#panti imam gereja katolik
Explore tagged Tumblr posts
Text
Desain Interior Mezbah
Mezbah merupakan elemen penting dalam berbagai ruang ibadah, baik itu gereja, masjid, kuil, maupun tempat ibadah lainnya. Sebagai pusat upacara keagamaan, desain interior mezbah harus mampu menciptakan suasana yang sakral, khusyuk, dan mendalam. Selain berfungsi sebagai tempat upacara, mezbah juga memiliki nilai estetika yang tinggi dan dapat mencerminkan budaya serta nilai-nilai agama tertentu. Dalam merancang desain interior mezbah, ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan agar menciptakan tempat yang layak untuk beribadah. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam desain interior mezbah.
1. Menentukan Tema dan Konsep Desain Mezbah
a. Desain Sakral dan Simbolik
Mezbah, sebagai pusat spiritual, sebaiknya dirancang dengan mempertimbangkan simbol-simbol keagamaan yang sesuai dengan agama atau aliran yang ada. Misalnya, untuk gereja Kristen, mezbah dapat dihiasi dengan salib, lilin, dan bunga sebagai simbol kehidupan dan terang. Di dalam masjid, tempat ibadah harus dilengkapi dengan mimbar atau mihrab yang menunjukkan arah kiblat. Untuk kuil Hindu atau Buddha, mezbah sering kali dihiasi dengan berbagai arca dewa dan patung-patung yang penuh makna spiritual. Tema dan konsep desain harus menciptakan suasana yang dapat mendalamkan pengalaman spiritual bagi jemaat atau umat yang hadir.
b. Kesederhanaan dan Keagungan
Mezbah sering kali dirancang dengan kesederhanaan agar tetap fokus pada makna spiritualnya. Desain yang terlalu rumit atau berlebihan bisa mengalihkan perhatian dari inti ibadah. Oleh karena itu, desain interior mezbah sebaiknya mengedepankan kesederhanaan namun tetap mengandung unsur keagungan. Penggunaan material yang berkualitas, seperti batu alam, marmer, atau kayu yang halus, akan memberikan kesan megah namun tetap bersahaja.
2. Pemilihan Material yang Tepat
Pemilihan material untuk mezbah sangat penting karena berhubungan langsung dengan kesan dan kenyamanan tempat ibadah tersebut. Material yang digunakan harus dapat menciptakan suasana sakral dan mendalam. Beberapa material yang sering digunakan dalam desain interior mezbah adalah:
a. Kayu
Kayu adalah material yang umum digunakan dalam desain mezbah, terutama untuk gereja-gereja Kristen dan tempat ibadah yang mengusung konsep tradisional. Kayu memberikan kesan alami, hangat, dan sederhana. Pada gereja, meja mezbah biasanya dibuat dari kayu dengan ukiran-ukiran halus yang menggambarkan kisah-kisah dari kitab suci. Pemilihan kayu yang tepat seperti kayu jati atau mahoni memberi kesan kuat dan tahan lama.
b. Marmer atau Batu Alam
Marmer atau batu alam digunakan untuk mezbah yang ingin memberikan kesan agung dan abadi. Material ini sering digunakan di tempat ibadah yang lebih besar atau pada desain mezbah yang lebih mewah. Marmer dengan warna-warna netral seperti putih atau abu-abu sering digunakan untuk menambah kesan elegan pada ruang ibadah. Batu alam juga dapat digunakan untuk menciptakan tekstur yang alami dan kuat, menambah daya tarik visual dan memberikan kesan yang mendalam.
c. Logam
Untuk memberikan sentuhan modern, logam seperti perunggu, tembaga, atau stainless steel bisa dipilih untuk detail atau aksen pada desain mezbah. Material logam dapat digunakan pada lampu, struktur penyangga, atau ornamen lainnya, menciptakan keseimbangan antara tradisional dan modern.
d. Kaca
Kaca sering digunakan pada desain mezbah untuk memberikan kesan ringan dan transparan, menciptakan ruang yang lebih terbuka dan memudahkan cahaya masuk. Penggunaan kaca pada dinding atau layar pembatas di sekitar mezbah dapat menambah dimensi visual dan memperkuat kesan spiritual dengan memantulkan cahaya.
3. Pencahayaan yang Tepat
Pencahayaan adalah aspek penting dalam desain interior mezbah karena pencahayaan yang baik dapat menciptakan suasana sakral dan khusyuk. Pencahayaan yang dramatis dapat menambah kesan spiritual, sedangkan pencahayaan lembut bisa memberikan rasa tenang dan damai. Beberapa elemen pencahayaan yang perlu diperhatikan dalam desain mezbah adalah:
a. Cahaya Alami
Jika memungkinkan, penggunaan cahaya alami sangat dianjurkan untuk menciptakan suasana yang lebih hidup dan mendalam. Pencahayaan alami dapat menghubungkan ruang ibadah dengan alam, memberi rasa keterhubungan dengan kekuatan yang lebih besar. Pintu besar atau jendela tinggi yang menghadap ke luar akan membiarkan cahaya alami masuk ke dalam ruangan.
b. Lampu Sorot
Lampu sorot pada area mezbah dapat memberikan penekanan visual dan mempertegas posisi mezbah sebagai pusat perhatian. Lampu ini bisa ditempatkan di langit-langit atau di sekitar mezbah untuk menyoroti elemen-elemen penting seperti altar atau simbol-simbol agama.
c. Lampu Lembut dan Lilin
Untuk menciptakan atmosfer yang lebih khusyuk, lampu lembut dan lilin sering digunakan di sekitar mezbah. Lilin simbolik, seperti dalam tradisi gereja, memberikan suasana sakral dan dapat menciptakan pencahayaan yang intim, terutama selama upacara keagamaan atau doa.
4. Tata Letak dan Penataan Ruang
Tata letak dan penataan ruang sangat penting dalam desain interior mezbah, terutama untuk memastikan bahwa ruang ibadah nyaman dan fungsional bagi umat yang hadir. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang mezbah adalah:
a. Posisi Mezbah
Mezbah harus ditempatkan di pusat atau bagian terpenting dari ruang ibadah. Posisi mezbah ini harus mudah dilihat oleh seluruh jemaat atau umat yang hadir. Selain itu, mezbah juga harus memiliki ruang yang cukup di sekitarnya agar dapat digunakan dengan baik saat upacara keagamaan.
b. Aksesibilitas
Pastikan bahwa akses menuju mezbah mudah dan aman bagi para pemimpin ibadah atau orang yang akan melakukan ritual keagamaan. Ruang di sekitar mezbah harus cukup untuk memungkinkan pergerakan yang lancar tanpa kesulitan.
c. Ruang Untuk Peralatan Ibadah
Mezbah harus menyediakan ruang untuk meletakkan peralatan ibadah, seperti kitab suci, salib, lilin, bunga, atau alat-alat upacara lainnya. Penempatan peralatan ini harus teratur dan mudah dijangkau, namun tetap terjaga kesakralannya.
5. Elemen Dekoratif
Elemen dekoratif pada mezbah bisa memberikan sentuhan khusus yang memperkaya makna dan kesan estetika. Beberapa elemen yang dapat digunakan dalam desain interior mezbah adalah:
a. Karpet atau Taplak
Karpet atau taplak di atas meja mezbah sering digunakan untuk menambah kenyamanan dan kesakralan. Pilih karpet dengan motif atau warna yang sederhana namun elegan, sesuai dengan tema dan konsep ruangan ibadah.
b. Bunga atau Tanaman
Bunga segar atau tanaman hias dapat menjadi elemen dekoratif yang memberi kesan segar dan hidup pada mezbah. Dalam banyak tradisi, bunga juga memiliki makna simbolis yang memperkaya suasana sakral.
c. Patung atau Ikon
Patung atau ikon agama, seperti patung Yesus, Dewi Saraswati, atau berbagai arca lainnya, sering ditempatkan di sekitar mezbah untuk menambah kedalaman spiritual dan simbolisme.
Kesimpulan
Desain interior mezbah memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan atmosfer sakral dan khusyuk di ruang ibadah. Pemilihan gaya, material, pencahayaan, dan elemen dekoratif yang tepat akan sangat mempengaruhi pengalaman spiritual umat yang hadir. Dengan merancang mezbah yang sederhana namun agung, fungsional, dan penuh makna, kita dapat menciptakan ruang ibadah yang lebih mendalam dan bermakna.
#gereja minimalis#interior gereja katolik#exterior gereja#desain gareja minimalis modern#gereja#minimalis#interior#minimalis modern#interior design#arsitek rumah minimalis#desain gereja kristen katholik#panti imam gereja katolik#gereja elisabet#desain rumah minimalis#desain kapela minimalis modern#desain musolah minimalis modern#desain gereja unik#desain gereja keren#minimalist church design#gereja modern#desain gereja
0 notes
Text
Tentang Pencucian kaki pada Kamis Putih – katolisitas.org
Tentang Pencucian kaki pada Kamis Putih

Belakangan ini ada banyak orang bertanya, mengapa dalam dua tahun ini, di perayaan Ekaristi hari Kamis Putih, Paus melakukan hal yang di luar kebiasaan: tahun lalu Paus membasuh kaki 12 orang penghuni penjara remaja, di antaranya 2 orang remaja putri, dan salah satunya bahkan non-Katolik. Lalu tahun ini, Paus juga membasuh kaki 12 orang di panti jompo dan cacat, beberapa di antaranya non-Katolik dan seorang wanita.
Lalu orang bertanya, apakah sebenarnya Paus boleh melakukan hal itu, adakah ketentuannya?
Untuk membahas tentang hal ini, pertama- tama perlu kita sadari terlebih dahulu bahwa kunjungan ke penjara dan ke panti jompo merupakan perbuatan yang baik dan diajarkan oleh Tuhan Yesus (lih. Mat 25:36-40). Maka di sini Paus nampaknya ingin menekankan misinya sebagai pelayan dan pembawa Kabar Gembira kepada segala bangsa. Namun tidak bisa dipungkiri, tindakan ini menimbulkan beberapa pertanyaan. Beberapa pertanyaan dan pembahasan di bawah ini, kami sarikan dari beberapa sumber, yaitu dari penjelasan apologist Katolik, Jimmy Akin, yang selengkapnya dapat dibaca di link ini, silakan klik, dan juga dari sumber lainnya, yaitu penjelasan ayat-ayat tentang pembasuhan kaki :
1. Apakah yang dikatakan dalam dokumen Gereja tentang pencucian kaki?
Terdapat dua dokumen kunci yang menyebutkan tentang pencucian kaki, demikian:
1. Dokumen yang menuliskan ketentuan perayaan yang terkait dengan Paskah, yang disebut Paschales Solemnitatis, yang dikeluarkan oleh Congregation of Divine Worship (Kongregasi Penyembahan Ilahi), 1988:
“51. Pencucian kaki dari para laki-laki dewasa yang terpilih, menurut tradisi, dilakukan pada hari ini [Kamis Putih], untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, yang telah datang “bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.”Â
Tradisi ini harus dipertahankan, dan pentingnya maknanya dijelaskan secara sepantasnya.”
2. Dokumen Roman Missal/ Missale Romawi:
10. Setelah Homili, ketika alasan pastoral menyarankan, pencucian kaki dilangsungkan.
Para laki-laki dewasa yang telah dipilih, diarahkan oleh para pelayan untuk duduk di kursi yang telah dipersiapkan di tempat yang layak. Lalu Imam (menanggalkan kasula jika perlu) mendatangi satu persatu, dan dengan bantuan para pelayan, menuangkan air kepada setiap kaki mereka dan mengeringkannya.
Sementara itu sejumlah antifon berikut ini atau lagu-lagu lain yang sesuai dinyanyikan. […]
13. Setelah Pencucian Kaki, Imam mencuci dan mengeringkan tangannya, mengenakan kasulanya kembali dan kembali ke kursinya dan ia melanjutkan dengan Doa Umat.
Maka di sini dapat dilihat bahwa:
1. Teks memang mengatakan bahwa yang dibasuh/ dicuci kakinya adalah laki-laki. Istilah Latin yang digunakan adalah “viri“, yang artinya adalah laki-laki dewasa.
2. Ritus ini adalah optional , bukan keharusan melainkan disarankan (ketika alasan pastoral menyarankan).
3. Tidak disebutkan berapa banyak jumlah orang yang dicuci kakinya. Tidak dikatakan harus 12 orang.Â
4. Antifon yang disertakan di sana tidak menyebutkan “rasul”. Antifon tersebut menggunakan istilah yang lebih umum, yaitu “murid”, atau kalau tidak, tidak menyebutkan istilah apapun, hanya menunjukkan teladan Yesus untuk kita ataupun perintah-Nya untuk mengasihi satu sama lain.
2. Bagaimana keputusan Paus Fransiskus terkait dengan dokumen ini?
Keputusan Paus Fransiskus dalam hal ini memang tidak sesuai dengan apa yang ditentukan oleh teks dokumen. Dalam kunjungannya ke penjara remaja, Paus memutuskan untuk tidak membasuh laki-laki dewasa, namun remaja putra dan termasuk dua orang remaja putri. Namun fakta bahwa salah satu dari mereka adalah muslim, tidak bersangkutan dengan teks, sebab teks tidak menyebutkan apakah yang dibasuh kakinya harus Katolik. Adalah wajar jika orang menyimpulkan bahwa yang dibasuh kakinya semestinya Katolik, namun secara eksplisit memang tidak disebutkan.Â
Juga, dari point 1, kita ketahui bahwa hal pembasuhan kaki bukanlah merupakan bagian yang mutlak harus ada dalam liturgi perayaan Kamis Putih. Dikatakan di sana, adalah bilamana/ ketika alasan pastoral menyarankan (“where a pastoral reason suggest it“). Nampaknya, Paus Fransiskus memutuskan untuk melakukannya dengan cara yang berbeda dari para Paus pendahulunya, demi menyampaikan maksud pastoral untuk menjangkau kaum muda yang tersisih di penjara dan juga kaum manula, tanpa membeda-bedakan agamanya. Pada akhirnya Paus, sebagai wakil Kristus, berhak untuk menginterpretasikan teks dokumen ketentuan Gereja, sesuai dengan maksud utamanya.
3. Apakah Paus melakukan hal itu karena mengembalikan tradisi “Mandatum Pauperam?”
Gereja abad-abad awal telah mempunyai kebiasaan membasuh kaki pada perayaan Kamis Putih. Caremoniale episcoporum (ii, 24) menyerahkan kepada Uskup keputusan untuk membasuh kaki 13 orang miskin -yang kemudian dikenal sebagai tradisi Mandatum Pauperam– atau membasuh 13 orang yang ada di bawah kepemimpinannya, menurut kebiasaan Gereja setempat yang dipimpinnya. Tahun 694 di Sinoda Toledo semua uskup dan imam superior diharuskan melakukan pembasuhan kaki, orang-orang yang ada di bawah kepemimpinan mereka. Di abad ke-12, dimulai kebiasaan membasuh kaki 12 orang sub-diakon (Mandatum Fratrum) oleh Paus dalam perayaan Misa yang dipimpinnya, dan kemudian Paus membasuh kaki 13 orang miskin (Mandatum Frateram) setelah makan malam. Nampaknya di zaman itu terdapat dua jenis pembasuhan kaki pada hari Kamis Putih tersebut, untuk penjabaran selanjutnya, silakan klik di link ini.
Mungkinkah tradisi membasuh kaki kaum miskin/ tersisih ini yang ingin dilakukan oleh Paus? Mungkin saja. Hanya saja karena Paus memasukkan upacara pembasuhan kaki kaum tersisih ini ke dalam liturgi Kamis Putih, maka banyak orang mempertanyakannya. Namun di sini kita melihat secara obyektif, bahwa hal mencuci kaki para kaum tersisih itu bukan ide Paus yang baru ada saat ini. Hal itu sudah dilakukan sejak lama, hanya saja, dulu memang tidak dilakukan di dalam perayaan Ekaristi.
4. Jika Paus melakukan hal yang melampaui apa yang dikatakan oleh Missale Romawi, apakah boleh?
Ya, boleh saja. Paus tidak butuh meminta izin untuk membuat kekecualian tentang bagaimana suatu ketentuan gerejawi itu dipenuhi. Sebab Paus adalah pembuat hukum Gereja, maka ia merangkap sebagai legislator, interpreter dan executor/ pelaksana hukum tersebut, yang dapat memutuskan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pertimbangan kebijaksanaannya sendiri untuk menyampaikan pesan utama Injil, sesuai dengan keadaan Gereja pada saat tertentu.
Juru bicara kepausan, Fr. Thomas Rosica, mengatakan bahwa maksud Paus Fransiskus merayakan Misa Kamis Putih di penjara Roma (tahun 2013) adalah untuk menekankan esensi makna Injil di hari Kamis Putih, dan suatu tanda sederhana dan indah dari seorang bapa yang ingin merangkul semua yang terpinggirkan di masyarakat…. Itu hendaknya dipandang sebagai tanda sederhana dan spontan dari seorang Uskup Roma, untuk maksud menunjukkan kasih, pengampunan dan belas kasih.
Adalah hak Paus untuk memutuskan sesuai dengan keadaan Gereja di Roma, bagaimana ia hendak menyampaikan maksud utama pesan Injil di hari Kamis Putih tersebut.
5. Kalau Paus dapat melakukan hal itu, dapatkah imam yang lain melakukannya?
Secara teknis, tidak. Jika seorang Paus menilai bahwa sesuai dengan keadaan khusus dari perayaan yang dipimpinnya maka sebuah kekecualian dibuat, namun hal itu tidak menciptakan pola hukum yang memperbolehkan semua Uskup dan imam yang lain untuk melakukan hal yang sama.Â
Sebab tidak semua orang memiliki keadaan seperti Paus. Mereka tidak mempunyai keadaan pastoral dan otoritas hukum yang sama dengan Paus, maka wewenang merekapun berbeda dengan wewenang Paus dalam hal ini.Â
6. Bagaimana kita memahami ritus ini?
Umumnya orang berpandangan bahwa ritus pembasuhan kaki berhubungan dengan peringatan Yesus membasuh kaki ke-12 murid-Nya, dan karena itu, disebutkan sebagai alasan mengapa yang dibasuh kakinya adalah hanya laki-laki. Namun teks dokumen di atas (lihat no.1) memang tidak menyebutkan angka 12 orang. Kisah pencucian kaki diambil dari Injil Yohanes dan di perikop itu disebutkan istilah “murid-murid” dan bukan “rasul-rasul”, namun kalau Injil tersebut dibaca dalam kesatuan dengan ketiga Injil lainnya, dapat dimengerti bahwa peristiwa pembasuhan kaki pada saat Perjamuan Terakhir itu, memang dilakukan Yesus dengan ke 12 rasul-Nya. Sebab Injil Matius dan Markus menyebut bahwa di Perjamuan Terakhir itu Yesus makan bersama dengan ke-12 murid-Nya (lih. Mat 26:20; Mrk 14:17); dan Injil Lukas menyebutkan bahwa Yesus makan bersama dengan rasul-rasul-Nya (lih. Luk 22:14). Namun adalah fakta bahwa Yohanes memilih kata “murid-murid”, bukan “rasul-rasul” untuk mengisahkan peristiwa pembasuhan kaki dalam Injilnya; dan memang hanya Injil Yohanes yang mengisahkan tentang pembasuhan kaki ini. Maka kemudian Gereja melestarikannya upacara pembasuhan kaki untuk maksud yang lebih luas, dan tidak terbatas kepada para rasul. Sebagaimana dicatat dalam sejarah, ada pembasuhan kaki juga dilakukan kepada sejumlah kaum miskin. Bahkan upacara ini dilestarikan juga di zaman Abad Pertengahan oleh para raja dan ratu Katolik -seperti yang dilakukan oleh para Raja Inggris dan Ratu Isabella II dari Spanyol ((Lih. Thurston, Herbert, Lent and Holy Week (London: Longmans, Green, 1856-1939). p. 306-307))- yang mencuci kaki para bawahannya/ para kaum miskin di kerajaan mereka. Namun tentu tidak pada saat perayaan Misa kudus.
Dengan demikian, nampaknya pembasuhan kaki memang memiliki arti yang lebih luas daripada mandat Kristus kepada para Rasul untuk mengenangkan peristiwa kurban Tubuh dan Darah Kristus dengan mengucap syukur/ berkat, memecah-mecah roti dan membagi-bagikan roti tersebut, yang terjadi oleh perkataan konsekrasi dalam perayaan Ekaristi. Sebab untuk hal yang kedua ini, Injil jelas menyebutkan “keduabelas murid” atau “rasul-rasul”, dan dengan demikian, meng-institusikan Ekaristi kepada kedua belas Rasul-Nya, yang kemudian diteruskan oleh mereka kepada para penerus mereka, yaitu para Uskup dan imam melalui tahbisan. Kepada merekalah Tuhan Yesus memberikan kuasa untuk menghadirkan kembali kurban Tubuh dan Darah-Nya (lih. Luk. 22:19).
Sedangkan tentang pembasuhan kaki penekanannya tidak untuk menghadirkan kembali peristiwa itu, tetapi untuk memberikan teladan pelayanan dan kasih Kristus.
Maka tak mengherankan, jika Paschale Solemnitatis kemudian mengatakan:
“51. Pencucian kaki dari para laki-laki dewasa yang terpilih, menurut tradisi, dilakukan pada hari ini [Kamis Putih], untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, yang telah datang “bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.”Â
Tradisi ini harus dipertahankan, dan pentingnya maknanya dijelaskan secara sepantasnya.”
Karena maksud pencucian kaki ini adalah untuk menyatakan pelayanan dan cinta kasih Kristus, maka tidak ada kaitan langsung antara upacara pembasuhan kaki ini dengan tahbisan imam. Maka sekalipun dari 12 orang yang dibasuh oleh Paus itu ada wanitanya, tidak dapat dikatakan bahwa Paus setuju untuk menahbiskan wanita. Ketika ditanya perihal tahbisan wanita, Paus Fransiskus menjawab, “Sehubungan dengan tahbisan wanita, Gereja telah memutuskan dan mengatakan tidak. Paus Yohanes Paulus II telah mengatakan demikian, dengan rumusan yang definitif. Pintu itu sudah tertutup.” Paus Fransiskus mengacu kepada dokumen yang dituliskan oleh Paus Yohanes Paulus II, Ordinatio Sacerdotalis. Di sana Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Gereja tidak berhak menahbiskan wanita, dan pandangan ini harus dipegang oleh semua, sebagai sesuatu yang definitif.
7. Kesimpulan
Pada akhirnya baik diingat bahwa ritus pembasuhan kaki adalah ritus optional, dan baru dimasukkan ke dalam bagian Misa pada tahun 1955 oleh Paus Pius XII. Maka walaupun memiliki sejarah yang panjang, namun detail pelaksanaannya memang mengalami perubahan dari masa ke masa. Namun karena tidak menjadi ritus yang mutlak, maka hal tersebut memungkinkan untuk disesuaikan oleh pihak Tahta Suci, jika kelak memang diputuskan demikian.
Jika hal pencucian kaki ini menimbulkan banyak pertanyaan baik dari kalangan umat maupun imam, tentunya ini akan ditanyakan kepada Kongregasi Penyembahan Ilahi, yang berwewenang untuk menjelaskannya lebih lanjut. Namun sejauh ini, sepanjang pengetahuan kami, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Kongregasi tersebut, selain dari ketentuan Paschales Solemnitatis, 51, seperti telah disebutkan di atas. Maka sebelum dikeluarkan penjelasan lebih lanjut, sebaiknya kita berpegang kepada ketentuan tersebut, namun tetap menghormati keputusan Paus yang pasti mempunyai pertimbangan tersendiri, jika ia memutuskan untuk melakukan kekecualian ataupun penyesuaian dari ketentuan itu.
0 notes
Text
Masya Allah... Begini Khutbah Menggemparkan Imam Katholik Rusia tentang Kemuliaan Islam
Masya Allah... Begini Khutbah Menggemparkan Imam Katholik Rusia tentang Kemuliaan Islam
Allah Ta’ala kembali menunjukkan kemuliaan Islam melalui manusia-manusia ciptaan-Nya. Kali ini, seorang Imam Katholik Ortodoks di Rusia dijadikan sarana oleh Allah Ta’ala untuk menyampaikan kemuliaan Islam.
Tak tanggung-tanggung, Imam Katholik ini menyampaikan kemuliaan Islam dan kaum Muslimin di hadapan jamaah Gereja saat kultum pagi hari Ahad. Inilah khutbah Dmitri Smirnov yang menggemparkan dunia itu.
Seorang Imam Besar Katolik Ortodoks Rusia, Dmitri Smirnov, menyampaikan sebuah khutbah di gereja yang menggemparkan di depan ratusan jemaatnya.Â
Dia mengatakan, masa depan Rusia akan menjadi milik pemeluk Islam. Berikut ini ceramahnya kepada jemaatnya sebagaimana diberitakan Muslimina. Berita ini juga dimuat situs worldbulletin:Â
“Kalian lihat, ketika umat Islam merayakan hari besar keagamaannya, tidak satu pun orang yang berani melewati mereka, karena di seluruh dunia di masjid-masjid dan jalan-jalan kota dipadati ribuan juta umat Islam yang sedang bersujud kepada Tuhannya.Â
Saksikanlah! Barisan jutaan umat manusia yang beribadah dengan sangat teratur dan mengikuti shaf mereka masing-masing, dan hal itu tidak perlu diajarkan. Mereka berbaris dengan tertib tanpa harus diperintah.Â
Lalu dimana kalian bisa melihat pemeluk Kristen seluruh dunia, bisa beribadah bersama?Â
Dan hal itu tidak ada dalam Kristen. Kalian tidak akan pernah melihatnya.Â
Lihatlah mereka! Orang Muslim kerap membantu dengan sukarela tanpa berharap imbalan, tapi pemeluk Kristen malah sebaliknya.Â
Kalian tanyakan pada wanita tua itu (sambil menunjuk wanita yang lumpuh yang berada di gerejanya). Menurut wanita tua itu, seorang pengemudi Muslim sering menyediakan jasa transportasinya untuk mengantarkannya ke gereja di Moskow. Dan setiap wanita tua itu ingin memberinya upah, pengemudi Muslim selalu menolaknya dengan alasan bahwa Islam melarang mengambil upah pada wanita lansia, jompo, dhuafa dan anak-anak yatim di berbagai panti dan yayasan.Â
Dengarkanlah persaksiannya! Padahal wanita tua itu bukan ibu atau kerabatnya, tapi pengemudi Muslim mengatakan dalam Islam wajib menghormati orang yang lebih tua, apalagi orang tua yang lemah dan tak berdaya tersebut.Â
Keikhlasan pribadi pengemudi Muslim tersebut tidak ditemukan dalam pemeluk Kristen yang mengajarkan kasih. Tapi justu sebaliknya, pengemudi Kristen bisa tanpa belas kasih meminta upah atas jasa transportasinya pada wanita tua itu. Dia katakan layak mendapat upah karena itu adalah profesinya sebagai jasa transportasinya.Â
Seorang Muslim malah lebih dekat dengan Sang Mesiah, tapi orang Kristen hanya ingin uang.Â
Apakah kalian tidak merasakan? Bagaimana dalam prosesi penebusan dosa, siapa saja harus membayar kepada pendetamu, entah itu miskin atau manula, wajib memaharkannya sebagai ritual pengampunan dosa.Â
Saksikan juga, seorang Muslim tidak tertarik untuk mengambil upah pada orang-orang lansia.Â
Mereka begitu ikhlas dengan sukarela membawakan barang-barang serta belanjaan wanita tua itu. Sampai sang wanita tua itu hendak berdoa ke Gereja, sang pengemudi Muslim setia antar-jemput wanita tua itu.Â
Inilah kenapa saya mengatakan masa depan Rusia akan menjadi milik mayoritas pemeluk Islam dan negeri ini akan menjadi milik Islam.Â
Kalian lihat pribadi yang berbudi luhur dan santun, mampu membuat dunia tercengang, ternyata akhlak Muslim lebih mulia daripada jemaat Kristen.Â
Kalian mendengar bahwa Islam dituduhkan sebagai agama teroris, tapi itu hanya isu belaka. Kenyataannya, umat Islam lebih mengedepankan tata krama serta kesopanan. Walau mereka difitnah sebagai teroris, tapi populasi mualaf di Eropa dan Rusia makin ramai berdatangan ke tempat ibadah orang Muslim untuk memeluk Islam.
Karena para mualaf tahu betul bahwa Islam tidak sekejam yang dunia tuduhkan.Â
Sekarang dan selamanya, masa depan Rusia akan menjadi milik umat Islam.Â
Pada masa depan adalah kembalinya kejayaan Islam.Â
Lihat populasi Muslim di Rusia yang telah berjumlah 23 juta dan pemeluk Kristen mengalami penurunan menjadi 18 juta. Lalu sisa yang lainnya masih tetap komunis.Â
Ini sebuah fakta bahwa Islam sekarang menjadi agama terbesar di Rusia. Di utara bekas pecahan negara Uni Soviet, mayoritas Muslim yaitu Republik Chechnya, Tajikistan, Kazakhstan, Uzbeckistan dan Dagestan.Â
Lalu umat Islam telah menyebar di kota-kota besar Rusia termasuk Moskow.”Â
Imam Besar mengakhiri khutbah dan turun dari mimbar dengan mata yang berair. Para jemaatnya masih terpaku dan terharu. Mereka tidak menyangka, seorang Imam Besar Katolik bisa mengagungkan orang Muslim. Sebagian jemaat ada yang menangis melihat ajaran Islam, ternyata berbudi luhur dan tidak layak di sebut teroris. [Om Pir/Tarbawia]
Sumber : Source link
0 notes
Photo
BAGAIMANA CARA MEMBUNUH BENIH PANGGILAN DI KEUSKUPAN ANDA Januari 21, 2015 · oleh Anna Elissa, O.P. Artikel asli ditulis oleh Anthony Esolen (How to Kill Vocations in Your Diocese). Diterjemahkan dan diadaptasi oleh Anne untuk Lux Veritatis 7. * * * Kardinal Raymond Burke baru-baru ini menyatakan salah satu hal yang patut dipersalahkan bagi menurunnya panggilan imamat, yaitu feminisasi liturgi, alias liturgi yang jadi kecewek-cewekan. Pernyataan beliau mengharuskan kita bertanya. Apa yang tergolong “feminisasi”? Dan apakah kita ternyata sudah melakukan itu terhadap liturgi di paroki kita? Tetapi satu pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan adalah, “Apa betul liturgi yang kecewek-cewekan memang membuat para pria muda menutup diri dari imamat, oleh karena ketidaktahuan, kebingungan, atau ketidaksukaan?” Bayangkan saja, apakah pemandangan seorang imam yang ikut berjoget saat Misa Malam Paskah, diiringi dengan barisan anak-anak perempuan yang melambaikan selendang, selama enam menit atau lebih, mempunyai daya tarik sedikitpun bagi anak laki-laki dan pria muda yang sadar akan jenis kelamin mereka? Justru, pemandangan seperti itu sudah pasti akan membuat para kaum pria menahan tawa, atau menunduk sambil berharap agar pertunjukan tersebut segera berhenti, atau mencuri-curi pandang ke pintu keluar. Dan bayangkan saja apabila salah satu anak laki-laki ini mengajak sahabat laki-laki mereka yang non-Katolik ke Misa, atau apabila mereka ingin menunjukkan kepada temannya bahwa iman kita adalah sesuatu yang serius. Wah kesalahan besar! Kadang saya bertanya-tanya apakah kita orang Katolik betul-betul menginginkan adanya panggilan imamat. Adalah masuk akal untuk menilai tujuan seseorang melalui kebiasaan mereka. Kalau saya mencoba-coba sesuatu yang baru di kelas saya, dan sekelompok murid yang baik kabur dari kelas tersebut, bisa saja saya kemudian mencoba cara yang lain. Tetapi jika murid-murid yang baik tersebut tetap kabur, dan saya bersikeras untuk tetap menggunakan cara versi saya, masuk akal apabila orang menilai bahwa saya tidak peduli dengan murid-murid yang kabur itu. Tidak ada gunanya saya meratap sepanjang waktu, “Kelas ini butuh lebih banyak murid, dan lebih banyak lagi murid yang terbaik!” Boleh saja saya terus-terusan berdoa supaya murid-murid mengambil kelas saya dan bertahan di dalamnya, sama seperti saya bisa berdoa supaya saya terus-terus membenturkan kepala ke dinding tanpa mendapat sakit kepala. Kalau tingkah laku saya tidak hanya terus-menerus merugikan saya, melainkan juga merugikan banyak orang lain, dan saya tetap bersikeras melakukannya, masuk akal apabila orang kemudian menyalahkan saya, bukan menyalahkan murid-murid yang bodoh atau tidak peduli. Orang dapat menyimpulkan bahwa saya memang ingin mendapat hasil yang buruk, dan bahwa saya senang mendapat hasil yang buruk. Keuskupan kami yang sedang berkembang melayani lebih dari seratus ribu umat Katolik, dan kami tidak punya anak seminari. Benar-benar tidak satupun. Ada dua imam yang ditahbiskan dalam sepuluh tahun terakhir, dan salah satunya sudah meninggalkan imamat untuk menikah. Gereja-gereja tutup di mana-mana. Romo paroki kami harus merayakan Misa untuk lima gereja yang tersebar dalam jarak 20 mil. Keuskupan lain, yaitu Keuskupan Lincoln, yang melayani tidak sampai seratus ribu umat, memiliki 48 anak seminari, paling sedikit dua imam di setiap paroki, tidak ada gereja yang ditutup, dan banyak sekolah Katolik. Sudah jelas pertanyaannya adalah, “Mengapa semua orang tidak mencoba melakukan beberapa hal yang berhasil mereka lakukan di Lincoln?” Atau lebih tepatnya, “Mengapa semua orang tidak berhenti mencoba-coba 9 atau 10 hal yang TIDAK pernah mereka lakukan di Lincoln?” Alasannya bisa jadi karena cemburu sosial. Bisa juga karena keras kepala. Rasa malu dan kepentingan politik duniawi juga mungkin berperan. Namun saya mulai beranya-tanya apakah para pemimpin keuskupan saya sebetulnya ingin membunuh Gereja yang tidak lagi mereka imani. Karena itu, berikut adalah beberapa hal yang selama ini saya amati di keuskupan saya yang mulai runtuh. Hal-hal ini adalah apa yang dapat anda lakukan jika anda ingin membunuh benih-benih panggilan imamat. 1) Lemahkan iman Para pejuang merindukan sesuatu untuk diperjuangkan. Nah, pastikan mereka tidak punya sesuatu untuk diperjuangkan. Jangan wartakan ajaran Gereja secara penuh. Jangan menyebut-nyebut tentang dosa, terutama dosa-dosa berat. Harus lebih berhati-hati agar tidak melukai perasaan beberapa orang, daripada berhati-hati agar tidak melukai Allah. Buang perintah ke-6 dari Sepuluh Perintah Allah. Omong-omong, sekalian buang juga perintah ke-2, ke-3, dan ke-9. Maknai “kasih” Kristiani sebagai memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, milik Allah, milik anda, milik anak-anak, dan milik komunitas anda. Asumsikan bahwa semua orang selain Hitler pasti masuk surga, karena toh berbuat sesuatu yang baik sedikit saja sudah cukup untuk menyenangkan Allah. “Jadilah menyenangkan,” sabda Yesus, “seperti Paman Ronnie-mu juga menyenangkan”—ya, seperti si Paman Ronnie yang sudah bercerai dan kini kumpul kebo dengan pacarnya, tetapi baik hati pada anjing-anjing dan anak-anak yang bukan anaknya sendiri. Turunkan standar moral begitu rendah sampai orang yang tidak bermoral pun bisa terpeleset, dan sekaligus buatlah jatuhnya orang tersebut sebagai akrobat yang hebat yang akan membuatnya masuk surga. Jangan pernah bilang bahwa iman adalah masalah hidup dan mati yang abadi. 2) Jadikan Ekaristi sebagai camilan Buang sisa-sisa altar rail (pagar yang membatasi panti imam dan tempat duduk umat, biasanya ada di gereja-gereja tua -ed-). Pastikan umat mengambil hostinya sendiri seperti mengambil biskuit. Cegah siapapun yang ingin berlutut selama Misa. Buatlah agar orang sulit melakukan pengakuan dosa. Anggap pengakuan dosa itu tidak penting. Jika ada umat yang ingin mengaku dosa, pastikan ia tahu bahwa hal tersebut sangat merepotkan. Jangan anggap dosa-dosanya serius. Malah, berikan kepastian kepada si pengaku dosa bahwa dia bisa pergi dan melakukan dosa yang sama tanpa merasa bersalah. Dan terakhir, pastikan tidak ada bilik pengakuan dosa. Jadikan bilik pengakuan sebagai gudang untuk menyimpan sapu, pel, dan cairan pembersih. 3) Telanjangi altar Apakah ada lukisan di gereja anda? Tutup lukisan itu dengan mengecat ulang dinding, atau buang lukisannya. Apakah ada altar kuno (high altar) di dinding belakang panti imam? Bongkar altar itu dan jadikan kayu bakar saja. Lebih baik lagi kalau anda bisa merobohkan dua atau tiga gereja tua dan bangun gereja baru yang bentuknya seperti stadion olahraga. Kalau anda memasang Jalan Salib, pastikan gambar-gambarnya kecil atau sangat abstrak sehingga orang tidak tahu gambar apa itu. Buang segala unsur warisan seni Gereja. Nyanyikan lagu yang ringan-ringan saja, dan sampaikan homili yang santai-santai saja. 4) Tutup sekolah-sekolah Katolik Berikan sekolah-sekolah Katolik kepada pemerintah sekuler, seperti yang sudah dilakukan di Kanada. Pekerjakan orang-orang sekuler untuk mengajar, atau lebih baik, pekerjakan orang Katolik yang membenci Gereja. Jika ada sekolah khusus laki-laki, jadikan ia sekolah campuran. Jika anda punya program basket laki-laki, dan anda tidak punya dana lagi untuk program basket perempuan, tutup saja basket laki-laki itu. Berikan tanggung jawab katekese kepada orang-orang yang diragukan pemahaman imannya. Lakukan hal yang sama pada kelas-kelas agama di sekolah. Jadikan mata pelajaran di sekolah Katolik sama saja dengan mata pelajaran di sekolah biasa. Intinya, hilangkan identitas Kekatolikan dan jadikan sistem pendidikan Katolik sebagai sistem pendidikan sekuler yang plus plus (plus air suci). 5) Buat liturgi yang banci Singkirkan setiap madah yang menyebut-nyebut peperangan rohani atau keprajuritan Kristiani. Kemudian, kebiri sisanya. Pilih lagu-lagu yang menggambarkan Yesus sepagai seorang teman yang manis dan menyenangkan dan tidak akan marah, yang dengan-Nya kita bisa bersantai-santai di sofa dan di surga nanti. Biarkan musik dipimpin oleh seorang wanita, terutama wanita yang memang suka mendapat perhatian umat. Tempatkan pemazmur di tengah-tengah untuk menggantikan romo dan Kristus. Persilahkan anak-anak perempuan melakukan tarian yang konyol di lorong tempat duduk. Kalau bisa, kumpulkan 5 atau 6 anak perempuan, dengan satu orang anak laki-laki yang cemberut, yang jelas-jelas dipaksa menari oleh ibunya. Pilih alat musik apapun selain organ. Biarkan sang pemain piano memainkan melodi seperti pianis yang tampil di bar-bar, supaya umat bisa mengumpulkan kolekte untuknya sambil minum-minum champagne. Gunakan sebanyak mungkin misdinar perempuan. Cegah anak laki-laki untuk bergabung. Jangan berikan mereka peran yang penting. Gunakan sebanyak mungkin lektor perempuan. Malah, kalau nanti Misa juga sudah membosankan bagi anak-anak perempuan, manfaatkan nenek-nenek sebagai akolit, supaya mereka bisa sibuk di altar seperti sedang menyiapkan taplak meja dan peralatan makan untuk acara kumpul keluarga. 6) Jangan pernah katakan bahwa Gereja membutuhkan kaum laki-laki Jadikan laki-laki sebagai makhluk yang kotor. Jangan pernah katakan bahwa ayah dan ibu memainkan peran yang saling melengkapi dalam keluarga. Jangan bilang-bilang bahwa Yesus merencanakan sesuatu yang luar biasa ketika Ia memilih 12 laki-laki sebagai rasul dan saudara-Nya. Tetapi, katakan bahwa untuk menjadi seorang Kristen sejati, seorang laki-laki harus berhenti menjadi laki-laki. Yakinkan mereka bahwa para perempuan Kristen sudah lama “ditindas” selama hampir 2000 tahun. Dan terakhir, berdoalah bagi panggilan imamat, setelah anda melakukan semua yang anda bisa untuk memastikan panggilan imamat itu tidak pernah ada. * * * [Catatan penerjemah: Tulisan di atas tidak bermaksud mendiskriminasi siapapun, baik laki-laki, perempuan, ataupun nenek-nenek. Akan tetapi, kita diajak untuk merenungkan satu kenyataan psikologis, yaitu bahwa untuk membuat seorang anak atau remaja laki-laki bergabung dalam sebuah organisasi atau kegiatan, maka ia harus bisa melihat bahwa organisasi atau kegiatan itu “jantan”, “macho”, atau “cowok banget”. Hal ini berlaku dalam liturgi. Liturgi dalam bentuk aslinya adalah megah, agung, dan menggetarkan hati. Banyak sikap liturgis yang menyerupai sikap kemiliteran, misalnya genufleksi di hadapan tabernakel, yang menyerupai seorang ksatria berlutut di hadapan raja. Demikian pula, imamat sebetulnya memiliki prestise tersendiri karena itu adalah—kasarnya—geng “cowok semua”. Menghilangkan atau meminimalisir unsur-unsur ini dengan pelecehan liturgi, Misa kreatif, mengecilkan peran imam, dan sebagainya, justru akan sangat menurunkan daya tarik liturgi dan imamat bagi banyak anak laki-laki.]
0 notes
Text
Bukti Sejarah Perkembangan dan Pembangunan yang dilakukan Oleh Misionaris Katolik yang kini menjadi Kab. Keerom Prop. Papua
CUKUP LAMA.
HAMPIR 1 ABAD ( 83 Tahun ) UMAT KATOLIK DEKENAT KEEROM MENANTIKAN.
Akhirnya hari ini membuahkan hasil pertama Putra Asli Keerom menjadi Imam Katolik hasil didikan Missionaris dimasa lalu tidak sia sia.
Sejak Pastor Yucundinus Frankenmolen OFM menginjakkan kakinya di Bumi Keerom tepatnya di Arso pada tanggal 22 Mei 1939 maka hari ini sudah 83 Tahun.
Sungguh waktu yang cukup lama hampir 1 Abad, rasa terharu, rasa damai dan gembira, rasa persaudaraan, rasa harmoni disetiap benak umat Katolik Wilayah Keerom hari ini, Terima kasih Tuhan Yesus hari ini sangat dasyat dan spesial karena Anak Murid kami di Wilayah Suku Emem, Suku Draa dan Suku Towe di Paroki Tua Bunda Allah Amgotro Yuruf Anak Kami SOTERUS PANGGUEM OSA di Tabhis menjadi Imam Pertama dan Imam Pembuka jalan selanjutnya setelah penantian yang tak pasti selama 83 Tahun.
Saya masih ingat kata kata terakhir Uskup Herman Munninghoof OFM saat perpisahan bulan April Tahun 2005 di Gereja Katedral Dok V Jayapura.
Kata kata terakhir dalam sambutan Alm Mgr H. Munninghoof saat itu demikian : Hari ini saya berpamitan dengan Masyarakat Papua lebih khusus umat Katolik yang tersebar di rawa rawa, dialirkan sungai, di Pulau terpencil, di pedalaman, dilembah lembah, dilereng lereng yang terjal bahkan sampai di Pegunungan tinggi, saya sudah 52 Tahun berkarya di Tanah Papua dan Tahun ini saya akan pulang terus ke Negri leluhur ku, ke Negri kincir Angin, ke dataran Benua Biru Eropa persisnya di Panti Jompo Fransiskan di Belanda.
Hari ini dalam hatiku tidak tenang, ada rasa menyesal campur kecewa karena di Daerah yang saya mengabdi cukup lama yaitu di Mimika dan Keerom belum menghasilkan tenaga Imam khusus anak asli ( Putra Daerah setempat ). Namun demikian saya yakin dan percaya bahwa ini bukan kutukan, bukan juga ditakdirkan oleh Tuhan sendiri tetapi saya mendoakan terus supaya dalam waktu yang tidak terlalu lama pasti akan berhasil. Memang benar adanya perkataan mantan Uskup tersebut karena saat itu Anak Asli Kamoro Mimika Pastor Yosep Ikikitaro sudah menjadi Imam dan Putra Asli Keerom hari ini bisa di Tabhis menjadi Imam, maka terbukalah tabir yang selama ini menjadi penghalang dan Mgr Herman Munninghoof sedang tersenyum di Firdaus sana tanda hatinya lega dan Terima kasih.
Pastor SOTERUS PANGGUEM OSA berasal dari Paroki Bunda Allah Amgotro Yuruf.
Paroki Bunda Allah termasuk salah satu Paroki Tua di Tanah Papua.
Pada Tanggal 6 Juli 1952 Pastor Arie Blokdjik OFM tiba di Amgotro dari Waris untuk menetap disitu dan keesokan harinya mulai membangun Rumah Pastoran dan Gereja darurat beratapkan daun sagu, awal Tahun 1953 Gereja, rumah sakit dan Gedung sekolah sudah bisa digunakan. Tahun 1953 itu juga beberapa Dusun disekitarnya sudah mulai dibuka menjadi perkampungan yaitu : Kemberatoro, Koinggrobu, dan Akarinda dan sekaligus menempatkan guru guru Katakis yang didatangkan dari Arso dan Waris.
Pastor Jucundinus Frankenmolen berangkat dari Hollandia Binnen tanggal 21 Mei 1939 menuju ke Arso, tidur di Bivak pinggiran Kali Kabur Skanto dan besok pagi tanggal 22 berangkat lagi dan tiba di Arso pada pukul 04 sore. Besoknya tanggal 23 Mei 1939 merupakan hari bersejarah untuk Wilayah Keerom karena hari itu Pastor merayakan Misa Kudus untuk pertama kali di Tanah Keerom West Nieuw Guinea saat itu, selesai Perayaan Ekaristi Pastor buka pakaian misa dan juru Bahasa Tegassa Wuryagir Brotian membawa uang yang dikumpulkan oleh seluruh Masyarakat untuk menyerahkan kepada Pastor agar bisa mengurus guru untuk datang mengajar anak anak di Arso.
Sore harinya tanggal 23 Mei 1939 itu juga Pastor mengunjungi di Kampung Workwana dan besoknya tanggal 24 Mei ke Kampung Kwimi.
Uang yang diserahkan oleh Korano Takasse Wuryagir Brotian itu Pastor gunakan untuk mengurus guru di Fak Fak akhirnya pada tanggal 20 Maret 1940 Bapa Oktovianus Suarubun tiba di Arso untuk membuka Sekolah Missi pertama di Tanah Keerom......!!!!!
Ini sekedar catatan singkat. Bila ada uluran tangan dari Pemda Kabupaten Keerom maka kami siap terbitkan buku sejarah Karya Missionaris Katolik di Bumi Keerom......Semogaaaaaa...!!!!!!?????
Editor Pak Eman Petege
0 notes