#windani
Explore tagged Tumblr posts
Text
Title: Flying High Fandom: Rescue Bots/RiD '15 Ship: Windblade/Dani Burns Word Count: 100 Rating: G Summary: Dani and Windblade go for a flight. A/N: For TF Femslash February’s prompt “flying”! This is another one that didn't end up very shippy but it is romantic in my heart and mind, so. I've not seen a lot of RiD, so I hope I did alright by Windblade. While you’re here, consider donating to Care for Gaza.
.
"You keep grabbing at my controls," Windblade said mildly.
Dani yanked her hands back and, not sure what else to do with them, clasped them in her lap. Smiling sheepishly, she said, "Sorry-- Blades usually lets me take the lead and I don't usually fly with, uh, anyone else."
"I see…" said Windblade. Then, "Would you like a turn…?"
"Yes!" Dani squealed, reaching eagerly for the controls. She hesitated long enough to check, "You're sure?"
"Sure," said Windblade. "You've trusted me this long-- why not?" Teasing, challenging, she added, "Show me what you've got."
"Oh," said Dani, grinning, "I will."
#femslash february#tfemslashfebruary#transformers#rescue bots#rid 2015#windblade#dani burns#windani#my writing
13 notes
·
View notes
Text
Names generated from the C0da by Michael Kirkbride
Ablamill Acesherrink Agagoddlegy Aling Alloused Altark Anchinge Ancienting Anknobeed Apejoissill Apipts Aposes Arist Asing Asymbeled Aught Avisemany...
Babluelf Bacapoles Badams Bagullown Balext Banded Banturrait Bated Becars Beres Bionstory Biscara Blasts Blothroger Boach Boady Boldes Bracalturs Bracen Bragence Brand Brang Brappregy Bried Brinfords Brings Brome Browildnele Byets Calealay Callingle Cally Carvised Caver Ceaces Chakentind Chanage Chectint Chemittly Cheriestor Clasope Cloade Clotogaze Clower Cocuthrest Coldin Comeasized Comed Comedle Comerry Congles Conscaviess Coreen Corked Coster Coting Courn Couts Crait Crawly Crifff Cringrap Cupgraposic Cutesse Cutter Dampothenty Darthes Deadeash Deards Dellock Deoner Diderty Dievecosive Digirears Discre Distarides Diterwast Dorting Drablu Draid Dreaks Drinmeal Dropeong Dukater Eadeogari Eaked Earch Earcial Eireshe Eitabraing Emard Emnatrimay Erchell Evallow Evert Exacal Excung Exhas Exialy Explatoppes Exposess Exprorts Exprowinda Facen Facking Fakes Falking Famble Faventer Favied Feader Ficks Finaporice Finimited Flample Fland Flazes Foamig Forephilve Forick Fried Frocamars Fucks Fully Fuslivine Garrint Gents Ghelooddy Giatitanses Givel Glock Godly Goond Gotiss Graged Grastart Gring Groks Guremash Hancogelf Hanotly Hansiont Hatterwart Haver Hembeasse Heming Heragoodled Hilip Hishotin Hnhomes Holting Homect Homegges Hostri Hougarna Houghty Hounsirdy Humes Ideore Illes Iltery Imebot Indings Infifyinds Itegs Jasities Joket Kicatery Kimming Kinglying Kinoth Kncialant Knicut Knoped Knormalmant Lablay Lames Lariarice Laver Lazed Lecrourel Letansit Lifing Lifter Likesce Limplath Lines Linfing Liten Lizatels Loater Locularker Lonsubt Loode Loons Loter Lulead Lumen Lummull Madight Makagand Manes Marmakily Martits Mashance Masniza Massmaket Merlied Merly Mewelfally Milique Molds Momed Momes Mormask Morrouti Mostery Movery Movis Musion Muthing Necomet Neled Nemancten Neoves Nestop Notha Nousty Numistamen Oblevat Obvies Oculting Ocutyling Offews Onspick Onted Opers Oples Ougle Ounce Pards Parth Pernives Phery Plame Plartight Plasks Plasnage Plegial Pliterivand Plittly Plusly Ponion Ponnywhing Ponter Poret Pothes Potted Prensels Prets Pride Pripeove Pritiousink Probs Prognizated Pronder Pront Prougles Prounat Purristy Putfic Quied Quiliky Quinge Quirionell Rabigh Rable Ranmed Readn Reart Reefall Reeks Refustue Rentits Rephy Retchopeary Retery Ricing Rigianiorn Roongues Rubetch Runce Safled Sagaay Salumeshing Sared Sarro Scaphod Scasetter Scaur Sciang Scorneum Scrobles Sells Selly Sellypeal Semolf Senought Serforihhh Sergethes Setted Seuma Shalive Shapookends Sheepict Shenter Shery Shignan Shime Shopes Siandanoth Siong Sirke Siviblote Skiloss Sling Slitral Smagaves Somforme Somic Soraltint Sostrize Soustelown Spartar Spelman Spikeng Splames Splath Spoledgenct Sporrage Sposer Stableaman Stabler Stoes Storkere Strableell Strabs Strazy Stuld Sultichist Surger Swesindense Taiteres Tardy Tating Teards Temeng Terancley Thash Theatits Thelf Therferient Thonexpled Thourtly Thriser Throaters Throuty Ticiany Tictsemid Tiong Tivecielly Tooryineed Toprounds Toring Torround Trices Tring Trobles Truns Tulsome Turty Tweraltel Ugled Undishing Untion Upied Ureardneld Usheading Uttle Vales Vatecone Veloa Verisend Vigant Viong Vions Viverse Volled Wathaj Wattight Wattly Waying Weirly Whalls Wheathemide Whelly Wheltats Wherfouly Whimers Whimpt Wholar Whormormod Widet Wilver Winat Windany Wininged Winshapos Woravion Worindle Wortariver Wortiory Wraninge Wreed Wroweepory Yonnels Younfons
0 notes
Text
Diikuti 15 Negara, INNOPA Gelar Kegiatan International Young Inventions Award (IYIA) 2018 di Bali
Juwita Lala Diikuti 15 Negara, INNOPA Gelar Kegiatan International Young Inventions Award (IYIA) 2018 di Bali Baru Nih Artikel Tentang Diikuti 15 Negara, INNOPA Gelar Kegiatan International Young Inventions Award (IYIA) 2018 di Bali Pencarian Artikel Tentang Berita Diikuti 15 Negara, INNOPA Gelar Kegiatan International Young Inventions Award (IYIA) 2018 di Bali Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Diikuti 15 Negara, INNOPA Gelar Kegiatan International Young Inventions Award (IYIA) 2018 di Bali Director of Training and Innovation Development INNOPA, Windani Tiarahmawati menuturkan, pihaknya akan menggelar kegiatan International Young http://www.unikbaca.com
#Juwita Lala Diikuti 15 Negara#INNOPA Gelar Kegiatan International Young Inventions Award (IYIA) 201
0 notes
Text
KISAH IBU DAN ANAK YANG DAHSYAT MELELEHKAN AIR MATA DI MASA TABI’IN
*~~~~~~~~~~~~~~~~~~* {Al-Akh Yahya Al-Windany} Hari itu, di salah satu sudutnya Masjid Nabawi berkumpullah Abu Qudamah dan para sahabatnya. Di hati para sahabatnya, Abu Qudamah adalah orang yang sangat dikagumi. Itu karena Abu Qudamah adalah seorang mujahid. Berjihad dari satu front, ke medan-medan jihad lainnya. Seolah hidup beliau, beliau persembahkan untuk berjihad. Debu yang beterbangan, kilatan pedang, hempasan anak panah, derap kuda adalah hal yang sudah biasa bagi beliau. Pengalaman, tragedi, kisah, dan momen pun telah banyak beliau saksikan di setiap gelanggang perjuangan jihad. _��Abu Qudamah, ceritakanlah pada kami kisah paling mengagumkan di hari-hari jihadmu”,_ tiba-tiba salah seorang sahabatnya meminta. _“Ya”,_ jawab Abu Qudamah. Beberapa tahun lalu. Aku singgah di kota Recca. Aku ingin membeli onta untuk membawa persenjataanku. Saat aku sedang bersantai di penginapan, keheningan pecah oleh suara ketukan. Ku buka ternyata seorang perempuan. _“Engkaukah Abu Qudamah?”_ tanyanya. _“Engkaukah yang menghasung umat manusia untuk berjihad?”_ pertanyaannya yang kedua. _“Sungguh, Allah telah menganugerahiku rambut yang tak dimiliki wanita lain. Kini aku telah memotongnya. Aku kepang agar bisa menjadi tali kekang kuda. Aku pun telah menutupinya dengan debu agar tak terlihat. Aku berharap sekali agar engkau membawanya. Engkau gunakan saat menggempur musuh, saat jiwa kepahlawananmu merabung. Engkau gunakan bersamaan saat kau menghunus pedang, saat kau melepaskan anak panah, dan saat tombak kau genggam erat. Kalau pun engkau tak membutuhkan, ku mohon berikanlah pada mujahid yang lain. Aku berharap agar sebagian diriku ikut di medan perang, menyatu dengan debu-debu fi sabilillah.”_ _“Aku adalah seorang janda. Suamiku dan karib kerabatku, semuanya telah mati syahid fi sabilillah. Kalau pun syari’at mengizinkan aku berperang, aku akan memenuhi seruannya”,_ ungkapnya sembari menyerahkan kepangan rambutnya. Aku hanya diam membisu. Mulutku kelu walau tuk mengucapkan _“iya”_. _“Abu Qudamah, walaupun suamiku terbunuh, namun ia telah mendidik seorang pemuda hebat. Tak ada yang lebih hebat darinya, ia telah menghapal Al-Qur’an, ia mahir berkuda dan memanah, ia senantiasa shalat malam dan berpuasa di siang hari. Kini ia berumur 15 tahun. Ialah generasi penerus suamiku. Mungkin esok ia akan bergabung dengan pasukanmu. Tolong terimalah dia. Aku persembahkan dia untuk Allah. Ku mohon jangan halangi aku dari pahala”,_ kata-kata sendu terus mengalir dari bibirnya. Adapun aku masih diam membisu. Memahami kalimat per kalimat darinya. Lalu tanpa sadar perhatianku tertuju pada kepangan rambutnya. _“Letakkanlah dalam barang bawaanmu agar hatiku tenang”,_ pintanya. Tahu aku memperhatikan kepangan rambutnya. Aku pun segera meletakkannya bersama barang bawaanku. Seolah aku tersihir dengan kata-kata dan himmah (tekad) nya yang begitu mengharukan. Keesokan harinya, aku bersama pasukan beranjak meninggalkan Recca. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil. _“Abu Qudamah!”_ serunya. _“Abu Qudamah, tunggu sebentar, semoga Allah merahmatimu.”_ Kaki pun terhenti. Lalu aku berpesan kepada pasukan, _“tetaplah di tempat hingga aku mengetahui orang ini”._ Dia mendekat dan memelukku. _“Alhamdulillah, Allah memberiku kesempatan menjadi pasukanmu. Sungguh Dia tidak ingin aku gagal”,_ ucapnya. _“Kawan, singkaplah kain penutup kepalamu dahulu”,_ pintaku. Ia pun menyingkapnya. Ternyata wajahnya bak bulan purnama, terpancar darinya cahaya ketaatan. _“Kawan, dimana ayahmu?”_ tanyaku, karena aku melihat dia yang masih belia. _“Justru aku keluar bersamamu hendak menuntut balas kematian Ayahku. Dia (insya Allah) telah mati syahid. Semoga saja Allah menganugerahiku syahid seperti Ayahku”,_ jawabnya. _“Lalu, bagaimana dengan ibumu? Mintalah restu darinya terlebih dahulu. Jika merestui, berangkatlah. Dan jika tidak, layanilah beliau. Sungguh baktimu lebih utama dibandingkan jihad. Memang, Jannah di bawah bayangan pedang, namun juga terdapat di bawah telapak kaki ibumu.”_ _“Duhai Abu Qudamah. Tidakkah engkau mengenaliku.”_ _“Tidak”,_ jawabku. _“Aku putra pemilik titipan itu. Betapa cepatnya engkau melupakan titipan ibuku, pemilik kepangan rambut itu…”_ _“Aku, insya Allah, adalah seorang syahid, dan putra seorang syahid. Aku memohon kepadamu dengan nama Allah, janganlah kau halangi aku ikut berjihad fi sabilillah bersamamu. Aku telah menyelesaikan Al-Qur’an. Aku juga telah mempelajari Sunnah Rasul. Aku pun lihai menunggang kuda dan memanah. Tak ada seorangpun lebih berani dariku. Maka, janganlah kau remehkan aku hanya karena aku masih belia.”_ _“Ibuku telah bersumpah agar aku tidak kembali. Beliau berpesan; Nak, jika kau telah melihat musuh, jangan pernah kau lari. Persembahkanlah ragamu untuk Allah. Carilah kedudukan di sisi Allah. Jadilah tetangga Ayahmu dan paman-pamanmu yang sholeh di Jannah. Jika nantinya kau menjadi syahid, jangan kau lupakan Ibu. Berilah Ibumu ini syafa’at. Aku pernah mendengar faedah, bahwa seorang syahid akan memberi syafa’at untuk 70 orang keluarganya, dan juga 70 orang tetangganya. Ibuku pun memelukku dengan erat, dan mendongakkan kepalanya ke langit; Rabbku.. Maulaku.. Inilah putraku, penyejuk jiwaku, buah hatiku.. aku persembahkan ia untuk-Mu. Dekatkanlah ia dengan ayahnya”,_ terang sang pemuda. Kata-katanya terus mendobrak tanggul air mataku. Dan akhirnya aku benar-benar tak kuasa menahannya. Aku tersedu-sedu. Aku tak tega melihat wajahnya yang masih muda, namun begitu tinggi tekadnya. Aku pun tak bisa membayangkan bagaimana hati seorang ibu. Betapa sabarnya ia… Melihatku menangis, sang pemuda bertanya, _“Paman, apa gerangan tangisanmu ini? Jika sebabnya adalah usiaku, bukankah ada orang yang lebih muda dariku, namun Allah tetap mengadzabnya jika bermaksiat?!”_ _“Bukan”,_ aku segera menyanggah. _“Bukan lantaran usiamu. Namun aku menangis karena betapa tegarnya hati ibumu. Bagaimana jadinya nanti jika engkau gugur?”_ Dan akhirnya aku pun menerimanya sebagai bagian dari pasukan. Siang malam si pemuda tak pernah jemu berdzikir kepada Allah Ta’ala. Saat pasukan bergerak, ia yang paling lincah mengendalikan kuda. Saat pasukan berhenti istirahat, ia yang paling aktif melayani pasukan. Semakin kita melangkah, tekadnya juga semakin memuncak, semangatnya semakin menjulang, kalbunya semakin lapang, dan tanda-tanda kebahagiaan semakin terpancar darinya. Kami pun terus berjalan menyusuri hamparan bumi nan luas. Hingga kami tiba di medan laga bersamaan dengan bersiap-siapnya matahari untuk terbenam. Sesampainya, sang pemuda memaksakan diri menyiapkan hidangan berbuka untuk pasukan. Memang, hari itu kami berpuasa. Dan dikarenakan khidmatnya kepada pasukan selama perjalanan berhari-hari, dia pun kelelahan dan tertidur pulas. Pulas sekali hingga kami iba untuk membangunkannya. Akhirnya, kami sendiri yang menyiapkannya dan membiarkan si pemuda tertidur. Saat tidur, tiba-tiba bibirnya mengembang menghiasi wajahnya. _“Lihatlah, ia tersenyum!”_ kataku pada pasukan lainnya keheranan. Setelah bangun, aku pun bertanya padanya, _“kawan, saat tertidur kau tersenyum. Apa gerangan mimpimu?”_ _“Aku mimpi indah sekali. Membuatku bahagia”,_ jawabnya. _“Ceritakanlah padaku!”_ pintaku penasaran. _“Aku seperti di sebuah taman hijau nan permai. Indah sekali. Pemandangannya menarik kalbuku untuk berjalan-jalan. Saat asyik berjalan, tiba-tiba aku berdiri di depan istana perak, balkonnya dari batu permata dan mutiara, serta pintu-pintunya dari emas. Sayang, tirai-tirainya terjuntai, menghalangiku dari bagian dalam istana.”_ _“Namun tak lama, keluarlah gadis-gadis menyingkap tirai-tirainya. Sungguh wajah mereka bagaikan rembulan. Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh menawan cantiknya. ‘Marhaban’, kata salah seorang dari mereka, tahu aku memandanginya. Aku pun tak tahan hendak menjulurkan tangan menyentuhnya. Belum sampai tangan ini menyentuhnya, dia berkata, ‘Belum… Ini belum waktunya, janganlah terburu-buru…’. Telingaku juga menangkap sebuah suara salah seorang mereka, ‘Inilah suami Al-Mardhiyah’.”_ _“Lalu salah seorang dari mereka berkata kepadaku, ‘kemarilah, yarhamukallah’. Baru saja kakiku hendak melangkah, ternyata mereka telah berdiri di depanku. Lalu mereka membawaku ke atas istana. Di dalam sebuah kamar, yang seluruhnya terbuat dari emas merah yang berkilauan indahnya, ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih, dan di atasnya duduk seorang gadis belia dengan wajah bersinar, lebih indah dari sekedar rembulan!! Kalaulah Allah tidak memantapkan kalbu dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku, karena tak kuasa menatap kecantikannya!! ‘Marhaban, ahlan wa sahlan, duhai wali Allah. Sungguh engkau adalah milikku dan aku adalah milikmu’, katanya menyambutku, membuatku tak terasa hendak memeluknya. ‘Sebentar… janganlah terburu-buru… belum waktunya. Aku berjanji padamu, kita bertemu besok selepas shalat dzuhur, maka bergembiralah’, seru gadis tersebut”,_ sang pemuda mengakhiri kisahnya. Lalu, aku berusaha membangkitkan himmahnya, _“Kawan, mimpimu begitu indah. Engkau akan melihat kebaikan nantinya”._ Kami pun bermalam dengan perasaan takjub dan kagum akan mimpi sang pemuda. Esok hari, kami bersiap menghadapi kaum kafir. Barisan pun telah diluruskan, formasi dan strategi dimatangkan, senjata tergenggam kuat, dan tali kekang kuda dipegang erat. Semangat pun semakin berkobar saat mendengar hasungan, _“wahai segenap para tentara Allah, tunggangilah kuda-kuda kalian. Bergembiralah dengan Jannah. Majulah kalian, baik terasa ringan oleh kalian ataupun terasa berat.”_ Tak lama, skuadron pasukan kuffar tiba di hadapan kami. Banyak sekali, bagaikan belalang yang menyebar kemana-mana. Perang campuh pun terjadi. Kesunyian pagi hari sontak terpecah oleh teriakan skuadron kuffar dan gema takbir kaum muslimin. Suara senjata yang saling beradu, berbaur dengan riuh rendah suara para prajurit yang sedang bertaruh nyawa. Tiba-tiba aku mengkhawatirkan pemuda itu. Iya, dimana pemuda itu…? Aku berusaha mencari di tengah medan laga. Ternyata dia di barisan terdepan pasukan muslimin. Dia merangsek maju, menyibak skuadron kuffar dan memporak-porandakan barisan mereka. Dia bertempur dengan hebatnya. Dia mampu melumpuhkan begitu banyak pasukan kuffar. Namun begitu, tetap saja hati ini tak tega melihatnya. Aku segera menyusulnya di depan. _“Kawan, kau masih terlalu muda. Kau tak tahu betapa liciknya pertempuran. Kembalilah ke belakang”,_ teriakku mencoba menyaingi suara riuh pertempuran, sambil menarik tali kekang kudaku. _“Paman, tidakkah kau membaca ayat {wahai segenap kaum mukmin, jika kalian telah berperang dengan kaum kuffar, maka janganlah kalian mundur ke belakang (QS. Al-Anfal: 15)}. Sudikah engkau aku masuk neraka?”_ serunya menimpali. Saat kucoba memahamkannya, serbuan kavelari kuffar memisahkan kami. Aku berusaha mengejarnya, namun sia-sia. Peperangan semakin bergejolak. Dalam kancah pertempuran, terdengarlah derap kaki kuda diiringi gemerincing pedang dan hujan panah. Lalu mulailah kepala berjatuhan satu persatu. Bau anyir darah tercium dimana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh tak bernyawa tergeletak bersimbah darah. Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang di atas kepala yang tak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak. Kedua pasukan bertempur habis-habisan. Saat perang usai, aku segera mencari si pemuda. Terus mencari di medan laga. Aku khawatir dia termasuk yang terbunuh. Aku berkeliling mengendarai kuda di sekitar kumpulan korban. Mayat demi mayat, sungguh wajah mereka tak dapat dikenali, saking banyaknya darah bersimbah dan debu menutupi. Dimana sang pemuda tersebut? Aku terus melanjutkan pencarian. Dan tiba-tiba aku mendengar suara lirih, _“Kaum muslimin, panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari!”_ Itu suaranya, teriakku dalam hati. Kucari sumber suara, ternyata benar, si pemuda. Berada di tengah-tengah korban bergelimpangan. Wajahnya bersimbah darah dan tertutup debu. Hampir aku tak mengenalnya. Aku segera mendatanginya. _“Aku di sini! Aku di sini! Aku Abu Qudamah!”_ isakku tak kuasa menahan tangis. Aku sisingkan sebagian kainku dan mengusap darah yang menutupi wajah polosnya. _“Paman, demi Rabb ka’bah, aku telah meraih mimpiku. Akulah putra ibu pemilik rambut kepang itu. Aku telah berbakti padanya, ku kecup keningnya dan ku hapus debu dan darah yang terkadang mengalir di wajahnya”,_ kenangnya. Sungguh aku benar-benar tak kuasa dengan kejadian ini. _“Kawan, janganlah kau lupakan pamanmu ini. Berilah dia syafa’at nanti di hari kiamat.”_ _“Orang sepertimu tak kan pernah kulupakan”,_ sautnya. _“Jangan!”_ serunya lagi saat kucoba mengusap wajahnya. _“Jangan kau usap wajahku dengan kainmu. Kainku lebih berhak untuk itu. Biarkanlah darah ini mengalir hingga aku menemui Rabb-ku, paman.”_ _“Paman, lihatlah, bidadari yang pernah kuceritakan padamu ada di dekatku. Dia menunggu ruhku keluar. Dengarkanlah kata-katanya; ‘sayang, bersegeralah… Aku rindu’.”_ _“Paman, demi Allah, tolong bawalah bajuku yang berlumuran darah ini untuk Ibuku. Serahkanlah padanya, agar beliau tahu aku tak pernah menyia-nyiakan petuahnya. Juga agar beliau tahu bahwa aku bukanlah pengecut melawan kaum kafir yang busuk itu. Sampaikanlah salam dariku dan katakan hadiahmu telah diterima Allah.”_ _“Paman, saat berkunjung ke rumah nanti, kau akan bertemu adik perempuanku. Usianya sekitar sepuluh tahun. Jika aku datang, ia sangat gembira menyambutku. Dan jika aku pergi, ia paling tidak mau kutinggalkan. Saat ku meninggalkannya kali ini, ia mengharapkanku cepat kembali. ‘Kak, cepat pulang, ya’, itulah kata-katanya yang masih terngiang di telingaku. Jika engkau bertemu dengannya, sampaikan salamku padanya dan katakan; ‘Allah-lah yang akan menggantikan kakak sampai hari kiamat’,”_ kata-katanya terus membuat air mataku meleleh. Menetes dan terus menetes membuat aliran sungai di pipi. _“ *Asyhadu alla ilaaha illAllah, wahdahu laa syarikalah*, sungguh benar janji-Nya. *Wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah*. Inilah apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya dan nyatalah apa yang dijanjikan Allah dan rasul-Nya”,_ itulah kata-kata terakhirnya sebelum ruh berlepas dari jasadnya. Lalu aku mengkafaninya dan menguburkannya. Aku harus segera ke Recca, tekadku. Aku segera pergi ke Recca. Tak lain dan tak bukan, tujuanku hanyalah ibu si pemuda. Celakanya aku, aku belum mengetahui nama si pemuda dan dimana rumahnya. Aku berkelililing ke seluruh kota Recca. Setiap sudut, gang dan jalan ku telusuri. Dan akhirnya aku mendapatkan seorang gadis mungil. Wajahnya bersinar mirip si pemuda. Ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu di depannya. Tiap kali melihat orang baru datang dari bepergian, ia bertanya, _“Paman, anda datang darimana?”_ _“Aku datang dari jihad”,_ kata lelaki itu. _“Kalau begitu kakakku ada bersamamu?”_ tanyanya. _“Aku tak kenal siapa kakakmu”,_ kata lelaki itu sambil berlalu. Lalu lewatlah orang kedua dan tanyanya, _“Paman, anda datang dari mana?”_ _“Aku datang dari jihad”,_ jawabnya. _“Kakakku ada bersamamu?”,_ tanya gadis itu. _“Aku tak kenal siapa kakakmu”,_ jawabnya sambil berlalu. Gadis itu pun tak bisa menahan rindu kepada sang kakak. Sambil terisak-isak, dia berkata, _“mengapa mereka semua kembali dan kakakku tak kunjung kembali?”_ Aku iba kepadanya. Ku coba menghampiri tanpa membawa ekspresi kesedihan. _“Adik kecil, bilang sama Ummi, Abu Qudamah datang.”_ Mendengar suaraku, sang ibu keluar. _“Assalamu’alaiki”,_ salamku. _“Wa’alaikum salam”,_ jawabnya. _“Engkau ingin memberiku kabar gembira atau berbela sungkawa?”_ lanjutnya. _“Maksud, ibu?”_ _“Jika putraku datang dengan selamat, berarti engkau berbela sungkawa. Jika dia mati syahid, berarti engkau kemari membawa kabar gembira”,_ terangnya. _“Bergembiralah, Allah telah menerima hadiahmu.”_ Ia pun menangis terharu. _“Benarkah?”_ _“Iya…”_ Benar-benar ia tak kuasa menahan tangis. _“Alhamdulillah… segala puji milik Allah yang telah menjadikannya tabunganku di hari kiamat”,_ pujinya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Para sahabat Abu Qudamah mendengarkan kisahnya dengan penuh kekaguman. _“Lalu gadis kecil itu bagaimana?”_ tanya salah seorang dari mereka. Dia mendekat kepadaku, dan kukatakan padanya, _“Kakakmu menitipkan salam padamu dan berkata; ‘Dik, Allah-lah yang menggantikanku sampai hari kiamat nanti’.”_ Tiba-tiba dia menangis sekencang-kencangnya, wajahnya pucat, terus menangis hingga tak sadarkan diri. Dan setelah itu nyawanya pun tiada. Sang ibu mendekapnya dan menahan sabar atas semua musibah yang menimpanya. Aku benar-benar terharu melihat kejadian ini. Aku serahkan padanya sekantong uang, berharap bisa mengurangi bebannya. Sang ibu pun melepas kepergianku. Aku meninggalkan mereka dengan kalbu yang penuh kekaguman, atas ketabahan sang ibu, sifat ksatria sang pemuda, dan cinta gadis kecil itu kepada kakaknya… —————————————— *Ya Rahman… Ya Rahiim…* *Kabulkanlah seuntai do’a kami…* *Memang terasa berat meniti jalan jannah-Mu. Syahwat yang selalu menyambar, Syubhat yang terus menghantam, Syaitan yang tak pernah menyerah, dan nafsu jahat yang senantiasa memberontak. Sedangkan kalbu ini lemah, ya Rabb…* *Kalaulah bukan karena-Mu, tidaklah kami ini berislam. Tidak pula mengerjakan shalat, tidak pula bersedekah.Teguhkanlah kaki kami di atas jalan-Mu ini…* *اللَّهُــــــــــــمَّ آمِــــــــــــــــــيْن…* ———————— Diterjemahkan dengan beberapa editing tanpa merubah tujuan dan makna dari *Kitab ‘Uluwwul Himmah indan Nisaa’, 212-217*. Lihat juga : - *Masyari’ul Asywaqi ila Mashori’il Usysyaqi: 1/285-290.2.* - *Sifatush Shofwah: 2/369-3703.* - *Tarikh Islam: 1/214-215.*
0 notes
Text
My Acne Story
Hay guys. Nama gue rahmalia herwindani, biasa dipanggil winda,windani, dani, rahma, dan sebagainya. Tapi dari sekian banyak nama panggilan itu gue lebih suka dipanggil winda. Saat ini gue mau berbagi pengalaman gue mengenai JERWAWATTT (OH NO!!!!). Hal teriyuh ini udah jadi bagian dari hidup gue selama belasan tahun dan masih sampai saat ini (hmmm kapan ya ilangnya huhu).
Gue udah mulai jerawatan dari kelas 5SD, dan udah jadi korban bullying dulu hiks. mungkin karena pada dasarnya gue anaknya males abiezzz kali ya. Paling susah kalo disuruh mandi. Karena masih kecil juga jadi nyokap belum kasih treatment apapun ke muka gue ini. FYI muka gue tuh oily bangettt. Bokap selalu bilang muka gue udah kayak tangki pertamina lah, penggorengan lah, ngalahin gorengan pinggir jalan (JAHARAAAAAAAA........ AAKKKKKK). Tapi gue mah udah kebal mau dibilang kayak apa juga, udah biasaaa. Bokap bilang sih katanya biar gue tahan banting kalo dikatain sama orang lain (but,i’m still your daughter, is’nt?). Nyokap juga suka prihatin gitu deh liat muka gue yah tapi mau diapain lagi udah nasib kali ya.
Pas smp ge udah mulai berusaha merawat diri, karna kebetulan gue juga udah punya pacar, jadi pengenlah terlihat channthikk kann hehe. Akhirnya gue mulai pake facial wash dan pelembab yang di seponsori oleh ponds, secara waktu itu ponds lagi hits banget. Tapi tetep aja gue masih aja jerawatan. Ditambah lagi gue pake pelembab muka, makin minyak aja muka gue, bisa nih sampe di peres buat masak emak gue. Waktu smp juga kegiatan gue banyak diluar ruangan secara gue anak PASKIBRA (bangga haha). Jadi mau gak mau setiap hari gur harus terpapar sinar matahari sampe muka gue item keleng dah pokoknya (buluq). Jerawat gue makin meradang ditambah muka gue udah black and white a.k.a belang. Karena kondisi gue yang memprihatinkan, nyokap ngajak ke dokter kulit. Setelah diperiksa, kata dokternya gue tuh jerawatan garagara hormon. Yaudahlaya nyokap percaya aja. FYI nyokap gue juga udah jerawatan dari kecil jadi ada kemungkinan karna keturunan gitu. Terus akhirnya gue dikasih krim pagi, malem, facial wash, sama obat dari dalem gitu deh. Lantaran gue anaknya males, jadi gue gak rutin pakenya. setelah beberapa pemakaian muka gue jadi merah gitu terus kayak ngelupas gitu, orang orang bilangnya purging. Gara-gara itu gue minta berenti, karna gue takut kalo tambah parah. Alhasil sisanya dipake nyokap gue deh. Dan akhirnya gue berenti pake treatment dari dokter itu.
Masuk SMA gue coba pake pelembab Olay Natural White dan tetep pake facial washnya Ponds White Beauty. waktu sma gue gak terlalu ikut organisasi sama ekskul apapun, jadi kegiatan gue gak terlalu banyak. jerawat gue pun juga gak terlalu banyak. Malahan muka gue jadi agak bersih dan putih gitu. Kalo menurut gue Olay Natural White itu ampuh banget bikin muka jadi putih. Buat yang mau putih kalian bisa pake ini, recomend banget deh pokoknya. Tapi berhubung muka gue udah glossy abis jadi gue pakenya dikit banget.
Pas gue kuliah nyokap beliin gue Beauty Skin dari SKINER gitu. Ya gue sih sebagai anak ya nurut aja. Danhasilnya lumayan banget muka gue jadi lembut terus bersih. ETAPIIIIIII lama kelamaan bencana pun datang. Jadi muncul bintik bintik kecil gitu awalnya di jidat sama dagu. Nyokap gue complain sama mbak oshopnya buat ganti rugi, but kata embaknya itu adalah bagian dari proses, jadi tuh jerawatnya dikeluarin gitu dulu semua baru deh ilang. Akhirnya gue coba untuk pake lagi. tapi ternyata jerawat makin banyak dan parah.
Serem kan muka gue? huhuhuhu. Akhirnya nyokap memutuskan untuk gue bat berenti pake produk itu. Kayaknya sih emang gue yang gak cocok sama bahan aktif yang ada di produk tersebut. Terusnya kakak gue ngajakin gue ke SKIN CARE tempat langganannya pacarnya (sekarang udah jadi istri ciyee). Lokasinya tuh di daerah kuningan, deket perbanas. Pertama konsul kata dokternya jerawat gue udah terlalu dalem jadi bakalan susah dan lama ngilanginnya. Mungkin ada efek dari produk yang lama juga yag bikin pada numpuk didalem kulit. Dan yang lebih bikin gue down waktu dokternya bilang kalo gue gak bakalan bisa berenti jerawatan T.T (TEGAAAAAaaaaaaa).
Setelah diskusi akhirnyague disuruh buat lakuin treatment facial seminggu sekali. Pertama kali facial sakit bangetttttttt nget ngetttttt. Jadi gini ya rasanya kalo orang orang tuh pada facial hmmmmm. Tapi setiap abis facial gue ngerasa mukanya lembut dan seger aja, ya walaupun sedikit nyut-nyutan. Terus gue dikasih krim malem, facial wash, gel spot, sama obat buat diminum gitu. Sebulan berlalu gue disuruh dateng jadi cuma 2 minggu sekali. setiap abis facial muka gue pasti merah-merah dan bokap selalu tanya sama gue, “dek yakin mau diterusin?” ya gue sih yakin yakin aja soalnya gue ngerasa muka gue udah jadi lebih bersih walaupun merah-merah. Udah hampir 3 bulan jalanin treatment disana bokap mutusin buat berenti karena gak tega liat muka gue. Ya gue sebagai anak yang cuma dibayarin treatmennya ya nurut aja.
Akhirnya gue memutukan untuk pake perawatan yang mudah didapet. Terus gue ke geray CENTURY, terus gue tanya facial wash yang bagus buat muka berjerawat dan berminyak itu apa, and then mbaknya kasih gue Refresh Facial Wash by ILLUMINARE. Yang gue suka dari produk ini dia itu non mineral oil dan basenya itu air. Dan setau gue juga emang kalo muka berminyak dan berjerawat itu kalo mau pake skin care atau cosmetic harus base water gitu. Setelah pake, enak banget di muka, wanginya juga enak, dan yang lebih gue sukanya lagi, muka gue jadi gak terlalu berminyak seperti dulu. jerawat juga udah mulai berkurang sedikit. Pokoknya puas banget pake ini. Ini tuh produk jepang dan ada 2 varian yaitu Acne Defyer sama Bringhtening Solution. Pokoknya produk yang Acne Defyer-nya recomend banget buat muka berminyak dan berjerawat.
Terus gue juga nyoba pake masker susu kambing dari RUMAH KEFIR by Febiola (kalian bisa search di Instagram). Harganya emang lumayan, tapi worht it banget kok. Ini tuh yogurt susu kambing itu deh. Gue udah pesen sampe 3 kali dan itu ngefek banget. Setelah pemakaian 1bulan lebih udah ada perubahan. Dan orang-orang disekeliling gue juga udah melihat perubahan itu.
sekarang Alhamdulillah muka gue udah mendingan, walaupun sampai saat ini gue masih bergulat dengan jerawat hahah. Sekarang gue lagi cari solusi untuk menghilangkan bekas jerawat dimuka gue ini. Jadi kalo kalian ada saran bisa comment disini yaaaaa. Ini muka gue waktu pemakaian 2 bulanan deh kalo gak salah.
Pokoknya gur recomend banget buat yang mukanya berminyak dan berjerawat untuk pake Refresh Facial Wash by ILLUMINARE sama RUMAH KEFIR by Febiola. Selamat mencoba :)))
0 notes
Note
Bueno, primeramente deben saber mi error en la reserva. Vi luego que estaba ocupado, así que debo cambiar la reserva a: Vinnie Woolston para el personaje Dante Rochester. Gracias, perdones las molestias.
El foro se abrió, así que ya no se permiten más reservas vía tumblr corazón, para ello mejor ve al foro y haz la ficha y después de ser aceptado los registros necesarios. Gracias a ti.
1 note
·
View note