih. ironisnya teknologi artificial intelligence (sebuah mesin yang dapat “belajar”) yang digunakan dalam FaceApp pun turut mendefinisikan cantik karena terbiasa menggunakan wajah orang-orang kulit putih saja 
Effly Juvita Andarini - 1506686236
Aplikasi-aplikasi Rasis
Sehari-hari kita menggunakan aplikasi yang ada dalam gadgets yang kita miliki. Aplikasi Personal safety dan photo editing adalah 2 jenis aplikasi populer yang hampir dimiliki oleh semua orang. Tetapi pernahkah kita menyadari bahwa aplikasi-aplikasi tersebut secara langsung dan tidak langsung telah menyinggung beberapa kelompok masyarakat tertentu karena bersifat rasis? Dalam post ini kami akan membahas aplikasi FaceApp dan SketchFactor
FaceApp
Sebuah aplikikasi photo editing yang dapat mengubah fitur-fitur wajah dan ekspresi melalui filter-filterya. Wajah dapat menjadi putih, bersih, lebih tua, muda, maskulin dan feminin.
SketchFactor
Sebuah aplikasi keamanan yang memungkinkan penggunanya untuk mengunggah laporan tentang situasi yang “mencurigakan” di daerah tertentu. Laporan itu akan membuat daerah tersebut menjadi sketchy atau buram.
Tumblr media
Photo Credit: http://lesapplicationsdesteban.blogspot.com/ , http://washingtonpost.com/
Banyak orang yang telah mengunduh FaceApp dan menggunakannya, banyak juga dari mereka yang meng-upload hasil fotonya ke Instagram atau twitter. Hasil upload para penggunapun memicu banyak reaksi, terutama reaksi-reaksi negatif.  Di bawah ini adalah salah satu reaksi negatif pengguna.
Terdapat satu filter pada aplikasi FaceApp yaitu filter “hot”.  Filter ini membuat kulit menjadi lebih putih dan terang, mata besar, hidung yang lebih mancung, dan menghilangkan ‘cacat’ di wajah. Sehingga filter “hot” menggambarkan bahwa yang dianggap cantik adalah kulit yang putih ala orang eropa dan sebagainya. 
“ #faceapp isn’t’ just bad it’s also racist… filter=bleach my skin and make my nose your opinion of European. No thanks #uninstall”
Itulah salah satu komen twitter pengguna FaceApp yang menggambarkan kekecewaannya pada aplikasi tersebut.
Masalah yang ada pada aplikasi SketchFactorpun tidak jauh berbeda. Gagasan awalnya adalah agar pengguna dapat berhati-hati tetapi sebaliknya, menurut beberapa orang, aplikasi tersebut sangat rasis. Laporan-laporan yang masuk seringkali hanya berupa pernyataan bahwa ada orang kulit hitam memakai hoodie dan berdiri di pojok jalan, atau seorang tunawisma sudah duduk di pinggir jalan tersebut seharian. Aplikasi ini menggunakan stereotip rasial dan kelas sosial tertentu untuk menentukan apakah daerah tersebut baik atau tidak.
“Are you afraid of black people? Latinos? The poors? Then this app is just for you!” tulis Maxwell Strachan dalam the Huffington Post.
Aplikasi SketchFactor telah menjadi wadah bagi orang-orang yang bukan “the others” untuk menunjukkan biasnya dan menghindari kaum minoritas. Tidak hanya itu, pembuat aplikasi juga tampak seperti mempromosikan rasisme dan mengejek kemiskinan.
Pada akhirnya SketchFactor tidak tampak seperti aplikasi yang memberi rasa aman, tetapi dalam jangka panjang mengubah cara masyarakat berpartisipasi dan berinterksi di lingkungannya hanya karena data yang belum tentu akurat.
Media sebagai bagian dan refleksi dari hubungan yang kompleks antara kelompok minoritas dan masalah-masalah kultural, memposisikan orang-orang yang di dunia nyata sebagai kaum terpinggirkan (orang-orang kulit berwarna, orang miskin, dll) tidak berbeda di beberapa platform media. Mereka dilambangkan dengan simbol-simbol yang negatif.
Menurut Yasmin Jawani dalam artikelnya yang berjudul Racism and Media, aplikasi sebagai salah satu produk media, merupakan sebuah bagian yang menyatu dalam masyarakat. Karena itulah, Ia juga merupakan cerminan dari “common sense” yang ada di dunia nyata. Sama halnya dengan kita mengetahui bahwa mencuri itu hal yang buruk dan makan tanpa cuci tangan itu jorok. Dalam FaceApp, para pengguna menyadari bahwa “cantik” hanya ada pada fitur-fitur wajah milik kelompok ras tertentu.  Dalam SketchFactor sesuai dengan stigma nyata yang ada di masyarakat, orang kulit hitam adalah pencuri dan pembuat masalah, dan orang hispanik adalah pengedar narkoba. 
Bukti bahwa media mencerminkan bias sosial yang ada di masyarakat dapat terlihat dari permintaan maaf CEO FaceApp Yaroslav Goncharov yang dimuat dalam artikel online Independent UK.  
“We are deeply sorry for this unquestionably serious issue,” katanya kepada Independent. “It is an unfortunate side-effect of the underlying neural network caused by the training set bias, not intended behavior”
Goncharov menjelaskan bahwa teknologi artificial intelligence (sebuah mesin yang dapat “belajar”) yang digunakan dalam FaceApp biasa berlatih menggunakan wajah orang-orang kulit putih saja.
References: 
Jiwani, Yasmin. Racism and Media. http://www.stopracism.ca/
Retrieved May 23rd, 2017 17.05 pm
Oleh: Brigitta Sasotya Maharani 1506756343
          Claudia Clarita 1506678163
          Karina Dwi Pramesti 1506720690
27 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Perempuan - KRL - komentar negatif. Masalah sehari-hari yang ngena banget, terutama sebagai pengguna gerbong khusus wanita. Faktanya memang menggunakan gerbong khusus wanita harus ekstra sabar, karena kita akan dikumpulkan dengan sesama wanita dimana ketika sama-sama perempuan tendensi untuk ‘ngalah’ hampir mustahil kecuali ketika gap umurnya jauh. See? mengomentari tentang gerbong perempuan saja sadar tidak sadar,mengandung sedikit sisi ngeatif yang menggambarkan perempuan. Selanjutnya jika komentar ini disertai dengan emosi dan traumatis lalu disebarkan melalui media dan menuai banyak dukungan, maka kita pun jadi pengguna yang turut berkontribusi dalam misiogyni. 
Anyway, terimakasih teknologikiwari :) 
Effly Juvita Andarini - 1506686236
Dari Ave Maria ke Jalan Lain (Naik) Kereta
Oleh Irlandi Paradizsa (1506732772) dan M. Ervirdi (1506732066)
(Tonton dulu videonya gan! biar paham pembahasannya.) (Btw, disini kita mau bahas konvergensi media, dengan menggunakan teori-teori tentang teknologi,  informasi dan komunikasi dan isu-isu terkait video ini)
youtube
(Buat yang minim kuota, tenang aja. Kita disini akan bantu kalian memahami video ini tanpa harus nge-play videonya.) 
Video ini diambil dari Youtube yang mana isinya adalah hasil rekaman orang lain. Videonya menggambarkan bagaimana peliknya situasi di dalam commuter line–terutama di gerbong khusus wanita. Penulis sendiri belum pernah memasuki gerbong wanita, tapi dari cerita mulut ke mulut, situasi di sana lebih mencekam dibandingkan di gerbong campuran. Malah ada kasus dorong-dorongan yang sampai terluka. Entahlah, barangkali ada yang bisa share pengalamannya di sini?
Kembali ke video tersebut, di dalam video itu ditampilkan bagaimana ada dua orang yang sedang bertikai dalam memperebutkan sebuah tempat duduk. Bagi mereka yang belum pernah naik KRL, tempat duduk merupakan angan-angan yang diimpikan oleh setiap penumpangnya. Perjalanan pulang ketika waktu Rush Hour merupakan sebuah medan pertempuran, dimana para penumpang harus menunjukkan kekuatan mereka agar tetap bisa bertahan. Kalau tidak mereka akan terdorong dan terombang-ambing oleh gelombang penumpang lainnya (coba buktikan secara empiris saja).
Namun, bagi mereka yang duduk, pertarungan untuk sebuah posisi di kereta itu tidak dirasakan oleh mereka. Malah mereka yang duduk dapat beristirahat dan memejamkan mata mereka untuk sejenak. Kesenjangan antara mereka yang duduk dan mereka yang berdiri, jaraknya begitu besar. Karenanya, sering terjadi konflik kekuatan, kecepatan, dan kelincahan dari para penumpang. Oleh sebab itu, fenomena dua orang yang bertikai ini akan terlihat biasa dan dapat dipahami. Intinya di dalam video tersebut ditampilkan bagaimana kedua orang saling jambak rambut, hingga melakukan tendangan dengan sudut elevasi sempit, untuk (kata netizen setempat) mempertahankan posisi mereka di dalam mendapatkan sebuah tempat duduk di dalam KRL.
Tumblr media
sumber gambar: sinemapedia.com yang mengambil dari 1cak yang bisa jadi mengambil dari netizen lain
Viral Karena Konvergensi Media, Sedikit Karena Kejadiannya
Yang menarik dari kasus ini adalah kaitannya dengan konvergensi media. Awalnya video ini adalah video rekaman pribadi yang hingga akhirnya berpindah tangan menjadi konsumsi publik untuk semua orang nikmati. Melintasi media-media sosial dari twitter ke facebook, ke kaskus, ke twitter lagi, lalu ke youtube, hingga sampai ke tumblr ini. Bahkan video ini telah masuk ke berita-berita di saluran televisi nasional.
Berawal dari telepon genggam, hingga berakhir di media massa televisi. Hal ini membuktikan konvergensi media yang terjadi di era sekarang ini. Konvergensi media ini dapat terjadi akibat adanya perubahan dari era analog menjadi era digital. Karena kemudahan transfer dan sunting untuk konten-konten digital, video rekaman tersebut dapat mudah tersebar dari telepon genggam hingga ke media televisi. Selain itu, karena kemudahan transfer dan sunting, video ini menjadi lebih cepat untuk menjadi viral di masyarakat. Kecanggihan teknologi zaman sekaranglah yang membantu proses penyebaran informasi dan komunikasi masyarakat. 
Apabila hal ini terjadi satu dekade yang lalu, mungkin hasilnya tidak akan seheboh sekarang ini. Sekarang ini, suatu topik lebih mudah menjadi heboh dan viral karena setiap orang memiliki bahasan yang sama. Peran media massa sebagai gatekeeper menjadi berkurang. Biasanya media massa yang mengatur apa yang akan orang bicarakan, sekarang karena media baru telah muncul, peran tersebut tergantikan. Akibatnya, kejadian-kejadian seperti ini akan lebih cepat naik ke permukaan dan dibincangkan oleh masyarakat. Namun, cepat pula turunnya topik-topik seperti ini karena adanya kejadian-kejadian baru lainnya. Seperti itulah bentuk kejadian di era konvergensi ini. Semakin mudah suatu berita disampaikan, semakin cepat berita itu menjadi viral, dan semakin mudah pula berita tersebut tergantikan. Seperti apa yang dikatakan oleh Henry Jenkins (2006),
“The new political culture—just like the new popular culture—reflects the pull and tug of these two media systems: one broadcast and commercial, the other narrowcast and grassroots. New ideas and alternative perspectives are more likely to emerge in the digital environment, but the mainstream media will be monitoring those channels.”
Henry Jenkins, dengan kutipan tersebut, menyatakan bahwa adanya gabungan antara media massa, dan media baru. Media massa yang berperan sebagai penyebar informasi, dan lebih komersial. Sedangkan media baru, akan lebih mengakar sumbernya. Jenkins pun berpendapat bahwa di dunia digital akan lebih mudah untuk ide-ide bermunculan. Oleh sebab itu, suatu kejadian cepat untuk berhenti viral, karena ide baru atau kejadian baru akan muncul menggantikan. 
Selain itu, sebagai bagian dari Konvergensi media, Lucian-Vasile Szabo (2017) menyatakan bahwa adapula konsep intermedia di dalam media digital. Yang dimaksud dengan intermedia adalah perubahan paradigma yang terjadi di era digital dimana konten diciptakan bukan oleh satu orang saja, melainkan bisa juga dihasilkan oleh kolaborasi dari beberapa orang. Kolaborasi ini akan menghasilkan sebuah karya final akhir yang kemudian diterima oleh publik.
Menurut dia kolaborasi intermedia secara umum terjadi di dunia digital, karena tidak semua konten yang ada di dunia itu merupakan konten yang dilindungi hak cipta atau dilindungi oleh copyright. Kebanyakan dari konten-konten di dunia digital memang ada karena untuk disebarluaskan dan memang ditujukan untuk bahan interaksi. Bila melihat dari video ini, terlihat bahwa video ini merupakan sebuah produk intermedia. Video rekaman ini berasal dari seseorang yang berada langsung di tempat kejadian. Lalu orang yang mendapatkan konten tersebut melalui media digital, melakukan beberapa suntingan untuk mempermudah orang lain untuk memahami isi video tersebut. Hingga akhirnya ia sebarkan di Youtube. Ini merupakan bentuk aplikasi dari intermedia, dimana tidak selalu satu orang saja atau satu kelompok orang, melainkan hasil dari orang-orang berbeda yang mungkin tidak saling berafiliasi satu sama lain.
Hasil dari Citizen Journalism
Sebelum kita mendiskusikan mengenai kaitan video ini dengan citizen journalism, akan kita bahas terlebih dahulu definisinya untuk lebih memahami mengenai penjelasannya. Citizen Journalism merupakan sebuah bentuk jurnalisme baru yang terjadi di era digital, dimana para produsen berita tersebut adalah masyarakat pada umumnya yang tidak bekerja secara profesional dalam jurnalisme. Citizen Journalism dapat terjadi karena keberadaan kamera yang sudah menjadi portable dan integral kehidupan kita yang tak terpisahkan. Sekarang ini, apabila terjadi sebuah kejadian, maka akan dengan mudahnya kita bisa merekam kejadian tersebut.
Tumblr media
sumber gambar: udah tertera di link yg ada digambar. kuots ini sendiri dari John Spencer. Bukan, bukan yang white supremacist dan alt-right (atau kata Azis Ansari “lower case KKK”) itu mah Richard Spencer.
Hal ini terjadi atas dukungan keberadaan kamera di dalam telepon genggam. Telepon genggam pun telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya. Karena itu, masyarakat dapat dengan mudah mendokumentasikan sebuah kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Terlebih lagi, karena adanya internet, mereka yang telah mendokumentasikan kejadian tersebut akan lebih mudah untuk menyebarkannya. Gabungan dari keberadaan telepon genggam berkamera sebagai bagian integral kehidupan manusia, dan kemudahan berbagi yang diakibatkan oleh adanya internet menyebabkan kemunculan jurnalisme yang dilakukan oleh awam ini. 
Dalam perkembangannya, video telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkembangnya media sosial dan dunia digital. Para netizen memanfaatkan video untuk menyebarkan narasi mereka akan suatu kejadian.
“If a picture is worth a thousand words, a video is worth a thousand times more.” — Ausama Monajed, London-based member of the opposition Syrian National Council
Perkataan tersebut sangat relevan dengan situasi yang terjadi sekarang ini. Di mana publik menggunakan video untuk saling berinteraksi satu sama lain. Kutipan tersebut relevan karena memang video memilki kekuatan untuk menyampaikan pesan yang cukup kuat. Kekuatannya 1 juta kali lipat dari menggunakan kalimat-kalimat. Dengan menggunakan video, pesan-pesan dapat dengan mudah diterima karena didukung oleh audio dan visual yang berguna untuk memperjelas pesan tersebut. Ditambah lagi, membuat video dan membagikannya sekarang ini, bukanlah perkara yang sulit. Hampir semua yang mengikuti perkembangan teknologi, mampu membuat video atas kejadian yang menimpa mereka. Oleh karenanya, video telah menjadi bagian penting dalam perkembangan sosial media dan citizen journalism. 
Apabila kita kategorikan, konten video di atas sebetulnya masuk ke dalam ranah citizen journalism. Video ini masuk ke ranah citizen journalism karena memenuhi beberapa indikatornya. Yaitu yang pertama, video ini dibuat oleh seorang awam yang bukan merupakan profesional dalam melakukan pelaporan kejadian. Pembuat video ini merupakan seseorang yang berada di sekitar tempat kejadian dan dengan telepon genggamnya mendokumentasikan kejadian tersebut. Indikator kedua yang memasukan video ini ke dalam kategori citizen journalism adalah karena sarana penyebarannya yang non-komersil. Pembuat video ini mendokumentasikan pertengkaran tersebut bertujuan untuk memberitahukan bahwa kejadian seperti ini terjadi. Ia juga menyebarkan video ini untuk menciptakan bahan untuk interaksinya di dunia digital. Hal ini dapat dibuktikan dengan absennya pembuat video dalam mengkomersilkan rekaman yang telah ia ciptakan. Yang terakhir, video ini masuk ke dalam kategori citizen journalism karena video ini menjadi viral akibat dibicarakan di sosial media.
Produsage - Buat, Edit, Gunakan, dan Sebarkan klik like dan komen amin!. Salah Satu cara video ini menjadi Viral
Sebelum memulai pembahasan mengenai bagaimana video tersebut menjadi bagian dari konsep produsage, akan dijelaskan terlebih dahulu definisinya. Produsage merupakan sebuah kegiatan dimana para pembuat konten di dunia digital tidak hanya membuat suatu produk namun juga menjadi konsumen yang juga menggunakan konten tersebut baik untuk konsumsi pribadi ataupun untuk konsumsi publik. Produsage sendiri berasal dari kata ‘produce’ dan ‘usage’. Dari derivasi kata-kata dasarnya saja kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana produsage itu sebenarnya. Intinya, produsage adalah gabungan aktifitas dari menciptakan sekaligus menggunakan. Hal ini lumrah terjadi di dunia digital dan sosial media sekarang ini. Dimana seseorang menciptakan sebuah konten tidak hanya untuk konsumnsi publik, tapi juga ia gunakan untuk kepentingannya sendiri.
Sesuai dengan perkataan dari Axel Bruns (2009), 
“What has really happened is that the increasing availability of symmetrical media technologies – of networks like the Internet that afford their participants an equal chance to have their message heard – has simply amplified the existing cultural activities of independent fans and artists to an extent that they now stand side by side.”
Karena adanya keberadaan teknologi digital, kita bisa menjadi lebih mudah dalam berkolaborasi dengan para pembuat konten original yang ada di internet dan dunia digital. Konten-konten digital tersusun dari binary 0 dan 1. Hampir seluruh komputer memiliki kemampuan untuk melakukan suntingan terhadap data-data binary tersebut. Akibatnya, orang-orang dapat melakukan suntingan terhadap suatu konten yang ada di internet. 
Video ini dapat kita kategorikan juga sebagai bentuk contoh produsage karena video tersebut merupakan sebuah hasil suntingan yang kemudian ia sebarkan kembali, dan ia gunakan sebagai dasar untuk berinteraksi di sosial media. Kegiatannya dalam melakukan suntingan masuk ke dalam ranah produce. Kegiatan yang ia lakukan dalam menyebarkannya untuk menjadi bahan interaksinya di sosial media adalah masuk ke dalam kategori usage. Dari sini dapat kita ketahui, bahwa yang menciptakan video tersebut dapat kita kategorikan sebagai seseorang yang telah mengaplikasikan produsage baik secara sadar ataupun tidak.
Isu-isu terkait
Mari kembali ke soal video yang tersebar itu. Setelah kami coba telusuri kembali dari mana asal video itu mulanya, ternyata sumber paling kuat ada di twitter. Lewat postingan video di akun @nibrasnada, tapi lagi-lagi di kicauannya tersebut ia mengaku kalau video itu didapatkannya dari “grup” nampaknya akan sulit kalau kita benar-benar mau mencari tau siapa yang pertama dan menyebarkan video itu. Lagi lagi konvergensi.
Tumblr media
Selanjutnya, masih ada yang menarik soal video yang tersebar ini, termasuk reaksi para netizen yang tidak jarang saling berdiskusi dan juga bercanda (namanya juga netizen). Tapi yang disayangkan adalah sering kali opini dan pernyataan yang keluar itu tidak jarang malah (katakanlah) mendiskriminasi pihak tertentu yang dalam hal ini adalah perempuan.
Tumblr media Tumblr media
Memang menarik dan sepertinya perlu ada diskusi di ruang publik dan media sosial seperti twitter ini mengenai kebijakan adanya “Gerbong khusus wanita” itu. Ada yang mengatakan tidak efektif, ada yang bahkan langsung bilang kalau itu tanda kemalasan negara yang ingin gampangnya saja dan tidak menyelesaikan persoalan, tapi ada juga yang mempertahankan gagasan “Gerbong khusus wanita” tersebut.
Nah, sepertinya lebih baik beropini mengenai hal itu ketimbang memberikan stigma tertentu bagi perempuan. Karena kalau mau cocoklogi sedikit sepertinya di internet ini sudah semakin umum dan biasa saja dengan becandaan atau jokes (yang tentu saja penuh stigma) mengenai perempuan dan transportasi, sebelumnya kita sudah sering dengar mengenai “ibu-ibu yang naik motor matic” dan atas kasus ini seperti muncul narasi bahwa “jika perempuan di satukan dalam satu tempat yang ada adalah chaos”. Atau sederhananya saja liat caption di video youtube yang di awal kami lampirkan. “Duo emak-emak bikin heboh di kereta” apakah tidak terkesan janggal?
Entahlah, kira-kira bagaimana? Apakah teknologi media sosial bisa kita bangun sebagai ruang diskusi mengenai ini? Atau justru malah lagi-lagi teknologi hanya bisa merefleksikan dunia kita yang begitu patriarkis? Sepertinya keduanya bisa, tinggal kita memilih mau yang mana.
Referensi:
Bruns, Axel. (2009). Distributed Creativity: Filesharing and Produsage. Hal. 1-12.
Jenkins, Henry. (2006). Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York: New York University Press. Hal. 211. 
Saseen, Jane. (2012). The Video Revolution - A Report to the Center for International Media Assistance. Washington, D.C: Center for International Media Assistance.
Szabo, Lucian-Vasile. (2017).  Media Communication: Present and Future. Triton. 
34 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Alifa Putri Andari (1506756223)
Jujur pada awal kemunculan Instagram stories ini menjadi hal yang ramai diperbincangkan. Hampir seluruh teman saya menyuruh saya untuk update ke fitur terbaru dari instagram ini. Dan setelah saya amati, semakin kesini, fitur yang dimiliki Instagram stories makin mirip dengan Snapchat. Mulai dari text, gambar, lalu adanya fitur geo tag, jam, dan cuaca, hingga yang terbaru face filter (saya belum update ke fitur ini). Bagi saya pribadi ini tentu saja menggerus Snapchat itu sendiri, banyak teman-teman saya yang sudah melupakan bahkan menguninstall aplikasi Snapchat mereka. Pertanyaan menariknya adalah Instagram stories memiliki fitur Live, tapi saya pernah menemukan kasus bahwa Live tersebut digunakan untuk menyiarkan konser (Konser BTS red.). Apakah Live di Instagram itu sendiri bisa melanggar copyright? Terima kasih :)
Oh, Snap! What did you do, Instagram?
Tumblr media
Belum lama ini, Instagram memperkenalkan fitur barunya kepada para pengguna yaitu Instagram stories. Fitur ini digunakan untuk mengunggah foto atau video dengan waktu yang terbatas. Apabila foto atau video tersebut sudah melewati batas waktu 24 jam (1 hari), foto atau video tersebut akan menghilang secara otomatis. Hal ini merupakan fitur baru Instagram yang sekarang membuat para pengguna dapat mengunggah foto atau video secara permanen dan semi permanen. Kita mungkin dapat melihat ‘kejanggalan’ yang terdapat pada fitur baru Instagram stories, fitur ini ternyata dinyatakan oleh para sebagian pengguna media sosial online sebagai ‘penjiplak, peniru, dan peng-copy’ aplikasi media sosial online lain yaitu Snapchat. Snapchat sendiri telah menerapkan fitur ini lama sebelum Instagram stories diperkenalkan.
Keep reading
30 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Misogyni dan teknologi. Sebuah topik yang menarik ketika kita melihat bahwa teknologi menjadi “alat” untuk menebarkan kebencian. Begitu juga pada  Artificial Intelligence atau AI  yang sebelumnya saya hanya mengenal simsimmi -thanks whatfutureholds :)
Menarik karena diskriminasi ini disalurkan melalui ruang anonimitas. Membuat semakin banyak lagi komentar atau tulisan diskriminasi yang tersebar.
Effly Juvita Andarini - 1506686236
Tay: We are not Ready with Xenophobic, Racist, and Misogynistic Artificial Intelligence, and Never Will.
Tumblr media
Dengan teknologi yang terus berkembang, Artificial Intelligence atau AI adalah salah satu teknologi yang marak dibuat dan digunakan di masa kini. Talking Tom, Alpha Go, Siri, hingga Tay adalah beberapa contohnya. Dalam perkembangannya, AI terus belajar sendiri dari pengalaman dan respon yang dialami dan diberikan, karena AI selalu mengalami perkembangan, tidak hanya statis seperti pada program awalan yang diberikan. Nah, cara yang diberikan kepada AI ini untuk belajar sendiri sesuai dengan respon yang diterima olehnya bagaikan pisau bermata dua baik bagi pembuat dan orang-orang yang menggunakannya.
Tay adalah program AI chatbot yang dibuat oleh perusahaan Microsoft untuk merayakan ulang tahunnya. Tay diprogram untuk dapat menjawab pertanyaan orang-orang dan belajar dari jawaban-jawaban yang diterima. Namun bio Twitter Tay yang menyebutkan bahwa “The more you talk the smarter Tay gets” ini menjadi buah simalakama yang harus ditelan baik Microsoft dan akun-akun real people yang berinteraksi dengan Tay di Twitter. Anonimitas di internet membuat beberapa orang dapat secara bebas memberikan pertanyaan dan jawaban-jawaban yang melenceng hingga menghina kaum tertentu, khususnya kaum minoritas dan kaum perempuan.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Misogyny di internet adalah salah satu masalah yang besar dan sulit untuk diatasi. Kaum perempuan di internet adalah yang paling sering mendapatkan serangan diskriminasi dan juga sering direndahkan. Meskipun pada awalnya Tay dibuat atas dasar niatan yang baik, namun karena banyak orang menggunakan anonimitas secara salah dan trolling, Tay menjadi sebuah alat bagi misogynist dalam melakukan serangan bagi kaum perempuan. Setelah mendapat banya complain dari hal tersebut, Microsoft menarik AI Tay tanpa kejelasan lebih lanjut. 
Berikut video mengenai Artificial Intelligence Tay:
youtube
Sumber:
http://digitalcommons.law.yale.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1268&context=yjlf
http://foreignpolicy.com/2017/01/16/women-vs-the-machine/amp/
https://www.theguardian.com/technology/2017/apr/13/ai-programs-exhibit-racist-and-sexist-biases-research-reveals
http://www.nydailynews.com/news/national/microsoft-tay-ai-chatbot-turns-racist-misogynistic-article-1.2576352
Bagas Ariandana D.P. - 1506720715
Ruth Vidyadanu           - 1506756375
32 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Melihat bagaimana Instagram - yang juga berada dibawah perusahaan facebook - terus mengembangkan fiturnya mulai dari instastories yang serupa dengan snapchat hingga live yang bisa dikatakan serupa dengan biggo. fakta ini membuat saya berpikir memangnya boleh? 
dan tulisan/post ini berhasil menjawabnya  -terimakasih :)
“ Secara legal, hal ini juga tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran”
Poin yang menarik adalah bahwa instagram menyatakan adanya perbedaan yang menurut saya hal itu bukan perbedaan yang signifikan. 
“Dengan beberapa perbedaan yang dimiliki antara Snapchat dan Instagram stories, sebut saja ‘neon drawing’—dimana pengguna dapat menulis atau menggambar dengan warna yang memiliki efek neon, dimiliki oleh Instagram namun tidak dengan Snapchat. “ 
Menarik sih, menarik karena sebagai pengguna saja saya jadi terpikir untuk tidak perlu menggunakan snapchat karena instagram pun telah menyediakan fitur ini. Lalu, apa kabar snapchat nantinya ya?
Effly Juvita Andarini - 1506686236
Oh, Snap! What did you do, Instagram?
Tumblr media
Belum lama ini, Instagram memperkenalkan fitur barunya kepada para pengguna yaitu Instagram stories. Fitur ini digunakan untuk mengunggah foto atau video dengan waktu yang terbatas. Apabila foto atau video tersebut sudah melewati batas waktu 24 jam (1 hari), foto atau video tersebut akan menghilang secara otomatis. Hal ini merupakan fitur baru Instagram yang sekarang membuat para pengguna dapat mengunggah foto atau video secara permanen dan semi permanen. Kita mungkin dapat melihat ‘kejanggalan’ yang terdapat pada fitur baru Instagram stories, fitur ini ternyata dinyatakan oleh para sebagian pengguna media sosial online sebagai ‘penjiplak, peniru, dan peng-copy’ aplikasi media sosial online lain yaitu Snapchat. Snapchat sendiri telah menerapkan fitur ini lama sebelum Instagram stories diperkenalkan.
Keep reading
30 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Waspada Jaringan Sindikat Pedofilia di Internet
Oleh: Alifa Putri Andari (1506756223) | Effly Juvita A (1506686236) | Zahra Rennalya H (1506728144)
Tumblr media
Pernah mengunggah foto adik yang masih kecil di sosial media? Atau video keponakan yang lucu dan menggemaskan menyanyikan dan menarikan sebuah lagu? Atau bahkan foto keseharian anak? Eits, berhati-hatilah!
Terungkapnya praktik pornografi anak atau yang sering disebut sebagai pedofilia dari akun Facebook ‘Official Loly Candy’s Groups 18+’ di bulan Maret lalu, menggemparkan masyarakat akibat banyaknya anak di bawah umur yang jadi korban pelecehan seksual. Dari akun ‘Official Loly Candy's 18+’, polisi menemukan 600 konten pornografi anak berupa foto dan video. Sedangkan dari barang bukti laptop milik tersangka AAJ, polisi menemukan seribu konten pornografi anak. Korbannya hingga saat ini mencapai 13 anak yang berusia 3-9 tahun.[1]
Kasus ini terungkap berkat laporan Risrona Talenta Simorangkir, 29 tahun, kepada pihak kepolisian mengenai akun Facebook tersebut. Risrona sendiri merupakan ibu dua anak yang gemar mengunggah foto putrinya (7 tahun) dan putranya (1,5 tahun) di media sosial. Berawal dari rasa keingintahuannya setelah terkejut ketika membaca sebuah artikel yang memperingatkan adanya sebuah komunitas pedofil di Facebook, Risrona mencoba untuk bergabung ke dalam grup tersebut. Dia kemudian menemukan sejumlah bukti kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh anggota grup yang jumlahnya mencapai 7.497 akun tersebut. Bukti tersebut kemudian ia screenshoot dan disebarluaskan ke grup WhatsApp 'rumpi ibu-ibu' bernama Fun Fun Centilisius.
Tumblr media
Source: https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/cerita-michelle-yang-ikut-bongkar-grup-pedofilia-di-facebook-170317f.html
Lalu, bagaimana cara kerja grup ini? Dari grup ‘Official Loly Candy’s Groups 18+’ ternyata ditemukan sebanyak lebih dari 500 film dan 100 foto pornografi anak. Foto dan video ini diambil melalui berbagai cara, ada yang mendapatkannya dari media sosial, foto pribadi, atau foto-foto anak tidak dikenal yang mereka temukan. Banyaknya film dan foto yang mengandung unsur pornografi anak ini adalah hasil kontribusi dari seluruh anggota yang bergabung dalam grup Facebook ini.
Tumblr media
Source: http://keepo.me/marthens/what-the-ini-parah-banget-ada-grup-pedofil-di-facebook-yang-bikin-resah-masyarakat-pelaku-emang-pantas-dihukum
Penyidik kepolisian yang menyamar ke dalam grup tersebut mengatakan bahwa salah satu syarat untuk bergabung dalam grup tersebut adalah anggota harus aktif, tidak boleh pasif. Anggota wajib mengirimkan gambar atau video kejahatan dengan anak yang mereka lakukan dan korbannya harus terus berganti, tidak boleh dengan anak yang sama. Setelah foto dan video di upload, kemudian foto dan video tersebut dinikmati oleh para anggotanya.
Tindakan seperti ini termasuk kedalam tindak kejahatan seksual voyeurism. Voyeurism sendiri adalah penyimpangan seksual dimana pelaku merasa terangsang secara seksual dengan melihat seseorang berganti pakaian atau membuka baju. Kegiatan voyeurism ini seperti mengintip orang lain yang sedang mandi. Pelaku mengambil kenikmataan dari orang lain secara diam-diam tanpa diketahui oleh korban. Para anggota ‘Official Loly Candy’s Group 18+’ mendapatkan kenikmatan seksual dengan melihat video anak-anak yang tidak mereka kenal.
youtube
Source: Youtube
Wawan, salah satu admin ‘Official Loly Candy’s Group 18+’, menurut pihak kepolisian adalah admin yang paling sulit diburu. Namun akhirnya keberadaannya diketahui dari sebuah foto anak kecil yang ia unggah. Foto tersebut ia ambil dari balik jendela rumahnya. Pada foto tersebut terdapat sebuah sepeda motor yang terparkir. Pihak kepolisian kemudian melacak plat motor tersebut dan akhirnya berhasil menangkap Wawan. Tindakan Wawan merupakan ilustrasi yang jelas mengenai tindakan voyeurism dimana korban (anak kecil yang ia foto) merupakan tetangganya sendiri dan korban tidak mengetahui bahwa ia sedang difoto secara diam-diam oleh Wawan dan Wawan mendapati kenikmatan seksual melalui tindakan mengamati korban dari balik jendela rumahnya.
Lebih mengerikannya lagi, tidak hanya kasus voyeurism dan berbagi foto maupun video pornografi anak, pelaku yang terkumpun pada grup tersebut juga membicarakan tentang bagaimana bisa mendekati dan mengajak anak supaya mau berhubungan seks dengan mereka, bagaimana supaya anak tidak mengadu pada orang tua, dan bagaimana supaya anak tidak pendarahan (sewaktu melakukan hubungan). Bahkan, tak jarang beberapa pelakunya saling berbagi mengenai pengalaman kejahatan seksual yang pernah mereka lakukan, seperti jumlah korban dan bagaimana melakukannya.
Tumblr media
Source: http://www.hipwee.com/hiburan/gegernya-kita-semua-karena-grup-pedofil-di-facebook-asli-bikin-naik-darah-banget-bacanya/
Mungkin kalian bertanya, bagaimana mungkin konten-konten pornografi anak seperti ini tidak terdeteksi oleh sistem keamanan Facebook? Ternyata, mereka mempunyai trik jitu untuk menghindari sistem ketat konten pronografi yang diterapkan oleh facebook. Konten pornografi yang mereka bagikan disimpan dalam situs penyimpanan pihak ketiga seperti dropbox, Mega, dll. Lalu mereka bagikan dalam bentuk link. Sedangkan untuk foto-foto vulgar anak, yang di upload langsung, sengaja mereka blur dibagian intim nya. Berdasarkan keterangan dari para anggota di dalamnya, cara ini terbukti berhasil untuk menghindari sistem otomatis keamanan Facebook. Grup ini pernah dilaporkan ke pihak Facebook, tapi anehnya justru Facebook tidak menemukan konten yang melanggar di dalamnya, berkat adanya link berbagi tersebut.
Kasus ini memberikan pelajaran kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam mengunggah foto foto anak, demi menghindari agar foto tersebut tidak disalahgunakan. Foto-foto yang diunggah ke sosial media yang bertujuan berbagi momen dengan teman justru dapat membahayakan. Terlebih apabila sosial media yang memuat foto tersebut juga memuat informasi pribadi lainnya seperti alamat rumah atau bahkan nomor telepon yang kemudian dapat dijadikan acuan untuk melancarkan aksi pedofilia oleh pelaku.
Sosial media yang kita gunakan menyimpan berbagai data yang saling terhubung, sehingga bukan hal yang mengejutkan apabila dari sosial media saja, pelaku dapat mengetahui keseharian target sasaran pelecehan seksual. Misalkan saja, seorang wanita karir yang telah berkeluarga. Ia mengunggah informasi pribadinya yang berupa, kantor tempatnya bekerja, kebiasaan yang ia lakukan, seperti pulang kantor pada pukul berapa, menjemput anak pulang sekolah pukul berapa, lokasi sekolah anak, dsb. Dari beberapa informasi, pelaku bisa dengan mudah menculik sang anak dengan cara mencari celah berdasarkan informasi yang ia kumpulkan dari sosial media wanita tersebut.
Fenomena pornografi anak ini memang merupakan fenomena gunung es. Orang-orang mudah menemukannya karena mereka menggunakan Facebook sebagai platform, yang sebetulnya cukup amatir. Ditambah lagi dengan kemudahan akses terhadap informasi di media sosial mengakibatkan konsep privasi menjadi kabur dan seolah tidak ada batasnya. Privasi yang kita miliki bisa diakses oleh siapa saja tanpa kita sadari dan tanpa izin dari kita sendiri.
Upaya untuk menyelidiki grup-grup yang terduga pedofil itu pun termasuk susah dan tidaklah efektif dalam menyelesaikan persoalan ini. FBI sekalipun merasa kesulitan untuk menelusuri sindikat pornografi anak dan pedofilia karena berada di dark web. Hal tersebut disebabkan jaringan yang lebih profesional tidak akan mudah terlacak oleh pengguna internet pada umumnya. Ada jauh lebih banyak ancaman yang terdapat di dark web, yang lebih terenkripsi dan sangat rumit untuk diakses oleh orang awam.
Mengerikan? Tentu saja, jika kita sebagai pengguna teknologi tidak bisa mengendalikan teknologi yang kita gunakan. Sebagai pengguna, kita masih memiliki pilihan untuk berada pada sisi SCoT atau Social Construction of Technology dimana kita yang berkuasa atas media dan privasi diri kita. Begitu juga dengan para ibu yang memiliki pilihan untuk memprotect akun sosial media dengan foto anak atau bahkan dengan tidak mengunggahnya sama sekali.
Berbicara tentang privasi, sekali lagi muncul pertanyaan yang dilematis. Apabila sebelumnya pada tulisan ini dikatakan privasi menjadi kewenangan dari diri kita sebagai pengguna teknologi terutama jika dilihat dari sudut pandang SCoT, lalu bagaimana dengan pertanyaan terkait jaminan privasi data yang terekam pada sosial media meskipun telah diprotect atau diprivate? Atau foto yang kita ambil, namun tidak kita unggah? Foto tersebut masih tersimpan di handphone maupun laptop, dan tanpa kita sadari semua foto tersebut bisa diakses oleh NSA Utah Data Center yang mungkin saja bisa disalahgunakan.
Referensi:
- BBC. (2017). http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-39336094 (Diakses pada 23 Mei 2017, pukul 16.05)
-  Deutsch, Kevin. (2015).  Authorities navigate dark Web for pedophiles using encryption to access child porn. http://www.newsday.com/long-island/crime/authorities-navigate-dark-web-for-pedophiles-using-encryption-to-access-child-porn-1.9990566# (Diakses pada 23 Mei 2017, pukul 21.37)
- FimelaFamily Editor. Jangan Sembarangan Upload Foto Anak Di Sosial Media. Mengapa?. https://family.fimela.com/dunia-ibu/update/jangan-sembarangan-upload-foto-anak-di-sosial-media-mengapa-131119v-page2.html (Diakses pada 22 Mei 2017, pukul 03.13)
- Friastuti, Rini. (2017).  Kasus Pedofilia Online di Jakarta Terkait Jaringan Internasional. https://kumparan.com/rini-friastuti/kasus-pedofilia-online-di-jakarta-terkait-jaringan-internasional (Diakses pada 22 Mei 2017, pukul 02.55)
- Hardjono, Joniansyah. (2017).  Kasus Pedofilia Online, Ibu Tersangka: Anak Saya Korban. https://m.tempo.co/read/news/2017/03/26/064859663/kasus-pedofilia-online-ibu-tersangka-anak-saya-korban (Diakses pada 22 Mei 2017, pukul 03.27)
- Hendra. (2017). Waspada!!! “Candy’s” Tempat Berkumpulnya Predator Anak. https://seword.com/umum/waspada-candys-tempat-berkumpulnya-predator-anak/ (Diakses pada 22 Mei 2017, pukul 16.34)
- Persada, Syailendra dan Linda Trianita. (2017). Bongkar Grup Facebook Loly Candy`s, Polisi Menyamar Jadi Pedofil. https://m.tempo.co/read/news/2017/03/27/064860086/bongkar-grup-facebook-loly-candy-s-polisi-menyamar-jadi-pedofil (Diakses pada 23 Mei 2017, pukul 20.55)
- Pramudya, Davian. (2014). FBI : Fitur Privasi Apple Lindungi Pelaku Pedofilia. http://www.rancahpost.co.id/20141024878/fbi-fitur-privasi-apple-lindungi-pelaku-pedofilia/ (Diakses pada 22 Mei 2017, pukul 03.41) 
39 notes · View notes
techno-techyes-blog · 7 years ago
Text
Permintaan akses informasi: untuk keamanan?
Berbagai aplikasi dan sosial media seringkali meminta akses pada data-data pribadi kita jika ingin menggunakan aplikasi tersebut. Mulai dari informasi yang ‘katanya’ digunakan untuk alasan keamanan hingga informasi yang “terpaksa” kita berikan demi akses aplikasi.
Facebook misalnya, menyatakan memiliki hak untuk mengakses galeri foto, lokasi, kamera, mikrofon, hingga ke sms dan kontak di ponsel kita. 
Sayangnya, kita cenderung mengabaikan terms and conditions yang muncul sebelum mengunduh aplikasi yang diinginkan. Kalau pun dibaca, hanya punya dua pilihan, tetap mengunduh aplikasi tersebut dan menyerahkan akses ke data-data pribadi, atau tidak jadi menggunakannya.
Tidak hanya mendapatkan isi di ponsel, segala aktivitas kita di dunia maya pun terekam dengan baik. Coba saja buka MyActivity di Google atau Timeline di Google. Di sana dapat dilihat bagaimana Google merekam jejak kita di dunia maya maupun nyata.
Untuk apa mereka mengambil data kita?
Salah satunya adalah supaya mereka bisa menganalisis profil kita, lalu memborbadir dengan iklan-iklan dan spam-spam yang dianggap sesuai dengan kebutuhan kita. Maka tidak heran jika kita mencari tempat menginap atau barang tertentu di Google, beberapa waktu kemudian iklan tentang hal yang kita cari tersebut akan muncul di Facebook atau email kita.
Sebagian besar tulisan diatas merupakan tulisan dari sebuah sumber. Lalu muncul pertanyaan di benak saya, Benarkah data-data pribadi kita yang terekam hanya digunakan sebatas untuk alasan bisnis? Bagaimana jika di kemudian hari, hal yang ‘katanya’ demi alasan keamanan ini justru membahayakan? Ketika seluruh data kita dimiliki oleh suatu pihak bukankah itu rasanya seperti diintai?
Sumber: https://balebengong.net/teknologi/2016/10/22/keamanan-privasi-vs-kenyamanan-berinternet.html
Effly Juvita Andarini
1506686236
0 notes
techno-techyes-blog · 8 years ago
Text
SOPA: Pro atau Kontra?
Oleh Alifa Putri Andari (1506756223)
Tumblr media
Perdebatan mengenai pelanggaran copyright mungkin tidak akan ada habisnya. Berkat adanya digitalisasi dan internet membuat perihal ini semakin rumit. Batasan antara mana yang boleh dan tidak semakin mengabur dan memunculkan banyak pertanyaan. Pembuat konten semakin resah karena karyanya dibajak, sementara pengguna semakin senang karena kemudahan akses terhadap karya tersebut.
Inilah yang kemudian membuat salah satu anggota US Representative, Lamar S. Smith mencetuskan RUU yang cukup kontroversial yaitu, SOPA  atau Stop Online Privacy Act. SOPA sendiri merupakan:
It's a proposed bill that aims to crack down on copyright infringement by restricting access to sites that host or facilitate the trading of pirated content. Consider SOPA, the U.S. Stop Online Piracy Act, which bans innocuous tools such as DNSSec—a security suite that authenticates domain name information—because they might be used to defeat DNS blocking measures. SOPA's main targets are "rogue" overseas sites like torrent hub The Pirate Bay, which are a trove for illegal downloads. 
Lalu, apa yang membuat RUU ini kontroversial? RUU ini memecah menjadi kubu pro dan kontra. Kubu pendukung RUU ini, salah satunya Motion Picture Association of America, mengatakan bahwa SOPA mungkin dapat terlaksana karena SOPA menggunakan pengukuran yang sama yang digunakan di Syria, China, dan Uzbekistan, di mana di negara-negara tersebut cukup efektif sehingga mungkin akan bekerja di Amerika Serikat.  
Kubu pendukung ini juga mengatakan bahwa pembajakan online mengakibatkan terjadinya kehilangan pekerjaan di US karena rendahnya pendapatan konten kreator. Para pendukung RUU tersebut menolak tuduhan penyensoran, dengan mengatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki sistem yang rusak yang tidak cukup mencegah perilaku kriminal.
Di sisi lain, kubu yang menolak RUU ini menjelaskan bahwa para pendukung RUU tersebut tidak memahami struktur Internet, dan oleh karena itu tidak menghargai implikasi undang-undang yang mereka pertimbangkan. Orang yang menolak RUU tersebut kebanyakan merupakan berasal dari kalangan industri internet dan pengguna internet.
Website-website besar seperti Google, Facebook, Twitter, Zynga, eBay, Mozilla, Yahoo, AOL, dan LinkedIn menulis surat pada tanggal 15 November terhadap anggota U.S. Senate and House of Representatives yang menolak SOPA, "a serious risk to our industry's continued track record of innovation and job creation, as well as to our nation's cybersecurity." Yahoo pun dilaporkan telah keluar dari U.S. Chamber of Commerce dikarenakan dukungan organisasi tersebut terhadap SOPA.
Tumblr media Tumblr media
Sebagai jalan tengah, sebuah kelompok bipartisan pembuat undang-undang memperkenalkan Online Protection and Enforcement of Digital Trade Act (OPEN) pada tanggal 18 Januari — hari yang sama dengan pemadaman situs Wikipedia. OPEN menawarkan perlindungan lebih dari SOPA terhadap situs yang dituduh berisi konten bajakan. Hal ini juga memperkuat proses penegakan hukum. Ini akan memungkinkan pemegang hak digital membawa kasus-kasus ke hadapan U.S. International Trade Commission (ITC), sebuah lembaga independen yang menangani pelanggaran merek dagang dan sengketa perdagangan lainnya. Namun Lamar S. Smith mengatakan bahwa OPEN tidak cukup untuk memerangi pembajakan online, dan mungkin malah membuat masalah menjadi lebih buruk.
Terlepas dari pro dan kontra SOPA, untuk dapat menjaga konten internet dengan sistem yang terbuka dan mendapatkan informasi secara gratis memang tidaklah mudah. Namun, saya setuju dengan kutipan Cetta di postingan teknologika.tumblr.com bahwa “Hal yang perlu dilakukan pembuat konten yakni memudahkan khalayak untuk mendapatkan cara yang legal, not illegal.” Hal ini tentu memudahkan dan menguntungkan kedua belah pihak. 
Referensi:
- Doctorow, C. (2012). “Lockdown: The Coming War On General-Purpose Computing”. BoingBoing. http://boingboing.net/2012/01/10/lockdown.html (Diakses pada 4 Mei 2017, pada13.05)
- McCullagh, Declan. (2012). “How SOPA would affect you: FAQ”. Cnet. https://www.cnet.com/news/how-sopa-would-affect-you-faq/ (Diakses pada 4 Mei 2017, pada 13.16)
- Pepitone, Julianne. (2012). “SOPA explained: What it is and why it matters”. CNN Money. http://money.cnn.com/2012/01/17/technology/sopa_explained/ (Diakses pada 4 Mei 2017, pada 13.48)
1 note · View note