#writinginfebruary
Explore tagged Tumblr posts
ribrid · 3 years ago
Text
5 - When Finally I Meet Them
Kadang, ada beberapa hal yang membuat anxiety atau kegelisahan itu kembali muncul. Salah satunya, bertemu orang ramai-ramai lagi setelah sekian lama hanya menjalani kehidupan online, dan bekerja offline dalam lingkaran-lingkaran kecil.
Setelah 10 bulan menjalani kehidupan online, finally I meet them.
Tumblr media
Ada kegelisahan-kegelisahan perihal 'Apakah aku akan mengecewakan mereka saat bertemu nanti?', 'Bagaimana aku baiknya ketika merespon dan berbicara dengan mereka?'. Kemudian perasaan anxiety soal 'Ada yang lebih baik dari aku, harusnya dia saja yang memimpin.'
Tapi satu pengetahuan yang aku dapat, adalah orang-orang tak suka mendengar keluhan. Instead of mengeluh, mereka akan lebih senang ketika ada usaha. Belajar, mencoba, trial and error, improvement.
Maka, keluhan soal menjadi yang paling pendiam mari dikubur dalam-dalam. Keluhan soal insecurity bahwa ada yang lebih baik mari dibuang jauh-jauh. Ketika ada yang memberikan kepercayaan mereka, mari jangan menghancurkan kepercayaan itu.
Bersyukur sekali ada lingkaran ini. Karena, setelah beberapa pekan bekerja dan merasakan kehidupan yang monoton, pembicaraan yang tak jauh-jauh menyoal uang, karir, dan sebagainya, masih ada mereka yang mempersoalkan tentang bagaimana kita bisa bermanfaat untuk orang lain.
Setelah 10 bulan, akhirnya bisa bertemu orang-orang ini. Setelah 10 bulan, akhirnya bisa melihat tatapan mata dengan wajah-wajah yang tertutup masker, mendengar suaranya secara langsung, dan bergumam, "Ooh dia tinggi. Dia berisi. Dia pendek."
Kalau kata seseorang, tak masalah menunjukkan kegembiraan setelah berjumpa dengan orang lain, meskipun dalam perjumpaan itu tak banyak yang bisa dikatakan.
Maka, ini adalah pernyataan rasa kegembiraanku. Maaf jika belum bisa menyampaikannya dengan benar secara verbal. Tapi, aku benar-benar senang bisa bertemu kalian.
5 notes · View notes
ribrid · 3 years ago
Text
Tentang Afirmasi Positif
Hari-hari dan pagi yang terasa berat sejauh ini menyebabkan munculnya kesadaran, "Kalau di semua tempat akan selalu ada tantangan dan hal tidak menyenangkan, mau sampai kapan kayak gini terus?"
Jadi teringat kapan hari pernah membaca tulisan bagus milik seseorang di quora, perihal 'meminta izin pada diri sendiri'. Instead of mencari-cari cara agar bisa izin tidak masuk, quorawan ini mengusulkan untuk izin pada diri sendiri.
"Diriku, ada tanggung jawab yang harus dilakukan. Ada perjalanan panjang yang harus ditempuh. Ada cita-cita yang kamu inginkan. Dan ini bagian dari perjalanannya yang tidak menyenangkan, tapi jika berhasil melewatinya, maka rintangan lain akan terasa lebih ringan. Aku izin untuk berangkat kerja ya," :)
Senin pagi kemarin afirmasi positif ini kuucapkan sendiri di depan cermin, dan Allah menyalakan api semangat dalam diri. ")
"Tak mengapa berbuat salah. Izinkan dirimu berbuat salah, izinkan dirimu berproses. Apa kata orang bukanlah masalah. Lakukan kesalahan, introspeksi, dan perbaiki."
Semangat pagi ✨
2 notes · View notes
ribrid · 3 years ago
Text
Not 22 (Anymore)
Ada dua lagu ajaib yang selalu bisa menjadi sosok childhood friends yang mendamaikan. Keduanya dinyanyikan Ed Sheeran, salah satunya featuring Taylor Swift. Saat lagu The Joker and The Queen debut baru-baru ini, banyak penggemar merasa emosional melihat sepasang remaja dalam video klip lagu itu, yang tak lain tak bukan adalah sepasang anak kecil dalam video klip Everything Has Changed.
Sepasang anak kecil itu sudah tumbuh remaja. Dalam hati aku berkata, tidak terasa ya, sudah 9 tahun.
Masih teringat jelas momen-momen sok melankolis di SMP, mengenakan seragam biru benhur dan menunggu hujan reda sambil mendengarkan lagu-lagu Ed Sheeran dan Taylor Swift. Ada dua lagu yang secara ajaib tersangkut di dalam hati, didengarkan terus-menerus sampai 9 tahun berikutnya.
Tidak terasa ya, sudah bukan 22 tahun lagi.
Ada juga lagu Taylor Swift tentang usia 22 tahun, yang liriknya dibikin lelucon saat begadang mengerjakan tugas kuliah.
"Yeah, we're happy, free, confused and lonely at the same time
It's miserable and magical, oh yeah
Tonight's the night when we forget about the deadlines."
Ya. Saat usia 22 tahun dan waktu kami dihabiskan untuk kelimpungan menyelesaikan tugas-tugas, menyelesaikan skripsi, lulus, dan akhirnya menghadapi kebingungan di dunia luar, lirik ini bisa dibaca dengan nada bercanda, atau mungkin nada serius.
Siapa sih, yang nggak pengen forget about the deadlines pas udah mendekati pekan-pekan akhir kuliah? Saat semuanya kelimpungan malam-malam menghabiskan beberapa gelas kopi, lagu 22 Taylor Swift diputar dan kami teriak bersama-sama di bagian "forget about the deadlines!"
Tapi akhirnya kami tetap terjaga, menghadap layar laptop, dan menghajar waktu sampai matahari terbit lagi dan tenggat waktu semakin dekat.
The same thing happened in professional world. Seberapa sering keluhan-keluhan itu muncul, tak peduli betapa besar keinginan untuk tidur instead of mengejar ketertinggalan ritme kerja dengan orang lain, pada akhirnya itu hanya lirik yang diucapkan di bibir. Kalau kata seorang teman, ada orang-orang yang mengeluh, tapi tetap menyelesaikan dan melakukan kewajibannya. Ada, dan kurasa tidak ada hal yang salah dengan hal tersebut. Manusia memang suka mengeluh kan?
Ternyata, sepenggal lirik lagu 22 di atas tidak berhenti ketika fase usia 22 tahun usai.
"Yeah, we're happy, free, confused and lonely at the same time
It's miserable and magical, oh yeah."
Lagi-lagi membatin, "Oh begini ya rasanya mendewasa."
Semua perasaan-perasaan campur aduk sehingga menimbulkan sensasi miserable yet magical. Miserable jika teringat momen-momen nggak enaknya, haha, yet magical jika direnungkan bahwa we've gone this far, met lots of people, and there'll be much more adventurous journey waiting ahead.
Usai 22, terbit 23. Usia yang tergolong masih muda, tapi kalau dipikir-pikir lama juga ya. Hei, 23 tahun yang lalu ibuku masih beranak satu. Sekarang anaknya sudah dua dan bongsor-bongsor. Time flies!
Betapa besar jasa Ayah dan Ibu membesarkan anaknya selama puluhan tahun, bukan dengan harapan meminta imbalan, tapi dengan harapan anak-anaknya bisa menjalani kehidupan yang panjang umur, bahagia, bermakna, dan bertemu orang-orang baik.
Kalau boleh mencatut lirik lagu Ed Sheeran dan Taylor Swift, "Everything has changed". Once we were babies in diaper, now we've grown up and struggle for the future. Once we were a mid-schooler, now we've graduated from college. Dulu masih suka beli cireng di depan pagar sekolah dan main gedebog pisang di lapangan yang banjir, sekarang masih suka sih memikirkan bagaimana dan apa kelak yang ingin dilakukan agar kehidupan yang dijalani ini punya lebih banyak warna dan makna.
Terimakasih untuk Ayah dan Ibu yang mengizinkan untuk menangis dan memperbincangkan perasaan. Terimakasih sudah mengajari untuk menghargai dari hal-hal paling sederhana. Ada banyak pelajaran yang tidak bisa terserap dengan baik, and you deserve a better daughter than me.
Dari lagu Everything Has Changed, ada sepenggal lirik tentang orang-orang yang memiliki makna 'rumah', tentang kehadiran mereka yang lebih berharga dari semua emas di dunia.
'Cause all I know is we said, "Hello"
And your eyes look like comin' home
All I know is a simple name
And everything has changed
Dan finally, karena orang-orang selalu datang dan pergi, semoga kita tidak lupa untuk menghargai diri sendiri atas semua proses yang dilalui.
"And out of all these things I've done
I think I love you better now."
- Lego House (Ed Sheeran)
19 Februari 2022.
Semoga Allah selalu menyertai langkah kita.
2 notes · View notes
ribrid · 3 years ago
Text
7 - Cerita
Melanjut dari tulisan mengenai kenangan kolektif sebuah tempat atau kota, aku teringat dengan ucapan Pak Angga waktu sesi mentoring IWC. Menurut beliau, diperlukan perspektif story telling untuk memahami bagaimana sebuah kota mempengaruhi kehidupan penduduknya.
Aku baru paham dengan yang dimaksud Pak Angga saat menggambar sketsa sebuah persimpangan Malioboro yang terdapat gapura Tinghoa di sana.
Tumblr media
Frasa story-telling mengingatkanku dengan metode naratif dalam arsitektur. Bukan, ini bukan metode ilmiah yang amat saintifik. Metode naratif di sini sama dengan bercerita, dan bercerita itu sendiri bisa ditempuh lewat berbagai jalan : narasi dan paragraf-paragraf, storyboard, video, suara, atau gambar.
Dan yang disampaikan Pak Angga ternyata benar. Kadang, seringkali aspek 'cerita' ini luput dalam keseharian, luput saat kita menghabiskan waktu di pusat kota, di ruang-ruang terbuka, atau di manapun itu di sudut-sudut kota yang lain. Meski luput, tapi indra yang melihat atau mendengar tak mungkin luput menangkapnya. Sama seperti ketika berdesakan di trotoar Malioboro yang ramai, yang tertangkap oleh indra barangkali hanya keramaian itu. Yang tertangkap oleh mata adalah jajaran bangunan di koridor jalan, dengan trotoar yang lebar. Atau penjual dan pengamen di tiap sudut jalan. Kesemuanya membangun cerita, membangun atmosfer yang ada di sana, memberikan backsong musik jalanan, yang menjelma kenangan bersama teman, keluarga, atau sahabat.
Sebuah gambar sederhana pun bisa menceritakan banyak hal. Seperti gambar gapura Tionghoa yang berjejer dengan gedung Ramayana. Di salah satu sudut, ada pedagang kaki lima. Ada pohon, lampu jalan, dan tiang listrik dengan kabel yang tak karuan. Kesemuanya bercerita. Gapura Tionghoa yang dibangun di zaman kuno berinteraksi dengan mall Ramayana yang jauh lebih junior, dikelilingi kawanan tiang-tiang listrik dan lampu jalan. Trotoar yang lebar memberikan wadah orang-orang untuk bisa berjalan bergandengan tangan, beriringan, atau bahkan bersenggolan. Jika lelah, ada pedagang nasi goreng juga di sana. Semuanya bercampur baur. Kuno versus modern. Muda bertemu tua. Sendiri bertemu ramai.
Sama seperti ketika membuat gambar sketsa wajah seseorang, tiap orang punya cara tersenyum yang berbeda, punya kerut wajah dan eye smile yang berbeda, garis wajah yang berbeda, hidung dan kelopak mata yang berbeda.
Setiap detil yang ada di dunia hadir bukan tanpa sengaja. Indah sekali ya, cara Allah menciptakan sesuatu dari hal paling kecil. Semua hal memiliki cerita, memiliki makna, sebab-akibat, dan hal-hal yang jauh lebih dari hanya 'sekedar'.
Semoga kita selalu bisa menarik cerita dalam setiap bilangan waktu, dalam setiap tarikan napas dan kedipan mata, dalam semua ketetapan Allah yang tak pernah main-main, bahkan dari hal terkecil sekalipun.
0 notes
ribrid · 3 years ago
Text
6 - To love what you do, and to do what you love.
Makin ke sini, mulai merasakan beberapa hal yang rasa-rasanya membuat diri banyak bertanya-tanya. Apa seperti ini ya rasanya mendewasa?
Ada dua hal yang berjalan berdampingan, tapi kekurangan kapasitas diri dalam mengatur keseimbangan menimbulkan kecemasan bahwa dua hal itu akan menjadi hal yang tidak bisa saling melengkapi.
Ada pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan, tapi di sisi lain juga ada pekerjaan-pekerjaan yang ingin dilakukan. Pernah dengar ikigai, bukan? Yakni area potongan dalam diagram venn yang memenuhi tiga kriteria : pekerjaan yang dibutuhkan orang lain, pekerjaan yang kamu senang melakukannya, dan kamu dibayar untuk melakukannya. Tambahan satu kriteria lagi untuk seorang muslim : Allah pun merestui pekerjaan itu.
Tapi proses menuju pemenuhan kriteria itu sepertinya membutuhkan proses yang panjang. Dan salah satu makna mendewasa adalah bersiap melalui fase panjang itu, melalui ups and downs-nya, menelan yang pahit-pahitnya dulu, bersabar dalam prosesnya yang panjang.
Apabila sedang dalam sebuah fase yang sulit : menjalani pekerjaan yang membuat pagimu terasa berat, pun bukan hal yang mudah untuk memutuskan berhenti. Ada banyak pertimbangan. Ada banyak hal untuk ditimang-timang.
Dan aku tak bisa menemukan kata kunci selain bersabar--dalam makna yang sesungguhnya, makna yang aktif, bukan pasif. Bersabar dalam membenahi diri, bersabar dalam ikhtiar-ikhtiar, bersabar dalam usaha untuk memberikan sedikit 'warna hidup' dalam keseharian yang terasa mulai monoton.
To love what you do, and to do what you love. Mungkin ini rasanya belajar menjadi dewasa, untuk berusaha mencintai pekerjaan yang harus dilakukan, dan dalam waktu yang sama, tanpa mengorbankan hal yang wajib, untuk berusaha melakukan sesuatu yang diinginkan--sesuatu yang menjadikan sebongkah daging bernama hati ini bisa merasakan sesuatu yang bermakna. To give a life meaning.
Petualangan ke depan masih teramat panjang, dan semoga tak pernah luput dari ingatan : libatkan Allah dalam semua proses.
Barangkali, di suatu persimpangan di depan sana, Allah sudah siapkan sesuatu yang indah.
0 notes
ribrid · 3 years ago
Text
1 - #WIF : Perihal Uang
Bulannya orang-orang Capricorn sudah lewat. Bulannya pembuka tahun sudah usai. Apa kabar resolusi yang dirancang di awal tahun?
Sebulan penuh ini buku jurnal harian tidak lagi dibawa ke mana-mana. Pencatatan tanggal dan agenda murni hanya ada dalam ingatan. Baru kali ini 'selepas' ini. Tapi tidak masalah. Karena ketika pekerjaan-pekerjaan terasa mulai menumpuk, kadang list-list dalam buku jurnal malah bikin stres, haha.
Makin ke sini, semakin sadar ya, Nggit, ada banyak hal yang belum kamu tahu. Ada banyak hal yang perlu kamu pelajari. Oleh karena itu Ayah dan Ibu bilang kalau kamu belum boleh memusingkan soal uang. Masih waktunya learning, bukan earning. Tapi, boleh ngga sih kalau aku ingin pakai saja learn to earn, atau learning & earning.
Bicara soal earning, kemarin sempat ada kekhawatiran dan kegelisahaan. Kalau aku ingin punya sekian, butuh waktu berapa lama ya? Harus gaji berapa kalau ingin punya sekian? Monthly income minimal harus berapa? Mau side hustle ngapain?
Tidak heran jika dalam buku Le Petit Prince, orang dewasa digambarkan terfokus pada angka-angka nominal. Ketika anak kecil menilai sebuah rumah dari warnanya, bentuk jendela yang menarik, taman yang bisa digunakan untuk berlarian, orang-orang dewasa menilai sebuah rumah dari harganya. Berapa biaya untuk membangun rumah ini?
Yaa, tidak munafik sih. Ada benarnya, wkwkwk. Kata seorang teman, "Bermimpi itu murah, yang mahal adalah realisasinya." Seperti saat kecil bermimpi menjadi dokter, maka realisasi menuju 'menjadi dokter' itu yang mahal. Membutuhkan uang, dan mindset hitung-hitungan uang pun muncul.
Tapi ada hal yang lebih besar dari uang. Cinta orangtua, misalnya, yang rela banting tulang demi mencari uang, terlepas dari sisi realistis apakah benar-benar bisa membayar biaya sekolah. Yang kedua adalah jaminan Allah. Pernah dengar kan ya, bahwa Allah sudah menjamin rezeki masing-masing orang di dunia. Kadang, ketika menyangkut campur tangan Allah ini, semua yang logis dan realistis menjadi tidak masuk akal. Salah satunya, adalah kemampuan orangtua untuk membiayai sekolah, memiliki rumah dan kendaraan, yang kalau dihitung-hitung pasti sudah habis lebih dari ratusan juta, padahal bukan keturunan sultan atau #crazyrich.
Lagi-lagi, diingatkan soal 'mengusahakan', bukan 'mengejar' atau 'dikejar'. Ada perbedaan di dalamnya soal kesabaran, kelapangan hati menerima hasil, atau kesabaran dalam berproses. Seperti target ingin hedon hari ini, tapi ada tetangga yang kelaparan, maka budget hedon itu harus direlakan untuk diberikan pada tetangga. Kadang, hal-hal seperti yang perlu untuk di-reminder. Bahwa kehadiran yang bermanfaat untuk orang lain justru lebih berharga dibanding kebermanfaatan yang hanya sebatas untuk diri sendiri.
Lagipula, mindset untuk 'menjadi kaya' adalah mampu mensyukuri dari yang sedikit, bukan? Allah sudah mengajarkan hal itu. Dan semoga, di balik mimpi-mimpi dan kerja keras mencari uang, tujuan akhir kita bukan untuk membeli ABCD, lebih dari itu, untuk menyedekahkannya di jalan Allah.
-
#WritingInFebruary sebagai pengganti #30HariBercerita yang tidak selesai di Bulan Januari.
0 notes