#tazkiah
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tawbah, Sabr, Shukr, Raja, Khof, Zuhd, Tawakkul, Rida, Mahabbah.
1 note
·
View note
Text
Ensuring Safety: Tazkiah Safe Schools Program in Dubai
Join us in safeguarding children's health with the Tazkiah Safe Schools Program in Dubai. Our comprehensive program offers tailored pest management solutions to create safe and hygienic learning environments. Visit our website to learn how we can help protect students from pests and ensure their well-being.
0 notes
Photo
. . . #salahismust #praydaily #namaz #namazlazım #prostration #supplication #transformation #transformationuneed #safeaakhira #stopdeviations #turning #tazkiah #dontdeny #focusonyourdeen #duatoallah #turntoallah #chargingsoul #uneed #beconcious #beware #awarness #warning #viewoftheday #vibes #nowornever #makedua #keepgoing #weheartislam #workforyoursoul #lightisconsciousness . https://www.instagram.com/p/CJRMjm4LLco/?igshid=1wz3svm5bxntq
#salahismust#praydaily#namaz#namazlazım#prostration#supplication#transformation#transformationuneed#safeaakhira#stopdeviations#turning#tazkiah#dontdeny#focusonyourdeen#duatoallah#turntoallah#chargingsoul#uneed#beconcious#beware#awarness#warning#viewoftheday#vibes#nowornever#makedua#keepgoing#weheartislam#workforyoursoul#lightisconsciousness
0 notes
Text
If you have a problem with Sufism, then you have a problem with Ibn Taymiyyah, Ibn Qayyim al-Jawziyya, Ibn Rajab al Hanbali, the scholars of the Shāfi’ī Hanafi Mākikī and Hanbali schools. You have a problem with Ah lus-Sunnah wa'l-Jamaa'ah.
One of the problems we have today as Muslims is with certain words, such as Sufi. Our scholars teach us to focus on realities behind words rather the word itself. We want to be intelligent people. If you’re going to say that Sufism is wrong because of the actions of certain people who call themselves “Sufi”, then what is the difference with saying that “Islam” is wrong because of the action of certain Muslims. Ihsan, Taṣawwuf, Sufism, Tazkiah, whatever word you call it, is not only part of the religion, it is the religion. That’s what the Prophets taught - the purification of the human soul.
Imam Junaid on Sufism:
“Our affair (Sufism) has two witnesses - Kitaab wa sunnah.”
The religion is clear. It doesn’t need my Man in the 15th century (hijri) to clarify what religion is.
— Shaykh Ibrahim Osi-Efa
8 notes
·
View notes
Text
Anda tidak tahu saja..
Sungguh si pendosa ini semakin terpuruk..
Ketika dirinya terbuai oleh secuil dari pujian makhluk..
Sungguh si pendosa ini semakin tersiksa..
Ketika sebagian orang dengan mudah memberinya tazkiah...
Sebagian yang lain mungkin telah mengetahui aib-aibnya..
Namun yang mereka lihat belumlah seberapa dari yang sesungguhnya..
Anda tidak tahu saja..
Sungguh, sahabat yang mulia Ibnu Mas'ud radhiyallaahu 'anhu pernah berwasiat,
لو تعلمون ذنوبي ما وطئ عقبي اثنان، ولحثيتم التراب على رأسي، ولوددت أن الله غفر لي ذنبا من ذنوبي، وأني دعيت عبد الله بن روثة. (أخرجه الحاكم وغيره)
"Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran". (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan yang lainnya)
Bagaimana lagi dengan si pendosa ini?
Maka..
Doakanlah ia agar senantiasa terjaga hatinya..
Doakan ampun bagi kekhilafan dan kesengajaannya..
Maafkanlah keburukan-keburukannya..
Rangkullah ia agar kembali ke pangkuan tazkiah yang sesungguhnya, sebagaimana firman-Nya:
قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى
"Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya (dengan beriman), dan mengingat nama Rabb-nya lalu dia shalat."
Seraya ia memohon,
اللهم لا تؤاخذني بما يقولون واغفرلي ما لا يعلمون واجعلني خيرا مما يظنون
"Ya Allah, jangan tuntut aku dari apa yang mereka katakan, ampunilah aku dari apa yang mereka tidak ketahui, dan jadikahlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka".
_________
Jatinangor, 5/12/19 M | 8/4/1441 H
1 note
·
View note
Photo
24 Jun 2019, 10:50AM. . Pertahan Dan Teruskanlah Amal Kebaikan Walau Ia Kecil . Kebaikan sekecil mana pun yang engkau gemar melakukannya, maka pertahankan dan teruskanlah ia dilakukan sehingga engkau menemui Allah. . Keupayaan manusia untuk beramal ini berbeza beza. Boleh jadi engkau mampu melakukan hanya kebaikan yang kecil sedang orang lain mampu melakukan kebaikan lebih besar. . Namun, tiada siapa yang mengetahui amalannya yang manakah sama ada kecil mahupun besar yang boleh melayakkan dirinya untuk mendiami syurga Allah kelak. . Justeru, disamping engkau terus menerus beramal melakukan kebaikan, usahakan juga untuk diperbaiki dan memohon kepada Allah agar dikurniakan kemampuan melakukan kebaikan yang lebih besar. . Lalu setelah itu, berterusanlah (Istiqomah) dalam melakukan kebaikan. Seperti yang difirmankan oleh Allah di dalam Surah Al Hijr pada ayat ke 99, . وَ��عۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ یَأۡتِیَكَ ٱلۡیَقِینُ "Dan sembahlah Tuhanmu, sehingga datang kepadamu (perkara yang tetap) yakin (mati)." Wallahu'alam. . #Alhamdulillah #dakwahituseni #harinidahingatmati #muhasabah #muhasabahdiri #thedaiegraphy #abuhanifah #bekindmove #buatbaikhidupbaik (at MADRASAH AT-TAZKIAH) https://www.instagram.com/p/BzE4iSKlECI/?igshid=11tr626at1d2e
#alhamdulillah#dakwahituseni#harinidahingatmati#muhasabah#muhasabahdiri#thedaiegraphy#abuhanifah#bekindmove#buatbaikhidupbaik
6 notes
·
View notes
Photo
Edisi Turun Harga, Tanah Investasi Strategis Hanya 300m Dari Kampus UIN 3 Tanah poros jalan murah berlokasi di Dau menuju arah kampus UIN 3 yang akan menjadi kampus terbesar di Indonesia. Cocok Anda yang gemar Investasi Lokasi : Sumbersekar, Kec. Dau, Kota Malang Spesifikasi : Luas Tanah 1.453 m² Lebar 20 meter Tanah Diatas Jalan Legalitas SHM Akses Mobil Listrik Ready - View kota malang - View pegunungan dan bukit Gambaran Lokasi : - 200 meter dari proyek kampus UIN 3 - 5 menit dari Ar-Rahmah Tahfidz - 7 menit dari Boarding School Tazkiah - 7 menit dari kampus UMM Harga normal 2,9 M. -> Cukup tebus Rp. 2.350.000.000,- (2,35 Milyar) ______________________________________________ Respon Cepat, Info Detail dan Survey Lokasi Hubungi : Telp/WA : 0822 4517 7279 Kerjasama? Titip Jual? Gabung? Klik IG : @updaterumahmalang | t.me/rumahmalangbatu ______________________________________________ #updaterumahmalang #updatetanahmalang #tanahkavling #kavlingbatu #kavlingmalang #rumahminimalis #rumahmalangku #rumahdijualmalang #rumahmalangminimalis #rumahmalang #rumahbatu #rumahmurahmalang #rumahmalangmurah #rumahdekatumm #propertimalang #rumahbatu #propertymalang #rumahmalangbatu #pesonamalang #perkebunanmalang https://www.instagram.com/p/CZMDD96pWAB/?utm_medium=tumblr
#updaterumahmalang#updatetanahmalang#tanahkavling#kavlingbatu#kavlingmalang#rumahminimalis#rumahmalangku#rumahdijualmalang#rumahmalangminimalis#rumahmalang#rumahbatu#rumahmurahmalang#rumahmalangmurah#rumahdekatumm#propertimalang#propertymalang#rumahmalangbatu#pesonamalang#perkebunanmalang
0 notes
Text
RAIH PEMBERIAN-NYA
“Barangsiapa mengucap "Astaghfirullah alladzi laa ilaaha illa huwa alhayyul qoyyum wa atuubu ilaih" sebanyak 3 kali, maka akan diampunkan dosa walaupun dia termasuk orang yang lari dari medan perang.” - [Hadis Riwayat Abu Dawud]
Sumber : فاذكروني // Terjemahan : Ustaz Ali Zaenal Abidin dari MADRASAH AT-TAZKIAH
44 notes
·
View notes
Photo
131) Balti lub Baltis to grupa etniczna z domieszką dardyjskiego pochodzenia tybetańskiego, która pochodzi z terytorium Gilgit-Baltistan, administrowanego przez Pakistan. Występują również na administrowanym przez Indie terytorium Ladakh - głównie w dystrykcie Kargil z mniejszymi skupiskami obecnymi w dystrykcie Leh. Poza obszarem Kaszmiru Baltis są rozproszeni po całym Pakistanie, a większość zamieszkuje znane ośrodki miejskie, takie jak Lahore, Karaczi, Islamabad i Rawalpindi. Pochodzenie imienia Balti jest nieznane. Pierwsza pisemna wzmianka o ludzie Balti pojawia się w II wieku pne przez aleksandryjskiego astronoma i geografa Ptolemeusza, który określa ten region jako Byaltae. Sami ludzie Balti nazywają swoją ojczyznę Balti-yul (tłum. „Kraina Baltis”); współczesna nazwa Baltistan jest perskim tłumaczeniem tej nazwy. J��zyk balti należy do rodziny języków tybetańskich. Read (1934) uważa go za dialekt Ladakhi, podczas gdy Nicolas Tournadre (2005) uważa go za język siostrzany Ladakhi. Bon i buddyzm tybetański były dominującymi religiami wśród Baltisów aż do przybycia islamu do Baltistanu w XIV wieku, głównie przez sufickich misjonarzy, takich jak Mir Sayyid Ali Hamadani. Sekta Noorbakshia Sufi dalej propagowała wiarę islamską w regionie, a większość ludu Balti przyjęła islam do końca XVII wieku. Z biegiem czasu wielu Baltów przeszło na islam szyicki, a kilku na islam sunnicki. Baltowie nadal zachowują wiele cech kulturowych przedislamskich Bon i rytuałów buddyzmu tybetańskiego w swoim społeczeństwie, co czyni ich wyjątkową grupą demograficzną w Pakistanie. Język balti pozostaje wysoce archaiczny i konserwatywny, bliższy klasycznemu tybetańskiemu niż innym językom tybetańskim. Baltowie postrzegają kongregację w meczetach i Sufi Khanqah jako ważny rytuał religijny. Khanqahs szkolą szkoły wprowadzone przez pierwszych świętych sufickich, którzy przybyli do regionu. Uczniowie uzyskują duchową czystoś�� (tazkiah) poprzez to szkolenie (medytacje i kontemplacje) pod okiem doświadczonych przewodników duchowych, którzy już osiągnęli pewien stopień duchowości. Meczety w Baltistanie są w większości zbudowane w stylu tybetańskiej architektury, chociaż kilka meczetów ma drewniane wykończenia i dekoracje w stylu Mogołów, co można zobaczyć również w dystrykcie Kargil w administrowanym przez Indie Ladakh, po drugiej stronie Linii Kontroli. Obecnie około 60% Baltis to muzułmanie szyiccy, podczas gdy około 30% praktykuje islam Noorbakshia Sufi, a 10% to muzułmanie sunnici.
0 notes
Text
18) Tazkiah: Once you try not to fight your imperfectness, the suppression could disperse
Takziah: And then try to direct it to the Infinite ﷻ
0 notes
Text
Akhlak Indah
Setelah beberapa tahun menghadiri daras beberapa orang syaikh di kota Kairo, akhirnya saya berkesempatan jumpa dengan syaikh lain di desa kediamannya dan bermukim di sana beberapa saat.
Salah seorang syaikh yang saya temui di Kairo, sebenarnya, sekalipun semadrasah dengan syaikh yang saya datangi desanya, pernah mewanti-wanti agar tidak belajar kepada temannya itu, terlebih setelah temannya terindikasi dekat dengan seorang yang dianggapnya sebagai "musuh dakwah".
Dalam benak saya, kemungkinan besar apa yang diucapkan guru kami di Kairo tentang calon guru yang saya temui telah sampai kepadanya lewat para jurnalis amatir yang kerap membawa kayu bakar ke mana-mana untuk menyulut permusuhan di antara para duat dan penyampai warisan ilmu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Saya pun mempersiapkan jawaban paling pas apabila calon guru nanti menanyakan kepada siapa saya belajar sebelumnya.
Tak ayal lagi, pada perjumpaan pertama, di sela-sela obrolan sembari mengetes kemampuan berbahasa calon murid sebagaimana biasa dilakukan oleh sebagaian masyaikh, calon guru bertanya kepada saya, "Di mana sebelumnya kamu belajar? Sepertinya kamu sudah bisa berbahasa Arab dan punya (sedikit) wawasan keislaman." Beliau juga menyarankan bagi yang belum bisa berbahasa Arab dengan baik agar belajar secara intensif di lembaga bahasa Arab sekalipun berbayar.
Dalam jawaban, saya menyebut di antaranya Syaikh Fulan teman semadrasahnya itu. Agak cemas memang menunggu tanggapan apa yang kira-kira beliau utarakan tentang temannya itu. Khawatir juga apabila beliau berkeberatan menerima saya sebagai murid karena pernah belajar kepada seorang yang meragukan "manhajnya".
Alhamdulillah, di luar dugaan, syaikh calon guru berkata begini, "Owh, pantas saja kamu bisa berbahasa Arab karena gurumu itu adalah seorang yang hebat. Aku tidak mengatakan ini sebagai tazkiah yang berlebihan."
Ungkapan serupa yang kira-kira begini, "Owh, gurumu itu dalam keyakinan saya adalah termasuk dari para ulama Salafi di kota Kairo," juga pernah saya dengar dari guru lain yang tinggal di desa lain dan pernah saya temui di mesjidnya.
Ya kira-kira begitu deh ceritanya. Maklum ingatan saya sudah berkurang dimakan usia. Kejadiannya pun sudah begitu lama di awal tahun 2000-an.
Pelajarannya bagi saya adalah bagaimana guru-guru kami itu mengaplikasikan "taghāful" (pura-pura seakan tidak mengetahui) kekurangan orang lain demi menciptakan suasana damai dan menyenangkan.
Ya Allah lindungi serta rahmatilah semua guru yang telah mengajarkan kepada kami segala kebaikan. Mudahkan semua urusan mereka di dunia dan di akhirat. Source: FB Alee M
1 note
·
View note
Text
Terminating Termites: Professional Termite Removal in Dubai
Protect your investment with Tazkiah Pest Control Services' professional termite removal in Dubai. Our skilled technicians utilize state-of-the-art equipment and proven methods to eradicate termites and prevent future infestations. Visit our website to discover our comprehensive termite control solutions tailored to your specific needs. Trust Tazkiah for prompt and reliable termite removal services that keep your property safe.
0 notes
Photo
Swipe 👉 You're blessed ~ Alhamdulillah. 💙🍃 . . Take shahada seriously. #takeshahada #transformationuneed #truepath #onepath #truelight #focusonyourdeen #sob #shaking #revive #renew #reviveimaan #turninghearts #turntoallah #yourblessed #learnquran #learnyourdeen #bothworlds #tazkiah #dawah #shahada #gratitude #grateful #blessed #blessings #bounties #comebacktolife #alert #beware #umeed #lightisconsciousness . https://www.instagram.com/p/CJOdctGLKoy/?igshid=1j1q3n4ejbmug
#takeshahada#transformationuneed#truepath#onepath#truelight#focusonyourdeen#sob#shaking#revive#renew#reviveimaan#turninghearts#turntoallah#yourblessed#learnquran#learnyourdeen#bothworlds#tazkiah#dawah#shahada#gratitude#grateful#blessed#blessings#bounties#comebacktolife#alert#beware#umeed#lightisconsciousness
0 notes
Text
Sufi Psychology Part 3 - Sufis and Human Energy centres. 2) Latifat-al-Qalbi: (the Heart); This Latifa is located in the left of Chest and is dark yellow in colour, In this Latifa, a person views his deeds both good as well as evil. By awakening it a person acquires the knowledge of the realm of Jinns. In a Nutshell - (Nafs Al Lawwama - The Blaming Self); Light or Colour of Aura: Dark Yellow. Located: left of Chest - Liver and related to the digestive system. Soul: Ruh Nabati linked to Vegetable Soul. (see below) Traits: conscience, capacity for self-observation. Habits: backbiting, trickery, conceitedness, hypocrisy, self-consciousness, guilt, fearfulness, wishful thinking, intense desire to please others. Quran Ref: "And I swear by the reproachful soul!” (75:1-2) Healing Dhikr: is to Repeat Ya Allah - O The God. *Note -The Vegetable Soul: It is located in the liver and related to the digestive system. At this level transmission of energy and transmutation begins. Nourishment and growth is one of its functions. To have a healthy vegetable soul, we need healthy nourishment (at physical, emotional, intellectual and spiritual levels) Its Healing Remembrance or Dhikr is repeating the Name: Ya Allah (God). This is the self in its original state of birth into the world as Allah says, "By the One who brought the self to equilibrium inspiring it with its transgression and its consciousness." (91-7:8) This is the self that has been touched by Allah's Mercy so that when it commits a sin or falls into disobedience, it blames itself and turns to forgiveness and repents to its Sustainer. Then it holds on to obedience until it slips back into sin then it turns to forgiveness and repentance and so on. It has grasped what the Prophet (peace be upon him) said, "All humans are prone to sin and the best sinners are those who repent." It is a self that is in constant fluctuation between obedience and disobedience. One time it is heedless and falls and another it is aware and resists. This is the natural station which we start from at birth and from there we descend or ascend. Its sign is the fluctuation between the characteristics of the people of this world and the people of the next world. It is not in the same evil condition as the Commanding Self but the two desires of immortality and sovereignty are still active in it although in a much reduced or weakened condition. This is the first stage of salvation for the self and the first step toward its purification and success. The word Qalb, stands for heart. In Sufi terminology, this spiritual heart (not to be confused with corporeal organ) is again variously described. Some consider it to be the seat of pure vision. Others consider it the entrance of Ishq or Divine love. Some thinks that it is the battleground of two warring armies: Those of nafs (where nafs-i-natiqa/rational soul is equated with aql/intellect, the "better", rational part of the soul as opposed to animal/passionate ), and ruh/spirit, who will be the object of analysis in the next point. In short, cleansing of the Qalb or heart is a necessary spiritual discipline for salik (traveller) on the Sufi path. The term for this practice is Tazkiah-I-Qalb and the aim is the purging of everything that stands in the way of God’s love or Ishq-e-Khuda. Recitation of Kalima or the name of Allah/ Ya Allah is practised by the seekers To awaken this Latifa. When the name ‘Allah’ vibrates in the heart, an awareness of Right and Wrong, and wisdom follows. It is then called Qalb-e Salim. (the content Heart). Then the status of the meditation by Qalb changes its direction towards God; it is called Qalb-e Minib (the penitent Heart). This heart can prevent a person from mischief, but it cannot make a right judgement. When the theophanies (Tajalliyat) of God begin to fall on the Heart, it is called Qalb-e-shahid or the witnessing Heart. Qalb and Nafs form the "Rooh-e-haivani" (Animal Soul). This part of the soul has the record of every activity of life. 2. Nafsi Lawwama - ( Blaming Self or Self-accusing soul) This is the second step in the development of man, when man becomes aware of his actions, is able to differentiate right from wrong, and regrets his wrong doings. Yet he is not able to totally stop doing wrong because it is very difficult to break the habits of his previous state. He tries to follow the obligations of his religion and he prays, fasts, pays alms and tries to behave properly. But he wants to be known as a reformed person. He publicizes his piety, his good deeds, and expects appreciation from people. This makes his behavior hypocritical. Sometimes he realizes this, regrets it, and tries to change. Hypocrisy, a major sin, is the principal danger in this state. There are two other grave dangers as well: Arrogance and Anger. Every little attempt to be good, compared to the previous state, seems like a major achievement. So we think we are the best, and get angry with others who do not seem to respect us. Arrogance, lying to ourselves, hypocrisy, anger, and intolerance are the soldiers of the devil. At the level of Nafsi Lawwama we are (not safe from the devil), who injects his character of arrogance into our veins and whispers into our ear: “You are as good as your teachers now; not only do you know as much as they do, the way you behave is better. If they were able to apply what they teach in their own lives they wouldn’t be half what you are. You don’t need their preaching or their advice. Now let people see your wisdom and your deeds so that you will be an example to them.” Not only the whisperings of the devil, but all worldly life, is against the seeker at this stage. Certainly the world cannot lose its attractiveness for him; it calls to and tempts him. If the resolve of the seeker is weak, he will be afflicted with arrogance, not listen to good advice, and in fact, fight with the ones who wish for his well being, thinking they are belittling him and behaving in a superior manner. In anger, he may attempt to do much greater deeds than he is incapable of, and fail. Failure will further anger him. His mood will become dark, disappointed; he will think he took the wrong way, that he was better off before, and he may blame the ones who led him to this Path, falling back to his previous condition of being an animal in human shape. If he is warned at the beginning of the second step of Nafsi Lawwama of these dangers, and if he is intelligent enough not to release the hand which leads him, and if he follows the advice on how to fight the three enemies of hypocrisy, anger, and arrogance, he will pass this stage quickly. The longer one lingers in this transitory stage, the worse will be the trials. The cure for hypocrisy is to realize how the value of everything in the world, including the opinions of others, is temporal, inconstant and subjective, changing from minute to minute, from place to place, from person to person, and finally disappearing. Therefore, one should opt for that which is permanent, eternal, and powerful instead of something which may be here now and gone tomorrow. What fool lights a candle when the sun is out? Do not count on the respect and the praise of others, and do not fear them. For it is said, “Whoever praises you is your enemy because he is the ally of your enemy, and whoever points out what is wrong with you is the enemy of your enemy.” The cure for arrogance is to remember that your beginning came from a drop of semen from your father and an ovum in your mother’s belly, and that your end will be as a rotten corpse in the ground. Beauty, strength, intelligence, will soon dwindle and disappear. All your fortune, properties, reputation, and friends will be excluded when you are lowered alone into your tomb. Your prayers, piety and good deeds, if performed to impress others, will evaporate, and worse still, may turn against you. Realize that all you have, including your body and your very life, is not yours, but lent to you and entrusted to you by your Creator. Your actions are also His if they are good, and when they are bad, it is you who are tyrannizing yourself. Offer thanks for everything, and feel shame your wrongdoings; then you will be humble. The fall of the one who stands low is much less painful than the one who falls from high. The cure for anger is basically accomplished if you can cure your arrogance. It is the arrogant one who becomes angered by adversity, or even by lack of sufficient rewards which he thinks he is owed. The negative emotion of anger, when it flares up, is faster than the rational effort to suppress it. Once anger has caught fire it is difficult to extinguish. Like fire, it burns all that is human in us; compassion, love, gentleness, generosity, the ability to communicate, to think of consequences, and intelligence are all reduced to ashes. All that remains is a dangerous wounded wild animal. As a remedy to recall and remember our humanity, The Messenger of Allah (peace be upon him) suggests that when anger strikes, immediately you should change your posture. If you were standing, you should sit. If you were sitting you should fall to your knees. It is difficult to shout and curse in the most humble position of kneeling. Or you should lie on your back and pray: “Oh Lord, enrich me with knowledge, beautify me with kindness, give me the gift of piety and the fear and love of You and sanity and health, Amin” Or you should go and take ablution with cold water. If we could avoid these dangers, with Allah’s will and the guidance of our religion, and the help of our teacher, and our wish to advance, we might rise to the third level where we receives the Lord’s inspirations
10 notes
·
View notes
Photo
Nasehat Liburan Ramadhan Santri Ust. Cholid An Nadhif Ternyata manusia itu cukup mampu menjerumuskan dirinya ke neraka, tanpa ada bantuan dari syaithon Kalo di luar Ramadhan kita masih bisa menyalahkan syaiton ketika kita lalai dan tergelincir. Gak tilawah karna syaiton, gak murojaah karna syaiton, gak sholat karna syaiton dan lain sebagainya. Namun, ketika bulan Ramadhan, ketika semua syaitan dibelenggu, kita masih malas sholat, malas tilawah, maka itu sebenarnya kita sendiri yang malas dan lalai. Maka ketika kita ingin mengetahui diri kita sudah baik atau tidak, maka kita nilai dari bulan Ramadhan. Kalo ketika bulan Ramadhan diri kita tidak baik, maka jangan salahkan siapa-siapa kecuali diri kita sendiri, karena ternyata diri kita sendiri sudah cukup untuk menggelincirkan diri kita ke neraka. Dan ini berlaku ketika kalian semua pulang (tidak di pondok), ketika di pondok semuanya masih terikat dengan peraturan, terikat dengan peringatan ustadz. Sehingga mungkin, kebaikan2 yang dilakukan karna aturan. Karna takut di hukum, karena tidak mau, namun ketika di rumah nanti antum bisa ukur diri kalian. Kalau ternyata, antum masih rajin ke mesjid, masih rajin tilawahnya, maka berarti tarbiyah dan tazkiah antum pada diri sendiri berhasil. Namun, jika hasilnya di rumah ternyata malas-malasan, tidak ke masjid, berarti ternyata semua kebaikan antum selama ini di dasarkan oleh peraturan bukan karena ALLAH SWT. Karena kalo karna Allah, dimanapun tempat nya, kapan pun waktunya, sama. Terus menerus taat pada Allah. Jika di luar pondok kita bisa sama atau lebih baik, maka berarti tarbiyah diri kita terhadap diri sendiri berhasil. Mohon di perhatikan dirinya masing masing, karena kita ketika di hisab nanti sendiri2. Tidak bawa bawa pondok, orang tua, ustadz, tidak membawa siapapun. Yang akan di tanya, yang akan bertanggung jawab, yang akan masuk syurga atau neraka itu diri kita masing-masing. @ammartsqb 17 Juni 2017
15 notes
·
View notes
Text
Berguru pada Ulama
[Jurnal Ilmyah: 20 Mei 2017 | Hari #116]
Seperti biasa setiap malam Jum’at di Darut Tauhid adalah jadwalnya Aa Gym untuk mengisi kajian ma’rifatullah. Beberapa minggu belakangan ini saya memang kembali rutin datang ke sana setelah sekian lama, lama banget, enggak mengikuti kajian tiap malam Jum’at itu. Padahal dulu pas maru dan unyu-unyu saya cukup sering ngaji di sana.
Saya merasakan kekeringan jiwa saja akhir-akhir ini sehingga butuh pengingat dari orang-orang yang dekat dengan Allah. Menurut saya, Aa Gym adalah salah satu orang sosok yang Allah begitu cinta kepada-Nya, nampaknya sudah begitu mesra beliau dengan Allah.
Nasihat-nasihatnya meskipun relatif selalu sama dan terkesan diulang-ulang namun tetap nyecep banget ke hati teh. Dan itu tidak dibuat-buat. Perkataannya muncul dari kebeningan hati yang ditata sedemikian rupa. Sebisa mungkin qalbu beliau dimenej dengan baik. Dan inilah yang menjadikan Aa sangat terkenal dengan manajemen qalbunya.
Ternyata pada malam kemarin itu Aa Gym tak sendiri mengisi kajiannya. Ada tamu mulia dari Majelis Rasulullah, yaitu Habib Nabil Al-Musawa. Cukup sering Habib Nabil ini nongol di TV, di TV One kalau enggak salah. Seperti diceritakan sebelumnya oleh Habib, pertemuan ini berawal dari keinginan Habib untuk berguru kepada Aa Gym, karena cukup ngefans juga katanya. Menurutnya Aa Gym begitu ikhlas dan tawadu. Aa Gym pun dianggapnya sebagai salah satu sosok yang shaleh.
Takdir pun akhirnya mempertemukan keduanya dalam satu majelis. Baik Habib maupun Aa begitu mensyukuri pertemuan itu. Kesempatan langka ini merupakan momen tepat untuk saling berguru, mencari ilmu dari masing-masing mereka.
Saya kagum saja dengan sikap keduanya yang begitu rendah hati. Aa Gym bilang kalau beliau ingin mendengar Habib ceramah. Begitu pun dengan Habib, ia pun ingin mendengar pesan berhikmah dari Aa. Seperti itu lah orang-orang yang berilmu dan ilmunya berdampak pada hati-hati mereka, tak ada kesombongan yang mengemuka. Kalau pun ada, sebisa mungkin ditekan sedalam-dalamnya agar tak mendominasi.
Akhirnya Habib pun mengalah. Karena diminta oleh Aa yang dianggap sebagai gurunya, dan sebagai murid haruslah taat pada guru, Habib pun bilang, “Saya harus sami’na waatho’na dengan permintaan guru. Saya mendengar, dan saya taat.” Habib memulai lebih dulu ceramahnya. Isi ceramah yang disampaikan adalah tentang kandungan surat Ali Imron 103.
Inti pesan yang disampaikan dari kandungan ayat tadi adalah agar dalam berpegang teguh kepada tali agama Allah adalah dengan berjama’ah, dengan bersama-sama. Ulama harus berikhtiar maksimal untuk bersatu. Karena ketika ulama bersatu, maka umat pun akan mengikuti. Sebaliknya, apabila ulama berpecah belah, maka jangan salahkan apabila umatnya pun berpecah. Dengan bersama-sama akan membuat umat ini kian kuat. Berbagai rintangan akan mudah ditepis apabila prinsip berjama’ah dijunjung tinggi. Ini tugas kita semua.
Setelah Habib usai menyampaikan ceramahnya sekitar 25 menit, Aa pun mengambil alih untuk melanjutkan kajian malam itu. Aa Gym pun membahas mengenai salah satu ayat Alquran yang sebelumnya dibacakan oleh ustad spesialis pembaca Alquran. Saya lupa ayat berapa dan surat apa yang dibacakan itu. Rada malaweung soalnya sambil ngebales chat.
Rasulullah saw. membina umat (agar bersatu salah satunya) ada 3, yaitu tadzkirah (memberi peringatan, mengajak, dan tazkiah (mensucikan diri). Lalu Aa Gym memberikan rumus mengenai cara menyucikan diri (kalau saya tak salah), yaitu 2B2L. Apa 2B2L itu?
Pertama, berani mengakui jasa kelebihan dan kebaikan orang lain. Dan ini harus jadi kebiasaan.
Kedua, bijak terhadap kesalahan dan kekurangan orang. Tidak dengan mudah memojokan mereka yang berbuat salah. Namun memosisikan orang seperti kita ingin diposisikan. Pasti tak mau kan mendapatkan hal-hal yang dianggap negatif meskipun kenyataannya kita berbuat salah.
Ketiga, lupakan jasa dan kebaikan diri sendiri. Kata Aa, “benar kita sudah berjuang, tapi setelah itu lalu hilangkan, lupakan!” Penilaian dan pujian menjadi bukan lagi urusan kita. Kita tak mesti berharap dianggap orang lain. Tapi yang penting memang kita jadi orang baik beneran.
Keempat, lihat kesalahan dan kekurangan diri sendiri. Dengan begini kita akan mawas diri. Fokus pada perbaikan kita, bukan malah sibuk mencari kekurangan orang. Kita harus latihan sungguh-sungguh untuk meenrima kritikan dari orang, karena toh itu untuk kebaikan diri kita sendiri.
Barangkali itu poin-poin penting yang bisa saya catat ulang. Tapi hampir semuanya ilmu sih. Nah, untuk yang memiliki kesempatan, silakan datang sendiri ke DT tiap malam Jum’at! Insya Allah bakal dapat penyadaran deh pas pulang teh.
Semoga bermanfaat jurnal kali ini. Makasih sudah menyempatkan membacanya.
Muhammad Irfan Ilmy | Bandung, 20 Mei 2017
1 note
·
View note