#s2 lbb | Explore Tumblr posts and blogs

julietoon-ts2 · 1 year ago

Text

TS2: AM-SBB-LBB Blazer Recolours by Julie J

Originals can be found LBB, SBB and AM

Meshes included - Have fat & preg morphs

Credit

Marvine/Beos

SynapticSim/G-Knee

Julie J

DOWNLOAD - SBB

DOWNLOAD - LBB

DOWNLOAD - AM

#s2cc #ts2cc #ts2 male clothing #sims 2 male clothing #sims 2 male cc #ts2 sbb #sbb clothing #sims 2 sbb #ts2 lbb #s2 lbb #ts2 lbb #sims 2 lbb #lbb clothing #juliej #julietoon-ts2 #julie j

29 notes · View notes

kat-simss · 4 years ago

Photo

I fulfilled a request at PBK!

#lbb #medieval #ts2 medieval #sims 2 medieval #ts2 medieval cc #ts2cc #ts2 clothing #ts2 bodyshapes #ts2 #s2 #the sims 2 #s2cc #sims 2 cc #cc #the sims 2 cc #ts2 cc

37 notes · View notes

on-a-lucky-tide · 4 years ago

Note

Spoilers for those who haven't read My Escape yet, but I need you to know that scene with Lambert and his kids in the hospital lives rent free in my head as one of the best characterisations of Lambert. The way he knows his kids so well and the different ways they'd react, and gives them space and time to grieve while respecting and consoling their fears is just a wonderful show of how emotionally intelligent he is. I love him, and you for portraying him so wonderfully. Thank you. 🤍

Thank you, Anon! Lovely to hear that. ; - ;

Scars and My Escape are dear to me for lots of reasons, and I sometimes go back and do a little maintenance (I wrote a lot of it in an emotional furor, so I tidy a chapter now and then), and I have to reread it. Lambert and Aiden are my favourite relationship in the entire thing, because Lambert starts from rockbottom, but they both have to grow and learn.

I love emotionally intelligent Lambert. He has so much to give beyond anger and aggression. I'm looking forward to his avalanche of new followers when S2 airs, all the content from the LBB, and the continued efforts of his loyal writers. And I'm very grateful for readers like you, of course.

#rawrkinanswers #Anonymous #oof #this #thank you #Lambert #Witcher Lambert

20 notes · View notes

imthepunchlord · 7 years ago

Note

Reread Little Blue Bird for like the third time last week, (one of the more unusual fics compared to my favs) and your manynette fic is just awesome so far! I love your works so much!

Glad it’s good so far! Actaully, with s2 adding new info for Gabriel, should probably do a rewrite sometime for LBB to match with the show more...

13 notes · View notes

anmade92-blog1 · 8 years ago

Text

Tolong Dengarkan Aku

Yang kuingat, aku selalu merasa deg-degan dan bersemangat setiap mendapat telepon dari salah satu perusahaan. Tepatnya perusahaan di mana aku pernah melamar pekerjaan di sana. Well, siapa yang tidak akan begitu? Apalagi pekerjaan itu pekerjaan impianmu. 2014, awal tahun Waktu itu aku sedang asyik ngobrol bareng teman SMA yang kebetulan sedang pulang ke Surabaya. Lagi makan di Eastcoast. Pas lagi asyik ngobrol, tetiba ada telpon dari suatu lembaga bimbingan belajar. Mengajar memang bukan passionku. Tapi aku hanya mencoba menuruti kemauan Ayah. Beliau ingin aku jadi pengajar, seperti mendiang Mama. Singkat cerita, aku diterima bekerja di sana. Hingga akhirnya aku menerima gaji pertamaku. Yeah, setidaknya walaupun bukan pekerjaan impianku, tapi dengan bekerja di sana aku bisa perlahan memenuhi salah satu daftar impianku selepas lulus kuliah : memenuhi kebutuhanku sendiri. Dengan gaji pertama itu-walaupun masih 950.000 rupiah-aku bisa beli baju sendiri. Senang sekali itu pasti. Seakan lupa sama umur, aku cerita ke Ayah. Niatnya sih ya cuma cerita aja. Pamer sedikit, seolah bilang "Ini lho Yah, anakmu sudah dewasa. Sudah punya penghasilan dan bisa mulai menghidupi diri sendiri". Tapi senangnya harus hancur hanya dengan percakapan kecil. Apa? Ayah tanya harga. Setelah kujawab, uangku diganti. Called me ungrateful or worse, but I felt offend. Rasanya sakit sekali, seolah aku kerja itu nggak dianggap. 2014, memasuki pertengahan tahun. Sejak kejadian itu, aku masih menganggap pekerjaanku gak ada artinya di mata beliau. Belum reda rasa dongkolku, beliau memintaku melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Baru juga lulus tahun lalu, rasa lelah menyelesaikan skripsi masih ada, sekarang sudah harus berhadapan dengan ranah akademis lagi?? Oh, tolong napasku jangan dicecer-cecer. Kucoba menegosiasikan hal itu. Dengan mengatakan bahwa aku ingin menemukan pekerjaan yang aku sukai, menekuninya selama 2 tahun baru kemudian aku akan mencoba melamar beasiswa S2 ke luar negeri. Namun beliau kukuh agar aku lanjut S2 dengan alasan 'mumpung masih bisa membiayai'. Lagi, aku harus mengalah. Mendaftar S2, hingga kemudian aku merasa bekerja sebagai pengajar bukanlah hal yang aku sukai. Kemudian aku mengajukan resign. Akhir tahun 2014 - awal tahun 2016. Perkuliahan dimulai. Aku nggak merasa bahagia sama sekali pada awalnya. Kenapa? Karena aku melakukannya dengan terpaksa. Terlambat untuk menyesal memang. Bisa dibilang aku cukup lambat dalam menyadari. Semester pertama kulalui dengan biasa saja. Saat itu, kuliah adalah kewajiban. Tidak ada hakku dalam hal kuliah. Sampai sedongkol itu rasanya. Memasuki semester 2, aku mencoba lebih serius belajar. Meskipun masih dalam keadaan terpaksa. Meskipun masih belum sadar diri. Memasuki semester 3, dari mengenal teman-teman seangkatan, kemudian muncul rasa malu. Iya, malu. Malu sudah umur 22 tahun tapi masih kayak anak umur 17 tahun yang kalo kuliah dikasih sangu dan cuma bisa kelayapan. Mulai saat itu, niat untuk belajar dengan serius agar bisa lulus tepat waktu muncul. Dari situ aku kemudian sadar, patuh pada orang tua takkan pernah sia-sia. Semester 3 merupakan masa di mana aku mengerjakan proposal tesis. Juga satu tugas mata kuliah yang membuat aku dan teman-teman sekelompok harus melancong ke kota Malang untuk menyelesaikan tugasnya. Dan juga masa di mana aku mendapat kesempatan untuk kembali bekerja sebagai pekerja lepas. Hasil dari bekerja lepas tersebut cukup menyenangkan dan banyak memberiku pelajaran. Dari pekerjaan itu, aku kemudian bisa membuktikan pada Ayah kalo aku bisa dapat gaji di atas UMR hanya dengan modal otak dan ketelatenan. Dari gaji pekerjaan itulah pertama kalinya aku mampu membelikan beliau sebuah baju batik. Meskipun nggak mahal-mahal amat, tapi bajunya cukup bagus kok. Yang penting beliau senang. Alhamdulillah. 2016, pertengahan tahun. Lelah. Tesis buntu. Kalo bisa ingin D.O saja waktu itu. Gila? Belum. Soalnya baru ingin, kalo sudah dilakukan baru gila namanya. Di tengah sisa-sisa semangat, aku menghadapi masalah lain : laptop dan ponsel yang mulai rewel. Persoalan kembali ke urusan uang. Mau dapat uang? Bekerjalah! Maka ketika ada seorang sahabat menawarkan posisi freelance di tempat kerjanya aku langsung mengirimkan CV dan ternyata diterima. Bekerja di perusahaan besar selama 6 bulan. Gaji memang belum UMR tapi masih okelah-lebih banyak dibanding jaman di LBB dulu. Jam kerja 8 jam, tesis yang buntu, aku merasa kewalahan membagi waktu. Tapi aku bersyukur. Meski tesis macet saat itu, kebutuhanku masih bisa kupenuhi sendiri. Selama 6 bulan, aku merasa bisa 'berdiri sendiri'. 2017, awal tahun hingga sekarang. Tesis beres! Lulus! Yudisium beres. Akhirnya aku bisa 'bernafas'. Dalam hati hanya bergumam, "Sabar, nanti ketika semua ini selesai kamu pasti dapat pekerjaan impianmu". Dan voila! esok hari setelah menyerahkan berkas yudisium, seorang sahabat mengirim chat menawarkan pekerjaan sebagai penulis lepas selama sebulan. Penulis. Pekerjaan yang selama ini aku inginkan. Saking bahagianya, aku sampai nggak mempermasalahkan gaji. Bagiku, selama aku punya kesempatan untuk mulai belajar maka aku nggak akan pandang berapa gajiku. Dan ternyata, lagi-lagi itu mengusik Ayahku. He is not a bad guy. Tapi bagiku beliau terlalu mendikte. Kerja yang beneran kerja ya kerja kantoran. Lagi-lagi, usahaku nggak diapresiasi. Sekali lagi aku harus kecewa. Bukannya aku nggak paham bahwa Ayah begitu sayang sampai nggak mau aku kerja ngoyo tapi gaji gak setimpal. Aku tau kok. Hanya saja aku sudah lelah didominasi orang tua. Tolonglah, sekali ini saja dengarkan aku. Usiaku sudah 25 tahun. Aku paham diriku, kemampuanku dan cita-citaku. Apakah aku salah kalo aku nggak bercita-cita sebagai tenaga medis sebagaimana sepupu-sepupuku? Apakah aku salah kalo aku begitu mencintai bahasa dan ingin jadi penulis/penerjemah? Salah kah? Sampai kapan aku harus dipaksa? Aku nggak mau jatuh depresi yang berakhir bunuh diri. Nggak mau. Aku masih punya hal yang sangat ingin aku capai. Aku nggak mau bunuh diri. Please, just let me do what makes me happy :(

0 notes

julietoon-ts2 · 1 year ago

Text

TS2: LeanBB PJs and Bottom Skinny Jeans with FrannyFeet by Julie J